• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

B. Kajian Teori

2. Motivasi Mengaji Santri

a. Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari bahasa latin “movere” yang berarti

“menggerakkan” yaitu suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut.14

Arthur S. Reber dan Emily mengatakan bahwa motivasi (motivation) merupakan sebuah pemberi energi perilaku.15 Istilah

13 Hunainah, Bimbingan Teknis Implementasi Model Konseling Sebaya (Bandung: Rizki Press, 2012), 29.

14 Prasetya Irawan, Teori Belajar, Motivasi dan Ketrampilan Mengajar (Jakarta: PPAI, 2016), 42.

15 Arthur S. Reber & Emily S.Reber, Kamus Psikologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 596.

motivasi dapat definisikan sebagai keadaan internal individu yang melahirkan kekuatan, kegairahan, dinamika dan tingkah laku pada tujuan.

Atau dalam pengertian lain, motivasi merupakan istilah yang digunakan untuk menunjuk sejumlah dorongan, keinginan, kebutuhan dan kekuatan.16

Dari beberapa definisi di atas, penulis dapat mengemukakan bahwa motivasi adalah daya (kekuatan) yang mendorong seseorang (baik dari dalam ataupun dari luar) melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

b. Jenis Motivasi

Dorongan atau motivasi memiliki makna yang sangat besar dalam belajar. Apabila terdapat motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan tertentu dan kondisi memungkinkan, orang akan berusaha sekuat tenaga untuk mempelajari cara-cara yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut.17 Aktivitas mengaji santri pun banyak ditentukan oleh motivasi, makin tepat motivasi yang diberikan akan semakin berhasil pembelajaran tersebut, karena motivasi menentukan intensitas usaha seseorang dalam kegiatan mengaji. Dengan kata lain seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam mengaji, tidak mungkin melakukan aktivitas mengaji dengan baik.

16 Djaali, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2018), 107.

17 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), 117.

Adapun jenis-jenis motivasi sebagai berikut:

1) Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah penghargaan internal yang dirasakan seseorang jika mengerjakan tugas.18 Atau perbuatan individu yang benar-benar didasari oleh suatu dorongan (motif) yang tidak dipengaruhi dari lingkungan.19 Apabila seseorang memiliki motivasi tersebut dalam dirinya maka ia akan sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya.

Jadi seseorang yang tidak memiliki motivasi intrinsik sulit sekali melakukan aktivitas belajar terus-menerus. Karena seseorang yang memiliki motivasi tersebut selalu ingin maju dalam belajar.

Keinginan itu dilatarbelakangi oleh pemikiran yang positif, bahwa materi yang dipelajari sekarang akan dibutuhkan dan berguna kini dan dimasa yang akan datang.20 Begitu pula motivasi pada diri seseorang dalam aktivitas mengaji, untuk selalu mengikuti kegiatan mengaji di pondok pesantren.

2) Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik pada dasarnya merupakan tingkah laku yang digerakkan oleh kekuatan eksternal individu.21 Motivasi ekstrinsik merupakan daya penggerak yang dapat menambah kekuatan

18 M. Ghufron dan Rini Risnawati S, Teori-Teori Psokologi (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), 84.

19 Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2018), 33.

20 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 150.

21 M. Ghufron dan Rini Risnawati S, Teori-Teori Psokologi, 84.

dalam belajar, sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai.

Motivasi ekstrinsik meliputi : a) Orang tua

Keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama.

Dalam keluarga dimana anak akan diasuh dan dibesarkan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangannya.

Tingkat pendidikan orang tua juga besar pengaruhnya terhadap perkembangan rohaniah anak terutama kepribadian dan kemajuan pendidikan.22

Anak yang dibesarkan dalam lingkungan orangtua yang tahu tentang pendidikan agama dapat memberi pengaruh besar terhadap anaknya dalam bidang tersebut seperti memberikan arahan untuk mempelajari tentang mengaji ataupun pendidikan sesuai dengan keinginan orangtua.

b) Guru

Guru memiliki peranan yang sangat unik dan sangat komplek di dalam proses belajar-mengajar, dalam mengantarkan siswa kepada taraf yang dicita-citakan. Oleh karena itu setiap rencana kegiatan guru harus dapat didudukkan dan dibenarkan semata-mata demi kepentingan peserta didik, sesuai dengan profesi dan tanggungjawabnya.23

22 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2019), 130.

23 Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: CV Rajawali, 2018), 123.

Guru dalam melaksanakan pembelajaran tidak hanya di sekolah formal, tetapi dapat juga di masjid, rumah ataupun pondok pesantren.

Dalam hal ini seorang santri termotivasi untuk mengaji dapat ditopang oleh arahan dan bimbingan seorang guru sebagai motivator.

c) Teman atau sahabat

Teman merupakan partner dalam belajar. Keberadaannya sangat diperlukan menumbuh dan membangkitkan motivasi.

Seperti melalui kompetisi yang sehat dan baik, sebab saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Baik persaingan individual ataupun kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.24

Terkadang seorang anak lebih termotivasi untuk melakukan suatu kegiatan seperti mengaji karena meniru ataupun menginginkan seperti apa yang dilakukan temannya.

d) Masyarakat

Masyarakat adalah lingkungan tempat tinggal anak.

Mereka juga termasuk teman-teman di luar sekolah. Di samping itu kondisi orang-orang desa atau kota tempat ia tinggal juga turut mempengaruhi perkembangan jiwanya.25

24 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar, 92.

25 Dalyono, Psikologi Pendidikan, 131.

Anak-anak yang tumbuh berkembang di daerah masyarakat yang kental akan agamanya dapat mempengaruhi pola pikir seorang anak untuk mengaji sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. Semua perbedaan sikap dan pola pikir pada anak merupakan salah satu akibat pengaruh dari lingkungan masyarakat dimana mereka tinggal.

3. Penerapan Konseling Sebaya dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Santri

Konseling sebaya adalah program bimbingan yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa yang lainnya. Siswa yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh konselor. Siswa yang menjadi pembimbing berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu siswa lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik maupun non-akademik. Di samping itu dia juga berfungsi sebagai mediator yang membantu konselor dengan cara memberikan informasi tentang kondisi, perkembangan, atau masalah siswa yang perlu mendapat layanan bantuan bimbingan atau konseling.26

Salah satu aktivitas rutin santri adalah mengaji. Hampir setiap waktu bagi santri di pondok pesantren adalah mengaji, baik mengaji Al-Qur’an atau mengaji kitab-kitab tradisional (kitab kuning). Tentu, kegiatan rutin ini suatu waktu akan menimbulkan kejenuhan maupun menurunkan semangat santri, sehingga santri akan malas, atau justru tidak

26 Suwarjo, “Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) untuk Mengembangkan Resiliensi Remaja, ” Makalah disampaikan dalam Seminar Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP UNY, 29 Februari 2008.

mengikuti pengajian. Menghadapi situasi seperti ini, tentu membutuhkan sosok untuk kembali menumbuhkan motivasi santri agar kembali bersemangat, salah satu faktor yang dapat menumbuhkan semangat santri adalah teman sebaya atau sahabatnya. Dengan kehadiran sahabat atau teman sebaya yang mengerti kondisi ini akan berusaha untuk memompa kembali semangat dan motivasi temannya. Sehingga dengan layanan bimbingan konseling menggunakan teknik konseling sebaya atau teman sebaya tersebut diharapkan santri memiliki dapat meningkatkan motivasinya dalam mengaji di pondok pesantren.

Agar konseling sebaya dapat secara efektif dalam meningkatkan motivasi mengaji santri maka ada beberapa teknik yang dapat digunakan, yaitu 27

a. Attending. Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Contoh: Kepala : melakukan anggukan jika setuju, Ekspresi wajah : tenang, ceria, senyum.

b. Empathizing keterampilan atau teknik yang digunakan konselor untuk memusatkan perhatian kepada klien agar klien merasa dihargai dan terbina suasana yang kondusif, sehingga klien bebas mengekspresikan atau mengungkapkan pikiran, perasaan, ataupun tingkah lakunya.

Kemampuan untuk mengenali dan berhubungan dengan emosi dan

27 Sucipto, Konseling Sebaya (Yogyakarta: Mawas, 2019), 7.

pikiran orang lain. Melihat sesuatu melalui cara pandang dan perasaan orang lain.

c. Summarizing ketrampilan konselor untuk mendapatkan kesimpulan atau ringkasan mengenai apa yang telah dikemukakan oleh konseli.

d. Questioning teknik mengarahkan pembicaraan dan memberikan kesempatan pada konseli untuk mengelaborasi, mengeksplorasi atau memberikan jawaban dari berbagai kemungkinan sesuai dengan keinginan konseli dan bersifat mendalam..

e. Mengarahkan (Directing) Yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.

Menurut Mary Rebeca teknik Konseling Sebaya menggunakan teknik-teknik yang ringan, seperti: memberi salam, member pujian, kenang-kenangan di masa lalu yang menyenangkan, teknik melengkapi kalimat, memberikan dukungan-peneguhan, dan lain sebagainya.28

Sucipto juga berpendapat sama, bahwa keterampilan konselor sebaya yang diperlukan relatif sangat sederhana apabila dibandingkan dengan keterampilan konselor profesional. Keterampilan Konselor Sebaya menurut Sucipto adalah:

1) Membina suasana yang aman, nyaman, dan menimbulkan rasa percaya klien terhadap konselor.

28 Mary Rebecca ‘Rivkha’ Rogacion, Peer Counceling, A way of Life (Manila: The Peer Counseling Foundation, 2002), 10.

2) Melakukan komunikasi interpersonal, yaitu hubungan timbal balik yang bercirikan :

a) Komunikasi dua arah

b) Perhatian pada aspek verbal dan non verbal

c) Penggunaan pertanyaan untuk menggali informasi, perasaan dan pikiran

d) Kemampuan melakukan 3 M (Mendengar yang aktif, memahami secara positif, dan merespon secara tepat)

3) Ajukan pertanyaan yang relevan.

4) Tunjukkan empati.

5) Lakukan refleksi dengan cara mengulang kata-kata klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.

6) Mendorong klien untuk terus bicara dengan memberikan dorongan minimal, seperti ungkapan (oh ya.., ehm..., bagus), dan anggukan kepala, acungan jempol, dan lain- lain.29

Efektivitas pelaksanaan konseling teman sebaya dilihat dari frekuensi dan intensistas terjadinya proses konseling diantara teman sebaya, dan atau proses reveral dari konselor sebaya kepada konselor ahli.

Selain itu, munculnya sahabat yang hangat, penuh perhatian, tulus membantu, tulus memberikan dukungan saat menghadapi situasi yang sulit, serta dapat dipercaya juga merupakan indikator keberhasilan pelaksanaan konseling teman sebaya. Indikator tersebut, meningkatnya

29 Sucipto, Konseling Sebaya (Yogyakarta: Mawas, 2019), 2-3.

skor resiliensi anak yang diukur melalui resiliensi inventori juga menjadi indikator keberhasilan. Evaluasi dilakukan melalui refleksi baik perorangan maupun kelompok, dan pengamatan terhadap proses interaksi yang terjadi, baik dalam forum- forum yang sengaja didesain demi munculnya interaksi interpersonal antar anak, maupun dalam berbagai kesempatan spontan selama anak beraktivitas. Selain pendekatan di atas, Hunainah juga menyarankan agar mengevaluasi efektivitas konseling sebaya dengan menganalisis data yang ada, misalnya jumlah konseli yang meminta bantuan pada “konselor” sebaya atau konselor ahli, konsistensi

“konselor” sebaya dalam memberikan layanan bantuan kepada teman sebayanya, atau melalui wawancara informal dengan guru, orang tua, atau staf administrasi.30

30 Hunainah, Bimbingan Teknis Implementasi Model Konseling Sebaya (Bandung: Rizki Press, 2012), 29-30.

Dokumen terkait