• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ecobiology Character of Midas Cichlid (Amphilophus citrinellus Günther, 1864) as A Basis for Controlling Alien Fish Species in Ir. H. Djuanda Reservoir, West Java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ecobiology Character of Midas Cichlid (Amphilophus citrinellus Günther, 1864) as A Basis for Controlling Alien Fish Species in Ir. H. Djuanda Reservoir, West Java"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTER EKOBIOLOGI

IKAN OSKAR (

Amphilophus citrinellus

GÜNTHER, 1864)

SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN IKAN ASING

DI WADUK IR. H. DJUANDA, JAWA BARAT

PRAWIRA ATMAJA R. P. TAMPUBOLON

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakter Ekobiologi Ikan Oskar (Amphilophus citrinellus Günther, 1864) sebagai Dasar Pengendalian Ikan

Asing di Waduk Ir. H. Djuanda, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Prawira Atmaja R. P. Tampubolon

(4)

RINGKASAN

PRAWIRA ATMAJA R. P. TAMPUBOLON. Karakter Ekobiologi Ikan Oskar (Amphilophus citrinellus Günther, 1864) sebagai Dasar Pengendalian Ikan Asing

di Waduk Ir. H. Djuanda, Jawa Barat. Dibimbing oleh M. F. RAHARDJO dan KRISMONO.

Ikan oskar merupakan ikan asing yang keberadaannya ditengarai sudah mengganggu kestabilan komunitas ikan di Waduk Ir. H. Djuanda. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakter ekobiologi ikan oskar yang meliputi komposisi, distribusi, pertumbuhan, reproduksi, pemanfaatan sumber daya makanan dan kemiripan pemanfaatan sumber daya makanan dengan ikan lain.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011–Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jawa Barat. Pengambilan contoh ikan dilakukan di enam stasiun. Alat tangkap yang digunakan adalah jaring insang berukuran mata jaring 1, 1,5, 2, 2,5, 3, 3,5 dan 4 inci.

Total ikan contoh yang tertangkap selama penelitian berjumlah 657 ekor yang terdiri atas enam jenis spesies asli dan 12 jenis spesies asing. Ikan oskar merupakan ikan yang paling banyak tertangkap (460 ekor). Panjang total dan bobot tubuh ikan oskar berkisar antara 62–210 mm dan 4,81–187,18 gram. Pola pertumbuhan ikan oskar adalah allometrik positif. Faktor kondisi ikan relatif sama pada seluruh stasiun dan waktu pengamatan. Ikan oskar dalam kondisi yang baik.

Rasio kelamin ikan oskar ditemukan seimbang. Ukuran ikan jantan dan betina pertama kali matang gonad adalah 125 mm dan 121 mm. Fekunditas total berkisar antara 729–3.299 Ikan oskar adalah ikan pemijah bertahap.

Ikan oskar merupakan ikan omnivora dan generalis memanfaatkan sumber daya pakan. Ikan ini mengonsumsi fitoplankton, zooplankton, moluska, cacing, serangga, dan ikan sebagai makanannya. Secara keseluruhan, berdasarkan indeks bagian terbesarnya, makanan utama ikan oskar adalah zooplankton. Terdapat variasi ontogenetik makanan pada ikan ini. Ikan yang paling memiliki kemiripan pemanfaatan sumber daya pakan dengan ikan oskar berukuran kecil, sedang, dan besar adalah lalawak (Barbonymus balleroides).

Ikan oskar invasif di Waduk Ir. H. Djuanda dan sudah perlu untuk dikendalikan. Pengendalian ikan oskar dapat dilakukan dengan cara preventif dan kuratif. Pengendalian secara preventif dilakukan dengan menyortir benih ikan yang akan ditebar ke waduk ini terlebih dahulu dan menggunakan benih ikan yang berasal dari panti benih yang terjamin bebas dari benih ikan oskar. Pengendalian dengan cara kuratif dilakukan dengan menangkap ikan oskar menggunakan jaring insang berukuran mata jaring 1,5 inci yang terencana, terjadwal dan rutin di daerah litoral.

Kata kunci: Amphilophus citrinellus, makanan, pengendalian, pertumbuhan,

(5)

SUMMARY

PRAWIRA ATMAJA R. P. TAMPUBOLON. Ecobiology Character of Midas Cichlid (Amphilophus citrinellus Günther, 1864) as A Basis for Controlling Alien

Fish Species in Ir. H. Djuanda Reservoir, West Java. Supervised by M. F. RAHARDJO and KRISMONO.

Midas cichlid is an alien fish species found in Ir. H Djuanda Reservoir and known to be disrupting the stability of the native fish population. This research was conducted in order to analyze the ecobiological characteristic of the fish such as food composition, distribution, growth, reproduction, food utilization and food similarity with other fish species in the area.

The samples were taken from six stations from October 2011 to January 2012 in Ir. H. Djuanda Reservoir, in the Province of West Java. Gill nets were used with mesh-size of 1, 1,5, 2, 2,5, 3, 3,5 and 4 inches.

The total number of fish being caught during those times were 657 individuals, with six of 12 species caught being native species, while the rest were alien species. Midas cichlid dominated the amount of fish caught (460 individuals). This fish has a total body length and weight ranges between 62–210 mm and 4.81–187.18 gram, respectively. The growth pattern showed that this fish is positive allometric. The condition factor of this fish tended to be similar throughout the stations. Midas cichlid was in good condition at the time sampling occurred

The sex ratio of midas cichlid was even at 1:1. The size of mature males and females individuals were 125 mm and 121 mm, respectively. Total fecundity ranged between 729–3,299 of eggs. This fish is a partial-spawning type.

Midas cichlid is an omnivore species and usually consumed all sorts of food within the feeding ground. The diet of this fish include phytoplankton, zooplankton, mollusks, earthworms and small fish in general. According to the index of preponderance, this kind of fish prefers to eat zooplankton. There were occurence of food ontogenetic variance found from this fish. Other fish species thought to be utilizing in the same way the small-sized, medium-sized, and the large-sized midas cichlid does is Barbonymus balleroides.

Midas cichlid is being considered as an invasive spesies in Ir. H. Djuanda Reservoir and its existence should be controlled. The controlling could be done preventively and curatively. Preventive controlling could be conducted by sorting the fry population that would be stocked into the reservoir and by ensuring the fish hatchery used was free from midas cichlid fry. Curative controlling could be done by using a well-planned and scheduled catching method using a 1.5 inches gill nets in the litoral area body of water.

Keywords: Alien species, Amphilophus citrinellus, controlling, food, growth,

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan

KARAKTER EKOBIOLOGI

IKAN OSKAR (

Amphilophus citrinellus

GÜNTHER, 1864)

SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN IKAN ASING

DI WADUK IR. H. DJUANDA, JAWA BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(8)
(9)

Judul Tesis : Karakter Ekobiologi Ikan Oskar (Amphilophus citrinellus

Günther, 1864) sebagai Dasar Pengendalian Ikan Asing di Waduk Ir. H. Djuanda, Jawa Barat

Nama : Prawira Atmaja R. P. Tampubolon

NIM : C251090091

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. M. F. Rahardjo, DEA Dr. Krismono, MS Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Pengelolaan Sumber Daya Perairan

Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)

PRAKATA

Syukur ke hadirat Tuhan Yesus Kristus, karena kasih dan karunia-Nya tesis ini dapat saya selesaikan. Tesis ini mengupas tentang ekobiologi ikan oskar, ikan asing di Waduk Ir. H. Djuanda yang diduga sudah mengganggu secara ekologis, sebagai dasar pengendaliannya di Waduk Ir. H. Djuanda. Tesis ini disajikan dalam lima bab berupa pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil dan pembahasan, dan kesimpulan yang menjawab tujuan penelitian ini.

Pada kesempatan ini, saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada komisi pembimbing saya, Prof. Dr. Ir. M. F. Rahardjo, DEA dan Dr. Krismono, MS, untuk bimbingan, didikan, dukungan dan saran dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Dr. Ir. Didik Wahju Hendro Tjahjo, MS dan Prof. Dr. Ir. Djamar T. F. Lumban Batu sebagai penguji tamu dan penguji dari program studi yang berkenan menyumbangkan saran untuk memperkaya tesis ini.

Akhir kata, semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013

(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

Sejak menjadi mahasiswa di Sekolah Pascasarjana IPB, melakukan penelitian, dan menulis tesis ini penulis banyak mendapatkan arahan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Seluruh dosen pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan, Sekolah Pascasarjana, IPB

2. Dr. Yunizar Ernawati, Bang Charles P.H. Simanjuntak, M.Si dan Dr. Ahmad Zahid atas seluruh perhatian dan arahan;

3. Pak Ruslan, Kak Aries, Mbak Sukartina, dan Mbak Dewi di Bagian Ekobiologi dan Konservasi Sumber Daya Hayati Perairan, MSP IPB; 4. Ibu Sri Endah Purnamaningtyas, Agus Arifin Sentosa, Kak Dimas Angga

Hedianto, Pak Waino, dan Kang Iman di Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan, Jatiluhur, atas seluruh bantuan dalam penelitian ini;

5. Agus Purnomo Wibisono dan Shelly N.E. Tutupoho, sahabat-sahabatku, untuk waktu-waktu yang telah dilalui bersama;

6. Imanda Hikmat Pradana, Christian Simanjuntak dan Rumondang Tampubolon untuk semua bantuan;

7. Pak Lilik, Bu Lilis, Delonica, Hendy, Neno, Abah dan keluarga, Uti Soes dan keluarga di Soka Buntu;

8. Mas Ari dan Mbak Umi di Sekretariat IPB-Papua;

9. Fauzan Feisal, Anna Setianawaty, Hendar Kadarusman, Rendra Eka Ardhya, Erwin Wahyu Aryanto, Udin Saefudin, Abdul Rohman, Mulyadi di Toko Ikanku;

10.Rahmi Dina, Kadri Laetje, Supyan, Qadar Hasani, Willem Siegers, Tri Suryono, Astri Suryandari, dan Irvan Avianto, teman-teman di SDP 2009; 11.Semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat penulis sebutkan

satu per satu;

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

1 PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA... 4

Tujuan Penelitian ... 4

Perkembangan Keanekaragaman Ikan di Waduk ... 4

Ekobiologi Ikan Oskar (Amphilophus citrinellus) ... 6

Interaksi Interspesies Ikan ... 7

Pengendalian Spesies Asing Invasif ... 8

3 METODE PENELITIAN ... 9

Waktu dan Lokasi Penelitian ... 9

Bahan dan Alat Penelitian ... 10

Metode Pengambilan Contoh ... 10

Analisis Laboratorium... 11

Analisis Data ... 12

4 HASIL ... 15

Kondisi Perairan Waduk Ir. H. Djuanda ... 15

Komposisi Tangkapan dan Kelimpahan Relatif Ikan ... 15

Distribusi Frekuensi Ikan Oskar ... 17

Pertumbuhan Ikan Oskar ... 18

Reproduksi Ikan Oskar... 19

Makanan dan Kemiripan Makanan Ikan ... 22

5 PEMBAHASAN ... 24

Kondisi Perairan ... 24

Komposisi dan Sebaran Ikan ... 24

Pertumbuhan Ikan Oskar ... 25

Reproduksi Ikan Oskar... 26

Kesamaan Makanan Ikan Oskar dengan Ikan Lain ... 28

Potensi Invasif Ikan Oskar ... 28

Pengendalian Ikan Oskar di Waduk Ir. H. Djuanda ... 29

6 SIMPULAN ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

LAMPIRAN ... 42

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Komposisi ikan yang tertangkap di Waduk Ir. H. Djuanda pada

tahun 2008–2009 ... 5

2. Karakteristik stasiun penelitian ... 9

3. Penentuan TKG ikan secara morfologi berdasarkan modifikasi Cassie (Effendie 1979) ... 11

4. Kisaran nilai parameter fisik dan kimiawi contoh air ... 15

5. Ikan yang tertangkap di Waduk Ir. H. Djuanda berdasarkan bulan pengamatan ... 16

6. Jenis ikan yang tertangkap dalam keadaan siap memijah ... 16

7. Distribusi frekuensi ikan oskar yang tertangkap berdasarkan bulan dan stasiun pengamatan ... 18

8. Distribusi frekuensi ikan oskar yang tertangkap berdasarkan ukuran mata jaring ... 18

9. Faktor kondisi ikan oskar ... 19

10.Nisbah kelamin ikan oskar ... 20

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Diagram alir perumusan masalah penelitian ... 3

2. Ikan oskar (Amphilophus citrinellus) ... 6

3. Waduk Ir. H. Djuanda ... 10

4. Distribusi frekuensi ikan oskar yang tertangkap selama penelitian .... 17

5. Hubungan panjang-bobot ikan oskar jantan (a) dan betina (b)... 19

6. Persentase TKG ikan oskar jantan (a) dan betina (b) pada setiap bulan pengamatan ... 20

7. Persentase TKG ikan oskar jantan (a) dan betina (b) pada setiap stasiun pengamatan ... 21

8. Persentase TKG ikan oskar jantan (a) dan betina (b) berdasarkan kisaran ukuran panjang ... 21

9. Fekunditas ikan oskar berdasarkan panjang dan bobot tubuh ... 22

10.Sebaran diameter telur ikan oskar ... 22

11.Indeks bagian terbesar makanan ikan di Waduk Ir. H. Djuanda ... 23

12.Dendrogram kemiripan sumber daya makanan yang dimanfaatkan oleh ikan-ikan di Waduk Ir. H. Djuanda ... 23

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Ikan yang tertangkap di Waduk Ir. H. Djuanda berdasarkan stasiun pengamatan ... 43

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dewasa ini, masuk dan berkembangnya spesies asing merupakan salah satu isu yang menjadi obyek perhatian para pemerhati lingkungan secara global (Gozlan et al. 2010). Spesies asing berpotensi menimbulkan kerugian tidak hanya

secara ekologi (Gurevitch & Padilla 2004; Levine 2008), namun juga sosial dan ekonomi (Pimentel et al. 2005; McIntosh et al. 2010). Kehadiran spesies asing,

secara sengaja ataupun tidak, ditengarai sebagai salah satu ancaman dan penyebab hilangnya keanekaragaman hayati di perairan tawar terkait dengan kompetisi dan pemangsaan (Saunders et al. 2002; Clavero & García-Berthou 2005; Dudgeon et al. 2006; Uzunova & Zlatanova 2007).

Spesies asing dapat menjadi ancaman penting bagi populasi ikan asli (Pino-del-Carpio et al. 2010; Miranda-Chumacero et al. 2012). Di Laguna

Chichancanab (Meksiko), ikan mujair (Oreochromis mossambicus), sebagai ikan

asing, menyebabkan gangguan kondisi pemanfaatan relung habitat lima spesies

Cyprinodon (Fuselier 2001). Bahkan, di Danau Victoria, Afrika, introduksi

spesies asing, Lates niloticus, telah menyebabkan hilangnya lebih dari 200 spesies

endemik di waduk tersebut (Lowe et al. 2000). Keberadaan spesies ikan asing

sudah menjadi masalah di Amerika Serikat (NISC 2001; NISC 2008), Australia (Koehn & MacKenzie 2004; Lintermans 2004), Bulgaria (Uzunova & Zlatanova 2007), Jerman (Gollasch & Nehring 2006), Inggris (Pimentel et al. 2005; Copp et al. 2006), Jepang (Nishizawa et al. 2006), Polandia (Keszka et al. 2008;

Witkowski & Grabowska 2012), dan Turki (Gaygusuz et al. 2007; Aydin et al.

2011) yang disebut sebagai invasif.

Di Waduk Ir. H. Djuanda, keanekaragaman ikan asli mengalami penurunan. Pada awal pembangunannya, terdapat 31 spesies ikan di waduk ini yang sebagian besar adalah ikan asli Sungai Citarum (Kartamihardja 2008). Namun, kondisi tersebut perlahan berubah. Berbeda dengan ikan asli yang cenderung mengalami penurunan jenis dan kelimpahan, ikan asing justru mengalami peningkatan. Pada tahun 2006–2009, jenis ikan yang tertangkap di waduk ini berjumlah 24 spesies yang sebagian besar merupakan ikan asing (Tjahjo & Purnamaningtyas 2011). Kelompok ikan asing yang mengalami peningkatan paling besar dalam lima tahun terakhir ini adalah dari Famili Cichlidae (Hedianto & Purnamaningtyas 2012a).

Ikan oskar (Amphilophus citrinellus) merupakan salah satu ikan siklid asing

yang ada di waduk ini. Sebagai ikan asing, ikan oskar memiliki tingkat keberhasilan hidup yang tinggi. Populasi ikan oskar di waduk terus mengalami peningkatan dan merupakan hasil tangkapan dominan (Tjahjo et al. 2009).

Keberadaan ikan oskar di Waduk Ir. H. Djuanda dianggap sudah mengganggu populasi ikan lain dan perlu dikendalikan.

(16)

2

hal tersebut. Informasi ini diharapkan dapat berguna bagi pengelolaan komunitas ikan di waduk Ir. H. Djuanda.

Perumusan Masalah

Populasi ikan asing di Waduk Ir. H. Djuanda meningkat tiap tahunnya dan menjadi ikan yang paling banyak tertangkap beberapa tahun belakangan ini. Ikan asing berkembang dan menjadi pesaing bagi ikan asli dalam memanfaatkan sumber daya makanan dan relung pemijahan. Selain menjadi pesaing, beberapa spesies asing juga menjadi pemangsa ikan asli. Tekanan ekologis yang ditimbulkan oleh keberadaan ikan asing dianggap sudah perlu dikendalikan (Gambar 1).

Ikan asing yang ditengarai mulai menekan ikan asli secara ekologis adalah ikan oskar. Ikan ini merupakan ikan yang paling banyak tertangkap di Waduk Ir. H. Djuanda dan perlu pengendalian. Terkait dengan hal tersebut, ada beberapa hal yang perlu diketahui yaitu:

1. Bagaimana komposisi dan distribusi ikan oskar di Waduk Ir. H. Djuanda?; 2. Bagaimana pertumbuhan ikan oskar di Waduk Ir. H. Djuanda?;

3. Bagaimana potensi dan pemanfaatan habitat pemijahan ikan oskar di Waduk Ir. H. Djuanda?

4. Bagaimana pemanfaatan sumber daya makanan ikan oskar di Waduk Ir. H. Djuanda?; dan

5. Bagaimana kemiripan pemanfaatan sumber daya makanan ikan oskar dengan ikan lain di Waduk Ir. H. Djuanda?.

Tujuan Penelitian

(17)

Gambar 1. Diagram alir perumusan masalah penelitian

Tidak

Tidak Ya

Tidak Ya

Ya Sumber daya

ikan stabil Hidromorfometrik

Kualitas air

Antropogenik

Teknologi penangkapan

Jumlah nelayan Ikan Asing

Pakan alami

Kualitas lingkungan baik

Dominansi ikan asing

?

Intensitas dan waktu penangkapan

Manajemen penangkapan

Ikan Asli

Kompetisi/ Predasi

Hidro-dinamika

Beban terkendali

?

Tersedia sumber daya

?

Tumbuh/ reproduksi

Input Proses Output

(18)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan Penelitian

Spesies asing dapat diartikan sebagai spesies, sub spesies, atau takson yang lebih rendah yang keluar dari habitat alami atau daerah sebar aslinya yang dapat bertahan dan berkembang biak di daerah baru yang dihuninya. Masuknya spesies asing akuatik ke suatu wilayah dapat melalui: a) proses dagang (Abelló & Hispano 2006; Nico et al. 2011); b) air ballast (Kerckhof et al. 2006; Laine et al.

2006; Panov 2006; Robins et al. 2006; Ferreira et al. 2006); c) hewan peliharaan

yang kemudian dibuang (Copp et al. 2006; Chaichana et al. 2011; Zammit &

Schembri 2011); d) terbawa oleh spesies introduksi lain (seperti masuknya Kijing Taiwan ke Indonesia) dan e) lepas dari penangkaran (Simonović et al. 2006;

Keszka et al. 2008; Singh et al. 2010).

Pemasukan spesies ikan asing dengan sengaja (introduksi) harus mempertimbangkan unsur ekologis untuk meminimalkan dampak buruk yang muncul. Introduksi ikan memiliki beberapa tujuan seperti untuk meningkatkan produksi perikanan, kepentingan budidaya, olahraga pemancingan (Morgan et al.

2004), ataupun untuk pengendalian gulma (Ogutu-Ohwayo et al. 1997).

Suatu spesies asing akan dikatakan invasif apabila penyebarannya sudah menimbulkan dampak negatif seperti mengganggu keanekaragaman hayati perairan, mengganggu kesehatan manusia dan menimbulkan kerugian ekonomi. Gangguan yang ditimbulkan oleh masuknya spesies asing bagi lingkungan dan keanekaragaman hayati adalah memangsa spesies asli (Lowe et al. 2000; Billman et al. 2011), menekan pertumbuhan dan menekan rekrutmen spesies asli (Albins

& Hixon 2008; Kostecki et al. 2011), menularkan penyakit atau membawa parasit

(Pinder et al. 2005; Uzunova & Zlatanova 2007; Nico et al. 2011), berkompetisi

(Kartamihardja 2008), menyerang, atau melakukan persilangan (Allendorf et al.

2001; Hänfling et al. 2005) sehingga menurunkan keanekaragaman hayati.

Spesies ikan asing yang sukses menginvasi suatu ekosistem umumnya memiliki sifat-sifat berikut: 1) tumbuh dengan cepat; 2) memiliki toleransi tinggi terhadap lingkungan perairan; 3) memiliki fekunditas yang besar dan perenang yang baik (Cabal et al. 2006).

Apabila tidak dikendalikan dengan baik, spesies asing invasif akan mendominasi dan menyebabkan terjadinya penyeragaman sumber daya. Dampak keberadaan ikan asing baru akan sepenuhnya terlihat setelah waktu yang lama (tahunan bahkan puluhan tahun) (Strayer et al. 2006). Perubahan komposisi

spesies dan kelimpahan relatif menunjukkan adanya penghilangan spesies asli oleh spesies asing dan suksesi yang relatif cepat antara spesies lama dan baru (Bernauer & Jansen 2006).

Perkembangan Keanekaragaman Ikan di Waduk

(19)

5 dan mengakibatkan turunnya jumlah spesies ikan asli pada masa awal pembendungan sungai menjadi waduk. Selain itu, terhalangnya alur distribusi juga akan menghalangi migrasi ikan yang akan berakibat pada hilangnya ikan (Küḉük et al. 2007; Branco et al. 2012).

Jumlah spesies di waduk kemudian akan meningkat seiring dengan masuknya spesies asing yang sengaja ditebar ataupun yang masuk tanpa disengaja. Ikan asing juga berpotensi menghilangkan spesies asli. Perubahan habitat dan masuknya spesies asing invasif merupakan faktor pengubah komposisi jenis ikan di perairan waduk (Daga & Gubiani 2012).

Di Waduk Ir. H. Djuanda, pada awal pembangunannya (1968–1977), terdapat 31 jenis ikan di Waduk Ir. H. Djuanda yang terdiri atas 23 spesies ikan asli dan delapan spesies ikan asing (Kartamihardja 2008). Pada kurun waktu 2008–2009, spesies ikan asli yang ditemukan di Waduk Ir. H. Djuanda hanya tinggal delapan spesies (Tabel 1) yang disebabkan oleh hilangnya habitat pemijahan dan pembesaran, penurunan kualitas air, dan fluktuasi air waduk (Kartamihardja 2008). Selain faktor-faktor yang disebutkan sebelumnya, keberadaan ikan asing juga diduga berdampak negatif bagi keberadaan ikan asli di waduk ini.

Tabel 1. Komposisi ikan yang tertangkap di Waduk Ir. H. Djuanda pada tahun 2008–2009

No Nama Lokal Nama Ilmiah Status Ikan Sumber

1 Bandeng Chanos chanos Asing Ditebar

2 Mas Cyprinus carpio Asing Ditebar

3 Nila Oreochromis niloticus Asing Ditebar

4 Nilem Osteochilus vittatus Asing Ditebar

5 Patin Pangasionodon hypophthalmus Asing Ditebar

6 Betutu Oxyeleotris marmorata Asing Tidak diketahui

7 Golsom Hemichromis elongates Asing Tidak diketahui

8 Kongo Parachromis managuensis Asing Tidak diketahui

9 Kaca Parambassis siamensis Asing Tidak diketahui

10 Kapiat Barbonymus schwanenfeldii Asing Tidak diketahui

11 Oskar Amphilophus citrinellus Asing Tidak diketahui

12 Beunteur Puntius binotatus Asli Sungai Citarum

13 Hampal Hampala macrolepidota Asli Sungai Citarum

14 Kebogerang Mystus nigriceps Asli Sungai Citarum

15 Lalawak Barbonymus balleroides Asli Sungai Citarum

16 Lempuk Ompok bimaculatus Asli Sungai Citarum

17 Seren Cyclocheilichthys enoplus Asli Sungai Citarum

18 Tagih Hemibagrus nemurus Asli Sungai Citarum

19 Tawes Barbonymus gonionotus Asli Sungai Citarum

(20)

6

Berbeda dengan ikan asli yang semakin berkurang, keberadaan jumlah spesies dan kelimpahan ikan asing di perairan Waduk Ir. H. Djuanda semakin meningkat. Sebelas dari 19 spesies ikan yang ditemukan di Waduk Ir. H. Djuanda merupakan ikan asing. Ikan yang paling banyak tertangkap adalah ikan oskar. (Putri & Purnamaningtyas 2011).

Ikan oskar memiliki penyebaran yang luas di Waduk Ir. H. Djuanda (Tjahjo

et al. 2009). Ikan ini masuk ke waduk secara tidak sengaja bersamaan dengan

benih ikan nila yang akan dipelihara dalam KJA (Tjahjo*, komunikasi pribadi). Ikan oskar tidak memiliki nilai ekonomis yang tinggi di Waduk Ir. H. Djuanda (Hedianto & Purnamaningtyas 2012b).

Ekobiologi Ikan Oskar (Amphilophus citrinellus)

Ikan oskar (Gambar 2) merupakan ikan kelompok siklid yang berasal dari Nikaragua dan Kosta Rika, Amerika (Axelrod & Scott 2005; Baensch & Fischer 2007). Klasifikasi ikan oskar menurut Froese & Pauly (2011) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Perciformes

Famili : Cichlidae

Subfamili : Cichlasomatinae

Genus : Amphilophus

Spesies : A. citrinellus

Nama lokal : Oskar, Red devil

Nama internasional : Midas cichlid

Gambar 2. Ikan oskar (Amphilophus citrinellus)

Ikan oskar memiliki bentuk tubuh dan warna yang bervariasi pada spesies yang sama (Klingenberg et al. 2003; Barluenga & Meyer 2010; Fan et al. 2012).

Ikan ini umumnya berwarna kuning kejinggaan meskipun juga ditemukan yang berwarna kehitaman, kemerahan, dan putih pucat. Perbedaan warna ini tidak terkait pada jenis kelaminnya (Fan et al. 2012). Di alam, ikan yang jantan akan

membesarkan dahinya (nuchal hump) ketika siap untuk berpasangan (Barlow &

2 cm

(21)

7 Siri 1997) dan kembali mengempis setelah berpasangan. Ikan ini berpotensi sebagai ikan hias karena warnanya yang cerah (Purnamaningtyas & Tjahjo 2006).

Ikan jantan dewasa berukuran relatif lebih besar daripada ikan betina. Perbedaan ukuran berdasarkan jenis kelamin tidak terlihat pada fase ikan muda (Oldfield et al. 2006, Oldfield 2007) karena ikan jantan mengalami percepatan

tumbuh yang lebih pesat daripada ikan betina setelah mencapai fase dewasa (Oldfield 2007, Oldfield 2009). Pola pertumbuhan ikan oskar adalah isometrik (Purnamaningtyas & Tjahjo 2010).

Ikan oskar merupakan ikan yang monogamus. Ikan ini berpasangan pada saat musim pemijahan dan memijah di substrat (Barlow 1976). Ikan–ikan dari Genus Amphilophus bersifat agresif dalam mempertahankan daerah pemijahan

dan melindungi anaknya (Lehtonen et al. 2010). Namun tidak demikian pada saat

mencari pasangan. Ikan siklid jantan yang terlalu agresif akan membuat ikan betina merasa terancam dan melarikan diri (Santangelo 2005). Ikan oskar dapat memijah sepanjang tahun dengan fekunditas 1.593–3.567 butir (Purnamaningtyas & Tjahjo 2010).

Habitat yang paling sesuai bagi ikan oskar adalah perairan danau yang tergenang. Ikan ini paling banyak ditemukan pada bagian yang dasarnya berbatu dan tidak umum ditemukan pada bagian yang airnya cenderung mengalir. Suhu dan pH yang baik untuk ikan oskar adalah 22–25oC dan 7,0 unit (Baensch & Fischer 2007).

Ikan oskar bersifat generalis dalam memanfaatkan sumber daya makanan (Tjahjo & Purnamaningtyas 2008). Ikan oskar adalah ikan omnivora (Purnamaningtyas & Tjahjo 2010) yang memiliki potensi mengubah makanan seiring dengan perubahan ukuran tubuhnya (Nurnaningsih et al. 2003; Anggita

2011). Makanan ikan oskar adalah tumbuhan, avertebrata akuatik, detritus, ikan, dan serangga (Purnamaningtyas & Tjahjo 2010, Nurnaningsih et al. 2003;

Anggita 2011). Pada ukuran yang kecil, ikan ini cenderung memilih fitoplankton dan zooplankton sebagai makanannya; sedangkan pada ukuran yang lebih besar cenderung memilih zooplankton dan ikan (Nurnaningsih et al. 2003).

Interaksi Interspesies Ikan

Komposisi komunitas ikan sangat dipengaruhi oleh faktor abiotik dan biotik lingkungannya (Moyle & Cech 2004; Nelson 2006). Salah satu faktor biotik adalah interaksi interspesies berupa persaingan dan pemangsaan. Persaingan didefinisikan sebagai perebutan suatu sumber daya yang sama oleh dua organisme atau lebih. Dampak persaingan akan muncul apabila sumber daya tersebut berjumlah terbatas dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh organisme yang bersaing (Effendie 2002).

Sumber daya yang kerap diperebutkan oleh antar jenis ikan adalah makanan (Bariche et al. 2004), tempat berpijah (Paschos et al. 2004) dan ruang gerak.

(22)

8

Contoh persaingan interspesies ikan yang berdampak buruk bagi spesies yang kalah adalah menjadi langkanya ikan Oreochromis niloticus akibat

keberadaan Sarotherodon melanotheron (Duponchelle & Legendre 2000) dan

menurunnya kebugaran ikan asli (Dorosoma cepedianum dan Ictiobus cyprinellus) akibat persaingan memanfaatkan sumber daya makanan yang sama

dengan ikan asing dominan (Hypophthalmichthys nobilis dan Hypophthalmichthys molitrix) di Sungai Illinois, Amerika (Irons et al. 2007). Selanjutnya disampaikan

bahwa penurunan kebugaran tersebut kemudian akan berdampak pada kesehatan, kerentanan terkena penyakit dan pada reproduksi dalam jangka waktu yang panjang. Selama tidak mempersaingkan sumber daya yang sama, keberadaan spesies asing tidak akan memberikan dampak buruk bagi keanekaragaman spesies asli. Arthur et al. (2010) melaporkan keberadaan lima spesies asing (satu

Cichlidae dan lima Cyprinidae) di Laos tidak berpengaruh buruk terhadap keanekaragaman spesies asli karena memanfaatkan sumber daya pakan yang berbeda dari spesies asli.

Pemangsaan dapat diartikan sebagai hubungan memakan dan dimakan antara pemangsa dan mangsa. Sama halnya dengan persaingan, pemangsaan juga dapat terjadi intra ataupun interspesies. Pemangsaan intraspesies terjadi pada ikan-ikan kanibal. Pada pemangsaan interspesies, jumlah dan komposisi mangsa sangat dipengaruhi oleh tekanan pemangsa. Pemangsaan dapat berakibat pada berkurangnya keanekaragaman hayati seperti yang dilaporkan oleh Lowe et al.

(2000) dan (Miranda-Chumacero et al. 2012).

Pengendalian Spesies Asing Invasif

Dampak negatif keberadaan spesies ikan asing invasif dan potensi kerusakan yang lebih besar apabila tidak dikelola dengan baik menjadi salah satu dorongan kepada para peneliti untuk melakukan penelitian terkait dengan topik tersebut. Beberapa penelitian telah dilakukan dan menghasilkan saran-saran pengendalian seperti berikut: menggunakan spesies predator sebagai agen penghilang spesies asing (Santos et al., 2009); melibatkan masyarakat untuk

berpartisipasi dalam pembiayaan (Nishizawa et al. 2006; McIntosh et al. 2010)

atau dalam mitigasi dampak spesies asing (Biggs & Olden, 2011); menghalangi distribusi ikan invasif dengan membangun penghalang geografis (Vélez-Espino et al. 2011); dan menggunakan aplikasi genetis dengan menghasilkan keturunan

(23)

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan contoh dilakukan di enam stasiun yang ditentukan berdasarkan karakteristik lokasinya (Tabel 2).

Tabel 2. Karakteristik stasiun penelitian

No Stasiun Koordinat Karakteristik

1 Cilalawi BT : 107o 23,870’

LS : 06o 33.818’  Daerah inlet

 Sumber air dari Sungai Cilalawi

 Zona litoral

 Di sekitar lokasi terdapat tumbuhan air

 Perairan dipengaruhi aliran air dari Sungai Cilalawi

 Di sekitar lokasi terdapat banyak KJA

 Zona limnetik. Kedalaman mencapai >50 m

 Perairan relatif tenang 4 Pasir Astana BT : 107o 19,732’

LS : 06o 30,428’  Daerah terlindung dan endapan Pernah ditetapkan sebagai daerah reservat

Sumber air berasal dari Sungai Citarum

 Berarus sedang

 Di sekitar lokasi terdapat tempat pemancingan

 Zona litoral

6 Jamaras BT : 107o 18,211’

LS : 06o 35.563’ Daerah inlet

Sumber air berasal dari Sungai Citarum

 Di sekitar lokasi terdapat banyak KJA

 Berarus sedang sampai besar

(24)

10

Gambar 3. Waduk Ir. H. Djuanda

Bahan dan Alat Penelitian

Obyek yang diamati pada penelitian ini adalah seluruh ikan asli dan asing yang tertangkap dan beberapa parameter fisik dan kimiawi perairan (warna, kecerahan, kedalaman, suhu, dan pH) di Waduk Ir. H. Djuanda. Bahan yang digunakan adalah formalin 4% untuk mengawetkan gonad dan saluran pencernaan.

Alat yang digunakan adalah jaring insang eksperimental berbahan senar monofilamen dengan ukuran mata jaring 1, 1,5, 2, 2,5, 3, 3,5, dan 4 inci, termometer, keping Secchi, pH indicator solution, depth meter, mikroskop (stereo

dan okuler), alat bedah, papan pengukur dengan ketelitian 1 mm, timbangan digital dengan ketelitian 0,01 dan 0,0001 gram, hand tally counter serta

mikrometer okuler.

Metode Pengambilan Contoh

Pengumpulan data ikan dan parameter lingkungan dilakukan dalam tiga hari untuk setiap bulan pengamatan. Hari pertama adalah pemasangan jaring di stasiun 1–3; hari kedua adalah pengambilan contoh ikan dan contoh air di stasiun 1–3

Cilalawi (1) DAM (2) Baras Barat

(3) Pasir Astana

(4)

Kerenceng (5)

(25)

11 serta pemasangan jaring di stasiun 4–6; dan hari ketiga adalah pengambilan contoh ikan dan contoh air di stasiun 4–6.

Ikan ditangkap menggunakan jaring insang eksperimental berukuran 1, 1,5, 2, 2,5, 3, 3,5, dan 4 inci. Alat tangkap dipasang pada sore hari (mulai pukul 16.00) dan diangkat mulai pukul 06.00 keesokan harinya. Ikan contoh yang tertangkap dipisahkan sesuai dengan ukuran mata jaring dan stasiun penangkapannya lalu dibawa ke Laboratorium Biologi, Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk dikelompokkan, diukur, ditimbang, dan dibedah.

Data kondisi air diambil pada setiap bulan pengamatan. Karakteristik fisik dan kimiawi perairan pada setiap stasiun dan bulan pengamatan diperlukan sebagai data pendukung penelitian. Parameter fisik dan kimiawi yang diukur selama penelitian adalah suhu dengan menggunakan termometer; kecerahan menggunakan keping Secchi; kedalaman menggunakan depth meter; warna

perairan secara visual, dan pH dengan pH indicator solution.

Analisis Laboratorium

Setiap contoh ikan ditimbang bobot tubuhnya menggunakan timbangan berketelitian 0,01 gram dan diukur panjang total dan bakunya menggunakan papan pengukur berketelitian 1 mm. Selanjutnya, ikan dibedah untuk mengeluarkan gonad dan saluran pencernaannya. Penentuan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad dilakukan melalui pengamatan morfologis gonad (Tabel 3). Gonad dan saluran pencernaan ikan kemudian dibawa ke Laboratorium Bio Makro I, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB untuk dianalisis lebih lanjut.

Tabel 3. Penentuan TKG ikan secara morfologi berdasarkan modifikasi Cassie (Effendie 1979)

TKG Morfologi Gonad Jantan Morfologi Gonad Betina

I Testes seperti benang, lebih pendek dan terlihat ujungnya di rongga tubuh. Warna jernih.

Ovari seperti benang, panjang sampai ke depan rongga tubuh. Warna jernih. Permukaan licin.

II Ukuran testes lebih besar. Pewarnaan putih susu. Bentuk lebih jelas dari TKG I

Ukuran ovari lebih besar. Pewarnaan gelap kekuning-kuningan. Telur belum terlihat jelas dengan mata.

III Permukaan testes nampak bergerigi. Warna makin putih, testes makin besar dan dalam keadaan diawetkan mudah putus.

Ovari bewarna kuning. Secara morfologi telur sudah kelihatan butirnya dengan mata.

IV Seperti TKG III tampak lebih jelas. Testes makin pejal.

Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi ½–⅔ rongga

tubuh. Usus terdesak. V Testes bagian belakang kempis dan di

bagian dekat pelepasan masih berisi

(26)

12

Ikan betina yang telah mencapai tingkat kematangan gonad III dan IV kemudian dihitung fekunditasnya. Penentuan fekunditas dilakukan dengan cara gravimetrik. Cara ini dilakukan dengan mengambil bagian gonad ikan betina sebagai gonad contoh. Gonad dan gonad contoh ditimbang menggunakan timbangan berketelitian 0,0001 gram, kemudian dihitung jumlah telur yang ada pada gonad contoh tersebut (Effendie 1979). Persamaan yang digunakan untuk menghitung fekunditas tersebut adalah:

X :x = W :w

Keterangan : X = Jumlah telur di dalam gonad yang akan dicari x = Jumlah telur dari gonad contoh

W = Bobot seluruh gonad w = Bobot gonad contoh

Selain dihitung, oosit ikan TKG III dan IV juga diukur diameternya. Oosit diambil dari bagian anterior, tengah dan posterior masing-masing 100 butir. Masing-masing oosit diletakkan di atas gelas objek. Selanjutnya diamati dengan metode penyapuan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer okuler yang sebelumnya sudah ditera dengan mikrometer objektif.

Makanan dari lambung dan usus dikeluarkan dan organisme yang terdapat di dalamnya diidentifikasi. Identifikasi plankton dan mikroavertebrata dilakukan dengan menggunakan mikroskop mengikuti petunjuk Needham & Needham (1962) sampai tingkatan taksa terdekat.

Analisis Data

Kelimpahan relatif ikan

Kelimpahan relatif ikan akan memberikan gambaran mengenai komposisi jenis dan dominasi suatu jenis ikan yang tertangkap. Kelimpahan relatif ikan dikaji berdasarkan stasiun dan waktu pengamatan dengan menggunakan persamaan berikut:

Kr= Ni

N ×100

Keterangan: Kr = Kelimpahan relatif

Ni = Jumlah total individu spesies ke-i (ekor)

N = Jumlah total individu semua spesies (ekor)

Pertumbuhan

Hubungan panjang bobot

Pola pertumbuhan ikan dapat diketahui dengan menghubungkan panjang dan bobot ikan. Hubungan panjang-bobot (HPB) dihitung menggunakan persamaan:

(27)

13 Keterangan: W = bobot ikan (gram)

L = panjang ikan (mm) a dan b = konstanta

Pola pertumbuhan ikan ditentukan berdasarkan nilai b yang diuji menggunakan uji t (p<0,05). Apabila nilai b=3, maka pola pertumbuhan adalah isometrik; sedangkan bila b≠3 adalah allometrik (Effendie 1979).

Penghitungan uji t dilakukan dengan hipotesis dan persamaan sebagai berikut:

Hipotesis: H0 : b = 3

H1 : b ≠ 3

= | − |

Keterangan: β = Koefisien b pada H0

β = Koefisien b yang diperoleh dari HPB

Sβ = Simpangan koefisien b

Pengambilan keputusan terhadap hipotesis dilakukan dengan membandingkan t hitung dan t tabel pada selang kepercayaan 95 %. Jika nilai t hitung > t tabel, maka keputusannya adalah menolak hipotesis nol. Jika t hitung < t tabel, maka keputusannya adalah terima hipotesis nol (Walpole 1995).

Faktor kondisi

Faktor kondisi relatif (Kn) dihitung dengan menggunakan persamaan berikut

(Le Cren 1951 dalam Rahardjo & Simanjuntak 2008).

=

Keterangan: W = bobot tubuh tertimbang (gram)

W* = bobot tubuh terhitung (gram) dari persamaan HPB

Reproduksi Nisbah kelamin

Nisbah kelamin dianalisis dengan membandingkan antara jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina pada spesies yang sama yang ditemukan pada setiap stasiun dan waktu pengamatan selama empat bulan. Nisbah kelamin ini dihitung melalui persamaan:

X= J

B

Keterangan: X = Nisbah kelamin

J = Jumlah ikan jantan (ekor)

(28)

14

Waktu dan lokasi pemijahan

Waktu dan lokasi pemijahan ditentukan berdasarkan tertangkapnya ikan yang telah matang gonad selama penelitian. Ikan yang matang gonad tidak hanya ditemukan sekali pada waktu dan lokasi dugaan, namun berulang-ulang.

Potensireproduksi dan tipe pemijahan

Potensi reproduksi diduga berdasarkan fekunditas yang diperoleh selama penelitian. Potensi reproduksi menggambarkan seberapa besar suatu induk ikan dapat menghasilkan keturunan dan mempertahankan kelestarian spesiesnya.

Tipe pemijahan diduga berdasarkan jumlah modus yang diperoleh pada distribusi sebaran diameter telur. Tipe pemijahan menggambarkan strategi suatu spesies ikan dalam memijahkan telurnya.

Kebiasaan makanan

Kebiasaan makanan ikan adalah jenis makanan yang dimakan berdasarkan tingkat kesukaannya. Kebiasaan makanan ditentukan dengan menggunakan Indeks Bagian Terbesar mengikuti persamaan Natarajan & Jhingran (1961):

Ii =

∑( )

x 100

Keterangan: Ii = Indeks bagian terbesar

Vi = Persentase volume satu kelompok makanan

Oi = Persentase frekuensi kejadian satu kelompok makanan

Kesamaan pemanfaatan sumber daya pakan ikan

Kesamaan pemanfaatan sumber daya pakan ikan dianalisis menggunakan metode similarity percentage. Pengelompokan disusun berdasarkan kemiripan

(29)

15

4

HASIL

Kondisi Perairan Waduk Ir. H. Djuanda

Pengamatan kondisi perairan Waduk Ir. H. Djuanda dilakukan pada setiap bulan pengamatan di enam stasiun pengambilan contoh. Parameter fisik dan kimiawi air waduk, meliputi warna air, suhu, kedalaman, kecerahan, dan pH pada setiap stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kisaran nilai parameter fisik dan kimiawi contoh air

Parameter Satuan Stasiun

1 2 3 4 5 6

Warna H.K. Hijau Hijau Hijau Hijau H.K.

Kecerahan Cm 70–105 75–115 85–110 85–110 75–105 60–95

Suhu oC 29–30 28 –29 29–30 29–30 28–30 29–30

pH Unit 7,0–7,5 7,0–7,5 7,5–8,0 7,0–7,5 7,0–7,5 7,0–8,0

Kedalaman Meter 3,7–13,1 3,5–6,3 26,3–55,8 3,5–14,9 3,5–12,1 4,2–16,3 Keterangan: 1= Cilalawi; 2= DAM; 3= Baras Barat; 4= Pasir Astana; 5= Kerenceng; 6= Jamaras

H.K. = Hijau kecoklatan

Warna air di Waduk Ir. H. Djuanda pada saat penelitian adalah hijau dan hijau kecoklatan. Warna air yang hijau ditemukan di DAM, Baras Barat, Pasir Astana, dan Kerenceng; sedangkan hijau kecoklatan di Cilalawi dan Jamaras.

Kecerahan perairan berkisar antara 70–115 cm. Perairan yang paling jernih berturut-turut hingga yang paling keruh adalah DAM, Baras Barat, Pasir Astana, Kerenceng, Cilalawi, dan Jamaras.

Suhu perairan dan pH di Waduk Ir. H. Djuanda berkisar antara 28–30oC dan 7–8 unit. Suhu dan derajat keasaman relatif sama pada seluruh stasiun pengamatan. Tidak terdapat perbedaan yang besar antar stasiun pengamatan selama penelitian.

Kedalaman perairan pada penelitian ini berkisar antara 3,5–55,8 m. DAM merupakan stasiun yang paling dangkal (3,5–6,3 m), sedangkan Baras Barat merupakan stasiun yang paling dalam (26,3–55,8 m).

Komposisi Tangkapan dan Kelimpahan Relatif Ikan

Jumlah ikan yang tertangkap selama penelitian berjumlah 657 ekor ikan yang terdiri atas enam jenis spesies asli dan 12 jenis spesies asing (Tabel 5). Jenis ikan paling banyak tertangkap di DAM (sepuluh jenis) dan yang paling sedikit tertangkap di Baras Barat (lima jenis) (Lampiran 1). Dua belas dari 18 jenis tersebut ditemukan telah siap untuk memijah (TKG IV) (Tabel 6).

(30)

16

Tabel 5. Ikan yang tertangkap di Waduk Ir. H. Djuanda berdasarkan bulan pengamatan

No Nama lokal Nama Ilmiah Bulan pengamatan Total Frekuensi

relatif

Keterangan: Ikan dengan tanda asteriks (*) merupakan ikan asli Sungai Citarum

Tabel 6. Jenis ikan yang tertangkap dalam keadaan siap memijah

Nama lokal Nama ilmiah

Stasiun

I II III IV V VI

J B J B J B J B J B J B

Betutu Oxyeleotris marmorata √ √

Beunteur Puntius binotatus

Golsom Hemichromis elongatus √ √ √ √

Hampal Hampala macrolepidota √ √

Kapiat Cyclocheilichthys enoplus √ √ √ √ √ √ √

Lalawak Barbonymus balleroides √ √ √ √

Lempuk Ompok bimaculatus

Marinir Parachromis managuensis

Mas Cyprinus carpio √ √

Nila Oreochromis niloticus √ √ √ √

Oskar Amphilophus citrinellus √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Tagih Hemibagrus nemurus √

(31)

17 Berdasarkan stasiun pengamatan, ikan paling banyak tertangkap di DAM (354 ekor) dan paling sedikit tertangkap di Baras Barat (43 ekor) (Lampiran 1). Selain di Kerenceng dan Jamaras, ikan oskar adalah jenis ikan yang paling banyak tertangkap dan ikan ini mendominasi hasil tangkapan di DAM (86,44), Baras Barat (83,72) dan Pasir Astana (86,42).

Distribusi Frekuensi Ikan Oskar

Ikan oskar yang tertangkap selama penelitian berjumlah 460 ekor. Panjang total dan bobot tubuh ikan berkisar antara 62–210 mm dan 4,56–187,18 gram. Berdasarkan panjangnya, ikan didistribusikan ke dalam 15 kelas dengan interval 10 mm (Gambar 4). Frekuensi ikan paling banyak (120 ekor) ditemukan pada selang kelas 101–110 mm; sedangkan yang paling sedikit (2 ekor) adalah pada selang kelas 201–210 mm. Ikan oskar jantan ditemukan dengan ukuran maksimal yang lebih besar daripada ikan betina.

Keterangan: a= 61–70; b=71–80; c= 81–90; d= 91–100; e= 101–110; f= 111–120; g= 121–130;

h= 131–140; i= 141–150; j= 151–160; k= 161–170; l= 171–180; m= 181–190;

n= 191–200; o= 201–210.

Gambar 4. Distribusi frekuensi ikan oskar yang tertangkap selama penelitian

Berdasarkan bulan pengamatan (Tabel 7), ikan oskar paling banyak tertangkap pada bulan Oktober (127 ekor) dan paling sedikit tertangkap pada bulan November (96 ekor). Ikan oskar paling banyak tertangkap di DAM (306 ekor) dan paling sedikit di Jamaras (10 ekor).

(32)

18

Tabel 7. Distribusi frekuensi ikan oskar yang tertangkap berdasarkan bulan dan stasiun pengamatan

Stasiun Bulan pengamatan Total

(ekor)

Oktober November Desember Januari

Cilalawi 14 3 1 4 22

Tabel 8. Distribusi frekuensi ikan oskar yang tertangkap berdasarkan ukuran mata jaring

Panjang ikan Mata jaring Total

1 1,5 2 2,5 3 3,5 dan >125 mm untuk ikan jantan.

Pertumbuhan Ikan Oskar

Pada penelitian ini, aspek pertumbuhan ikan oskar yang dikaji meliputi HPB dan faktor kondisi. Berdasarkan HPB-nya, diperoleh koefisien regresi (b) ikan oskar jantan dan betina senilai 3,15 dan 3,17 (Gambar 5).

(33)

19

Gambar 5. Hubungan panjang-bobot ikan oskar jantan (a) dan betina (b)

Berdasarkan uji kehomogenan dua regresi bebas (Effendie, 1979) HPB ikan oskar jantan dan betina, didapatkan nilai Fhitung >Ftabel (Lampiran 2). Sudut b yang dibentuk HPB ikan jantan berbeda nyata dengan ikan betina.

Rerata faktor kondisi berdasarkan bulan pengamatan dan stasiun pengamatan berkisar antara 1,00–1,01 (Tabel 9). Faktor kondisi ikan relatif stabil. Simpangan baku yang kecil juga menandakan bahwa tidak ada perbedaan yang besar pada nilai faktor kondisi tiap bulan dan stasiun pengamatan.

Tabel 9. Faktor kondisi ikan oskar

Faktor Kondisi Jantan Betina

N Kisaran Rerata Sb n Kisaran Rerata Sb

Keterangan: n= jumlah ikan; Sb= Simpangan baku

Reproduksi Ikan Oskar

Nisbah kelamin total ikan oskar dan ikan oskar yang siap berpijah (TKG IV) disajikan pada Tabel 10. Nisbah kelamin ikan oskar total adalah 1,24; sedangkan ikan yang siap berpijah adalah 1,08. Setelah dilakukan pengujian proporsi menggunakan uji Khi Kuadrat, diketahui bahwa ikan oskar yang tertangkap memiliki perbandingan jumlah jantan dan betina yang seimbang.

(34)

20

Tabel 10. Nisbah kelamin ikan oskar

Bulan Total Siap memijah

J B NK J B NK

Perkembangan gonad ikan oskar diamati secara morfologi. Ikan oskar yang siap berpijah (TKG IV) ditemukan pada pada setiap bulan pengamatan (Gambar 6). Persentase ikan oskar yang telah matang gonad paling besar ditemukan pada bulan Januari untuk ikan jantan (21,13) dan bulan Desember untuk ikan betina (39,66); sedangkan yang paling kecil pada bulan Oktober untuk ikan jantan (15,07) dan betina (15,39).

= TKG I; = TKG II; = TKG III; = TKG IV; dan = TKG V

Gambar 6. Persentase TKG ikan oskar jantan (a) dan betina (b) pada setiap bulan pengamatan

Ikan oskar jantan TKG I sampai TKG IV ditemukan di seluruh stasiun pengamatan (Gambar 7), namun ikan jantan yang ber-TKG V tidak ditemukan sama sekali. Tidak demikian halnya dengan ikan betina. Ikan betina TKG II tidak ditemukan di Kerenceng dan Jamaras; TKG III tidak ditemukan di Cilalawi; dan TKG IV tidak ditemukan di Jamaras. Ikan betina TKG V ditemukan di Baras Barat dan Pasir Astana.

Ikan oskar yang pertama kali matang gonad ditemukan pada selang kelas 121–130 mm (Gambar 8). Ikan jantan yang telah matang gonad paling kecil ditemukan pada ukuran 125 mm (TKG III dan TKG IV); sedangkan ikan betina berukuran 121 mm (TKG III) dan 123 mm (TKG IV).

(35)

21

= TKG I; = TKG II; = TKG III; = TKG IV; dan = TKG V

Keterangan : I=Cilalawi; II=DAM; III=Baras Barat; IV=Pasir Astana;V=Kerenceng; VI=Jamaras

Gambar 7.Persentase TKG ikan oskar jantan (a) dan betina (b) pada setiap stasiun pengamatan (23 ekor) dan TKG IV (26 ekor). Fekunditas total berkisar antara 545–3.299 butir dengan rerata 1.647 butir. Fekunditas berkorelasi positif terhadap panjang dan bobot tubuh (Gambar 9). Koefisien determinasi hubungan fekunditas dengan bobot tubuh lebih besar daripada fekunditas dengan panjang tubuh.

0%

Cilalawi DAM Baras Barat Pas ir Astana Kerenceng Jamaras

(36)

22

Gambar 9. Fekunditas ikan oskar berdasarkan panjang dan bobot tubuh

Hasil pengukuran diameter telur menunjukkan bahwa diameter telur bervariasi antara 0,42–1,27 mm untuk TKG III dan 0,63–1,73 mm untuk TKG IV. Pola penyebaran diameter telur ikan oskar membentuk lebih dari satu modus penyebaran (Gambar 10).

Keterangan: a= 0,40–0,49; b: 0,50–0,59; c= 0,60–0,69; d= 0,70–0,79; e= 0,80–0,89; f= 0,90–0,99; g= 1,00–1,09; h= 1,10–1,19; i= 1,20–1,29; j= 1,30–1,39; k= 1,40–1,49; l= 1,50–1,59; m= 1,60–1,69; n= 1,70–1,79; o= 1,80–1,89

Gambar 10. Sebaran diameter telur ikan oskar

Makanan dan Kemiripan Makanan Ikan

Organisme yang teridentifikasi sebagai makanan pada saluran pencernaan ikan selama penelitian berasal dari jenis fitoplankton, zooplankton, tumbuhan, ikan, serangga, cacing, moluska, pelet, dan detritus (Gambar 11). Sebagai ikan dominan, ukuran ikan oskar dibagi menjadi tiga kelompok yaitu berukuran kecil (61–110 mm), sedang (111–170 mm) dan besar (171–210 mm).

(37)

23 sedang dan besar, lalawak dan kapiat; 4) nilem; 5) nila, kaca, mas, patin, dan bandeng (Gambar 12). Ikan asli yang paling mirip makanannya dengan ikan oskar adalah lalawak.

Keterangan: = Fitoplankton; = Zooplankton; = Tumbuhan; = Ikan; = Serangga; = Cacing; = Moluska; = Pelet; = Detritus

Gambar 11.Indeks bagian terbesar makanan ikan di Waduk Ir. H. Djuanda

Gambar 12.Dendrogram kemiripan sumber daya makanan yang dimanfaatkan oleh ikan-ikan di Waduk Ir. H. Djuanda

(38)

5

PEMBAHASAN

Kondisi Perairan

Warna perairan Waduk Ir. H. Djuanda adalah hijau dan hijau kecoklatan. Warna hijau kecoklatan hanya ditemukan di Cilalawi dan Jamaras. Cilalawi dan Jamaras merupakan stasiun yang berada dekat dengan sungai yang merupakan inlet Waduk Ir. H. Djuanda sehingga pengaruh masukan air dari sungai masih besar dan sering terjadi. Padatan tersuspensi yang dibawa dari sungai diduga merupakan penyebab warna kecoklatan pada air di Cilalawi dan Jamaras.

Padatan tersuspensi tersebut pula yang menyebabkan kecerahan di Cilalawi dan Jamaras memiliki nilai minimum yang lebih kecil dibandingkan dengan stasiun yang lain. Padatan tersuspensi tersebut mengakibatkan perairan menjadi keruh dan menghalangi penetrasi cahaya untuk masuk ke perairan.

Berdasarkan Tabel 4, tidak terlihat adanya variasi suhu yang besar antar lokasi penelitian. Suhu yang ditemukan pada penelitian ini masih ada dalam kisaran suhu yang baik. Baensch & Fischer (2007) menyatakan bahwa pada pemeliharaan sebagai ikan hias, suhu dan pH yang baik untuk ikan oskar adalah 22–25oC dan 7,0 unit. Suhu di Waduk Ir. H. Djuanda yang lebih hangat (28–30

oC) namun masih dapat mendukung kehidupan ikan ini dengan baik menandakan

bahwa ikan oskar memiliki kisaran toleransi suhu yang luas.

Derajat keasaman (pH) di Waduk Ir. H. Djuanda berkisar antara 7,0–8,0 unit. Tidak terdapat perbedaan yang besar antar stasiun selama penelitian dilaksanakan. Seluruh stasiun pengamatan memiliki derajat keasaman air yang relatif sama.

Kedalaman perairan yang disajikan pada penelitian ini adalah kedalaman perairan pada saat penangkapan ikan dilakukan. Seluruh stasiun memiliki kedalaman yang tidak terlalu jauh perbedaannya kecuali Baras Barat. Perbedaan ini dimaksudkan untuk melihat keberadaan ikan oskar pada daerah yang dangkal hingga dalam. sembilan spesies asli yang dilaporkan tersebut yang masih ditemukan pada penelitian ini (Lampiran 1). Ikan asli yang tidak lagi ditemukan adalah lais (Lais hexanema), lele (Clarias batrachus), dan gabus (Channa striata). Berdasarkan

informasi dari nelayan setempat, lele dan lais sudah tidak pernah lagi tertangkap; sedangkan gabus masih tertangkap meskipun jarang.

(39)

25 terhadap kondisi lingkungan dan pemanfaatan sumber daya makanan (Khan & Panikkar 2009). Selain oskar dan nila, ikan lain yang memiliki penyebaran yang luas adalah ikan golsom dan kapiat yang ditemukan di lima stasiun. Keempat jenis ikan tersebut merupakan ikan asing di Waduk Ir. H. Djuanda. Ikan-ikan asli (selain hampal dan lalawak) hanya ditemukan di satu hingga dua stasiun di sekitar inlet (Lampiran 1). Distribusi yang luas dan kemampuan menghuni habitat yang berbeda menunjukan bahwa spesies asing bersifat toleran secara fisiologis terhadap kisaran lingkungan yang luas. Sifat oportunis ini yang kemudian mendukung keberhasilannya menginvasi habitat lain (Meador et al. 2003;

Ekmekҫi 2006; Aydin et al. 2011; Poulos et al. 2012). Sebaran ikan akan sangat

terkait dengan ekologi ikan dan karakteristik lingkungannya (Pouilly et al. 2004).

Jumlah jenis dan jumlah ikan paling banyak tertangkap di DAM dan paling sedikit di Baras Barat. Stasiun DAM merupakan daerah genangan utama dengan perairan yang relatif tenang. Air di stasiun ini berasal dari kedua inlet waduk sehingga memiliki sumber daya pakan yang cukup. Selain itu, posisinya yang tidak jauh dari inlet Sungai Cilalawi memungkinkan ikan-ikan sungai untuk mencapai stasiun ini. Tidak demikian dengan Baras Barat yang merupakan stasiun pengamatan untuk daerah limnetik. Tidak banyak ikan yang dapat menghuni daerah limnetik menjadi penyebab sedikitnya jenis dan jumlah ikan yang tertangkap di stasiun ini. Kartamihardja & Umar (2006) melaporkan bahwa jenis ikan yang menghuni daerah limnetik Waduk Ir. H. Djuanda adalah ikan kaca, bandeng, nila, oskar, marinir, mas, patin, dan kebogerang. Senada dengan hasil penelitian ini, Kartamihardja & Umar (2006) juga melaporkan bahwa ikan oskar adalah ikan yang paling banyak tertangkap di daerah limnetik.

Pertumbuhan Ikan Oskar

Hubungan panjang bobot (HPB) merupakan parameter yang penting untuk dikaji dalam analisis data perikanan (Andrade & Campos 2002). Persamaan ini dapat membantu pendugaan biomassa ikan, memprediksi bobot pada umur tertentu untuk model pendugaan stok, menghitung faktor kondisi, dan mengetahui sejarah hidup dan bentuk tubuh ikan pada daerah yang berbeda. Selain itu, persamaan ini juga dapat digunakan untuk membandingkan pertumbuhan spesies yang sama pada waktu, lokasi, dan habitat yang berbeda (Koutrakis & Tsikliras 2003; Oscoz et al. 2005).

Nilai b pada HPB menunjukkan bahwa ikan oskar jantan dan betina memiliki pola pertumbuhan allometrik positif. Pertambahan bobot ikan oskar lebih cepat daripada pertambahan panjangnya. Pada penelitian terdahulu, dilaporkan bahwa ikan oskar di Waduk Ir. H. Djuanda memiliki pola pertumbuhan isometrik (Purnamaningtyas & Tjahjo 2010). Perubahan pola pertumbuhan dari isometrik menjadi allometrik positif mengindikasikan bahwa ikan oskar telah beradaptasi dengan baik di waduk ini dan memiliki pertumbuhan yang lebih baik daripada sebelumnya. Pada spesies yang sama, ikan dapat memiliki pola pertumbuhan yang berbeda bergantung kepada lokasi (Offem et al. 2007), musim

(Anene 2005), kualitas lingkungan (Zargar et al. 2012), fase hidup (Niyonkuru &

Laleye 2012), dan jenis kelamin (Anvar et al. 2008; Metín et al. 2011). Ikan Hemichromis bimaculatus memiliki pola pertumbuhan allometrik positif di

(40)

26

Sejalan dengan HPB-nya, nilai faktor kondisi rata-rata ikan oskar pada seluruh bulan dan stasiun pengamatan berada dalam kondisi yang baik. Faktor kondisi selalu bernilai satu atau lebih. Tidak terdapat perbedaan nilai faktor kondisi rata-rata yang besar antar bulan dan stasiun pengamatan. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi ikan stabil di seluruh bagian waduk. Ikan oskar mendapatkan sumber daya pakan dan lingkungan yang mendukung untuk tumbuh. Olurin & Aderibigbe (2006) menyatakan bahwa faktor kondisi bernilai satu atau lebih mengindikasikan bahwa ikan dalam kondisi yang baik. Hal-hal yang diduga memengaruhi faktor kondisi ikan oskar di waduk ini adalah ukuran tubuh (Samat

et al. 2008; Treer et al. 2009), kematangan gonad (Lizama & Ambrósio 2002;

Chellappa et al. 2003; Gomiero & Braga 2005), dan ketersediaan makanan

(Pinilla et al. 2006; Bavčević et al. 2010).

Berdasarkan hasil uji kehomogenan dua regresi bebas (Effendie, 1979) antara jantan dan betina (Lampiran 2), diketahui bahwa pada panjang yang sama ikan oskar betina memiliki bobot yang lebih besar daripada ikan jantan. Secara visual, ikan motan jantan terlihat lebih ramping daripada ikan betina. Namun, ikan oskar jantan memiliki panjang maksimal yang lebih besar daripada betina (Gambar 4).

Pada panjang yang lebih besar dari 180 mm lebih banyak ditemukan ikan jantan. Hal ini senada dengan yang dilaporkan oleh Oldfield et al. (2006) dan

Oldfield (2007) bahwa ikan oskar jantan dewasa berukuran relatif lebih panjang daripada ikan betina. Perbedaan ukuran berdasarkan jenis kelamin tidak terlihat pada fase ikan muda karena ikan jantan mengalami percepatan tumbuh yang lebih pesat daripada ikan betina setelah mencapai fase dewasa (Oldfield 2007; Oldfield 2009). Ukuran tubuh ikan jantan yang relatif lebih panjang daripada ikan betina juga dilaporkan pada ikan siklid lain seperti Oreochromis niloticus (Shalloof &

Salama 2008) dan Lamprologus callipterus (Schütz & Taborsky 2005). Ukuran

yang lebih besar akan memperbesar peluang suksesnya penjagaan oleh induk (Huang & Chang 2011). Jantan yang lebih besar memiliki peluang untuk menang dalam perkelahian dan mengusir pengganggu (Itzkowitz et al. 2005).

Reproduksi Ikan Oskar

Nisbah kelamin ikan oskar secara total dan yang telah matang gonad ada dalam kondisi yang ideal. Ikan jantan dan betina berbanding seimbang (Tabel 10). Keseimbangan ini diduga terkait dengan tingkah laku reproduksi ikan oskar. Ikan oskar merupakan ikan yang monogamus yang umumnya telah memiliki pasangan tetap sebelum berpijah. Ikan oskar memijah di substrat berupa batu atau tanah. Induk jantan dan betina bersama-sama menjaga telur dan anaknya (biparental care) (Barlow 1976). Nisbah kelamin yang seimbang juga dilaporkan pada ikan Oreochromis niloticus (di Danau Coatetelco, Mexico (Gómez-Márquez et al.

2003); di Waduk Opa, Nigeria (Komolafe & Arawomo 2007) dan ikan sepat siam di Danau Taliwang (Tampubolon & Rahardjo 2011) yang melakukan pengasuhan anak.

Selama penelitian ini, pada setiap bulan pengamatan ditemukan ikan oskar yang telah matang gonad (Gambar 6). Demikian juga pada bulan-bulan yang lain. Ikan oskar yang matang gonad ditemukan pada setiap bulan dalam setahun (Suryandari*, komunikasi pribadi). Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa

(41)

27 ikan oskar melakukan pemijahan sepanjang tahun. Selama pengamatan, ikan oskar yang matang gonad ditemukan dengan persentase yang lebih kecil daripada ikan yang belum matang gonad. Sebagian besar ikan yang tertangkap adalah ikan beradaptasi dengan baik sehingga tidak hanya untuk bertahan hidup dan tumbuh secara somatik, tetapi juga telah mampu memanfaatkan hampir seluruh perairan dan tidak terpengaruh oleh musim untuk tumbuh secara gonadik. Ikan oskar memiliki penyebaran secara ruang dan waktu yang sangat luas di Waduk Ir. H. Djuanda (Tjahjo et al. 2009).

Secara individual, ukuran terkecil ikan betina yang telah matang gonad (121 mm) lebih kecil daripada ikan yang jantan (125 mm) (Gambar 8). Fenomena yang sama juga dilaporkan pada ikan Famili Cichlidae lainnya seperti Cichla kelberi

(Gomiero et al. 2009), Cichla monoculus (Chellappa et al. 2003) dan Oreochromis niloticus (Shalloof & Salama 2008) dimana ikan jantan pertama kali

matang gonad pada ukuran yang lebih panjang daripada ikan betina.

Di Danau Masaya, Nikaragua, ikan oskar ditemukan telah matang gonad pada ukuran yang lebih kecil daripada di Waduk Ir. H. Djuanda. Di Danau Masara, ikan oskar jantan dan betina telah matang gonad pada ukuran 97 mm (Oldfield 2011). Ukuran pertama kali ikan matang gonad dapat dipengaruhi oleh faktor dalam berupa perbedaan spesies, umur, ukuran serta sifat-sifat fisiologi ikan dan faktor luar berupa makanan, karakter lingkungan dan adanya individu yang berlainan jenis kelamin. Faktor-faktor tersebut tidak diteliti lebih lanjut pada penelitian ini.

Fekunditas total ikan oskar berkisar antara 729–3.299. Tidak terdapat perbedaan yang besar dengan fekunditas ikan oskar yang pernah dilaporkan oleh Purnamaningtyas & Tjahjo (2010). Berdasarkan hubungan panjang tubuh dengan fekunditas dan bobot tubuh dengan fekunditas (Gambar 7), fekunditas ikan oskar relatif lebih tepat apabila diduga menggunakan bobot daripada panjang tubuhnya. Fenomena yang sama juga ditemukan pada ikan Thynnichthys thynnoides

(Tampubolon et al. 2008) dan Oreochromis niloticus (Peterson et al. 2004).

Namun, merujuk pada nilai koefisien determinasinya yang kecil, persamaan ini belum dapat digunakan pada ikan oskar sebagai model prediksi fekunditas yang baik.

Tipe pemijahan ikan diduga dari pola penyebaran diameter telur dalam gonad yang sudah matang dengan melihat modus penyebarannya. Modus sebaran ukuran diameter telur ikan oskar di Waduk Ir. H. Djuanda adalah modus ganda. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa ikan oskar adalah pemijah bertahap. Ikan oskar akan mengeluarkan telur yang matang secara bertahap pada satu siklus pemijahan. Hal ini dimaksudkan untuk memperbesar peluang anak-anak ikan memperoleh penjagaan induk yang baik sehingga memperbesar sintasan ikan. Tipe pemijahan yang sama juga dilaporkan pada ikan siklid lain seperti

Oreochromis niloticus (Komolafe & Arawomo 2007), Cichla Sp. (Gomiero &

(42)

28

Kesamaan Makanan Ikan Oskar dengan Ikan Lain

Komposisi diet ikan oskar pada penelitian ini sama seperti hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Purnamaningtyas & Tjahjo (2010), Nurnaningsih et al. (2003), dan Anggita (2011). Ikan oskar adalah ikan omnivora

dan bersifat generalis dalam memanfaatkan sumber daya makanan. Berdasarkan ukuran tubuh, terlihat bahwa ada perbedaan makanan antara ikan oskar yang berukuran kecil, sedang, dan besar. Ikan oskar berukuran sedang dan besar sudah memanfaatkan ikan sebagai makanannya. Tidak demikian dengan ikan oskar berukuran kecil. Ukuran mangsa dapat dikaitkan dengan ukuran ikan. Ikan yang berukuran besar akan menginginkan mangsa yang berukuran besar pula sehingga kebutuhan nutrisinya dapat terpenuhi. Selain itu, lebih beragamnya makanan yang dapat dikonsumsi oleh ikan besar terkait dengan ukuran bukaan mulutnya. Hal yang sama terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh Krumme et al. (2005),

Nurnaningsih et al. (2003), Martins et al. (2005) dan Sẚnchez-Hernẚndez & Cobo

(2012) bahwa makanan ikan yang besar berbeda daripada ikan tersebut pada waktu kecil. Namun, hal tersebut tidak berlaku untuk ikan-ikan yang hanya memanfaatkan plankton (planktivora) sebagai makanan utamanya (Gümüş et al.

2002, Rahardjo et al. 2006; Asriyana et al. 2010)

Ikan asli yang yang paling mirip dalam memanfaatkan sumber daya makanan dengan ikan oskar adalah ikan lalawak (Gambar 12). Apabila populasi ikan oskar semakin bertambah, maka persaingan untuk mendapatkan sumber daya makanan bagi ikan lalawak akan semakin besar. Bukan hal yang mustahil ikan lalawak akan tersingkir mengingat bahwa jumlah ikan oskar lebih banyak dan sifatnya yang lebih tahan terhadap degradasi habitat. Berubahnya komponen pada jejaring makanan akan dapat mengganggu pertumbuhan dan kesejahteraan ikan-ikan yang memiliki kesukaan pada jenis makanan tertentu (Rennie et al. 2009)

yang pada akhirnya dapat mengubah struktur komunitas dan ketersediaan pakan alami (Reissig 2006).

Potensi Invasif Ikan Oskar

Ikan oskar di waduk ini dalam kondisi yang baik dan stabil. Pola pertumbuhannya yang allometrik positif (Gambar 5), faktor kondisi yang bernilai satu atau lebih (Tabel 9) dan ditemukannya ikan oskar yang telah matang gonad di seluruh bulan dan stasiun pengamatan (Tabel 6) menandakan bahwa ikan ini hidup nyaman di Waduk Ir. H. Djuanda. Tidak semua spesies ikan asing dapat bertahan pada lingkungan yang baru. Spesies yang dapat bertahan umumnya memiliki daya adaptasi yang lebih baik daripada spesies asli.

Sama seperti halnya ikan-ikan dari Genus Amphilophus yang lain, ikan

oskar bersifat agresif dalam mempertahankan daerah pemijahan dan melindungi anaknya (Lehtonen et al. 2010). Apabila tempat ditemukannya ikan yang telah

matang gonad diduga dekat dengan tempat memijah ikan tersebut, maka keberadaan ikan oskar di waduk ini akan mempersempit habitat pemijahan bagi ikan-ikan lain (Tabel 6). Strategi reproduksi dan perilaku antagonis dalam mempertahankan ruang berpijah telah menciptakan efek negatif pada spesies asli. Selain itu, sifat perhatian induk (parental care) ikan oskar terhadap telur dan

Gambar

Gambar 1. Diagram alir perumusan masalah penelitian
Tabel 1. Komposisi ikan yang tertangkap di Waduk Ir. H. Djuanda pada tahun 2008–2009
Gambar 2. Ikan oskar (Amphilophus citrinellus)
Tabel 2. Karakteristik stasiun penelitian No Stasiun Koordinat
+7

Referensi

Dokumen terkait