• Tidak ada hasil yang ditemukan

Urusan-urusan yang Diatur dalam Undang-

7.1. Analisis Isi Kebijakan Pengelolaan Perikanan Budidaya KJA d

7.1.1.1. Urusan-urusan yang Diatur dalam Undang-

Undang-Undang No.7/2004 tentang Sumberdaya Air terdiri 18 bab dan 100 pasal. UU ini merupakan satu dari UU yang akan dibahas dalam riset ini, namun secara konten, UU ini belum menjadi ruh dari semua kebijakan pengelolaan Waduk Cirata. Kebijakan terbaru yang ditetapkan oleh DPRD Provinsi Jawa Barat pada tahun 2011 belum dibuat petunjuk pelaksanaannya oleh Pemda Provinsi.

UUSDA merupakan produk UU yang relatif komprehensif substansinya dan perhatian yang seimbang. Komprehensivitas substansinya terletak pada ketentuan- ketentuannya yang memuat hampir semua aspek yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya air. Keseimbangan perhatian ditunjukkan oleh pengaturan yang relatif sama terhadap berbagai aspek yang menjadi isu pokok dalam kajian ini. Komprehensivitas dan perhatian yang seimbang dapat dicermati dari uraian berikut.

Fungsi sumberdaya air, dalam penjelasan umum UU No. 7/2004 untuk pasal 4 disebutkan memiliki 3 fungsi, yaktu sosial, lingkungan hidup dan ekonomi. Fungsi sosial, menyatakan bahwa sumberdaya air lebih untuk kepentingan umum

daripada kepentingan pribadi. Fungsi lingkungan hidup, menyatakan sumberdaya air menjadi bagian dari ekosistem sekaligus sebagai tempat kelangsungan hidup flora dan fauna. Sedangkan fungsi ekonomi, menyatakan sumberdaya air dapat didayagunakan untuk kepentingan usaha.

Berdasarkan 3 (tiga) fungsi di atas dalam pasal 5 disebutkan bahwa, negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih dan produktif. Selanjutnya dalam pasal 6, disebutkan bahwa negara memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pengelolaan air sesuai kewenangannya.

Semangat desentralisasi tampaknya mendasari pembentukan UUSDA ini karena pemberian kewenangan otonom juga sampai ke pemerintahan desa. Artinya kewenangan pengelolaan SDA yang bersumber dari Hak Penguasaan Negara tidak hanya dilaksanakan oleh Pemerintah pusat, namun dengan menggunakan prinsip pembagian kewenangan, Pemda dan Pemerintah Desa juga diberi kewenangan melaksanakannya. Pasal 6 ayat (2) menentukan bahwa penguasaan (Negara) atas sumberdaya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau Pemda.

Mencermati rumusan Pasal 6 ayat (2) di atas yang menggunakan kata ”dan/atau” tampaknya dimaksudkan bahwa pelaksana kewenangan yang bersumber dari Hak Penguasaan Negara dapat saja bersifat desentralistis mutlak yaitu antara kewenangan yang dipunyai oleh Pemerintah dengan yang diserahkan kepada Pemda berbeda, namun dapat juga bersifat desentralistis yang mengarah

pembagian kewenangan yaitu antara kewenangan Pemerintah dan Pemda sama dengan perbedaan dalam luas ruang lingkup berlakunya kewenangan tersebut.

Jika ketentuan yang berkaitan dengan kewenangan Pemerintah (Pasal 14) dan Pemda (Pasal 15 dan Pasal 16) dicermati, maka penafsiran yang dapat diajukan bahwa sifat pemberian kewenangan itu bukan bersifat desentralistis mutlak, namun lebih mengarah pada prinsip pembagian kewenangan. Kewenangan Pemerintah dan Pemda mengandung substansi yang sama yaitu menetapkan kebijakan, pola pengelolaan, rencana pengelolaan, menetapkan dan mengelola kawasan lindung, melaksanakan pengelolaan, memberikan perijinan, memfasilitasi penyelesaian sengketa, pembentukan dewan sumberdaya air. Perbedaannya bahwa ruang lingkup kewenangan pemerintah nasional, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota adalah wilayah administratifnya.

Selain itu, pelaksanaan kewenangan Hak Penguasaan Negara juga diserahkan kepada :

a. Pemerintah Desa

Pemerintah desa atau yang setingkat dengan desa juga diberi kewenangan dan tanggungjawab, meskipun secara kuantitas relatif terbatas yaitu mengelola SDA yang ada di desanya yang belum dikelola oleh masyarakat atau oleh pemerintah yang di atasnya, menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan SDA yang ada di desa, dan berusaha menjamin pemenuhan kebutuhan pokok minimal sehari-hari warga desa atas air.

b. Dewan Sumberdaya Air

Dewan SDA dibentuk di semua tingkat wilayah pemerintahan, yaitu : (1) Di tingkat nasional terdapat 3 (tiga) macam Dewan yaitu Dewan SDA Nasional,

Dewan SDA Wilayah Sungai Lintas Provinsi, dan Dewan SDA Wilayah Sungai Strategis Nasional; (2) Di tingkat Provinsi dapat hanya dibentuk satu dewan SDA Provinsi, namun juga dapat dibentuk 2 (dua) dewan yaitu Dewan SDA yang umum dan Dewan SDA Wilayah Sungai lintas Kabupaten/Kota; (3) Di tingkat kabupaten/kota dapat dibentuk satu Dewan SDA, namun dapat juga dibentuk 2 (dua) dewan yaitu Dewan SDA Kabupaten/Kota yang umum dan Dewan SDA Wilayah Sungai.

Tugas dan tanggung jawab Dewan SDA di semua tingkatan pada prinsipnya sama, yaitu: (1) Melakukan koordinasi pengintegrasian kepentingan lintas sektor, lintas wilayah dalam pengelolaan sumberdaya air; (2) Menyusun dan merumuskan kebijakan dan strategi pengelolaan sumberdaya air.

c. Dewan Tertentu

Dewan ini dibentuk oleh Menteri yang membidangi sumberdaya air dengan tugas melakukan pengaturan pengembangan sistem penyediaan air minum dan sanitasi.

d. Perkumpulan Petani Pemakai Air

Perkumpulan Petani Pemakai Air ini berada di tingkat desa yang diberi kewenangan dan tanggungjawab untuk mengembangkan sistem irigasi tersier. Bahkan menurut Pasal 41 ayat (5), perkumpulan ini dapat melakukan pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder jika memang mampu melakukan.

Dalam konteks pengelolaan Waduk Cirata, urusan yang diatur dalam UU No.7 /2004 dan PP No.42/2008 terdiri dari 34 urusan. Sebagai catatan disini, urusan yang mencakup tentang sungai dimasukkan sebagai urusan yang terkait

dengan waduk, yaitu: (1) Penetapan kebijakan sumberdaya air; (2) Penetapan pola pengelolaan sumberdaya air pada wilayah sungai; (3) Penetapan rencana pengelolaan sumberdaya air pada wilayah sungai; (4) Penetapan dan pengelolaan kawasan lindung sumberdaya air pada wilayah sungai; (5) Pelaksanaan pengelolaan sumberdaya air pada wilayah sungai; (6) Pengaturan, penetapan dan pemberian izin atas penyediaan, peruntukkan, penggunaan, dan pengusahaan sumberdaya air pada wilayah sungai; (7) Pengaturan, penetapan dan pemberian rekomendasi teknis atas penyediaan, peruntukkan, penggunaan, dan pengusahaan sumberdaya air pada wilayah sungai; (8) Pembentukan Dewan Sumberdaya air; (9) Fasilitasi penyelesaian sengketa dala pengelolaan air; (10) Perlindungan dan pelestarian sumberdaya air; (11) Penunjukkan dan penetapan kawasan yang berfungsi sebagai daerah resapan air; (12) Penetapan peraturan untuk pelestarian fungsi resapan air dan daerah tangkapan; (13) Pengelolaan kawasan yang berfungsi sebagai daerah resapan air dan daerah tangkapan air; (14) Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian fungsi resapan air; (15) Pelaksanaan pengendalian pemnafaatan air; (16) Pelaksanaan perlindungan sumber air; (17) Pelaksanaan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan pengendalian pengelolaan tanah di daerah hulu; (18) Penetapan daerah sempadan air; (19) Melakukan pemantauan dan pengawasan atas pelaksanaan pengaturan sempadan air; (20) Mempertahankan fungsi daerah sempadan air; (21) Pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan sekaligus pemantauan dan pelaksanaan dari kegiatan rehabilitasi; (22) Penetapan tarif penggunaan air yang bersifat progresif; (23) Pemberian insentif dan disinsentif bagi pengguna air; (24) Penetapan kelas dan baku mutu pada sumber air; (25) Penanggulangan pencemaran air pada sumber air; (26) Perbaikan

fungsi lingkungan untuk pengendalian kualitas iar; (27) Penetapan zona pemanfaatan sumber air dan peruntukkan pada sumber air; (28) Inventarisasi jenis pemanfaatan air yang sudah ada; (29) Pemetaan potensi konflik kepentingan antar jenis pemanfaatan yang sudah ada; (30) Penetapan urutan prioritas penyediaan air pada setiap wilayah sungai; (31) Penetapan dan perubahan rencana penyediaan sumber air tahunan; (32) Pemberian, pembatalan, pembekuan atau diberlakukan lagi ijin pengusahaan/penggunaan air; (33) Pemberian ijin pelaksanaan konstruksi pada sumber air; dan (34) Penetapan jangka waktu ijin penggunaan air (Gambar 22). Makro (Menteri) 10,11 10,11 1,2,3,4,5,6,7,8, 9,10,11,12,13, 14,15,16,17,18, 19,29,21,22,23, 24,25,26,27,28, 29,30,31,32,33,34 Meso (Gubernur) 10,11 1,2,3,4,5,6,7,8,9, 12,13,14,15,16, 17,18,19,29,21, 22,23,24,25,26, 27,28,29,30,31, 32,33,34 K E W E N A N G A N Mikro (Bupati/Walikota) 1,2,3,4,5,6,7,8, 12,13,14,15,16, 17,18,19,29,21, 22,23,24,25,26, 27,28,29,30,31, 32,33,34 Mikro (Kabupaten) Meso (Propinsi) Makro (Pusat) NAMA PERATURAN URUSAN

7.1.2 Sumber KebijakanCommon Property Resources(CPR) Budidaya KJA

Dokumen terkait