• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimal management of floating net cage culture In Cirata Lake West Java Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimal management of floating net cage culture In Cirata Lake West Java Province"

Copied!
209
0
0

Teks penuh

(1)

DI WADUK CIRATA PROVINSI JAWA BARAT

DISERTASI

URIP RAHMANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan

dalam disertasi saya yang berjudul:

PENGELOLAAN OPTIMAL

BUDIDAYA IKAN KARAMBA JARING APUNG (KJA)

DI WADUK CIRATA PROVINSI JAWA BARAT

merupakan gagasan atau hasil penelitian sendiri dengan bimbingan Komisi

Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjuk rujukannya. Disertasi ini belum

pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program yang sejenis di perguruan

tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan

jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2012

(3)

Cirata Lake West Java Province (YUSMAN SYAUKAT as Chairman, AKHMAD FAUZI and ACENG HIDAYAT as Members of the Advisory Committee)

Floating net cage culture activities in Cirata Lake have been increasing year by year. It is recorded that the number of floating net cage was only 74 cages in 1988, and it increased to 51,418 cages in 2008. West Java Provincial Regulation No. 41/2002 mentioned that only 12,000 cages are allowed to be established in Cirata Lake. Problems occured in lake is externality such as water quality degradation, algal bloom due to the eutrophication. At certain condition, up-welling leads into fish mass mortality. The objective of this study is (i) to compare the optimum input of floating cage net culture with and without externality costs, (ii) to evaluate the economical instruments due to the floating net cage culture management, (iii) to construct proper management of floating net cage culture based on lake sustainable aquaculture. Externality of floating net cage culture is mainly caused by accumulation of phosphorous compound at the lake bottom. Hence, removement of the sediment is required. Based on the model of cost fuction proposed for management of externality either with recovery cost or without recovery cost, it is found that the use of production input for management without recovery cost externality is much higher compared to that of management with recovery cost externality. On the other hand, fish production obtained by applying management with recovery externality is higher than that of without recovery externality. Besides, it is found that the carrying capacity of Cirata Lake is only one third of the present number of floating net cage. It is also found that the condition at beginning of aqauculture activities in Cirata Lake has been gradually changing from quasi open access quation to be an open access condition in 1994. Hence, a proper floating net cage culture management polecy is required. Stakeholders such as Badan Pengelola Waduk Cirata, Provincial/Regency Fisheries Services, Aquaculturist Club, Aquaculture Feed and Equipment Supplyers should be involved to contruct the management polecy.

Keywords: floating net cage culture, optimum

(4)

vi

di Waduk Cirata Provinsi Jawa Barat (YUSMAN SYAUKAT sebagai Ketua,

AKHMAD FAUZI dan ACENG HIDAYAT sebagai Anggota Komisi

Pembimbing)

Kegiatan perikanan budidaya ikan Karamba Jaring Apung (KJA) di Waduk Cirata meningkat dari tahun ke tahun dimana pada tahun 1988 hanya 74 petak dan pada tahun 2008 KJA yang ada tercatat 51.418 petak. SK Gubernur Jawa Barat No.41/2002 menetapkan bahwa jumlah petak KJA di Waduk Cirata maksimal 12.000 petak. Permasasalahan yang timbul dari kondisi ini adalah timbulnya eksternalitas berupa penurunan kualitas perairan, meningkatnya algae-blooming

disebabkan pola pemberian pakan yang intensif, up-welling yang menimbulkan kematian ikan secara massal pada waktu tertentu

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Membandingkan penggunaan input optimal budidaya ikan KJA dengan dan tanpa menginternalisasikan biaya eksternalitas. (2) Mengevaluasi instrumen ekonomi dalam pengelolaan budidaya ikan KJA yang meningkatkan kinerja teknis dan ekonomis waduk. (3) Merumuskan kebijakan dalam pengelolaan budidaya ikan KJA yang berorientasi pada pemeliharaan fungsi Waduk Cirata berkelanjutan.

Model pengelolaan budidaya ikan KJA yang menyertakan biaya recovery eksternalitas dalam biaya produksinya memberikan hasil yang lebih baik pada sisi jumlah input benih ikan mas, jumlah pakan dan jumlah hari orang kerja tenaga kerja dibandingkan dengan model pengelolaan budidaya ikan tanpa menyertakan biaya recovery eksternalitas.

Secara teknis, pengelolaan budidaya ikan KJA yang menyertakan biaya recovery eksternalitas di samping menurunkan jumlah input produksi, ternyata juga meningkatkan jumlah produksi. Sedangkan dilihat dari sisi ekonomis, terjadi penurunan biaya produksi dan meningkatnya jumlah penerimaan yang diperoleh petani. Selain itu tidak terdapat kerugian yang dialami petani dalam memproduksi ikan mas, sedangkan bila pengelolaannya tidak menyertakan biaya recovery beberapa petani masih mengalami kerugian dalam berproduksi.

Besarnya daya dukung perairan Waduk Cirata untuk produksi ikan mas yang dihitung berdasarkan data perairan selama tahun 2011, jumlah KJA yang dapat beroperasi untuk model pengelolaan budidaya ikan KJA yang menyertakan biaya recovery dalam produksinya lebih besar dibandingkan dengan model yang tidak menyertakan biaya recovery eksternalitas.

(5)

vi

pada bentuk open accespada saat ini adalah lemahnya kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dan juga BPWC. Hal ini diperlihatkan oleh SK Gubernur Provinsi Jawa Barat No. 27/1994 yang merupakan SK Petunjuk Pelaksanaan Perda Provinsi Jawa Barat No. 11/1986, dimana dalam SK ini tidak diatur secara rinci peran masing-masing pihak baik petani, dinas ataupun Badan Pengelola Waduk Cirata dalam upaya pengelolaan Perairan Waduk Cirata. SK-SK selanjutnya yang lebih mengarah pada bentuk property right, baik SK Gubernur Jawa Barat No.42/2002 ataupun No.45/2003 yang di dalamnya memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak, tidak terimplementasikan secara baik disebabkan petani selama ini, sejak tahun 1988, merasa perairan Waduk Cirata sebagai milik bersama.

Aktor yang terlibat dan berperan dalam pengelolaan Waduk Cirata didominasi oleh aktor dari sektor kedinasan, sektor petani/kelompok tani. Sedangkan aktor yang berkepentingan dengan perairan Waduk Cirata, namun tidak berperan dalam merumuskan kebijakan tertentu, adalah pengusaha yang berperan sebagai penyedia sarana produksi perikanan dan pembeli hasil produksi perikanan. Sedangkan aktor yang berperan sebagai penonton adalah aparat desa.

(6)

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

(7)

DI WADUK CIRATA PROVINSI JAWA BARAT

URIP RAHMANI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

2. Dr. Ir. Lukitawati Anggraeni, MS

Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka : 1. Ir. Sonny Koeshendrajana, MSc. PhD

Peneliti Utama bidang Sosial Ekonomi pada Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Kementrian Kelautan dan Perikanan

2. Dr. Ir. Luky Adrianto, MSc

(9)

Nama Mahasiswa : Urip Rahmani

Nomor Pokok : H. 361060061

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc Ketua

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, MSc Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof.Dr.Ir. Bonar M. Sinaga, MA Dr.Ir.Dahrul Syah, MSc.Agr

(10)

vi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan mempebanyak sebagian atau seluruh karya

(11)

vi

DI WADUK CIRATA PROVINSI JAWA BARAT

URIP RAHMANI

DISERTASI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

(12)

vi

Karamba Jaring Apung (KJA) di Waduk Cirata Provinsi Jawa Barat

Nama Mahasiswa : Urip Rahmani Nomor Pokok : H 361060061

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Ketua

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Ekonomi Pertanian

(13)
(14)

vi

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 1967 dari ayah bernama

Soeharso dan Ibu Manisah.

Pada tahun 1986 diterima di Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor

dan memilih Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan, lulus pada tahun 1992.

Melanjutkan studi di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun

1997 dan memilih Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Pedesaan (PWD) serta lulus tahun 2000. Diterima sebagai mahasiswa program S3

di Program Studi Ekonomi Pertanian (EPN) Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor pada tahun 2006.

Penulis menjadi staf pengajar pada Koordinator Perguruan Tinggi swasta

(Kopertis) Wilayah III dipekerjakan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Satya Negara Indonesia (USNI) Jakarta sejak tahun 1993 sampai saat

ini.

Penulis menikah dengan Ismunandar pada tahun 1990 dan dikaruniai 5

orang putra yaitu Maulana Abdullah Mustiko Uriss, Dwi Ajeng Nirmala Uriss,

Nurul Annisa Puspita Uriss, Kemal Maulana Ibrahim Uriss dan Alya Indriyani

(15)

vi

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat

rahmat-Nya penyusunan disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini merupakan

salah satu syarat untuk penyelesaian studi doktor di Program Studi Ilmu Ekonomi

Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari disertasi ini dapat diselesaikan dengan adanya bantuan

dan peran berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis sampaikan

ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku Ketua Komisi

Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi,M.Sc dan Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T

selaku Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan arahan dalam penulisan

Disertasi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Sri

Hartoyo, MS, Bapak Dr.Ir Nunung Kusnadi, MS selama ujian terbuka. Penulis

juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS, Bapak

Dr.Ir Nunung Kusnadi, MS selama ujian terbuka. Terima kasih kepada kepada

Bapak Ir. Sonny Koeshendrajana, M.Sc. Ph.D, Bapak Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc

Bapak Dr.Ir. Nunung Wurintono dan Bapak Dr.Ir Nunung Kusnadi.

Penyampaian ucapan terima kasih dan penghargaan yang

setinggiitingginya kepada Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Perikanan

Kabupaten Cianjur, Dinas Perikanan Kabupaten Purwakarta, Dinas Perikanan

Bandung Barat, Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC), Badan Pelestarian

Perikanan dan Perairan Umum (BPPPU), Gabungan Pengusaha Makanan Ternak

(GPMT), Bapak Dr. Ir. Edward Danakusumah, Bapak Ade Durahman, SE, Ibu Ir.

Neni Amaliyah, Diky, S.E, Bapak Ir. Irwan S, serta responden penelitian atas

(16)

vi

Tinggi Swasta (Kopertis) wilayah III Jakarta atas ijin pendidikan yang telah

diberikan untuk menempuh Program Doktoral di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada rekan-rekan

mahasiswa Program Doktor Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB,

atas kekompakan, kerjasama dan selalu memberikan semangat.

Tak lupa saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan

setinggi-tingginya atas bantuan, dukungan, doa, kesabaran dan pengorbanan dari suamiku

Ismunandar dan anak-anak saya Tiko, Ajeng, Annisa, Kemal dan alya selama

studi S-3 ini. Juga kepada kedua orang tua saya Bapak H. Soeharso dan Ibu Hj

Manisah dan ketiga kakak saya Mas Yoga, Mas Kukuh dan Mas Pumpun atas doa

dan bantuannya.

Mudah-mudahan disertasi ini berguna bagi pengembangan ilmu

pengetahuan. Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih banyak

kekurangannya, oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan untuk

penyempurnaan disertasi ini. .

Bogor, Januari 2012

Penulis,

(17)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 1967 dari ayah bernama

Soeharso dan Ibu Manisah yang merupakan puteri keempat dari empat bersaudara.

Penulis menikah dengan Drs. Ismunandar dan dikaruniai 5 orang anak yaitu M.A.

Mustiko Uriss, Dwi Ajeng Nirmala Uriss, Nurul Annisa Puspita Uriss, Kemal

Maulana Abdullah Mustiko Uriss dan Alya Indriyani Kurnia Uriss.

Pada tahun 1986 penulis menyelesaikan sekolah dari SMA Negeri 1

Jakarta dan diterima di IPB melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan

(PMDK). Pada tahun 1992 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan S-1 pada

Jurusan Sosial ekonomi Perikanan IPB. Pada saat penulis menempuh pendidikan

S-1, penulis juga mendapat Tunjangan Ikatan Dinas (TID) untuk menjadi Tenaga

Pengajar pada Perguruan Tinggi di Lingkungan Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Pada tahun 1997 penulis melanjutkan studi Program Magister di

Sekolah Pascasarjana IPB dan memilih Program Studi Perencanaan Pembangunan

Wilayah dan Pedesaan (PWD) dan lulus tahun 2000, dengan mendapat bantuan

beasiswa dari kopertis Wilayah III Jakarta. Pada tahun 2006 penulis terdaftar

sebagai mahasiswa Program Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

(EPN) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dengan mendapat beasiswa

BPPS (2006-2009) dari Ditjen Dikti.

Sejak tahun 1993 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar

pada Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah III dipekerjakan

(18)

Halaman

DAFTAR TABEL ……….………. xvi

DAFTAR GAMBAR ………... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ……….………... xx

I. PENDAHULUAN ……….………. 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 1.4. Manfaat Penelitian ………..… 6 7 II. TINJAUAN PUSTAKA ..……….…..……… 11

2.1. Sumberdaya Waduk……… ... 11

2.2. Property Right... 21

2.3. Kualitas Lingkungan Perairan ... 23

2.4. Waduk Cirata dan Budidaya Ikan KJA ……... 2.5. Eksternalitas ………...……….……… 2.6. Kelembagaan ………...………... 2.7. Instrumen Ekonomi ………...………. 2.7.1. Perlunya Instrumen Ekonomi ………….……… 2.7.2. Jenis-jenis Instumen Ekonomi …….………...… 2.8. Penelitian Terdahulu ………...………... 26 31 36 38 41 42 46 III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 51

3.1. Kerangka Pemikiran ………...……… 51

3.2. Kerangka Teori …….……….………. 57

3.2.1. Konsep Fungsi Produksi ... 57

3.2.3. Kelembagaan ………....……… 59

IV. METODE PENELITIAN ... 69

4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ………. 69

4.2. Jenis dan Sumber Data ……... 69

(19)

xx

4.4.2. Model Eksternalitas...……… 4.4.3. Analisis Kelembagaan .……….………

4.4.3.1. Analisis Isi ………... 4.4.3.2. AnalisisStakeholderPengolaan Waduk Cirata ... 4.4.3.3. Analisis Pengaruh dan Kepentingan ….…………. 4.4.3.4. Analisis PersepsiStakeholder….………...

72 77 77 79 83 86

V. KEADAAN UMUM WILAYAH ………..

5.1. Morfometri Waduk Cirata ………... 5.2. Perkembangan KJA di Waduk Cirata ………. 5.3. Produksi ……….. 5.4. Kondisi Kualitas Air Waduk Cirata ……… 5.4.1. Temperatur Air ………. 5.4.2. Oksigen Terlarut (DO) ………. 5.4.3. Karbondioksida ……… 5.4.4. Keasaman (pH) ……… 5.4.5. Hidrogen Sulfida ……….. 5.4.6. Kesadahan ……… 5.4.7. Unsur Hara dan BOD ………...

87 87 88 91 94 95 96 97 98 99 100 101

ANALISIS FUNGSI BIAYA PRODUKSI ..………. 6.1. Karakteristik Petani Ikan ………..……….. 6.2. Aspek Teknis Budidaya Ikan KJA ……….………. 6.2.1. Penentuan Lokasi ………...…….. 6.2.2. Pembuatan KJA ………...…... 6.2.3. Proses Budidaya ………...……… 6.3. Fungsi Biaya Produksi Budidaya Ikan KJA ………..……. 6.4. Fungsi Biaya Usahatani Ikan Mas …... 6.4.1. Hasil Analisis Regresi Fungsi Biaya Produksi Ikan Mas

Budidaya KJA Tanpa Eksternalitas..………... VI.

6.4.2. Fungsi Permintaan Input Produksi Ikan Mas Budidaya KJA Tanpa Eksternalitas ...

6.4.2.1. Input Optimal Benih Ikan Mas ……….…… 6.4.2.2. Input Optimal Pakan Ikan Mas ….………..……..

(20)

xxi

6.5. Fungsi Biaya Produksi Ikan Mas Budidaya KJA dengan

Eksternalitas ……… 6.5.1. Hasil Analisis Regresi Fungsi Biaya Produksi Ikan Mas

Budidaya KJA dengan Eksternalitas ….………...

6.5.2. Fungsi Permintaan Faktor Input ...………... 6.6. Elastisitas Permintaan dari Harga Input……….. 6.7. Daya Dukung Lingkungan……….. 6.8. Instrumen Ekonomi ………

119 119 123 129 130 132 KELEMBAGAAN………. 7.1. Analisis Isi Kebijakan Pengelolaan Perikanan Budidaya KJA di

Waduk Cirata ……….

137

138 VII.

7.1.1. Analisis Urusan dan Peletakan Kewenangan Dalam Peraturan Perundang-undangan..………... 7.1.1.1. Urusan-urusan yang Diatur dalam

Undang-Undang No. 7/2004 dan Peraturan Peremrintah No 42/2008 ... 7.1.2. Sumber Kebijakan Common Property Resources (CPR)

Budidaya KJA di Waduk Cirata ... 7.1.3. Kebijakan Hak Kepemilikan (Property Right) ... 7.1.4. Implementasi Kebijakan ... 7.2. Kelembagaan Pengelolaan Perairan Waduk Cirata ... 7.2.1. PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) ... 7.2.2. Badan Pengelola Waduk Cirata ... 7.2.3. Pengelolaan Lingkungan Perairan Waduk Cirata ... 7.2.4. Batas Yuridiksi ... 7.2.5. Hak dan Kewajiban ... 7.2.6. Aturan Persepsi ... 7.3. Persepsi Lembaga Terkait terhadap Keberadaan Budidaya Ikan ... 7.4. Analisis Aktor/pelaku dan Tingkat Kepentingannya ...

142 142 147 152 157 160 163 163 166 167 167 168 170 171

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN …….….……… 175

DAFTAR PUSTAKA ……….……….………... 179

(21)

xxvii

Nomor Halaman

1. Elastisitas dan Daerah-daerah Produksi ... 13

2. Konsep Dualitas di Dalam Fungsi Produksi ... 19

3. Alasan Rasional Perlunya Instumen Ekonomi ………...…...…..…. 50

4. Tipologi Instrumen Ekonomi ………..…...……. 53

5. Kerangka Pendekatan Studi ……….………..……..…. 60

6. Matrik Peletakan Kewenangan Urusan Berdasarkan Peraturan Tertentu... 78 7. Aktor Grid 85 8. Kaskade Sungai Citarum ………..………. 88

9. Grafik Perkembangan KJA Tahun 1988-2008 ……….. 90

10. Perkembangan Sedimentasi Waduk Cirata Tahun 1989 – 2007 ... 93

11. Peta Pengambilan Sampel Pengukuran Kualitas Air oleh BPWC …… 94

12. Temperatur Air Waduk Cirata Periode Triwulan II Tahun 2011 ... 95

13. Kadar Oksigen Terlarut Air Waduk Cirata Periode Triwulan II Tahun 2011 ………..………...……. 97 14. Kadar Karbondioksida Air Waduk Cirata Periode Triwulan II Tahun 2011 ………..……… 98 15. Nilai pH Air Waduk Cirata Periode Triwulan II Tahun 2011 ... 99

16. Kadar H2S Air Waduk Cirata Periode Triwulan II Tahun 2011 ……... 100

17. Kesadahan Air Waduk Cirata Periode Triwulan II Tahun 2011 ... 101

18. Grafik Jumlah Petak KJA Responden ... 105

19. Grafik Penggunaan Benih dan Biaya ………...….... 116

(22)

xxviii

dan Dengan Eksternalitas ...

23. Penggunaan Pakan/Biaya dari Model Tanpa dan Dengan Eksternalitas 127

24. Penggunaan Tenaga Kerja dan Biaya ………...……… 128

25. Matriks Peletakan Kewenangan Urusan Berdasarkan Undang-Undang 147

26. Diagram Alir Pengendalian, Pembinaan/Pemutihan dan Mekanisme Perijinan Usaha Perikanan………...…..

(23)

xxix

Nomor Halaman

1 Peta Waduk Cirata ……… ……… 160

2 Penggunaan Input dan Produksi per Tahun ………..……… 161

3 Biaya Input dan Produksi per Tahun ….……… 163

4 Analisis Regresi Biaya Produksi Tanpa Biaya Lingkungan... 164

5 Perhitungan Analisis Regresi Biaya Produksi Ikan Mas tanpa Biaya Lingkungan ………..………..

165

6 Perhitungan Analisis Regresi Biaya Produksi Ikan Mas dengan Biaya Lingkungan ………..………

166

7 Perhitungan Daya Dukung Perairan Waduk Cirata dengan CAD_S TOOL ………..……….

(24)

1.1. Latar Belakang

Waduk Cirata, sebagaimana waduk lainnya yang ada di Indonesia, dibangun

oleh pemerintah disebabkan dalam banyak hal akan memberikan banyak manfaat

bagi kepentingan umum. Waduk Cirata yang terletak di 3 wilayah administrasi,

yakni Kabupaten Cianjur, Purwakarta dan Bandung Barat (sebelum pemekaran

tahun 2007 masih dalam wilayah Kabupaten Bandung), dibangun sejak tahun

1986 dan selesai pada tahun 1988. Manfaat terbesar dari Waduk ini, sebagaimana

perencanaan pemerintah, adalah sebagai penyedia sumberdaya listrik untuk

wilayah Pulau Jawa dan Bali. Manfaat lainnya adalah untuk kepentingan

peningkatan taraf ekonomi rakyat sekitar Waduk Cirata melalui pembudidayaan

ikan Karamba Jaring Apung (KJA).

Berdasarkan kondisi geologis dan topografisnya keberadaan wilayah Waduk

Cirata sebelum dibangun, memiliki potensi yang ideal bagi pertumbuhan ekonomi

wilayah. Potensi ini menurut Suparmoko (1989) disebut sebagai sumberdaya alam

(SDA), sedangkan menurut Fauzi (2006) disebut sebagai barang netral. Setelah

menjadi waduk, dan mendapat sebutan sebagai Waduk Cirata, disebut sebagai

barang sumberdaya yang menurut Suparmoko (1989), akan memiliki nilai

ekonomi apabila dipadukan dengan faktor produksi lain.

Waduk pada umumnya dibangun oleh pemerintah, karena pemerintah

memandang bahwa waduk akan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum.

Jarang atau mungkin tidak ada pihak swasta yang bersedia membangun waduk

(25)

Oleh sebab itu waduk, dapat disebut sebagai barang publik yang dalam banyak hal

sangat dibutuhkan oleh masyarakat namun tidak seorang pun yang bersedia

menghasilkannya. Kalaupun ada pihak swasta yang menyediakannya dan

jumlahnya sudah tentu terbatas.

Waduk adalah sumberdaya alam buatan yang dalam pembangunannya

memanfaatkan aliran sungai atau rawa dan memberikan banyak manfaat bagi

masyarakat umum. Pemanfaatan waduk untuk sektor kelistrikan menjadikan

waduk sebagai sumberdaya listrik bagi kawasan yang sangat luas. Sedangkan

pemanfaatan waduk bagi tumbuhnya sektor perikanan di sekitar kawasan

menempatkan waduk sebagai sumberdaya perikanan dan merupakan perairan

umum, sehingga setiap orang bisa memanfaatkannya.

Pemanfaatan Waduk Cirata bagi budidaya KJA bagi masyarakat sekitarnya

menempatkan sumberdaya perikanan ini sebagai Common Pool Resources

(sumberdaya milik bersama), yang pada awal pelaksanaannya cenderung bersifat

Quasi open access, atau open access yang bersifat terbatas. Namun, seiring dengan waktu, kecenderungan ini berubah menjadi open access yang berpotensi menjadi eksternalitas.

Nilai ekonomi pemanfaatan Waduk Cirata di sektor perikanan budidaya

KJA mencapai Rp. 1 trilyun per tahun dimana nilai ekonomi per bulan untuk

aktivitas budidaya ikan sebesar Rp.80.295.000.000 dan nilai ekonomi aktivitas

pendukung Rp.10.276.050.000 (Hadadi, 2008). Sedangkan kontribusi dari KJA

terhadap jumlah produksi ikan di 3 (tiga) kabupaten selama 10 tahun terakhir terus

(26)

Tabel 1. Produksi Perikanan Waduk Cirata dari Kabupaten Purwakarta, Cianjur dan Bandung Barat Tahun 2000 – 2011

Kabupaten No. Tahun

Purwakarta Cianjur Bandung*) Bandung Barat

Jumlah ( Ton )

1 2000 5.223,18 - 4.488,00 - 9.711,18 2 2001 5.815,07 14.638,60 4.460,00 - 24.913,67 3 2002 6.795,00 14.639,00 5.700,00 - 27.134,00 4 2003 9.956,00 15.363,47 3.780,13 - 29.099,60 5 2004 13.090,24 14.900,00 5.585,20 - 33.575,44 6 2005 15.451,42 17.135,00 7.957,46 - 40.543,88 7 2006 39.679,00 18.009,89 14.970,00 - 72.658,89 8 2007 34.408,00 18.531,49 15.829,80 - 68.769,29 9 2008 28.196,48 30.500,80 - 16.636,73 75.334,01 10 2009 32.245,03 33.005,83 18.612,86 83.863,72 11 2010 43.859,00 39.120,62 - 4933.26* 15.876,49 Jumlah 234.718,42 215.844,70 62.770,59 35.249,59 481.480,17 Sumber: Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat Tahun 2011.

Keterangan*) Kabupaten Bandung mengalami pemekaran wilayah pada tahun 2007 menjadi wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat.

Produksi perikanan budidaya KJA di 3 (tiga) wilayah kabupaten ini

berkembang dari tahun ke tahun dan sejalan dengan meningkatnya kegiatan

perikanan budidaya ikan Karamba Jaring Apung (KJA) di Waduk Cirata. Pada

tahun 2008 KJA yang ada tercatat 51.418 petak. Jumlah ini telah melebihi daya

dukungnya yang seharusnya 12.000 petak sesuai dengan SK Gubernur Jawa Barat

No. 41 Tahun 2002. Perkembangan KJA di perairan ini sudah tidak terkendali.

(27)

sedimentasi yang tinggi dan penurunan kualitas air yang bersumber dari pakan

KJA (Garno, 2000; Azwar dan Suhendra, 2004). Dalam satu hari, sekitar 150 ton

pakan ikan masuk ke perairan Waduk Cirata, sekitar 7,5 ton di antaranya tidak

termakan dan mengendap di dasar waduk. Selain itu terdapat pula sampah-sampah

drum maupun gabus yang dibuang begitu saja di perairan. Kondisi ini

mengakibatkan korosi alat-alat bendungan. Endapan ini juga memperbesar potensi

kematian ikan secara massal ketika terjadi upwelling (adanya arus balik yang dipicu oleh perubahan suhu air) sehingga air di dasar danau yang telah tercemar

oleh sisa nutrien (sisa makanan ikan) naik ke atas (Nastiti, et. al.,2001).

1.2. Permasalahan

Budidaya ikan dalam KJA di Waduk Cirata ini telah memberikan

keuntungan yang cukup besar, terbukti dari jumlah KJA di Waduk Cirata dari

waktu ke waktu makin meningkat. Kegiatan budidaya pada KJA yang ada di

Waduk Cirata termasuk kategori sistem budidaya KJA intensif. Hal ini terlihat

dari pemberian pakan dengan frekuensi pemberian rata-rata tiga kali sehari

bahkan lebih, dan penggunaan pakan komersial (pelet) yang mengandung protein

tinggi (lebih dari 20%) serta mengandung nutrisi lainnya yang cukup lengkap, dan

memungkinkan terakumulasinya limbah organik baik yang berasal dari sisa pakan

yang tidak termakan oleh ikan maupun dari kotoran ikannya itu sendiri.

Melimpahnya limbah organik yang berasal dari sisa pakan ini mengakibatkan

Waduk Cirata menghadapi masalah yang cukup serius antara lain proses

sedimentasi yang tinggi dan penurunan kualitas air.

Penurunan kualitas air ini bersumber dari limbah organik sisa pakan yang

(28)

(mendekomposisi) bahan-bahan organik tersebut menjadi lebih berat, dimana

diperlukan oksigen untuk penguraian bahan organik ini. Apabila asupan oksigen

sangat rendah atau bahkan tidak ada oksigen, maka penguraian tersebut selain

akan mengganggu kehidupan yang ada di dalamnya dan juga akan berakibat pada

terbentuknya gas-gas beracun di perairan. Gas-gas beracun ini akan menimbulkan

akibat buruk pada kehidupan biota perairan Waduk Cirata. Selain itu, penguraian

bahan-bahan organik akan menghasilkan unsur hara baik senyawa nitrogen (N)

maupun posfor (P) yang sangat diperlukan oleh fitoplankton dan tumbuhan air

lainnya. Dengan demikian bahan organik terutama yang berasal dari sisa pakan

ikan akan berperan menjadi pupuk yang dapat ’menyuburkan’ perairan Waduk

Cirata.

Menurut Garno (2000) diantara kesemua penyumbang bahan organik di

Waduk Cirata, penyumbang paling besar berasal dari kegiatan budidaya ikan

dalam KJA. Total sumbangan bahan organik dari KJA bahwa di Waduk Cirata

mencapai 80%. Hal ini sesuai pula dengan hasil penelitian Nastiti et al. (2001) yang mengatakan bahwa penyumbang N dan P terbesar (mencapai 83,63 –

99,93%) di waduk berasal dari kegiatan budidaya ikan KJA.

Uraian di atas memperlihatkan bahwa kegiatan budidaya KJA

intensitasnya sudah berada dalam keadaan hipertropik, yang berakibat pada

terjadinya pertumbuhan yang tidak terkendali (blooming) plankton jenis tertentu, yang dapat mengakibatkan kematian massal ikan, seperti yang sering terjadi pada

budidaya ikan KJA di Waduk Cirata, terutama pada saat musim hujan. Suhu air

hujan yang lebih rendah daripada suhu perairan menyebabkan terjadinya

(29)

biasanya terjadi pada awal musin hujan, antara bulan Desember hingga Februari.

Pada saat air bagian bawah naik ke atas membawa massa air pada lapisan bawah

perairan dengan kadar oksigen terlarut yang rendah dan kadar polutan yang tinggi

(seperti amonia yang berasal dari kotoran ikan). Hal ini yang menyebabkan ikan

mati secara mendadak dan massal. Kematian massal ikan terjadi berulang setiap

tahun dimulai sejak awal tahun 1990.

Kematian massal ikan selain karena kejadianup-welling,juga disebabakan adanya virus yang menyerang ikan. Wabah penyakit Koi Herpes Virus (KHV)

biasanya terjadi saat memasuki musim kemarau. KHV ini menyerang insang dan

badan ikan. Semua ini akibat dari kualitas lingkungan perairan yang menurun.

Dampak negatif maupun positif yang terjadi akibat aktivitas pengelolaan

perikanan di waduk merupakan salah satu bukti adanya eksternalitas. Fauzi (2006)

mendefinisikan eksternalitas sebagai dampak (positf atau negatif), atau dalam

bahasa formal ekonomi sebagai net cost atau benefit, dari tindakan satu pihak terhadap pihak lain.

Peningkatan jumlah KJA yang melebihi daya dukungnya terjadi karena

lack of enforcement. Pada awalnya masyarakat yang lahannya terendam, mendapat kesempatan untuk melakukan budidaya ikan KJA di waduk tanpa

disertai aturan-aturan tertentu yang mengikat sebagaimana Waduk Jatiluhur.

Seiring berjalannya waktu, kegiatan budidaya ikan ini memberikan keuntungan,

yang akhirnya menarik para investor dari luar wilayah melakukan usaha ini.

Siapapun dapat masuk untuk melakukan usaha budidaya KJA tanpa prosedur

tertentu. Hal ini mengakibatkan Waduk Cirata yang dimiliki oleh PT

(30)

Kondisi ini mengakibatkan perairan waduk menjadi seolah-olahopen acces, yang beresiko memberikan eksternalitas terhadap badan perairan Waduk Cirata.

Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) ditunjuk oleh PT PJB sebagai

yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan kualitas perairan Waduk Cirata,

telah berupaya untuk menjaga kualitas lingkungan perairan dengan mencoba

menerapkan aturan yang berlaku untuk mengendalikan atau menurunkan jumlah

petak KJA. Akan tetapi, karena sejak awal petani KJA tidak dikenakan aturan

yang mengikat, peningkatan jumlah petak KJA tetap berlangsung dari tahun ke

tahun, sekalipun SK Gubernur N0.41 Tahun 2002 menyatakan petak KJA

maksimal berjumlah 12.000 unit karamba.

Kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang mengarah pada upaya

pengendalian jumlah petak KJA selama ini tidak/belum terimplementasi secara

utuh di lapangan. Pada sisi lain, kebijakan-kebijakan ini tidak menunjuk instansi

tertentu sebagai penanggung jawab secara menyeluruh. Berdasarkan TUPOKSI

BPWC, kewenangan BPWC hanya sebatas fasilitator bagi koordinasi pengelolaan

lingkungan perairan Waduk Cirata yang melibatkan instansi pemerintah yaitu

Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, dan Dinas Perikanan

Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta. Oleh

karena keberadaan Waduk Cirata berada pada lintas tiga kabupaten, maka

kewenangan berada di Provinsi Jawa Barat. Dinas Perikanan dan Kelautan

Provinsi Jawa Barat hanya bertanggung jawab secara teknis budidaya.

Pada sisi ini tampak bahwa secara kelembagaan terdapat kesimpangsiuran

fungsi dan peran masing-masing lembaga yang ada dalam pengelolaan lingkungan

(31)

saat penelitian, sehingga masyarakat berpandangan bahwa siapapun dapat masuk

sebagai investor budidaya KJA.

Penelitian yang terkait dengan keberadaan perikanan budidaya KJA di

Waduk Cirata telah banyak dilakukan, namun hingga saat ini belum menyentuh

tentang pengelolaan optimal budidaya KJA yang melibatkan eksternalitas yang

terjadi dilihat dari tinjauan ekonomi dan internalisasi eksternalitas dalam proses

produksi budidaya ikan KJA. Penelitian yang ada masih parsial terhadap

pencemaran yang terjadi, besaran produksi ikan, makin melimpahnya limbah

perikanan sebagai eksternalitas dari budidaya ikan KJA. Penelitian ini mengurai

keberadaan pengelolaan optimal dimana eksternalitas budidaya ikan KJA di

Waduk Cirata dilibatkan dalam proses produksi serta menyikapinya untuk

memberikan alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan dalam bentuk

kajian kelembagaan dan instrumen ekonomi serta kebijakan pengelolaan waduk

yang berorientasi pada terpeliharanya lingkungan perairan Waduk Cirata.

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengelolaan

optimal budidaya ikan karamba jaring apung di perairan Waduk Cirata.

Sedangkan tujuan khusus adalah:

1. Membandingkan penggunaan input optimal budidaya ikan KJA dengan dan

tanpa menginternalisasikan biaya eksternalitas

2. Mengevaluasi instrumen ekonomi dalam pengelolaan budidaya ikan KJA

yang meningkatkan kinerja teknis dan ekonomis waduk

3. Merumuskan kebijakan dalam pengelolaan budidaya ikan KJA yang

(32)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan sebagai berikut:

1. Sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dan

Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Purwakarta, serta

Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) untuk menghasilkan regulasi

terkait dengan budidaya ikan KJA di Waduk Cirata yang berorientasi pada

pemeliharaan lingkungan perairan Waduk Cirata secara keseluruhan.

2. Sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah tentang kemungkinan

diterapkannya instrumen ekonomi bagi upaya pengelolaan Waduk Cirata.

1.5. Novelties

Penelitian yang terkait dengan Waduk Cirata telah banyak dilakukan, akan

tetapi permasalahan yang dikaji brkisar pada produksi perikanan, menurunnya

produksi perikanan, limbah budidaya ikan KJA, kualitas perairan, serta nilai

ekonomi sumberdaya perikanan Waduk Cirata. Penelitian yang mengkaji

keberadaan eksternalitas budidaya ikan KJA secara ekonomi dalam

pengelolaannya belum pernah terbahas secara khusus. Penelitian ini mencoba

mengeksplore pengelolaan optimal budidaya KJA dimana eksternalitas budidaya

ikan KJA yang menjadi sumber terjadinya penurunan kualitas perairan Waduk

Cirata menjadi salah satu perhatian utama. Eksternalitas yang telah terjadi ini

membutuhkan biaya untuk pemulihannya dan akan dibebankan kepada petani ikan

secara proporsional dilihat dari lama usaha budidaya ikan KJA yang telah

dilakukan. Besaran biaya eksternalitas ini yang akan diinternalisasi dalam model

(33)

berjalan. Setelah pemulihan selesai, eksternalitas tetap ada namun dengan skala

yang lebih kecil dan diperhitungkan dari besar produksi ikan yang dihasilkan

petani. Nilai eksternalitas ini yang selanjutnya menjadi instrumen ekonomi yang

harus ditanggung petani, sesuai dengan prinsip setiap poluter bertanggung jawab

terhadap polutan yang terjadi.

Selainnoveltiesdi atas, peneliti juga akan menyampaikan apa yang menjadi penyebab dari menurunnya kualitas perairan Waduk Cirata secara kelembagaan

(34)

2.1. Sumberdaya Waduk

Istilah sumberdaya (resource), mulai populer di Indonesia sejak dekade 1980-an. Sebelum dekade 1980-an sumberdaya merujuk pada sumber kekayaan

alam, dan setelah tahun 1980, sumberdaya berkonotasi pada alam, manusia dan

buatan. Namun demikian, konotasi sumberdaya pada umumnya terkait dengan

nilai ekonomi atau segala sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan manusia atau

input-input yang bersifat langka yang dapat menghasilkan utilitas baik melalui

proses produksi maupun bukan dalam bentuk barang dan jasa (Bannock et al,

1992).

Dalam beberapa literatur juga dijumpai pengertian sumberdaya sebagai

sebutan singkat untuk sumberdaya alam. Beberapa definisi mengenai sumberdaya

dapat disajikan sebagai berikut:

1. Seluruh faktor produksi/input produksi untuk menghasilkan output (Pass dan

Lowes, 1988).

2. Berbagai faktor produksi yang dimobilisasikan dalam suatu proses produksi,

atau lebih umum dalam suatu aktivitas ekonomi, seperti modal, tenaga

manusia, energi, air, mineral, dan lain-lain (Katili, 1983).

3. Aset untuk pemenuhan kepuasan dan utilitas manusia (Grima dan Berkes,

1989)

Sumberdaya alam (SDA) merupakan salah satu sumberdaya dalam

pengertian luas. Pengertian SDA secara akademik dengan latar belakang keilmuan

(35)

terdapat di dalam maupun di luar bumi yang sifatnya masih potensial dan belum

dilibatkan dalam proses produksi untuk meningkatkan tersedianya barang dan jasa

dalam perekonomian dan Fauzi (2006) menyebutnya sebagai barang netral.

Suparmoko (1989) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan barang sumberdaya

adalah SDA yang sudah diambil dari dalam atau dari atas bumi dan siap

digunakan serta dikombinasikan dengan faktor-faktor produksi lain sehingga

dapat dihasilkan luaran baru yang berupa barang dan jasa bagi konsumen maupun

produsen.

Secara umum SDA diklasifikasikan atas SDA yang tidak dapat diperbarui

(non renewable resources) dan SDA yang dapat diperbarui (renewable resources). SDA yang tidak dapat diperbarui atau sumberdaya stok atau bersifat

exhaustible seperti logam, minyak bumi, mineral, dan gas adalah sumberdaya dengan supply terbatas. Eksploitasi sumberdaya ini akan menurunkan cadangan dan ketersediaannya. Sumberdaya yang dapat diperbarui atau disebut juga sebagai

flow”, yakni sumberdaya yang supply-nya dapat mengalami regenerasi secara terus menerus baik secara biologi maupun bukan melalui proses biologi. SDA ini

ada yang benar-benar supply-nya tidak terbatas (infinite) dan ada juga yang bersifat dapat diperbarui sepanjang laju pemanfaatannya tidak melampaui titik

kritis pemanfaatan seperti SDA dapat diperbarui. Menurut Anwar (2005) setiap

proses produksi dan konsumsi SDA selalu menghasilkan limbah (waste). Sebagian limbah produksi/konsumsi dapat menjadi sumberdaya yang dapat

dipakai kembali sebagai input dan masuk ke proses produksi (industri) atau

(36)

pendauran menjadi residual yang dapat didaur secara alamiah melalui proses

biologi (ikan, hutan, dan lain-lain) dan bukan biologi (air dari mata air, situ).

Salah satu sumberdaya yang sampai saat ini masih dibutuhkan semua

manusia adalah sumberdaya air. Karakteristik sumberdaya air amat dipengaruhi

aspek topografi dan geologi, keragaman penggunaannya, keterkaitannya, waktu

serta kualitas alaminya. Oleh karena faktor topografi dan geologi maka

sumberdaya air dapat bersifat lintas wilayah administrasi. Dengan demikian,

kuantitas dan kualitas air amat bergantung pada tingkat pengelolaan sumber daya

air masing-masing daerah. Untuk mencapai terwujudnya kelestarian sumber daya

air diharapkan adanya koordinasi terpadu antar sektor, antar daerah dan kesadaran

dari msyarakat serta kemampuan tenaga pengelola pengairan yang berada di

lapangan.

Waduk sebagai sumberdaya air adalah sumberdaya buatan. Waduk

merupakan barang sumberdaya yang apabila dipadukan dengan faktor produksi

lain akan menghasilkan luaran baru, seperti, air yang ada di waduk digunakan

untuk menggerakkan turbin sehingga menghasilkan energi listrik (Suparmoko,

1989). Contoh lain, dengan adanya KJA, akan memberikan peluang

pendapatan/ekonomi kepada masyarakat untuk sektor budidaya ikan.

Waduk pada umumnya dibangun oleh pemerintah, karena pemerintah

memandang bahwa waduk akan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum.

Sedikit pihak swasta yang bersedia membangun waduk secara mandiri, karena

terlalu besar biaya yang diperlukan untuk membangunnya. Oleh karena itu waduk,

dapat disebut sebagai barang publik yang dalam banyak hal sangat dibutuhkan

(37)

Kalaupun ada pihak swasta yang menyediakannya dan jumlahnya sudah tentu

terbatas.

Sebagai barang publik waduk adalah barang yang tidak dapat disediakan

melalui sistem pasar yaitu melalui transaksi antara penjual dan pembeli. Oleh

karena itu, waduk disediakan oleh pemerintah disebabkan sistem pasar gagal

dalam menyediakan barang tersebut. Sistem pasar tidak dapat menyediakan

waduk karena manfaat dari adanya barang tersebut tidak hanya dirasakan secara

pribadi akan tetapi dinikmati oleh banyak orang.

Dalam hal tertentu sangatlah penting untuk membedakan barang atas sifat

penguasaannya, seperti barang-barang pribadi atau private dengan barang yang dimiliki atau dikuasai secara bersama (kolektif). Samuelson (1954)

mendefinisikan barang publik sebagai “collective consumption good” sebagai berikut:

...[goods] which all enjoy in common in the sense that each individual’s consumption of such a good leads to no subtractions from any other individual’s consumption of that good...

Analog dengan public goods, juga dikenal istilah public bads, yakni hal-hal yang menciptakan efek eksternalitas negatif, seperti polusi dan korupsi dimana

terdapat sifat-sifat dari properti yang non-excludability dan nonrivalness. Dalam ekonomi, public goodadalah barang yang tidak bersaing, dalam arti penggunaan barang oleh individu tidak mengakibatkan berkurangnya ketersediaan barang bagi

orang lain.

Suatu jenis barang dinamakan barang publik, bila mengandung dua

(38)

1. Penggunaannya tidak bersaingan (non-rivalry). Satu orang dapat meningkatkan kepuasannya dari barang ini tanpa mengurangi kepuasan orang

lain yang juga menikmatinya dalam waktu bersamaan.

2. Tidak dapat diterapkan prinsip pengecualian (non-excludability). Bila barang publik sudah tersedia, maka setiap orang dapat memanfaatkannya tanpa ada

pengecualian.

Sedangkan barang kolektif (collective goods) atau disebut juga barang sosial (social goods) diartikan sebagai barang publik (public goods) yang dapat disediakan dalam bentuk barang privat (private goods) ataupun juga sebagai barang yang disediakan pemerintah dengan berbagai macam alasan (social policy) dan dibiayai oleh dana publik seperti pajak.

Sedangkan barang privat (private good) dalam ilmu ekonomi didefinisikan sebagai barang yang memperlihatkan kepemilikan pribadi, serta memiliki ciri: (1)

excludable, tidak dapat dikonsumsi oleh setiap orang karena apabila di konsumsi oleh seseorang dapat mengurangi potensi konsumsi atau berakibat tidak dapat

dikonsumsi oleh pihak lain, dan (2) terbatas (karena ada persaingan). Barang

privat merupakan kebalikan dari barang publik (public good) karena hampir selalu bersifat eksklusif untuk mencapai keuntungan.

Selain hal di atas, dikenal pula Common good yang merujuk pada berbagai konsep. Dalam bahasa populer digambarkan sebagai barang yang spesifik yang

dibagikan dan bermanfaat bagi (hampir) semua anggota suatu komunitas tertentu.

Dalam ilmu ekonomi dianggap sebagai competitive non-excludable good(barang kompetitif yang tidak dapat dibuat eksklusif). Dalam Ilmu politik dan etika,

(39)

masyarakat (society) atau dalam ideologi negara kita “digunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”, sehingga mengadakan/mengelola common good berarti menolong semua orang atau setidaknya mayoritas masyarakat, atau selaras dengan istilah kesejahteraan umum (general welfare). Sumberdaya yang dikelompokkan sebagai common pool resources (CPR) juga dikenal sebagai

common goods. Kadangkala club goods dan common goods juga dimasukan dalam definisi luas daripublic goods Barang-barang publik dalam pengertian luas (CPR, club goods, dan pure public goods) mencakup hal-hal seperti: pertahanan, penegakan hukum, pemadam kebakaran, udara bersih dan jasa-jasa lingkungan,

mercusuar, informasi,software, penemuan, dan karangan tulisan.

Secara empirik, selalu saja ada barang yang dapat dikategorikan dalam

berbagai kategori di atas. Namun istilah common goods sering disalahartikan dengan subtipepublic goods yang dikenal sebagaicollective goods(social goods) dan didefinisikan sebagai barang yang dapat dijadikan sebagai barang privat

maupun barang yang disediakan pemerintah.

Isu pengelolaan barang publik (public good problems) menjadi perdebatan dan polemik ilmiah yang cukup panjang dan serius karena hal ini merupakan

argumen penting yang akan menentukan peranan pasar di dalam ekonomi. Secara

lebih teknis, permasalahan barang publik berkaitan dengan isu yang lebih luas

yaitu eksternalitas.

Secara populer, the common goods menjelaskan secara spesifik barang yang dibagi dan dimanfaatkan untuk banyak orang pada suatu komunitas. Dalam

(40)

manfaat dan akses terhadap sumberdaya tersebut. CPR adalah sumberdaya yang

dimiliki secara bersama oleh suatu komunitas atau kelompok dimana

pengelolaannya mendekati pengelolaanprivate property. Sedangkanpublic goods

bersifat non-excludability dan nonrivalry sehingga cenderung mengalami open acces dari manfaatnya seringkali dikuasai oleh kelompok-kelompok terkuat ataupun kelompok-kelompok yang memiliki akses terhadap kekuasaan. CPR

adalah salah satu kategori dari Impure public goods (quasi public goods) seperti saluran air, pantai, padang gembala, sungai, air tanah, dan hutan tropis (Ostrom,

et.al.,2002).

Common-pool resources diperkenalkan kembali secara lebih spesifik oleh para peneliti yang dipelopori oleh Ostrom, et al (2002) yang menjelaskan bahwa karakteristik sumberdaya memiliki dua karakteristik utama:

1. Pertama, memiliki sifat substractibilityataurivalnessdalam pemanfaatannya, dalam arti setiap konsumsi atau pemanenan seseorang atas sumberdaya akan

mengurangi kemampuan atau jatah orang lain dalam memanfaatkan

sumberdaya tersebut. seperti batubara, minyak bumi, sumberdaya yang dapat

diperbarui, ikan laut (ikan) serta udara, dimana semakin banyak orang dalam

suatu ruangan akan menyebabkan kesesakan dan rasa tidak nyaman

ketersediaan udara segar di ruangan tersebut.

2. Kedua, adanya biaya (cost) yang harus dikeluarkan untuk membatasi akses sumberdaya pada pihak-pihak lain untuk menjadi pemanfaat (beneficiaries).

Pengaruh tersebut dapat bersifat signifikan atau tidak signifikan. Seperti

(41)

tidak terbatas. Di masa lalu, terutama di daerah-daerah yang berlimpah, air seakan

tersedia secara tidak terbatas.

Masalah keterbatasan ini timbul karena adanya kecenderungan overuse

(penggunaan yang berlebihan) sehingga sangat mengganggu potensi orang lain

untuk memanfaatkannya. Kecenderungan overuse tersebut dapat menyebabkan

congestionyang terjadi akibat ketidakseimbangan antarasupplydandemand pada waktu-waktu tertentu. Kecenderungan overuse akan mengarah pada degradasi (kerusakan). Bila sumberdaya dipanen secara berlebihan, melebihi suatu titik

kritis maka tidak dapat pulih, contoh tanah yang tererosi bila melebihi tolerable soil loss maka akan terjadi degradasi. Sumberdaya yang dipanen dengan laju melebihi kemampuan regenerasi alamiahnya di alam akan punah seperti hutan

yang di tebang melebihi batas kemampuan suksesinya dan begitu juga ikan yang

ditangkap nelayan.

Menyangkut ciri CPR yang kedua, yakni adanya biaya (cost) yang harus dikeluarkan untuk membatasi akses pada sumberdaya bagi pihak-pihak lain untuk

menjadi pemanfaat, seperti halnya barang publik (public good) CPR memiliki permasalahan yang sama yaitu kehadiran free rider, yakni adanya pihak-pihak yang mendapatkan manfaat tetapi tidak berkontribusi pada biaya-biaya yang harus

dikeluarkan untuk menyediakan, memelihara dan mengatur pemanfaatan

sumberdaya. Kecenderungan free rider yang melampaui batas akan mengancam pada keberlanjutan sistem produksi.

Kecenderungan pemanfaatan berlebihan (overuse) dan adanya free rider

merupakan masalah yang sekaligus penciri dari sumberdaya-sumberdaya CPR,

(42)

atau menghindarinya. Saat ini, CPR tidak hanya menyangkut SDA melainkan juga

menyangkut sumberdaya buatan dan sumberdaya baru yang diciptakan manusia.

Salah satu tantangan penting dalam penatalaksanaan common-pool resources terletak pada fakta bahwa persediaan dan aliran sumberdaya ini seringkali sulit untuk dipastikan. Oleh karena digunakan pada skala geografis

yang berbeda, dan dalam situasi yang bertentangan/konflik seperti pengguna

hutan lokal merugi, ketika hutannya digunakan untuk produksi kayu. sehingga

penggunaan CPR sering mengakibatkan eksternalitas bagi pihak lain. Melindungi

common-pool resources dari overuse menuntut adanya otoritas pengguna atau otoritas external yang mengatur penggunaannya. Menentukan aturan, membutuhkan usaha bersama dari seluruh pengguna. Hal tersebut menuntut

banyak hal bagi semua pengguna yang akan memperoleh keuntungan dari aturan

baru tersebut. Kelompok dengan tradisi saling percaya yang lebih erat dan

komunitas yang lama memiliki institusi yang lebih baik. Ketika lembaga pengatur

eksternal dan pengguna sumberdaya sama-sama menciptakan dan mendukung

aturan, maka konflik dapat muncul diantara sistem aturan yang secara potensial

membawa kehancuran pada sumberdaya. Privatisasi sering merupakan salah satu

solusi untuk mencegah adanya overuse dari common pool resources, akan tetapi hal ini tidak dapat dilakukan sama di setiap daerah dengan karakteristik yang

berbeda.

Tantangan dalam memprivatisasi common pool resources adalah menentukan sebuah rancangan institusi yang menjamin keberlanjutan dan

efisiensi dalam pengelolaan sumberdaya dengan karakteristik yang spesifik. Kita

(43)

memanage sumberdaya di suatu tempat ke jenis sumberdaya lain di tempat yang

berbeda untuk mendapatkan keberhasilan yang sama. Karakteristik khusus bagi

common-pool resources tertentu dan penggunanya mempengaruhi institusi dalam mengatur penggunaan sumberdaya tersebut. Semakin seragam, sederhana,

semakin kecil skala sumberdaya, maka akan semakin mudah untuk merancang

institusi dan untuk mencegahnya dari overuse dan perusakan. Begitu pula sumberdaya yang rumit dengan penggunaan interaktif dan eksternalitas negatif

akan sulit untuk dikelola. Karakteristik individu pengguna, seperti preferensi dan

aset, serta karakteristik kelompok (keeratan, tingkat kepercayaan, homogenitas,

ukuran) mempengaruhi institusi.

Penggunaan common-pool resources dipengaruhi juga oleh institusi yang mengatur dari keberadaan teknologi. Karakteristik yang kondusif bagi

keberhasilan penatalaksanaan meliputi: berukuran kecil, stabil, memiliki batas

sumberdaya yang jelas, memiliki eksternalitas negatif yang kecil, kemampuan

pengguna untuk memonitor cadangan dan aliran sumberdaya, tingkat penggunaan

yang moderat (tidak berlebihan), sumberdaya tidak digunakan melebihi

kemampuan dalam mencegahnya dari kerusakan, dan dinamika sumberdaya yang

dipahami dengan baik oleh pengguna.

Berdasarkan uraian di atas, dan berdasarkan kepemilikannya, Waduk Cirata,

adalah barang publik yang dimiliki secara pribadi (private good) oleh PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), anak perusahaan BUMN PT PLN, yang

memproduksi listrik untuk wilayah Pulau Jawa dan Bali. Namun selain

kepentingan di atas, PT PJB memberikan kesempatan bagi masyarakat sekitar

(44)

ikan KJA. Keberadaan sumberdaya perikanan di Waduk Cirata merupakan CPR

(common pool resources) yang apabila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan eksternalitas disebabkan overuse untuk mengerjar target produksi dan berakibat pada penurunan kualitas perairan.

2.2. Property Right

Property dapat diartikan sebagai kepemilikan atas sesuatu yang didalamnya terkandung makna hak untuk mengambil manfaat dari sesuatu

tersebut. Oleh karena property merupakan hak yang harus ditegakkan/dihormati oleh pihak lain, maka property merupakan institusi/lembaga/aturan main, yang dalam penegakannya memerlukan badan/lembaga yang berwenang menjamin

tegaknya hak-hak tersebut (Hidayat, 2007).

Bromley (1989) mendefinisikan property right sebagai hak untuk mendapatkan aliran laba/keuntungan secara aman (secure) karena orang lain respek terhadap aliran laba tersebut.

Karakteristikproperty righmenurut Titienberg (1988) terdiri atas:

1. Eksklusivitas: pemanfaatan, nilai manfaat dari sesuatu dan biaya penegakan, secara eksklusif jatuh ke tangan pemilik termasuk keuntungan yang diperoleh

dari transfer hak kepemilikan tersebut.

2. Transferability: seluruh hak kepemilikan dapat dipindahkan dari satu pemilik ke pemilik lain secara suka rela melalui jual beli, sewa, hibah, dan lain-lain

(45)

Disebutkan dalam Hanna dan Munasinghe (1995) kepemilikan terbagi atas

empat seperti diuraikan dibawah ini dan Tabel 2.

1. Private property (kepemilikan privat) yaitu suatu kepemilikan oleh swasta dimana hak akses, pemanfaatan,pengelolaan dan lain-lain yang melekat

dengan atau komoditas tersebut sepenuhnya menjadi hak swasta. Swasta

disini bisa perorangan atau badan hukum.

2. State property (kepemilikan negara), dimana kepemilikan hak akses, pemanfaatan, dan pengelolaan dikendalikan oleh negara.

3. Common property (kepemilikan bersama), dimana hak akses, pemanfaatan, dan pengelolaan menjadi milik bersama dari sekelompok orang yang sudah

terdefinisi secara jelas

4. Open access (kepemilikan terbuka), bukanlah hak kepemilikan karena tidak ada pihak lain yang dapat mengklaim sebagai pemilik dari komoditas atau

sumberdaya tersebut.

Tabel 2. Tipe Kepemilikan Beserta Hak-haknya

No. Tipe Pemilik Pemilik/Penegang Akses

Hak Kewajiban 1. Kepemilikan

Private

Individu Akses pemanfaatan, kontrol Mencegah pemanfaatan yang merugikan sosial 2. Kepemilikan Negara Negara

/ Warga Negara

Akses pemanfaatan, kontrol (menentukan aturan) Menjaga tujuan/manfaat sosial 3. Kepemilikan Bersama

Kolektif Akses pemanfaatan, kontrol

(pengecualian kepada non pemilik)

Merawat, mengatur tingkat

pemanfaatan 4. Akses Terbuka

(Tanpa Kepemilikan)

Tidak ada Pemanfaatan Tidak ada

(46)

2.3. Kualitas Lingkungan Perairan

Kehidupan komunitas perairan dipengaruhi oleh kualitas lingkungan

perairan. Saat ini kondisi perairan Waduk Cirata telah mengalami penurunan

kualitas perairan akibat berbagai aktivitas, seperti kegiatan perikanan. Penurunan

kualitas perairan ini biasa dikenal sebagai pencemaran. Parameter kualitas air

yang berpenagruh besar terhadap kehidupan biota air antara lain intensitas cahaya

yang masuk ke dalam perairan, kedalaman perairan, kecerahan, suhu air, pH,

kandungan oksigen terlarut, kandungan fosfat total, total nitrogen, COD,

klorofil-a dan plankton.

Lingkungan perairan dibedakan atas faktor fisika perairan, faktor kimia

perairan dan faktor biologi perairan. Faktor fisika perairan terdiri atas suhu,

kekeruhan dan kecerahan. Faktor kimia terdiri atas oksigen terlarut, kebutuhan

oksigen kimiawi, kebutuhan oksigen biokimiawi, sedimen dan pH. Adapun faktor

biologi perairan meliputi klorofil-a, plankton. Pada uraian berikut menyajikan

tentang uraian faktor fisika, faktor kimia dan faktor biologi perairan. .

Suhu dapat menentukan kandungan oksigen dalam perairan, dimana

semakin tinggi suhu maka semakin rendah oksigen yang terlarut. Effendi (2003)

menyatakan peningkatan suhu menyebabkan peningkatan metabolisme dan

respirasi organisme air, dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi

oksigen.

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan

banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat

di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh oleh adanya bahan organik dan

(47)

maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme

lain (APHA, 1989).

Menurut Parson dan Takashi (1973) kecerahan perairan merupakan suatu

kondisi yang menggambarkan suatu kemampuan penetrasi cahaya matahari untuk

menembus permukaan air sampai kedalaman tertentu.

Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen-DO) dalam perairan merupakan konsentrasi oksigen yang terlarut dalam air yang berasal dari proses fotosintesa

oleh fitoplankton atau tumbuhan air lainnya di zone eutrofik, serta difusi dari

udara (APHA, 1989). Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand -COD)adalah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Kebutuhan Oksigen Biokimiawi

(Biological Oxygen Demand - BOD) adalah jumlah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam proses dekomposisi bahan organik

(APHA, 1989).

Sedimen adalah partikel batuan, mineral atau bahan organik yang

diendapkan dari air yang mengalir, dari udara, atau angin (Hehanusa dan Haryani,

2001). Sedimen meliputi tanah dan pasir, bersifat tersuspensi, yang masuk ke

badan perairan (Effendi, 2003). Bahan-bahan organik yang berbentuk partikel

suspensi akan mengendap pada dasar sedimen, dimana merupakan sumber

nitrogen sedimen (Goldman dan Horne, 1983). Adapun pH merupakan hasil

pengukuran aktivitas ion hydrogen dalam perairan yang menunjukkan

keseimbangan antara asam dan basa

Nitrogen yang terdapat di perairan tawar ditentukan dalam berbagai bentuk

diantaranya molekul N2 terlarut, asam amino, ammonia (

4

(48)

dan nitrat (NO3). Nitrogen dapat berasal dari limbah pertanian, pemukiman dan

limbah industri. Nitrogen di perairan dapat berupa nitrogen anorganik dan

organik. Nitrogen anorganik terdiri atas atas ammonia (NH4), ammonium

(NH4), nitrit (NO2), nitrat (NO3) dan molekul nitrogen (N2)dalam bentuk

gas. Nitrogen organik berupa protein, asam amino, dan urea. Total Fosfat (P) adalah salah satu nutrien yang penting untuk mengetahui mengenai eutrofikasi.

Fosfor seing digunakan sebagai kunci untuk menjelaskan kualitas algae yang ada

dalam danau.

Menurut Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan

[image:48.595.110.517.387.746.2]

Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran Air, dengan kriteria pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria Mutu Air menurut PP No.82 Tahun 2001.

Kelas Parameter Satu

an I II III IV

Keterangan Fisika

Temperatur 0C Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3

Deviasi dari keadaan alamiahnya

TSS mg/l 1000 1000 1000 2000 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, residu

tersuspensi ≤ 5000 mg/l

Kimia

pH mg/l 6 - 9 6 - 9 6 - 9 6 - 9 Apabila secara alamiah di luar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah

BOD mg/l 2 3 6 12

COD mg/l 10 25 50 100

DO mg/l 6 4 3 0 Angka batas minimum Nitrat (NO3)

sebagai N

mg/l 10 10 20 20 NH3-N mg/l 0,5 ( - ) ( - ) ( - )

Nitrit (NO2)

sebagai N

mg/l 0,06 0,06 0,06 ( - ) Bagi pengolahan air minum konvensional

(49)

Sesuai dengan bunyi dari pasal 8 ayat 1, yang berisikan tentang klasifikasi

dan kriteria mutu air, dibagi menjadi empat klasifikasi, diantaranya:

a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,

dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

kegunaan tersebut;

b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana

rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi

pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang

sama dengan kegunaan tersebut;

c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan

ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau

peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan

tersebut;

d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi

pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang

sama dengan kegunaan tersebut.

2.4. Waduk Cirata dan Budidaya Ikan KJA

Garno (2000) menyebutkan bahwa KJA banyak menyumbangkan sisa

pakan dan hasil metabolisme ikan yang cenderung meningkatkan unsur hara di

dalam perairan sehingga mempercepateutrofikasi. Dari unsur hara P saja, KJA di Waduk Cirata diperkirakan memberikan konstribusi sebesar 2.474 ton per tahun.

Kondisi perairan waduk yang eutrof antara lain ditandai oleh keadaan blooming

(50)

Jumlah pakan yang diberikan per hari mencapai 3% bobot tubuh ikan.

Jumlah pakan yang diberikan tersebut diperkirakan yang tidak dikonsumsi sebesar

20% - 25%. Sekitar 25% - 30% dari pakan yang dikonsumsi akan disekresikan ke

lingkungan (Azwar dan Suhenda, 2004).

Nastiti, et al (2001) menyatakan kandungan unsur P pada pakan berkisar

antara 0,26% – 1%, sedangkan kandungan N sebesar 4,86%. Jumlah pakan yang

terbuang pada KJA sekitar 30% (Krismono, et al, 1996). Jumlah KJA di Waduk

Cirata sebanyak 24.320 petak dengan bobot ikan peliharaan 102.742,5 ton dan

banyaknya pakan yang digunakan sekitar 201.135 ton. Dengan demikian

banyaknya pakan yang terbuang 60.340,5 ton. Kandungan N dan P yang

dihasilkan oleh ikan adalah berasal dari feses, urine dan ikan yang mati

Hasil penelitian Insan (2009) diperoleh kegiatan perikanan KJA di perairan

Waduk Cirata jumlah total P yang terbuang ke perairan sebanyak 701,39 kg/th

memberikan peningkatan unsur hara berupa bahan organik yang dapat menambah

beban terjadinya proses eutrofikasi sehingga perairan Waduk Cirata memiliki tingkat kesuburan mencapaieutrofik(Tabel 4).

Pada pemberian pakan sistem pompa, jumlah pakan yang terbuang

jumlahnya cukup banyak, yakni pada KJA yang berukuran 7 x 7 x 3 m pakan

yang akan terbuang 20% - 30% (Krismono, 1996). Hasil penelitian Ihsan (2009)

menyebutkan para pembudidaya ikan menggunakan pakan per musim rata-rata

1400 kg per petak, jadi dalam satu tahun memerlukan pakan sebanyak 182.070

ton. Bila yang terbuang ke perairan sebanyak 20%, maka pakan komersial yang

terbuang ke perairan sebanyak 36.414 ton. Dengan kandungan P yang ada dalam

(51)

produksi ikan per KJA sebesar 6,35 kg/ton ikan. Jumlah KJA sebanyak 43.350

unit akan menghasilkan produksi 110.542 ton per tahun. Dengan demikian

banyaknya limbah total P yang terbuang ke perairan sebanyak 701,39 kg/th.

Tabel 4. Parameter Kandungan P di Waduk Cirata Tahun 2008

No. Parameter Waduk Cirata

1. Total KJA aktif (unit) 43.350

2. Rata-rata padat tebar/KJA (kg) 40

3. Rata-rata pakan/KJA (kg) 1.400

4. Rata-rata produksi/KJA (kg) 850

5. FCR 1,8

6. Kandungan P di pakan (%) 1,2

Pakan tak termakan (%) 20

Jumlah pakan yang tak termakan (kg) 280

Jumlah pakan yang termakan(kg) 1.120

Jumlah pakan tercerna (kg) 963,31

Jumlah feses (kg) 156,69

Jumlah pakan jadi daging (kg) 143,53

7.

Jumlah Ekskresi 13,16

8. Kecernaan P pakan (%) 86,01

9. P dalam tubuh ikan (P teretensi) (%) 9,94

10. Buangan P di air (mg/l) 0,11

11 Limbah beban P (kg/ton ikan) 6,35

Sumber: Insan, 2009

Menurut Gilpin (2006) daya dukung (carrying capacity) adalah jumlah maksimum individu dari suatu spesies yang dapat didukung di suatu daerah.

Dengan demikian daya dukung perairan bagi budidaya ikan adalah daya atau

kekuatan dari perairan dengan jumlah dan lingkungan tertentu untuk dapat

memenuhi kebutuhan hidup sejumlah populasi ikan tertentu yang dibudidayakan

(52)
[image:52.595.115.518.109.422.2]

Tabel 5. Data Budidaya KJA di Waduk Cirata Tahun 2007

No. Parameter Waduk Cirata

1. Jumlah KJA - Total

- KJA aktif (unit)

51.000 43.350

2. Jenis ikan Ciprinus sp, Oreochromis sp. Pangasius sp, Osteohilus sp

3. Sistem Jaring tunggal, lapis, dolos, kolor 4. Padat Tebar (kg/jaring)

- Kisaran - Rata-rata

20 – 100 40 5. Waktu pemeliharaan 3 – 7 6. Sikus usaha (kali/tahun) 3 7. Pakan (kg)

- Kisaran

- Rata-rata per jaring per musim tanam

700 – 3000 1400 8. Produksi ikan (kg)

- Kisaran

- Rata-rata per jaring per musim tanam - Total produksi per tahun (kg)

400 – 1600 850 110.542,500 9. Konversi pakan (FCR)

- Kisaran - Rata-rata

1,4 – 2,2 1,8 Sumber: Insan, 2009

Bahan buangan atau limbah dari budidaya KJA adalah berupa pakan yang

tidak dikonsumsi, feses dan urine yang termasuk di dalamnya mikroorganisme,

parasit dan organisme lainnya. Hasil ekskresi tersebar di kolom air oleh arus,

sementara padatan (pakan yang tidak dikonsumsi dan feses) jatuh ke dasar waduk.

Sebagian pakan yang di sedimen dikonsumsi oleh ikan, lainnya dipecah menjadi

partikel kecil. Bahan-bahan tersebut dapat larut, kuantitas yang dilepas

tergantung pada komposisi feses dan pakan, faktor fisik, suhu, kedalaman air dan

turbulensi. Zat hara yang dilepaskan dari sedimen, diperkirakan 60% P total dan

80% N total dari buangan berakhir di kolom air (Hall, et al, 1992 dalam

Beveridge, 1996).

Berdasar hasil penelitian Insan (2009), daya dukung di Waduk Cirata

(53)

perhitungan ini diperoleh dari banyaknya jumlah karamba 43.350 unit, dengan

konversi pakan 1,8 akan menghasilkan produksi ikan sebesar 110.542,5 ton per

tahun. Besarnya daya dukung Waduk Cirata adalah 95.520,40 ton atau 28.904

unit. Berarti di Waduk Cirata telah terjadi kelebihan produksi sebesar 15.022,10

ton ikan/tahun atau 15.256 unit.

Sukadi (2010), menyatakan banyaknya pakan yang masuk ke Waduk Cirata

mencapai 8.000 – 8.500 ton/bulan yang dipasok oleh minimal 6 pabrik pakan

dengan jumlah sekitar 2.500 – 2.800 ton per bulan (Tabel 6). Banyaknya pakan

yang terbuang ke lingkungan perairan bisa mencapai 20% - 30% (Krismono dan

Wahyudi, 2001). Pada keramba ganda, banyaknya pakan yang terbuang ke

perairan antara 1% - 2% (Kartamihardja, 2009).

Tabel 6. Besaran Input Pakan (Ton/Bulan) untuk Akuakultur di Waduk Cirata

No. Merk Jumlah

1. CP 2.000 – 2.200

2. Sinta 2.500 – 2.800

3. Cargil 2.000 – 2.200

4. Comfeed 1.000 – 1.500

5. Wonokoyo 800 – 1.000

6. Guy ofeed 100 – 300

7. Lain-lain1) 200

Sumber: GPMT, 2009dalamSukadi, 2010 Keterangan:1)Grobest, Minafeed, dll

Tabel 7. Jumlah Pakan Ikan KJA di Waduk Cirata Tahun 2009

No. Uraian Jumlah

1. Banyaknya pakan (ton) per bulan 8.000 – 8.500

2. Banyaknya pakan terbuang KJA 20%-30% (ton) per bulan

1.600 – 2.400

3. Banyaknya pakan terbuang KJA ganda 1%-2% (ton) per bulan

82,5 - 165

Kandungan Pakan

Kandungan Protein 26,00% - 29,83%

Kandungan N 4,04% - 4,77%

4.

Kandungan P 1,38% – 5,18%

(54)

Penelitian Prihadi (2005) di Waduk Cirata, hasil analisa indeks STORET

yang memperlihatkan kualitas air yang buruk pada semua stasiun penelitian,

semua kedalaman sepanjang tahun pada semua musim yang ada. Kualitas air

pada musim kemarau paling buruk dibanding musim lainnya. Hal ini dikarenakan

volume air pada musim kemarau menjadi sangat rendah, sehingga konsentrasi

berbagai limbah dan bahan toksik menjadi meningkat.

Kualitas perairan Waduk Cirata terus menurun akibat eutrifikasi yang dipacu

oleh penambahan pakan mencapai 8.000 ton per bulan. Hasil akumulasi sisa

pakan dan kotoran ikan sejak tahun 1987, diperkirakan tertimbun sedimen yang

mengandung nitrogen, phospor, dan sulphur di dasar Waduk Cirata lebih dari

300.000 ton yang akan terus bertambah dengan semakin meningkatnya kegiatan

budidaya ikan. Volume sedimen di Waduk Cirata tersaji pada Tabel 8.

Tabel 8. Sedimentasi di Waduk Cirata dari Tahun 1987 – 2001

Tahun Pengukuran

No Uraian

1987 1991 1993 1997 2000 2001

1. Volume Sedimen (juta m3)

0 10.106 11.267 25.515 15.331 5.870

2. Kumulatif Sedimen (juta m3)

0 10.673 21.984 47.450 62.780 68.690

3. Total Kapasitas (juta m3)

1.973,00 1.962,29 1.951,02 1.925,50 1.910,17 1.904,31

4. Kapasitas

Efektivitas Waduk (juta m3)

796,00 790,10 790,10 782,89 781,00 778,69

Sumber: BPWC (2003)

2.5. Eksternalitas

Fauzi (2006) mendefinisikan eksternalitas sebagai dampak (positif atau

negatif), atau net cost atau benefit, dari tindakan satu pihak terhadap pihak lain. Eksternalitas terjadi jika kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak

(55)

pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang

terkena dampak.

Eksternalitas dapat terjadi dari empat interaksi ekonomi berikut ini:

1. Dampak Suatu Produsen Terhadap Produsen Lain

Suatu kegiatan produksi dikatakan mempunyai dampak eksternal terhadap

produsen lain jika kegiatannya itu mengakibatkan terjadinya perubahan atau

penggeseran fungsi produksi dari produsen lain.

2. Dampak Produsen Terhadap Konsumen

Sua

Gambar

Tabel 3. Kriteria Mutu Air menurut PP No.82 Tahun 2001.
Tabel 5. Data Budidaya KJA di Waduk Cirata Tahun 2007
Gambar 2. Tipologi Instrumen Ekonomi
Gambar 3. Kerangka Pendekatan Studi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan serta manfaat penelitian ini ialah bertujuan untuk mengidentifikasi strategi yang dilakukan oleh kepala sekolah

Tujuan penelitian untuk mendiskripsikan dan mengetahui kendala implementasi kurikulum 2013 terhadap pembelajaran matematika dengan subyek siswa MTs Negeri Surakarta II kelas VII

Berdasarkan berbagai definisi post power syndrome di atas maka dapat disimpulkan bahwa post power syndrome adalah gejala gejala pasca kekuasaan yang muncul

[r]

Karena itulah ditawarkan “alternatif hukum pidana sariqah ve rsi Indonesia” yang secara substansial sesuai dengan maksud syari’ah sekaligus juga dapat diterima masyarakat

HUBUNGAN ANTARA MEDIA DENGAN TUJUAN PEMBELAJARAN Elvania

(2) menganalisis latar belakang secara empiris pengaruh variabel budaya organisasi terhadap kinerja karyawan industri batik Kota Surakarta. Lokasi Penelitian di Batik

Untuk dapat melaksanakan pembelaja- ran kimia dengan hasil yang baik, selain kuri- kulumnya yang harus sesuai, Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan