• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinggi Tanaman

Pengukuran terhadap tinggi tanaman dilakukan pada 2 MST hingga 7 MST dengan cara mengukur panjang dari pangkal batang hingga ujung tajuk. Pengamatan dilakukan terhadap lima tanaman untuk setiap satuan percobaan.

Jumlah Daun per Tanaman

Jumlah daun per batang ditentukan dengan menghitung jumlah helai daun yang terdapat pada satu tanaman dengan jumlah sampel lima tanaman pada setiap satuan percobaan. Pengamatan terhadap variabel ini dilakukan sejak tanaman berumur 2 MST hingga tanaman berumur 7 MST.

Kecepatan Penutupan Tanah

Kecepatan penutupan tanah diukur menggunakan kuadran berjaring dengan luas permukaan 1 m x 1 m yang didalamnya terdiri dari 100 lubang berukuran 10 cm x 10 cm. Pengukuran kecepatan penutupan tanah dilakukan pada 2 MST hingga 10 MST. Pengukuran dilakukan dengan cara meletakkan kuadran di atas petak percobaan, lalu diamati jumlah lubang yang terisi oleh daun tanaman. Setelah itu dihitung kecepatan penutupan tanah dengan rumus :

Bobot Kering Tanaman

Pengamatan terhadap bobot kering tanaman dilakukan dengan cara mencabut tanaman sampai akar, pada petak ukuran 50 cm x 50 cm. Selanjutnya, tanaman dibersihkan dari tanah yang menempel. Setelah itu, sampel tanaman dioven pada suhu 80oC selama 48 jam., kemudian tanaman ditimbang. Pengamatan terhadap bobot kering tanaman

dilakukan pada 12 MST. Bobot kering tanaman per hektar dapat dihitung menggunakan rumus :

Kadar Air Tanaman

Pengamatan terhadap kadar air tanaman dilakukan dengan cara mencabut tanaman sampai akar, pada petak ukuran 50 cm x 50 cm. Selanjutnya, tanaman dibersihkan dari tanah yang menempel, lalu ditimbang. Setelah itu, sampel tanaman dioven pada suhu 80oC selama 48 jam. Kemudian tanaman ditimbang kembali. Pengamatan terhadap kadar air tanaman dilakukan pada 12 MST. Kadar air tanaman dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Indeks Luas Daun

Indeks luas daun (ILD) merupakan perbandingan luas total daun dengan luas tanah yang ditutupi. Pengamatan terhadap ILD tanaman dilakukan pada 12 MST Pengukuran ILD dilakukan dengan cara menghitung total luas daun pada petak berukuran 30 x 30 cm. Indeks luas daun dapat dihitung menggunakan rumus :

2. Sifat Kimia Tanah

pH Tanah

Pengamatan terhadap pH tanah dilakukan pada 13 MST. Pengambilan sampel tanah dilakukan secara komposit sebanyak lima titik untuk setiap satuan percobaan pada kedalaman ± 15 cm dari permukaan tanah.

Pengamatan terhadap pH tanah dilakukan dengan mengambil 10 gram sampel tanah, lalu sampel tanah dimasukkan ke dalam botol kocok.

Sampel ditambahkan 50 ml air bebas ion. Selanjutnya sampel tersebut dikocok dengan mesin pengocok selama 30 menit. Suspensi tanah di ukur dengan pH meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 7,0 (Balai Penelitian Tanah, 2005).

Kadar Air Tanah

Pengamatan terhadap kadar air tanah dilakukan pada 13 MST. Pengambilan sampel tanah dilakukan secara komposit sebanyak lima titik untuk setiap satuan percobaan pada kedalaman ± 15 cm dari permukaan tanah.

Penetapan kadar air tanah dilakukan dengan cara menimbang sebanyak 5 gram sampel tanah, lalu diletakkan dalam pinggan alumunium yang telah diketahui bobotnya. Setelah itu, sampel tanah dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama tiga hari. Kemudian pinggan dikeluarkan dari oven dan diletakkan dalam eksikator selama 1 jam. Setelah itu bobot tanah kembali di timbang. (Balai Penelitian Tanah, 2005).

Kadar air tanah dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Kadar Nitrat Tanah

Pengamatan terhadap kadar nitrat tanah dilakukan saat tanaman berumur 32 dan 36 MST. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada kedalaman 0-10 cm, 11-20 cm, 21-30 cm, 31-40 cm, dan 41-50 cm dari permukaan tanah. Pengukuran kadar nitrat tanah dilakukan dengan mengukur nilai absorbansi larutan hasil ekstraksi tanah menggunakan spektofotometer.

Proses ekstraksi tanah dilakukan dengan cara menimbang sebanyak 4 gram tanah untuk setiap petak percobaan, lalu tanah diberi 40 ml larutan KCl 2M. Selanjutnya, larutan dikocok hingga tercampur rata, kemudian larutan tersebut diendapkan. Setelah larutan mengendap, larutan disaring menggunakan kertas saring hingga diperoleh larutan yang jernih.

Selain menyiapkan tanah untuk diekstrak, disiapkan juga tanah sebanyak 4 gram per sampel, lalu dikeringkan pada suhu 80oC selama 48 jam untuk mengetahui bobot kering tanah.

Setelah proses ekstraksi selesai, tahapan selanjutnya adalah menyiapkan larutan KNO3 dengan konsentrasi 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, dan 5 ppm, untuk membuat kurva standar. Kurva standar digunakan untuk menentukan standar kadar nitrat pada larutan dalam bentuk persamaan garis. Setelah membuat kurva standar, tahap selajutnya adalah mengukur nilai absorbansi dari blanko. Blanko merupakan campuran dari semua pelarut dan reaktan, tanpa ditambah sampel.

Proses selanjutnya merupakan pengukuran kadar nitrat menggunakan spektofotometer. Larutan yang telah diekstrak, diencerkan sebanyak 10 kali menggunakan air destilata, kemudian di beri HCl 1M sebanyak 1 ml untuk 50 ml larutan. Kemudian larutan diukur menggunakan spektrofotometer hingga diperoleh nilai absorban dari setiap sampel. Selanjutnya nilai absorban tersebut dikurangi dengan nilai absorban blanko, kemudian dikonversi ke persamaan garis, dan dikalikan dengan faktor pengencerannya, sehingga diperoleh kadar nitrat dalam larutan. Kadar nitrat per bobot kering tanah dapat dihitung menggunakan rumus (Keeney and Nelson, 1987):

Keterangan :

a = kadar nitrat larutan (mg/L) b = bobot kering tanah (gram)

Selanjutnya kadar nitrat per bobot kering di konversi ke satuan ppm dan dikalikan dengan massa jenis tanah per hektar untuk mengetahui kadar nitrat tanah per hektar. Massa jenis tanah per hektar untuk kedalaman 10 cm adalah 1 x 106 kg.

Kondisi Umum

Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Lewikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lahan penelitian terletak pada ketinggian 190 m di atas permukaan laut. Suhu selama penelitian berkisar antara 23.0-33.2oC. Curah hujan rata-rata adalah 272.56 mm per bulan, dan kelembaban udara rata-rata adalah 83.37%. Gambar 7 menunjukan keadaan iklim selama penelitian.

Gambar 7. Keadaan Iklim selama Penelitian

Tanah pada lahan penelitian termasuk ke dalam tanah latosol dengan ciri-ciri memiliki kadar liat lebih dari 60%, remah sampai gumpal, gembur, warna tanah seragam dengan batas-batas horison yang kabur, solum dalam, kejenuhan basa kurang dari 50% (Hardjowigeno, 2003). Hasil analisis awal tanah pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa tekstur tanah terdiri dari pasir 10.03%, debu 51.04%, dan liat sebesar 38.93%. Tanah memiliki pH 5.00 dan tergolong kedalam tanah masam. Tanah tersebut memiliki kandungan C-organik yang rendah yaitu 1.91%, N-total yang rendah yaitu 0.17%, fosfat yang rendah yaitu 3.20 ppm, dan kandungan kalium yang rendah, yaitu 0.19 me/100 gram. Kapasitas tukar kation dari tanah tersebut sedang dan kejenuhan basa dari tanah tersebut rendah.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

Maret April Mei Juni Juli

S u h u ( OC) d a n Kel e m b a b a n U d a ra (% ) C u ra h H u ja n ( m m )

Hasil analisis akhir tanah setelah dilakukan penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan komposisi pada tekstur tanah, yaitu 9.17% pasir, 18.55% debu dan 72.28% liat. Selain itu, terjadi peningkatan nilai pH tanah menjadi 5.17, kandungan N-total meningkat menjadi 0.19%, kandungan fosfat meningkat menjadi 11.80 ppm dan kalium meningkat menjadi 0.22 me/100gram. Keadaan lahan sebelum, saat, dan setelah penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Lahan Penelitian: (a) Sebelum ditanami, (b) Awal penanaman LCC, (c) Memasuki 10 MST

Pertumbuhan Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, dan Pueraria javanica berjalan lambat pada awal pertumbuhan hingga 4 MST, lalu tanaman mulai tumbuh dengan cepat ketika memasuki usia 5MST. Pada C. juncea pertumbuhan yang cepat justru terjadi pada awal pertumbuhan, namun pertumbuhan terhenti ketika memasuki masa generatif pada 9 MST. Setelah memasuki 9 MST, pertumbuhan tanaman menurun, daun-daun tanaman pun berguguran. Untuk Crotalaria usaramoensis, pertumbuhan relatif stabil dari awal hingga akhir pengamatan.

Spesies Crotalaria juncea merupakan spesies LCC yang paling cepat berkecambah. Pada 1 MST Crotalaria juncea sudah mulai berkecambah, sedangkan Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica dan Crotalaria usaramoensis belum menunjukkan tanda-tanda perkecambahan (Gambar 9).

Gambar 9. Keadaan Lahan pada 1 MST : (a) Lahan Penelitian, (b) Petak Crotalaria juncea, (c) Kecambah Crotalaria juncea

Spesies Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica dan Crotalaria usaramoensis mulai berkecambah pada 2 MST. Keadaan lahan pada 2 MST dapat dilihat pada Gambar 10. Pada 2 MST, terjadi kerusakan pada tanaman akibat adanya hama yang menyerang tanaman. Salah satu bentuk kerusakan yang ditimbulkan adalah kerusakan pada daun, karena daun dimakan oleh hama (Gambar 11).

Gambar 10. Keadaan Lahan pada 2 MST : (a) Lahan Penelitian, (b) Petak Centrosema pubescens

Gambar 11. Kerusakan pada Tanaman yang ditimbulkan oleh hama

Memasuki 3 MST, pertumbuhan Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica dan Crotalaria usaramoensis mulai terlihat. Pada minggu ini, rata-rata tanaman dari keempat spesies tersebut memiliki tinggi 2-4 cm, sedangkan Crotalaria juncea memiliki rata-rata tinggi 15 cm (Gambar 12).

Gambar 12. Keadaan Lahan pada 3 MST : (a) Petak Centrosema pubescens, (b) Petak Pueraria javanica, (c) Petak Crotalaria juncea

Pertumbuhan kelima spesies LCC meningkat cepat memasuki 4 MST. Pada minggu tersebut, penutupan tanah spesies Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, dan Crotalaria usaramoensis telah mencapai 20%, dan penutupan tanah pada spesies Crotalaria juncea mencapai 50% (Gambar 13).

Gambar 13. Keadaan Lahan pada 4 MST : (a) Lahan Penelitian, (b) Petak Crotalaria juncea (c) Petak Centrosema pubescens,

Memasuki 7 MST, rata-rata kelima spesies LCC telah menutupi 70% lahan. Spesies Crotalaria juncea dan Crotalaria usaramoensis mulai membentuk bunga. Pertumbuhan sulur Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, dan Pueraria javanica meningkat dan saling melilit satu sama lainnya. Keadaan lahan pada 7 MST dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Keadaan Lahan pada 7 MST : (a) Petak Centrosema pubescens, (b) Petak Calopogonium mucunoides, (c) Petak Pueraria javanica, (d) Petak Crotalaria juncea, (e) Petak Crotalaria usaramoensis

Hasil Pengamatan

Karakterisasi Soil-Sement

Soil-Sement merupakan larutan berwana putih susu. Soil-sement mempunyai pH rata-rata 3,8 dan titik didih berkisar antara 100oC. Hasil pengamatan terhadap laju penguapan air tanah menunjukkan bahwa penguapan air tertinggi terdapat pada tanah yang tidak diberi aplikasi soil-sement. Hal tersebut tampak dari laju penurunan bobot tanah yang lebih cepat dibandingkan tanah yang diberi aplikasi soil-sement. Penguapan air terendah terdapat pada tanah yang diberi aplikasi soil-sement dengan konsentrasi 100% (Gambar 17).

Gambar 15. Laju Penguapan Air pada Tanah

Tabel 1 menunjukkan data rata-rata bobot tanah pada 0 hingga 14 hari setelah perlakuan (HSP). Pada 1 HSP, pemberian soil-sement pada empat taraf konsentrasi tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap penguapan air tanah. Pada 2-8 HSP, tanah yang diberi perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 100% memiliki laju penguapan air tanah yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan tiga perlakuan lainnya.

Data rata-rata bobot tanah pada empat taraf konsentrasi soil-sement dapat dilihat pada Tabel 1. Pada 14 HSP, terlihat bahwa penguapan air pada tanah yang tidak diberi soil-sement memiliki nilai 26.49% lebih tinggi dibandingkan pada

72.00 77.00 82.00 87.00 92.00 97.00 102.00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 B o b o t Ta n ah (gr am )

Hari Setelah Perlakuan

Kontrol

Soil-sement 33% Soil-sement 67% Soil-sement 100%

tanah yang diberi soil-sement dengan konsentrasi 100%. Tanah yang diberi perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 33% dan 67% mempunyai nilai penguapan air lebih tinggi 19.29% dan 13.16% dibandingkan dengan nilai penguapan air pada tanah yang diberi soil-sement dengan konsentrasi 100%.

Tabel 1. Rata-rata Bobot Tanah pada 0 hingga 14 HSP

Perlakuan Bobot Tanah (gram)

H0 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 Kontrol 100.00 96.14 93.98 b 92.10 b 89.77 b 87.43 b 85.96 b 84.13 b Soil-sement 33% 100.00 96.06 93.82 b 91.84 b 89.76 b 87.87 b 86.43 b 84.88 b Soil-sement 67% 100.00 95.99 93.77 b 91.89 b 89.76 b 87.82 b 86.37 b 84.91 b Soil-sement 100% 100.00 96.57 94.82 a 93.28 a 91.92 a 90.43 a 89.22 a 88.39 a Perlakuan H8 H9 H10 H11 H12 H13 H14 Kontrol 82.01 b 79.55 b 78.21 b 77.26 b 75.41 c 75.08 c 73.51 c Soil-sement 33% 82.99 b 80.71 b 79.79 ab 78.20 b 76.90 bc 76.29 bc 74.52b c Soil-sement 67% 82.65 b 80.91 ab 80.27 ab 79.25 b 77.95 b 77.54 b 75.83 b Soil-sement 100% 86.16 a 83.71 a 82.32 a 82.10 a 80.39 a 80.19 a 78.64 a Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan

berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% Variabel Pertumbuhan Vegetatif LCC

Tinggi Tanaman

Spesies Crotalaria juncea memiliki pertumbuhan tinggi paling cepat dibandingkan dengan spesies LCC lainnya. Pada 7 MST, spesies Crotalaria juncea mencapai tinggi 124.9 cm. Aplikasi soil-sement mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman pada 6 dan 7 MST.

Pada 6 MST, rata-rata tanaman tertinggi diperoleh dari perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 33%, yaitu 45.7 cm, sedangkan pada 7 MST rata-rata tanaman tertinggi diperoleh dari perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 67 %, yaitu 75.0 cm. Data rata–rata tinggi lima spesies LCC dan empat taraf konsentrasi soil-sement disajikan pada Tabel 2.

Pengaruh aplikasi soil-sement terlihat pada pertumbuhan tinggi kelima spesies LCC saat memasuki 6 MST. Pada spesies Centrosema pubescens, Pueraria javanica, dan Crotalaria usaramoensis, tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan soil-sement 0% dengan tinggi tanaman 40.5 cm, 22.3 cm dan 33.1 cm. Pada spesies Calopogonium mucunoides, hasil tertinggi diperoleh pada tanaman yang diberi perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 67%, dengan rata-rata tinggi 27.1 cm, sedangkan pada spesies Crotalaria juncea tanaman tertinggi

diperoleh dari perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 33% dengan rata-rata tinggi tanaman 121.5 cm (Tabel 3).

Tabel 2. Rata–rata Tinggi Lima Spesies LCC dan Empat Taraf Konsentrasi Soil-Sement (cm)

Perlakuan Umur Tanaman

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST Spesies LCC Centrosema pubescens 1.9 b 3.4 b 4.4 b 18.0 b 36.6 b 92.9 b Calopogonium mucunoides 1.7 b 3.4 b 4.4 b 9.3 c 22.2 c 49.6 c Pueraria javanica 1.2 b 2.3 b 3.5 b 8.9 c 31.2 b 40.5 d Crotalaria juncea 5.3 a 15.9 a 28.1 a 65.2 a 108.6 a 124.9 a Crotalaria usaramaensis 1.2 b 3.7 b 5.6 b 15.6 bc 31.2 b 38.2 d Konsentrasi Soil-Sement 0% 2.3 5.6 9.3 23.5 43.7 ab 66.2 c 33% 2.3 6.0 9.9 24.0 45.7 a 64.2 c 67% 2.3 5.7 8.9 22.3 42.8 ab 75.0 a 100% 2.3 5.6 8.7 23.8 41.5 b 71.6 b Interaksi tn tn tn tn ** **

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%

Tabel 3. Tinggi Tanaman Lima Spesies LCC pada Empat Taraf Konsentrasi Soil-Sement (cm)

Spesies LCC Soil Sement

0% 33% 67% 100%

6 MST

Centrosema pubescens 40.5 c 36.1 cd 35.4 cd 34.3 cde

Calopogonium mucunoides 16.8 gh 20.1 fgh 27.1 defg 24.7 defg

Pueraria javanica 22.3 efgh 20.5 fgh 20.7 fgh 10.8 h

Crotalaria juncea 106.0 b 121.5 a 99.7 b 107.1 b

Crotalaria usaramaensis 33.1 cde 30.5 cdef 31.0 cdef 30.4 cdef

7 MST

Centrosema pubescens 93.0 d 76.3 e 107.3 c 94.9 d

Calopogonium mucunoides 48.7 fgh 44.2 ghi 49.8 fg 51.5 f

Pueraria javanica 30.3 l 38.3 ijk 51.5 f 41.9 hijk

Crotalaria juncea 120.1 b 127.5 a 129.2 a 122.6 ab

Crotalaria usaramaensis 38.7 ijk 34.8 kl 36.5 jkl 41.9 hijk

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%

Pada 7 MST aplikasi soil-sement juga berpengarub terhadap pertumbuhan tinggi kelima spesies LCC. Pada spesies Centrosema pubescens, Pueraria javanica, dan Crotalaria juncea, rata-rata tanaman tertinggi diperoleh dari perlakuan soil-sement 67%, yaitu 107.3 cm, 51.5 cm, dan 129.2 cm, sedangkan

pada spesies C.mucumoides dan Crotalaria usaramoensis, rata-rata tanaman tertinggi diperoleh dari perlakuan soil-sement 100%, yaitu 51.5 cm dan 41.9 cm.

Jumlah Daun

Pada 6 MST, Crotalaria juncea merupakan spesies LCC yang memiliki jumlah daun tertinggi, dengan jumlah daun mencapai 50 helai. Spesies dengan jumlah daun terendah adalah Pueraria javanica dengan jumlah daun 7 helai.Pada 7 MST, jumlah daun tertinggi dicapai oleh spesies Crotalaria juncea, yaitu mencapai 47 helai. Jumlah daun pada spesies Calopogonium mucunoides dan Crotalaria usaramoensis mencapai 30 helai, spesies Centrosema pubescens mencapai 29 helai, sedangkan spesies Pueraria javanica hanya mencapai 13 helai (Tabel 4).

Pada 6 MST, perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 33% dan 67% menghasilkan rata-rata jumlah daun yang lebih tinggi dibandingkan dua perlakuan lainnya, yaitu mencapai 23 helai daun, sedangkan perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 0% dan 100% hanya mencapai rata-rata 21 helai. Pada 7 MST jumlah daun tertinggi diperoleh dari perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 67 %, yaitu 33 helai daun.

Tabel 4. Rata–rata Jumlah Daun Lima Spesies LCC dan Empat Taraf Konsentrasi Soil-Sement

Perlakuan Umur Tanaman

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST Spesies LCC Centrosema pubescens 1.1 b 2.7 b 3.4 b 7.4 bc 12.7 d 28.9 b Calopogonium mucunoides 1.1 b 2.7 b 3.7 b 10.0 b 18.0 c 29.6 b Pueraria javanica 0.9 b 2.2 b 3.4 b 5.8 c 6.6 e 12.6 c Crotalaria juncea 6.7 a 15.5 a 23.5 a 36.9 a 50.3 a 47.4 a Crotalaria usaramaensis 1.3 b 3.3 b 4.5 b 10.2 b 23.1 b 29.6 b Konsentrasi Soil-Sement 0% 2.2 5.3 8.1 15.4 21.4 b 26.5 c 33% 2.3 5.4 7.6 13.6 22.7 a 29.2 b 67% 2.1 5.2 7.7 13.4 23.3 a 33.2 a 100% 2.2 5.1 7.3 13.8 21.0 b 29.5 b Interaksi tn tn tn tn tn tn

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%

Tabel 5 menunjukan bahwa pada 6 MST, jumlah daun Centrosema pubescens tertinggi terdapat pada tanaman Centrosema pubescens yang tidak

diberi soil-sement, dengan jumlah daun sebanyak 16 helai. Pada Calopogonium mucunoides dan Crotalaria usaramoensis jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 67%, yaitu dengan jumlah daun sebanyak 23 dan 24 helai. Pada Pueraria javanica dan Crotalaria juncea rata-rata jumlah daun tertinggi sebanyak 9 dan 52 helai diperoleh dari perlakuan soil-sement 33%.

Pada 7 MST, perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 67% memberikan rata-rata jumlah daun tertinggi pada 4 spesies LCC, yaitu Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica, dan Crotalaria juncea dengan rata-rata jumlah daun masing-masing sekitar 31, 33, 14, dan 61 helai, sedangkan pada spesies Crotalaria usaramoensis rata-rata jumlah daun tertinggi diperoleh dari perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 0%, yaitu berjumlah 33 helai daun.

Tabel 5. Jumlah Daun Lima Spesies LCC pada Empat Taraf Konsentrasi Soil-Sement

Spesies LCC Soil Sement

0% 33% 67% 100% 6 MST Centrosema pubescens 16.1 ef 12.3 g 12.2 g 10.1 h Calopogonium mucunoides 14.5 f 16.3 ef 23.1 c 18.2 ed Pueraria javanica 5.2 i 8.9 h 8.0 h 4.3 I Crotalaria juncea 51.9 a 51.8 a 48.9 b 48.4 b Crotalaria usaramaensis 19.4 d 24.3 c 24.5 c 24.1 c 7 MST

Centrosema pubescens 30.0 dce 27.4 de 31.0 dc 27.1 de

Calopogonium mucunoides 22.5 ef 29.6 dce 33.2 dc 33.1 dc

Pueraria javanica 11.2 f 12.3 f 13.8 f 13.1 f

Crotalaria juncea 35.6 c 46.9 b 60.9 a 46.0 b

Crotalaria usaramaensis 33.1 dc 29.9 dce 27.0 de 28.3 dce

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%

Kecepatan Penutupan Tanah

Data rata-rata kecepatan penutupan tanah pada lima spesies LCC dan empat taraf konsentrasi soil-sement dapat dilihat pada Tabel 6. Pada tabel tersebut, terlihat bahwa Crotalaria juncea merupakan spesies LCC yang paling cepat menutupi tanah. Pada 8 MST, Crotalaria juncea mencapai penutupan tanah 100%. Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica, dan Crotalaria usaramoensis memiliki kecepatan penutupan tanah yang relatif

sama, keempat spesies tersebut memiliki kecepatan penutupan tanah yang lambat pada awal pertumbuhan, dan meningkat cepat ketika memasuki 4 MST.

Tabel 6. Rata-rata Kecepatan Penutupan Tanah pada Lima Spesies LCC dan Empat Taraf Konsentrasi Soil-Sement (%)

Perlakuan Umur Tanaman

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST Spesies LCC Centrosema pubescens 11.2 c 16.3 bc 21.8 b 33.2 bc Calopogonium mucunoides 6.7 c 11.8 c 14.0 c 27.2 c Pueraria javanica 8.0 c 17.7 cb 20.8 bc 30.5 bc Crotalaria juncea 24.8 a 40.3 a 51.1 a 59.3 a Crotalaria usaramaensis 17.6 b 23.6 b 26.8 b 34.4 b Konsentrasi Soil-Sement 0% 13.4 21.9 26.8 35.7 b 33% 13.7 23.1 28.7 42.1 a 67% 13.1 20.7 25.7 36.1 b 100% 14.3 22.0 26.5 36.1 b Interaksi tn tn tn tn Perlakuan 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST Spesies LCC Centrosema pubescens 51.8 b 70.6 b 84.9 b 94.3 Calopogonium mucunoides 52.4 b 76.8 ab 95.6 ab 99.8 Pueraria javanica 56.2 b 68.7 b 86.1 b 96.9 Crotalaria juncea 70.7 a 85.6 a 100.0 a 100.0 Crotalaria usaramaensis 54.5 b 69.6 b 85.5 b 95.8 Konsentrasi Soil-Sement 0% 56.6 71.4 88.8 97.3 33% 60.5 77.1 91.2 96.9 67% 55.5 73.9 92.2 97.8 100% 55.9 74.6 89.5 97.5 Interaksi tn tn tn tn

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%

Tabel 7 menunjukkan kecepatan penutupan tanah lima spesies LCC pada empat taraf konsentrasi soil-sement. Pada 7 MST kecepatan penutupan tanah paling tinggi pada spesies Centrosema pubescens dan Crotalaria juncea diperoleh dari perlakuan soil-sement 33% dengan persentase penutupan tanah sebesar 73% dan 92%. Pada spesies Calopogonium mucunoides penutupan tanah tercepat terdapat pada perlakuan soil-sement 100% dengan persentase penutupan tanah sebesar 80%. Pada spesies Pueraria javanica penutupan tanah tercepat terdapat pada perlakuan soil-sement 67% dengan persentase penutupan tanah sebesar 73%.

Pada Crotalaria usaramoensis penutupan tanah tercepat terdapat pada perlakuan soil-sement 0% dan 33% dengan persentase penutupan tanah sebesar 72%. Tabel 7. Kecepatan Penutupan Tanah Lima Spesies LCC pada Empat Taraf

Konsentrasi Soil-Sement (%)

Spesies LCC Soil Sement

0% 33% 67% 100% 7 MST Centrosema pubescens 67.3 73.0 70.7 71.3 Calopogonium mucunoides 68.0 79.7 79.7 80.0 Pueraria javanica 64.3 68.3 72.3 69.7 Crotalaria juncea 85.0 92.0 79.3 86.0 Crotalaria usaramaensis 72.3 72.3 67.7 66.0 8 MST Centrosema pubescens 85.3 83.7 86.7 84.0 Calopogonium mucunoides 91.7 96.3 96.3 98.0 Pueraria javanica 81.0 87.7 94.0 81.7 Crotalaria juncea 100.0 100.0 100.0 100.0 Crotalaria usaramaensis 86.0 88.3 84.0 83.7 9MST Centrosema pubescens 94.0 92.7 94.7 96.0 Calopogonium mucunoides 100.0 99.0 100.0 100.0 Pueraria javanica 96.0 96.3 97.7 97.7 Crotalaria juncea 100.0 100.0 100.0 100.0 Crotalaria usaramaensis 96.3 96.3 96.7 94.0

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%

Bobot Kering

Spesies Crotalaria juncea merupakan spesies LCC yang memiliki nilai bobot kering tertinggi dibandingkan dengan empat spesies LCC lainnya. Bobot kering Crotalaria juncea mencapai 11.11 ton per hektar. Spesies LCC yang mempunyai bobot kering terendah adalah spesies Centrosema pubescens, dengan bobot kering 3.74 ton per hektar. Data rata-rata bobot kering lima spesies LCC dan empat taraf konsentrasi soil-sement disajikan pada Tabel 8.

Perbedaan taraf konsentrasi soil-sement mempengaruhi bobot kering lima spesies LCC. Nilai bobot kering tertinggi terdapat pada spesies Crotalaria juncea yang diberi soil-sement 0% dengan nilai bobot kering sebesar 13.39 ton per hektar (Tabel 9).

Tabel 8. Rata-rata Bobot Kering Lima Spesies LCC dan Empat Taraf Konsentrasi Soil-Sement

Perlakuan Rata-rata Bobot Kering pada 12 MST (ton/ha)

Spesies LCC Centrosema pubescens 3.74 b Calopogonium mucunoides 5.93 ab Pueraria javanica 5.01 ab Crotalaria juncea 11.11 a Crotalaria usaramaensis 5.01 ab Konsentrasi Soil-Sement 0% 6.90 33% 6.17 67% 5.10 100% 6.47 Interaksi tn

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%

Tabel 9. Bobot Kering Tanaman Lima Spesies LCC pada Empat Taraf Konsentrasi Soil-Sement

Spesies LCC Soil Sement

0% 33% 67% 100% Centrosema pubescens 4.71 3.30 3.34 3.60 Calopogonium mucunoides 5.92 5.90 6.19 5.69 Pueraria javanica 5.54 4.88 4.36 5.27 Crotalaria juncea 13.39 12.43 7.14 11.49 Crotalaria usaramaensis 4.93 4.36 4.45 6.31

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%

Kadar Air Tanaman

Tabel 10 menunjukkan data rata-rata kadar air lima spesies LCC dan empat taraf konsentrasi soil-sement. Pada tabel tersebut terlihat bahwa Centrosema pubescens merupakan spesies LCC yang memiliki kadar air tertinggi dengan kadar air sebesar 84.25%, sedangkan Crotalaria juncea memiliki kadar air terendah dengan kadar air sebesar 65.67%. Perlakuan soil-sement pada beberapa taraf konsentrasi tidak mempengaruhi kadar air lima spesies LCC. Perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 100% , menghasilkan rata-rata kadar air tanaman tertinggi, yaitu 79.31 %.

Kadar air lima spesies LCC pada empat taraf konsentrasi soil-sement ditunjukkan pada Tabel 11. Kadar air tertinggi dari masing-masing spesies LCC diperoleh dari perlakuan soil-sement yang berbeda-beda. Pada spesies Centrosema pubescens dan Crotalaria usaramoensis. kadar air tertinggi berasal dari tanaman

yang diberi perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 33%, dengan kadar air sebesar 85.69% dan 82.12%.

Tabel 10. Rata-rata Kadar Air Lima Spesies LCC dan Empat Taraf Konsentrasi Soil-Sement

Perlakuan Kadar Air Tanaman pada 12 MST (%)

Spesies LCC Centrosema pubescens 84.25 a Calopogonium mucunoides 77.24 b Pueraria javanica 83.99 a Crotalaria juncea 65.67 c Crotalaria usaramaensis 80.57 ab Konsentrasi Soil-Sement 0% 76.80 33% 78.27 67% 79.01 100% 79.31 Interaksi tn

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan

Dokumen terkait