• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

B. Motivasi Kerja

1. Pengertian Motivasi Kerja

Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Motivasi kerja ialah suatu model yang menggerakkan karyawan agar dapat melaksanakan tugasnya masing-masing dalam mencapai sasaran dengan penuh kesadaran, kegairahan, dan bertanggung jawab (Anoraga,1992).

10

Motivasi kerja erat kaitannya dengan unjuk kerja atau performansi kerja. Motivasi kerja, bersama dengan kemampuan, dan peluang akan menentukan kualitas sebuah performansi kerja. Bila motivasi seseorang untuk bekerja rendah, maka performansinya akan rendah pula meskipun kemampuan dan performansinya memadai, begitu sebaliknya (Munandar, 2001). Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Kuat lemahnya motivasi kerja karyawan ikut menentukan besar kecilnya prestasinya. (Anoraga, 1992).

Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah suatu proses melakukan, mempertahankan, dan mengarahkan pekerjaan untuk mencapai tujuan tertentu di mana proses tersebut didorong oleh kebutuhan-kebutuhan. Motivasi kerja adalah motivasi seseorang untuk bekerja atau melakukan suatu pekerjaan. Dalam hal ini adalah pekerjaan yang menghasilkan suatu imbalan berupa honor atau gaji atau pekerjaan yang bersifat profesional. Motivasi ini terbentuk dari interaksi antara proses biologis, pembelajaran, dan kognitif dari seorang karyawan (Franken, 1994).

Motivasi kerja seseorang dapat lebih bercorak proaktif atau reaktif. Pada motivasi kerja yang proaktif orang akan berusaha untuk meningkatkan kemampuan-kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaannya dan atau akan berusaha untuk mencari, menemukan dan atau menciptakan peluang di mana dia dapat menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat berunjuk kerja yang tinggi. Sebaliknya motivasi kerja seseorang yang

lebih reaktif, cenderung menunggu upaya atau tawaran dari lingkungannya (Munandar, 2001).

2. Teori Motivasi Kerja

Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan mengenai motivasi. Salah satunya adalah teori hierarki kebutuhan Maslow. Teori ini disebut juga sebagai teori keseimbangan. teori keseimbangan berpendapat bahwa tingkah laku manusia terjadi karena adanya ketidakseimbangan di dalam diri manusia. Dengan kata lain manusia selalu mencoba untuk mempertahankan keseimbangan di dalam dirinya (Handoko, 1992). Sebagai contoh, bila manusia lapar (terjadi keadaan tidak seimbang atau disequilibrium) ia segara

mencari makan.

GAMBAR 1. Hirarki kebutuhan Maslow

Tetapi kalau ia makan sampai kenyang, ia akan mengalami disequilibrium baru yang lebih tinggi sifatnya, misalnya ingin merokok atau

ingin membaca dan lain-lain (Handoko, 1992). Proses ini berlangsung terus-menerus sehingga dapat membentuk sebuah lingkaran motivasi.

12

Menurut Maslow setiap individu memiliki kebutuhan-kebutuhan yang tersusun secara hirarki dari tingkat yang paling mendasar sampai pada tingkatan yang paling tinggi. Setiap kali kebutuhan pada tingkatan paling rendah telah terpenuhi maka akan muncul kebutuhan lain yang lebih tinggi. Pada tingkat yang paling bawah, dicantumkan berbagai kebutuhan dasar yang bersifat biologis, kemudian pada tingkatan lebih tinggi dicantumkan berbagai kebutuhan yang bersifat sosial. Pada tingkatan yang paling tinggi dicantumkan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Pada konteks pekerjaan atau motivasi kerja, teori ini dapat dipaparkan sebagai berikut :

• Kebutuhan Fisiologis

Manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan akan sandang, pangan dan papan membuat manusia menjadi termotivasi untuk bekerja.

• Kebutuhan akan rasa aman

Kebutuhan ini meliputi jaminan keamanan kerja dan jaminan kelangsungan pekerjaan.

• Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi

Seorang karyawan, sebagai makhluk sosial, mempunyai kebutuhan untuk diterima dan dicintai oleh orang-orang dalam lingkungan kerjanya

• Kebutuhan untuk dihargai

Kebutuhan ini mencakup kebutuhan akan penghargaan terhadap hasil kerjanya atau penghargaan terhadap dirinya sebagai manusia.

• Kebutuhan aktualisasi diri

Kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan yang ada untuk mencapai prestasi kerja yang memuaskan

3. Aspek – Aspek Motivasi Kerja

Robert Franken membagi pembentuk motivasi dalam tiga aspek. Aspek-aspek tersebut adalah aspek biologis, aspek pembelajaran, dan aspek kognitif (Franken, 1994).

a) Aspek Kognitif

Aspek kognitif meliputi bagian proses-proses kognitif yang membentuk motivasi. Indikator dari aspek ini antara lain :

• Adanya tujuan

Motivasi tidak pernah lepas dari aspek tujuan. Dengan melihat kemauan seorang karyawan dalam mencapai tujuan dalam bekerja, kita juga dapat melihat motivasi kerja seorang karyawan.

• Nilai-nilai dan kepercayaan

Nilai dan kepercayaan seseorang akan sebuah pekerjaan turut membentuk motivasi seseorang dalam bekerja. Nilai dan kepercayaan akan membentuk motivasi yang berbeda-beda bagi setiap orang karena nilai dan kepercayaan yang dianut berbeda-beda pula.

14

b) Aspek Pembelajaran

Aspek pembelajaran membentuk motivasi melalui cara yang berbeda-beda karena proses pembelajaran setiap orang berbeda pula. Indikator dari aspek ini meliputi :

• Interaksi antara manusia dengan lingkungannya

Seperti telah dijelaskan di atas, interaksi antara manusia dan lingkungannya akan memunculkan kebutuhan – kebutuhan manusia, yang kemudian akan membentuk motivasi. Interaksi yang dimaksud di sini adalah interaksi antara manusia dengan lingkungan kerjanya baik lingkungan tempat kerja maupun rekan kerja.

• Pemenuhan kebutuhan

Aspek pembelajaran dapat dilihat dari ada atau tidak dan terpenuhinya atau tidak kebutuhan-kebutuhan sebagai hasil dari interaksi manusia dengan lingkungan tempat kerjanya. Kebutuhan dalam hal ini meliputi kebutuhan akan gaji yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup, kebutuhan akan jaminan kelangsungan pekerjaan, kebutuhan untuk dicintai atau diterima oleh rekan-rekan sekerja, dan kebutuhan untuk mencapai prestasi kerja.

c) Aspek Biologis

Aspek biologis meliputi orgn tubuh manusia, yaiu otak, yang turut menentukan dalam proses pembentukan motivasi

Dari ketiga aspek ini, yang dapat dilihat melalui perilaku adalah aspek kognitif dan pembelajaran. Aspek biologis hanya dapat dilihat dan diukur dengan menggunakan alat-alat medis.

4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja

Herzberg mengemukakan sebuah model motivasi yang mempertajam pengertian kita mengenai efektivitas dari motivasi dalam situasi kerja. Menurut Herzberg, sistem kebutuhan-kebutuhan orang yang mendasari motivasinya dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu hygiene factors dan

motivational factors. Kebutuhan-kebutuhan dalam golongan hygiene, bila

tidak mendapat pemuasan akan menimbulkan ketidakpuasan dalam kerja. Namun bila terpuaskan, orang belum akan puas; artinya ia belum benar-benar motivated terhadap pekerjaannya.kebutuhan dalam golongan ini meliputi

status, hubungan antar manusia, supervisi, peraturan-peraturan perusahaan dan administrasi, jaminan dalam pekerjaan, kondisi kerja, dan gaji.

Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang akan menimbulkan motivasi kerja yang tinggi adalah yang termasuk ke dalam golongan Motivational

Factors atau disebut juga Motivators. Kebutuhan dalam golongan ini meliputi

pekerjaan itu sendiri, achievement (prestasi), kemungkinan untuk berkembang,

tanggung jawab, kemajuan dalam jabatan, dan pengakuan. Motivators inilah

yang akan memberikan kepuasan kerja. (Anoraga, 1992).

Siagian (1995), menerangkan bahwa dalam usaha mengembangkan teorinya, Herzberg melakukan penelitian yang bertujuan untuk menemukan jawaban terhadap pertanyaan : “Apa sesungguhnya yang diinginkan oleh

16

seseorang dari pekerjaannya ?” Herzberg yakin bahwa hubungan antara seseorang dengan pekerjaannya sangat mendasar dan karena itu sikap seseorang terhadap pekerjaannya itu sangat mungkin menentukan keberhasilan dan kegagalannya. Hasil penelitian Herzberg yang menarik adalah bahwa bila para karyawan merasa puas dengan pekerjaannya, kepuasan itu didasarkan faktor-faktor yang bersifat intrinsik seperti keberhasilan mencapai sesuatu pengakuan yang diperoleh, sifat pekerjaan yang dilakukan, rasa tanggung-jawab, kemajuan dalam karier, pertumbuhan profesional dan intelektual yang dialami oleh seseorang. Sebaliknya apabila para karyawan merasa tidak puas dengan pekerjaannya, ketidakpuasan itu pada umumnya dikaitkan dengan faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik, artinya bersumber dari luar diri karyawan yang bersangkutan, seperti: kebijakan organisasi, pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan, supervisi oleh manajer, hubungan interpersonal dan kondisi kerja (Siagian, 1995).

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap motivasi kerja meliputi 2 hal, yaitu:

1. Intrinsik : yang berasal dari dalam diri seseorang dan berkaitan dengan isi pekerjaan, seperti tuntutan terhadap kebutuhan, tujuan pribadi, sikap dan kemampuan, rasa tanggungjwab, dll

2. Ekstrinsik : yang berasal dari luar, seperti suasana kerja, gaji dan upah, hubungan inter personal, kebijakan organisasi, dll.

C. Persahabatan

1. Pengertian Persahabatan

Persahabatan adalah istilah yang menggambarkan perilaku kerjasama dan saling mendukung antara dua atau lebih entitas sosial. Istilah persahabatan menggambarkan suatu hungan yang melibatkan pengetahuan, penghargaan, dan afeksi. Sahabat akan menyambut kehadiran sesamanya dan menunjukkan kesetiaan satu sama lain, seringkali hingga pada altruisme (Wikipedia)

Dalam persahabatan ada empat aspek penting yang harus diperhatikan, yaitu saling menjaga, mendukung, loyal, dan menaruh prioritas yang tinggi pada minat individu yang lain. Hal ini mengacu pada dua bentuk yang lebih spesifik pada bentuk umum apa yang individu harapkan ketika mempunyai teman dan peran persahabatan yang diinginkan (Duck , 1991).

Menurut Davis dan Todd (Duck, 1991), dalam persahabatan terdapat sikap jujur terhadap sahabatnya, mau menunjukkan berbagai rahasia dan masalah-masalahnya, memberikan bantuan saat dibutuhkan, percaya pada sahabatnya, mau menghabiskan waktu untuk melakukan aktivitas bersama, dan adanya sikap saling menghargai di antara mereka.

Pendapat lain mengenai persahabatan juga dikemukakan oleh Wright (Duck, 1991). Beliau menekankan pada voluntary interdependence atau saling

ketergantungan yang sukarela. Seseorang dapat dengan bebas memilih untuk bersama dalam suatu hubungan. Beliau juga menekankan pada bagaimana kita menikmati berhubungan dengan seseorang karena minat atau hasratnya dan bukan karena apa yang dia lakukan untuk kita.

18

Dari definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persahabatan adalah suatu hubungan timbal balik antar individu yang didasari rasa sukarela, di mana hubungan ini didasari terutama oleh minat dan hasrat dan bukan oleh suatu keinginan untuk mencari keuntungan.

Ada perbedaan yang cukup signifikan antara teman dengan sahabat. Perbedaan ini memang sulit untuk diamati. Ahmadi (1991) mengemukakan beberapa elemen pokok yang ada dalam persahabatan yang membedakannya dengan pertemanan.

a) Dalam persahabatan terdapat rasa saling menghargai satu sama lain. Sumber timbulnya hubungan persahabatan adalah rasa saling menyukai dan memelihara hubungan dan bukan saling mencari keuntungan.

b) Persahabatan sebagai sebuah suatu hubungan pribadi lebih menekankan pada kualitas yang objektif satu sama lain, bukan pada hal-hal yang sifatnya lahiriah. Dalam persahabatan, penekanan lebih pada pribadi orang lain dan bukan pada apa yang dimiliki orang lain tersebut.

c) Dalam persahabatan orang bersikap atas dasar rasa suka serta keinginan diantara mereka. Hubungan persahabatan memiliki kebebasan untuk saling memberi tanpa adanya harapan untuk memperoleh imbalannya.

d) Orang saling bersahabat karena keunikkannya, dan ini sulit digantikan oleh orang lain. Persahabatan tidak begitu saja dapat diputuskan karena telah ditemukannya sahabat yang lebih baik. Persahabatan selalu memperhatikan adanya keintiman antar pribadi dan kesetiaan.

Perbedaan kualitatif antara persahabatan dan hubungan teman biasa yang penting menurut Ahmadi (1991):

a) Persahabatan dan hubungan teman biasa memerlukan sifat sukarela, tetapi kepuasan dalam persahabatan ini lebih penting. Persahabatan sifatnya sukarela, sedangkan keinginan untuk berteman tidak selalu bersifat sukarela.

b) Hubungan teman biasa tidak memiliki cita rasa keunikan dan individualitas yang merupakan ciri persahabatan. Kita berteman dengan tetangga kita tetapi tidak semuanya menjadi sahabat kita.

c) Persahabatan dan hubungan teman biasa berbeda dalam hal keakraban atau keintiman di antara anggotanya. Hubungan pershabatan melibatkan suatu tingkat keintiman sedangkan hubungan teman biasa tidak melibatkan keintiman.

d) Persahabatan harus dipelihara agar tetap hidup. Hubungan teman biasa merupakan pendahuluan atau titik awal persahabatan.

2. Aspek – Aspek yang membentuk persahabatan

Dari definisi persahabatan tersebut, dapat disimpulkan aspek - aspek yang membentuk persahabatan, yaitu :

a) Saling memperhatikan

Berupa mengerti kebutuhan temannya, mendengarkan, membantu memecahkan masalah, mau mengerti perasaannya.

20

b) Saling menghargai

Berupa menerima pendapat sahabatnya walaupun berbeda dengan pendapatnya sendiri, menerima dan penuh perhatian terhadap ide sahabatnya walaupun ada perbedaan dengan dirinya sendiri.

c) Saling mempercayai

Berupa tidak akan menceritakan kepada orang lain rahasia yang dipercayakan kepada dirinya, tidak mengingkari janji, tidak mencampuri urusan pribadi dan berbohong.

d) Hubungan timbal-balik

Hubungan timbal balik berarti seorang sahabat mau melakukan sesuatu bagi sahabatnya sebagai balas budi atas bantuan sahabatnya.

Dokumen terkait