• Tidak ada hasil yang ditemukan

Warna perairan Waduk Ir. H. Djuanda adalah hijau dan hijau kecoklatan. Warna hijau kecoklatan hanya ditemukan di Cilalawi dan Jamaras. Cilalawi dan Jamaras merupakan stasiun yang berada dekat dengan sungai yang merupakan inlet Waduk Ir. H. Djuanda sehingga pengaruh masukan air dari sungai masih besar dan sering terjadi. Padatan tersuspensi yang dibawa dari sungai diduga merupakan penyebab warna kecoklatan pada air di Cilalawi dan Jamaras.

Padatan tersuspensi tersebut pula yang menyebabkan kecerahan di Cilalawi dan Jamaras memiliki nilai minimum yang lebih kecil dibandingkan dengan stasiun yang lain. Padatan tersuspensi tersebut mengakibatkan perairan menjadi keruh dan menghalangi penetrasi cahaya untuk masuk ke perairan.

Berdasarkan Tabel 4, tidak terlihat adanya variasi suhu yang besar antar lokasi penelitian. Suhu yang ditemukan pada penelitian ini masih ada dalam kisaran suhu yang baik. Baensch & Fischer (2007) menyatakan bahwa pada pemeliharaan sebagai ikan hias, suhu dan pH yang baik untuk ikan oskar adalah 22–25oC dan 7,0 unit. Suhu di Waduk Ir. H. Djuanda yang lebih hangat (28–30

oC) namun masih dapat mendukung kehidupan ikan ini dengan baik menandakan bahwa ikan oskar memiliki kisaran toleransi suhu yang luas.

Derajat keasaman (pH) di Waduk Ir. H. Djuanda berkisar antara 7,0–8,0 unit. Tidak terdapat perbedaan yang besar antar stasiun selama penelitian dilaksanakan. Seluruh stasiun pengamatan memiliki derajat keasaman air yang relatif sama.

Kedalaman perairan yang disajikan pada penelitian ini adalah kedalaman perairan pada saat penangkapan ikan dilakukan. Seluruh stasiun memiliki kedalaman yang tidak terlalu jauh perbedaannya kecuali Baras Barat. Perbedaan ini dimaksudkan untuk melihat keberadaan ikan oskar pada daerah yang dangkal hingga dalam.

Komposisi dan Sebaran Ikan

Pada penelitian ini, ikan yang tertangkap berjumlah 18 jenis yang terdiri atas enam jenis ikan asli (ikan Sungai Citarum yang sudah ada sebelum waduk dibangun) dan 12 jenis ikan asing. Kartamihardja (2008) melaporkan pada awal pasca pembangunan waduk (1968–1977) ditemukan 23 spesies ikan asli dan delapan spesies ikan asing. Jumlah spesies asli kemudian menurun hingga pada tahun 1998–2007 hanya tersisa sembilan spesies ikan asli. Hanya enam dari sembilan spesies asli yang dilaporkan tersebut yang masih ditemukan pada penelitian ini (Lampiran 1). Ikan asli yang tidak lagi ditemukan adalah lais (Lais hexanema), lele (Clarias batrachus), dan gabus (Channa striata). Berdasarkan informasi dari nelayan setempat, lele dan lais sudah tidak pernah lagi tertangkap; sedangkan gabus masih tertangkap meskipun jarang.

Jenis ikan yang memiliki sebaran paling tinggi di waduk ini adalah ikan oskar dan ikan nila. Kedua jenis ikan ini merupakan ikan siklid yang ditemukan di seluruh lokasi pengamatan. Ikan kelompok siklid memiliki kelenturan yang besar

25 terhadap kondisi lingkungan dan pemanfaatan sumber daya makanan (Khan & Panikkar 2009). Selain oskar dan nila, ikan lain yang memiliki penyebaran yang luas adalah ikan golsom dan kapiat yang ditemukan di lima stasiun. Keempat jenis ikan tersebut merupakan ikan asing di Waduk Ir. H. Djuanda. Ikan-ikan asli (selain hampal dan lalawak) hanya ditemukan di satu hingga dua stasiun di sekitar inlet (Lampiran 1). Distribusi yang luas dan kemampuan menghuni habitat yang berbeda menunjukan bahwa spesies asing bersifat toleran secara fisiologis terhadap kisaran lingkungan yang luas. Sifat oportunis ini yang kemudian mendukung keberhasilannya menginvasi habitat lain (Meador et al. 2003; Ekmekҫi 2006; Aydin et al. 2011; Poulos et al. 2012). Sebaran ikan akan sangat terkait dengan ekologi ikan dan karakteristik lingkungannya (Pouilly et al. 2004).

Jumlah jenis dan jumlah ikan paling banyak tertangkap di DAM dan paling sedikit di Baras Barat. Stasiun DAM merupakan daerah genangan utama dengan perairan yang relatif tenang. Air di stasiun ini berasal dari kedua inlet waduk sehingga memiliki sumber daya pakan yang cukup. Selain itu, posisinya yang tidak jauh dari inlet Sungai Cilalawi memungkinkan ikan-ikan sungai untuk mencapai stasiun ini. Tidak demikian dengan Baras Barat yang merupakan stasiun pengamatan untuk daerah limnetik. Tidak banyak ikan yang dapat menghuni daerah limnetik menjadi penyebab sedikitnya jenis dan jumlah ikan yang tertangkap di stasiun ini. Kartamihardja & Umar (2006) melaporkan bahwa jenis ikan yang menghuni daerah limnetik Waduk Ir. H. Djuanda adalah ikan kaca, bandeng, nila, oskar, marinir, mas, patin, dan kebogerang. Senada dengan hasil penelitian ini, Kartamihardja & Umar (2006) juga melaporkan bahwa ikan oskar adalah ikan yang paling banyak tertangkap di daerah limnetik.

Pertumbuhan Ikan Oskar

Hubungan panjang bobot (HPB) merupakan parameter yang penting untuk dikaji dalam analisis data perikanan (Andrade & Campos 2002). Persamaan ini dapat membantu pendugaan biomassa ikan, memprediksi bobot pada umur tertentu untuk model pendugaan stok, menghitung faktor kondisi, dan mengetahui sejarah hidup dan bentuk tubuh ikan pada daerah yang berbeda. Selain itu, persamaan ini juga dapat digunakan untuk membandingkan pertumbuhan spesies yang sama pada waktu, lokasi, dan habitat yang berbeda (Koutrakis & Tsikliras 2003; Oscoz et al. 2005).

Nilai b pada HPB menunjukkan bahwa ikan oskar jantan dan betina memiliki pola pertumbuhan allometrik positif. Pertambahan bobot ikan oskar lebih cepat daripada pertambahan panjangnya. Pada penelitian terdahulu, dilaporkan bahwa ikan oskar di Waduk Ir. H. Djuanda memiliki pola pertumbuhan isometrik (Purnamaningtyas & Tjahjo 2010). Perubahan pola pertumbuhan dari isometrik menjadi allometrik positif mengindikasikan bahwa ikan oskar telah beradaptasi dengan baik di waduk ini dan memiliki pertumbuhan yang lebih baik daripada sebelumnya. Pada spesies yang sama, ikan dapat memiliki pola pertumbuhan yang berbeda bergantung kepada lokasi (Offem et al. 2007), musim (Anene 2005), kualitas lingkungan (Zargar et al. 2012), fase hidup (Niyonkuru & Laleye 2012), dan jenis kelamin (Anvar et al. 2008; Metín et al. 2011). Ikan

Hemichromis bimaculatus memiliki pola pertumbuhan allometrik positif di Waduk Buyo, namun allometrik negatif di Waduk Ayamé I (Tah et al. 2012).

26

Sejalan dengan HPB-nya, nilai faktor kondisi rata-rata ikan oskar pada seluruh bulan dan stasiun pengamatan berada dalam kondisi yang baik. Faktor kondisi selalu bernilai satu atau lebih. Tidak terdapat perbedaan nilai faktor kondisi rata-rata yang besar antar bulan dan stasiun pengamatan. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi ikan stabil di seluruh bagian waduk. Ikan oskar mendapatkan sumber daya pakan dan lingkungan yang mendukung untuk tumbuh. Olurin & Aderibigbe (2006) menyatakan bahwa faktor kondisi bernilai satu atau lebih mengindikasikan bahwa ikan dalam kondisi yang baik. Hal-hal yang diduga memengaruhi faktor kondisi ikan oskar di waduk ini adalah ukuran tubuh (Samat

et al. 2008; Treer et al. 2009), kematangan gonad (Lizama & Ambrósio 2002; Chellappa et al. 2003; Gomiero & Braga 2005), dan ketersediaan makanan (Pinilla et al. 2006; Bavčević et al. 2010).

Berdasarkan hasil uji kehomogenan dua regresi bebas (Effendie, 1979) antara jantan dan betina (Lampiran 2), diketahui bahwa pada panjang yang sama ikan oskar betina memiliki bobot yang lebih besar daripada ikan jantan. Secara visual, ikan motan jantan terlihat lebih ramping daripada ikan betina. Namun, ikan oskar jantan memiliki panjang maksimal yang lebih besar daripada betina (Gambar 4).

Pada panjang yang lebih besar dari 180 mm lebih banyak ditemukan ikan jantan. Hal ini senada dengan yang dilaporkan oleh Oldfield et al. (2006) dan Oldfield (2007) bahwa ikan oskar jantan dewasa berukuran relatif lebih panjang daripada ikan betina. Perbedaan ukuran berdasarkan jenis kelamin tidak terlihat pada fase ikan muda karena ikan jantan mengalami percepatan tumbuh yang lebih pesat daripada ikan betina setelah mencapai fase dewasa (Oldfield 2007; Oldfield 2009). Ukuran tubuh ikan jantan yang relatif lebih panjang daripada ikan betina juga dilaporkan pada ikan siklid lain seperti Oreochromis niloticus (Shalloof & Salama 2008) dan Lamprologus callipterus (Schütz & Taborsky 2005). Ukuran yang lebih besar akan memperbesar peluang suksesnya penjagaan oleh induk (Huang & Chang 2011). Jantan yang lebih besar memiliki peluang untuk menang dalam perkelahian dan mengusir pengganggu (Itzkowitz et al. 2005).

Reproduksi Ikan Oskar

Nisbah kelamin ikan oskar secara total dan yang telah matang gonad ada dalam kondisi yang ideal. Ikan jantan dan betina berbanding seimbang (Tabel 10). Keseimbangan ini diduga terkait dengan tingkah laku reproduksi ikan oskar. Ikan oskar merupakan ikan yang monogamus yang umumnya telah memiliki pasangan tetap sebelum berpijah. Ikan oskar memijah di substrat berupa batu atau tanah. Induk jantan dan betina bersama-sama menjaga telur dan anaknya (biparental care) (Barlow 1976). Nisbah kelamin yang seimbang juga dilaporkan pada ikan

Oreochromis niloticus (di Danau Coatetelco, Mexico (Gómez-Márquez et al. 2003); di Waduk Opa, Nigeria (Komolafe & Arawomo 2007) dan ikan sepat siam di Danau Taliwang (Tampubolon & Rahardjo 2011) yang melakukan pengasuhan anak.

Selama penelitian ini, pada setiap bulan pengamatan ditemukan ikan oskar yang telah matang gonad (Gambar 6). Demikian juga pada bulan-bulan yang lain. Ikan oskar yang matang gonad ditemukan pada setiap bulan dalam setahun (Suryandari*, komunikasi pribadi). Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa

*Astri Suryandari, S.Si., M.Si.: Peneliti di Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan, Balitbang Kelautan dan Perikanan

27 ikan oskar melakukan pemijahan sepanjang tahun. Selama pengamatan, ikan oskar yang matang gonad ditemukan dengan persentase yang lebih kecil daripada ikan yang belum matang gonad. Sebagian besar ikan yang tertangkap adalah ikan berukuran kecil yang belum mencapai ukuran dewasa (Gambar 4). Ikan-ikan muda yang nantinya siap menjadi induk tersedia dalam jumlah yang melimpah. Proporsi ikan yang matang gonad paling besar ditemukan pada bulan Desember dan Januari.

Ikan oskar yang matang gonad ditemukan di seluruh stasiun pengamatan yang memiliki karakteristik perairan yang berbeda (Gambar 7). Ikan ini telah beradaptasi dengan baik sehingga tidak hanya untuk bertahan hidup dan tumbuh secara somatik, tetapi juga telah mampu memanfaatkan hampir seluruh perairan dan tidak terpengaruh oleh musim untuk tumbuh secara gonadik. Ikan oskar memiliki penyebaran secara ruang dan waktu yang sangat luas di Waduk Ir. H. Djuanda (Tjahjo et al. 2009).

Secara individual, ukuran terkecil ikan betina yang telah matang gonad (121 mm) lebih kecil daripada ikan yang jantan (125 mm) (Gambar 8). Fenomena yang sama juga dilaporkan pada ikan Famili Cichlidae lainnya seperti Cichla kelberi

(Gomiero et al. 2009), Cichla monoculus (Chellappa et al. 2003) dan

Oreochromis niloticus (Shalloof & Salama 2008) dimana ikan jantan pertama kali matang gonad pada ukuran yang lebih panjang daripada ikan betina.

Di Danau Masaya, Nikaragua, ikan oskar ditemukan telah matang gonad pada ukuran yang lebih kecil daripada di Waduk Ir. H. Djuanda. Di Danau Masara, ikan oskar jantan dan betina telah matang gonad pada ukuran 97 mm (Oldfield 2011). Ukuran pertama kali ikan matang gonad dapat dipengaruhi oleh faktor dalam berupa perbedaan spesies, umur, ukuran serta sifat-sifat fisiologi ikan dan faktor luar berupa makanan, karakter lingkungan dan adanya individu yang berlainan jenis kelamin. Faktor-faktor tersebut tidak diteliti lebih lanjut pada penelitian ini.

Fekunditas total ikan oskar berkisar antara 729–3.299. Tidak terdapat perbedaan yang besar dengan fekunditas ikan oskar yang pernah dilaporkan oleh Purnamaningtyas & Tjahjo (2010). Berdasarkan hubungan panjang tubuh dengan fekunditas dan bobot tubuh dengan fekunditas (Gambar 7), fekunditas ikan oskar relatif lebih tepat apabila diduga menggunakan bobot daripada panjang tubuhnya. Fenomena yang sama juga ditemukan pada ikan Thynnichthys thynnoides

(Tampubolon et al. 2008) dan Oreochromis niloticus (Peterson et al. 2004). Namun, merujuk pada nilai koefisien determinasinya yang kecil, persamaan ini belum dapat digunakan pada ikan oskar sebagai model prediksi fekunditas yang baik.

Tipe pemijahan ikan diduga dari pola penyebaran diameter telur dalam gonad yang sudah matang dengan melihat modus penyebarannya. Modus sebaran ukuran diameter telur ikan oskar di Waduk Ir. H. Djuanda adalah modus ganda. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa ikan oskar adalah pemijah bertahap. Ikan oskar akan mengeluarkan telur yang matang secara bertahap pada satu siklus pemijahan. Hal ini dimaksudkan untuk memperbesar peluang anak-anak ikan memperoleh penjagaan induk yang baik sehingga memperbesar sintasan ikan. Tipe pemijahan yang sama juga dilaporkan pada ikan siklid lain seperti

Oreochromis niloticus (Komolafe & Arawomo 2007), Cichla Sp. (Gomiero & Braga 2005), dan Crenicichla menezesi (de Araújo et al. 2012).

28

Kesamaan Makanan Ikan Oskar dengan Ikan Lain

Komposisi diet ikan oskar pada penelitian ini sama seperti hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Purnamaningtyas & Tjahjo (2010), Nurnaningsih et al. (2003), dan Anggita (2011). Ikan oskar adalah ikan omnivora dan bersifat generalis dalam memanfaatkan sumber daya makanan. Berdasarkan ukuran tubuh, terlihat bahwa ada perbedaan makanan antara ikan oskar yang berukuran kecil, sedang, dan besar. Ikan oskar berukuran sedang dan besar sudah memanfaatkan ikan sebagai makanannya. Tidak demikian dengan ikan oskar berukuran kecil. Ukuran mangsa dapat dikaitkan dengan ukuran ikan. Ikan yang berukuran besar akan menginginkan mangsa yang berukuran besar pula sehingga kebutuhan nutrisinya dapat terpenuhi. Selain itu, lebih beragamnya makanan yang dapat dikonsumsi oleh ikan besar terkait dengan ukuran bukaan mulutnya. Hal yang sama terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh Krumme et al. (2005), Nurnaningsih et al. (2003), Martins et al. (2005) dan Sẚnchez-Hernẚndez & Cobo (2012) bahwa makanan ikan yang besar berbeda daripada ikan tersebut pada waktu kecil. Namun, hal tersebut tidak berlaku untuk ikan-ikan yang hanya memanfaatkan plankton (planktivora) sebagai makanan utamanya (Gümüş et al.

2002, Rahardjo et al. 2006; Asriyana et al. 2010)

Ikan asli yang yang paling mirip dalam memanfaatkan sumber daya makanan dengan ikan oskar adalah ikan lalawak (Gambar 12). Apabila populasi ikan oskar semakin bertambah, maka persaingan untuk mendapatkan sumber daya makanan bagi ikan lalawak akan semakin besar. Bukan hal yang mustahil ikan lalawak akan tersingkir mengingat bahwa jumlah ikan oskar lebih banyak dan sifatnya yang lebih tahan terhadap degradasi habitat. Berubahnya komponen pada jejaring makanan akan dapat mengganggu pertumbuhan dan kesejahteraan ikan-ikan yang memiliki kesukaan pada jenis makanan tertentu (Rennie et al. 2009) yang pada akhirnya dapat mengubah struktur komunitas dan ketersediaan pakan alami (Reissig 2006).

Potensi Invasif Ikan Oskar

Ikan oskar di waduk ini dalam kondisi yang baik dan stabil. Pola pertumbuhannya yang allometrik positif (Gambar 5), faktor kondisi yang bernilai satu atau lebih (Tabel 9) dan ditemukannya ikan oskar yang telah matang gonad di seluruh bulan dan stasiun pengamatan (Tabel 6) menandakan bahwa ikan ini hidup nyaman di Waduk Ir. H. Djuanda. Tidak semua spesies ikan asing dapat bertahan pada lingkungan yang baru. Spesies yang dapat bertahan umumnya memiliki daya adaptasi yang lebih baik daripada spesies asli.

Sama seperti halnya ikan-ikan dari Genus Amphilophus yang lain, ikan oskar bersifat agresif dalam mempertahankan daerah pemijahan dan melindungi anaknya (Lehtonen et al. 2010). Apabila tempat ditemukannya ikan yang telah matang gonad diduga dekat dengan tempat memijah ikan tersebut, maka keberadaan ikan oskar di waduk ini akan mempersempit habitat pemijahan bagi ikan-ikan lain (Tabel 6). Strategi reproduksi dan perilaku antagonis dalam mempertahankan ruang berpijah telah menciptakan efek negatif pada spesies asli. Selain itu, sifat perhatian induk (parental care) ikan oskar terhadap telur dan anakan akan semakin memperbesar peluang keberhasilan reproduksi. Perhatian

29 induk dilakukan dengan cara menyediakan lingkungan yang baik (Lissåker & Kvarnemo 2006; Cooke et al. 2008) dan penjagaan dari predator (Cooke et al.

2003; Steinhart et al. 2005) Reproduksi yang berhasil akan memperbanyak jumlah populasi ikan oskar di waduk ini yang akan semakin menekan populasi ikan lain.

Ikan oskar merupakan ikan omnivora yang generalis dalam memanfaatkan sumber daya makanan (Gambar 11). Ikan-ikan omnivora memiliki keuntungan secara ekologis. Ikan-ikan ini memiliki pilihan makanan yang lebih banyak dan lebih dapat bertahan ketika kondisi makanan yang umum dikonsumsi mengalami penurunan jumlah di perairan (Offem et al. 2010, Alaş et al. 2010). Seluruh makanan yang dimanfaatkan oleh ikan asli juga dimanfaatkan oleh ikan oskar. Ikan oskar merupakan pesaing bagi ikan-ikan asli dalam memperoleh makanan.

Ikan oskar telah menjadi ikan yang dominan tertangkap di Waduk Ir. H. Djuanda. Berdasarkan kemampuan ikan oskar dalam memanfaatkan ruang untuk hidup dan sumber daya makanan, maka ikan ini potensial untuk menjadi semakin banyak dan tetap dominan di Waduk Ir. H. Djuanda. Karena dominannya, hasil tangkapan ikan di waduk cenderung homogen dan tangkapan ikan yang bernilai ekonomis berkurang. Ikan oskar telah merugikan nelayan sehingga dapat dikategorikan sebagai ikan invasif

Pengendalian Ikan Oskar di Waduk Ir. H. Djuanda

Sebagai ikan invasif, sebagaimana telah ditegaskan berdasarkan karakter ekobiologinya, maka ikan ini perlu dikendalikan. Keberadaan ikan oskar berpotensi menjadi ancaman bagi keberlanjutan sumber daya ikan di Waduk Ir. H. Djuanda.

Meskipun sudah terdata sebagai ikan asing di beberapa negara lain seperti Australia (Koehn & MacKenzie 2004; Kennard et al. 2005) dan Singapura (Ng & Tan 2010; Yeo 2010), informasi terkait pengendalian ikan oskar di negara lain tidak ditemukan. Laporan-laporan penelitian terkait ikan oskar dan genus

Amphilophus lain terkonsentrasi pada penelitian filogenetik dan biologi evolusi (Geiger et al. 2010; Elmer et al. 2010; Hulsey 2010).

Pengendalian populasi ikan oskar dapat dilakukan dengan upaya preventif yaitu mencegah masuknya ikan oskar dari luar waduk dan kuratif dengan cara memberantas ikan oskar yang sudah ada di waduk. Penyortiran terlebih dahulu benih ikan yang akan ditebar dan memastikan panti benih bebas dari benih ikan oskar merupakan salah upaya preventif untuk mencegah masuknya ikan oskar dari luar ke dalam waduk. Evaluasi secara berkala pada panti benih dan menjadikan penyortiran sebagai prosedur baku sebelum penebaran diperlukan untuk menjamin tidak masuknya ikan-ikan asing yang berpotensi menjadi invasif ke Waduk Ir. H. Djuanda. Panti benih yang diizinkan memasok benih untuk ditebar sebaiknya adalah panti benih yang tidak mengembangkan ikan yang berpotensi menjadi invasif seperti bawal (Colosomma macropomum) dan ikan hias dari kelompok siklid.

Upaya kuratif adalah upaya untuk mengurangi populasi ikan oskar yang sudah ada di Waduk Ir. H. Djuanda. Pengurangan suatu populasi dapat dilakukan secara biologis, kimia dan mekanis. Secara biologis melalui rekayasa genetik, menggunakan parasit atau predator, secara kimia dengan menggunakan bahan-bahan kimia, dan mekanis dengan melakukan penangkapan ikan.

30

Predator ikan oskar di tempat asalnya di Nikaragua adalah ikan Gobiomorus dormitor, Parachromis dovii, dan Parachromis managuensis yang tidak hanya memangsa benih, namun juga juvenil ikan oskar (Barlow 1976). Ikan Gobiomorus dormitor merupakan ikan asing invasif di Danau Apoyo (Lehtonen et al. 2012) sehingga tidak dianjurkan untuk diintroduksi sebagai agen pengendali; sedangkan ikan Parachromis managuensis yang telah masuk tanpa disengaja ke Waduk Ir. H. Djuanda perkembangannya tidak sesukses ikan oskar. Ikan oskar juga tidak terancam oleh ikan predator asli di Waduk Ir. H. Djuanda. Ikan-ikan predator asli yang tersisa (hampal, lempuk, kebogerang dan tagih) hanya ditemukan dalam jumlah yang sedikit dan perkembangannya tidak mampu mengimbangi perkembangan ikan oskar.

Pengendalian suatu populasi menggunakan bahan kimia memerlukan kajian yang mahal untuk menentukan komponen dan dosis yang tepat agar selektif pada target tertentu serta aman bagi lingkungan. Penggunaan bahan kimia yang tidak tepat bahan dan dosisnya tidak hanya akan membahayakan spesies-spesies lain yang ikut terpapar (Wittenberg & Cock 2001), tetapi juga manusia yang memanfaatkan waduk ini.

Belum adanya informasi predator alami yang tepat dan tingginya biaya serta resiko menggunakan bahan kimia menyebabkan cara mekanis melalui penangkapan ikan adalah metode yang sebaiknya dilakukan dalam pengendalian ikan oskar di Waduk Ir. H. Djuanda. Penelitian ini menunjukkan bahwa ikan oskar paling banyak ditemukan pada daerah litoral di sekitar DAM. Alat tangkap yang paling efektif untuk menangkap ikan ini adalah jaring insang dengan mata jaring berukuran 1,5 inci (Tabel 8). Oleh karena itu, peningkatan upaya penangkapan sebaiknya dilakukan di sekitar daerah litoral pada daerah tergenang dengan menggunakan jaring insang berukuran mata jaring 1,5 inci secara terencana dan terjadwal.

Terencana dan terjadwal berarti upaya pemberantasan ikan dilakukan secara berkala dan rutin dengan memperhatikan faktor-faktor ekobiologi ikan lain. Waktu dan tempat pemberantasan ikan oskar sebaiknya ditetapkan tidak pada musim dan tempat pemijahan ikan asli agar tidak mengganggu ikan-ikan asli yang akan memijah.

Ikan oskar yang tertangkap menggunakan jaring insang berukuran 1,5 inci umumnya adalah ikan-ikan yang belum matang gonad. Penangkapan secara rutin ikan-ikan yang belum sempat memijah merupakan upaya untuk memutus rantai reproduksi sehingga populasi ikan oskar tidak berkembang pesat. Namun, terkait ukuran mata jaring yang berada dibawah ukuran mata jaring minimum (dua inci) yang diizinkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Purwakarta, maka dalam pelaksanaannya perlu ada izin dan pengawasan dari Pemda Purwakarta. Penggunaan mata jaring berukuran 1,5 inci hanya diizinkan sesuai jadwal yang disusun dan dioperasikan untuk kepentingan pengendalian ikan oskar. Untuk menjaga komunitas ikan, ikan-ikan lain yang berukuran kecil yang ikut tertangkap sebaiknya dilepaskan untuk memberikan kesempatan ikan untuk tumbuh dan bereproduksi.

6 SIMPULAN

Ikan oskar di Waduk Ir. H. Djuanda dalam kondisi yang baik dan stabil. Ikan oskar merupakan ikan omnivora dan generalis memanfaatkan sumber daya pakan. Ikan ini merupakan ikan yang dominan di waduk ini. Berdasarkan karakter ekobiologinya, ikan oskar merupakan ikan asing yang invasif di Waduk Ir. H Djuanda dan perlu dikendalikan.

Ikan oskar dapat dikendalikan dengan cara preventif dan kuratif. Pengendalian secara preventif dilakukan dengan menggunakan panti benih yang terjamin bebas dari benih ikan oskar dan menyortir benih ikan yang akan ditebar

Dokumen terkait