• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PEMBAHASAN

B. Motivasi

1. Pengertian Motivasi

Menurut Rivai dalam Kadarisman (2013:276) motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang memengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu untuk bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Sedangkan menurut Robbins (2010:109) motivasi mengacu pada proses di mana usaha seseorang diberi energi, diarahkan, dan berkelanjutan menuju tercapainya suatu tujuan. Daft (2008:373) motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan yang muncul dari dalam ataupun dari luar diri seseorang dan membangkitkan semangat serta ketekunan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.

Dari definisi yang telah dikemukakan oleh para tokoh mengenai motivasi, terdapat beberapa unsur yang terkandung dalam motivasi. Pertama, asumsi bahwa motivasi sebagai pendorong atau penggerak perilaku ke arah pencapaian tujuan. Kedua motivasi sebagai alat penggerak dalam memenuhi kebutuhan dan ketiga motivasi sebagai daya penggerak dalam menciptakan semangat kerja.

2. Tujuan Motivasi Kerja

Menurut Saydam dalam Kadarisman (2013:291), tujuan motivasi antara lain sebagai berikut:

1. Mengubah perilaku karyawan sesuai dengan keinginan perusahaan 2. Meningkatkan gairah dan semangat kerja

3. Meningkatkan disiplin kerja 4. Meningkatkan prestasi kerja

5. Meningkatkan rasa tanggung jawab 6. Meningkatkan produktivitas dan efisiensi

7. Menumbuhkan loyalitas karyawan pada perusahaan 3. Teori Motivasi

Ada lima teori yang paling popular dan berpengaruh besar dalam praktik perkembangan sumber daya manusia dalam suatu organisasi.

1. Teori Abraham Maslow

Maslow dalam Robbins (2010:100) menyatakan bahwa dalam setiap orang terdapat sebuah hierarki dari lima kebutuhan.

Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow:

1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan seseorang akan makanan, minuman, tempat berteduh, seks, dan kebutuhan fisik lainnya.

2. Kebutuhan keamanan, yaitu kebutuhan seseorang akan keamanan dan perlindungan dari kejahatan fisik dan emosional, serta jaminan bahwa kebutuhan fisik akan terus dipenuhi.

3. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan seseorang akan kasih sayang, rasa memiliki, penerimaan, dan persahabatan.

4. Kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan seseorang akan faktor-faktor penghargaan internal, seperti harga diri, otonomi, dan prestasi, serta faktor-faktor penghargaan eksternal, seperti status, pengakuan, dan perhatian.

5. Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan seseorang akan pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri, dorongan untuk mampu menjadi apa yang diinginkan.

2. Teori David McClelland

McClelland dalam Daft (2008:380) mengemukakan adanya tiga jenis kebutuhan manusia, yaitu:

1. Kebutuhan akan prestasi, yaitu keinginan untuk menyelesaikan sesuatu yang sulit, menggapai kesuksesan standar tinggi, menguasai tugas-tugas yang rumit, dan mengungguli orang lain.

2. Kebutuhan akan afiliasi, yaitu keinginan untuk membentuk hubungan personal yang akrab, menghindari konflik, dan membangun hubungan pertemanan yang hangat.

3. Kebutuhan akan kekuasaan, yaitu keinginan untuk memengaruhi atau mengatur orang lain, bertanggung jawab untuk orang lain, dan memiliki otoritas atas orang lain.

3. Teori Frederick Herzberg

Menurut Herzberg dalam Robbins (2010:112) teori dua faktor disebut juga teori motivasi higienis, Ia menyebut faktor-faktor ekstrinsik yang menyebabkan ketidakpuasan kerja sebagai faktor-faktor higienis, sedangkan faktor-faktor intrinsik yang terkait dengan kepuasan kerja sebagai motivator.

1. Motivator : prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan, pertumbuhan.

2. Faktor higienis : pengawasan, kebijakan perusahaan, hubungan dengan penyelia, kondisi kerja, gaji, hubungan dengan rekan kerja, kehidupan pribadi, hubungan dengan bawahan, status, keamanan.

4. Teori Alderfer

Menurut Alderfer dalam Kadarisman (2013:282) teori ERG mengemukakan adanya tiga kelompok kebutuhan yang utama yaitu:

1. Kebutuhan akan keberadaan (existence), yaitu suatu kebutuhan untuk tetap bisa hidup. Kebutuhan ini sama dengan kebutuhan fisik atau fisiologis dan kebutuhan akan keamanan dari Maslow dan sama pula dengan faktor higienis dari Herzberg. 2. Kebutuhan akan berhubungan (relatedness), yaitu kebutuhan untuk menjalin

hubungan dengan sesama, melaksanakan hubungan sosial atau bermasyarakat dan bekerja sama dengan orang lain. Kebutuhan ini sama dengan kebutuhan sosial dari Maslow dan faktor higienis dari Herzberg.

3. Kebutuhan akan pertumbuhan (growth), yaitu suatu kebutuhan instrinsik dari seseorang untuk dapat mengembangkan diri dan potensinya. Kebutuhan ini sama dengan kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi dari Maslow dan motivator dari Herzberg.

5. Teori Douglas McGregor

McGregor dalam Robbins (2010:111) mengajukan dua asumsi tentang sifat manusia yaitu Teori X dan Teori Y.

Teori X mengasumsikan bahwa:

1. Para pekerja memiliki sedikit ambisi. 2. Karyawan tidak menyukai pekerjaan.

3. Karyawan ingin menghindari tanggung jawab.

4. Karyawan perlu dikendalikan agar dapat bekerja secara efektif. Teori Y mengasumsikan bahwa:

1. Karyawan menikmati pekerjaan.

2. Karyawan mencari dan menerima tanggung jawab. 3. Karyawan berlatih mengarahkan diri.

4. Faktor-Faktor Motivasi Kerja

Menurut Saydam dalam Kadarisman (2013:296) motivasi sebagai proses psikologi dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas:

1. Faktor intern yang terdapat pada diri karyawan itu sendiri. Faktor-faktor ini meliputi: kematangan pribadi, tingkat pendidikan, keinginan dan harapan pribadi, kebutuhan, kelelahan dan kebosanan, dan kepuasan kerja.

2. Faktor ekstern yang berasal dari luar diri karyawan. Faktor-faktor ini meliputi: tempat bekerja, fasilitas, dan alat bantu pekerjaan, kebersihan, penerangan, ketenangan, termasuk juga hubungan kerja antara orang-orang yang ada di tempat kerja.

5. Jenis-Jenis Motivasi

Menurut Hasibuan (2005:149) ada dua jenis motivasi, yaitu : 1. Motivasi Positif

Pimpinan memotivasi (merangsang) karyawan dengan memberikan hadiah kepada para karyawan yang berprestasi di atas prestasi standar. Dengan motivasi positif, semangat kerja karyawan akan meningkat karena umumnya manusia senang menerima hal yang baik-baik saja.

2. Motivasi Negatif

Pimpinan memotivasi para karyawan dengan memberikan suatu hukuman bagi karyawan yang prestasi kerjanya di bawah standar. Dengan motivasi negatif ini, semangat karyawan dalam jangka waktu pendek akan meningkat dikarenakan karyawan takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.

Dalam prakteknya, kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh suatu perusahaan. Penggunaannya harus tepat dan seimbang supaya dapat meningkatkan

untuk jangka waktu panjang sedangkan motivasi negatif efektif untuk jangka waktu pendek.

6. Metode Motivasi

Menurut Hasibuan (2005:48) ada dua metode motivasi, yaitu: 1. Motivasi Langsung

Motivasi langsung adalah motivasi yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya. Misalnya : pemberian pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus, dan tanda jasa.

2. Motivasi Tidak Langsung

Motivasi tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya berupa fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat dalam melaksanakan tugas/pekerjaannya. Misalnya : kursi yang empuk, mesin-mesin yang baik, ruangan kerja yang terang dan nyaman serta penempatan kerja yang tepat.

C. Budaya Organisasi

1. Pengertian Budaya Organisasi

Budaya organisasi menurut Kilmaan dalam Sutrisno (2011:2) dapat didefinisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi-asumsi (assumptions), atau norma-norma yang telah lama berlaku,

disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasinya.

Menurut Mangkunegara (2008:113) budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.

Menurut Druicker dalam Tika (2006:4) budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait seperti di atas.

Dari definisi yang telah dikemukakan oleh para tokoh mengenai budaya organisasi terdapat unsur-unsur dalam budaya organisasi, yaitu pertama pedoman yang dianut dimana pedoman mengandung nilai-nilai yang telah lama berlaku dan disepakati oleh para anggota suatu organisasi. Kedua, budaya organisasi sebagai pedoman dalam mengatasi masalah eksternal maupun internal. Ketiga, pewarisan dan adaptasi. Budaya dalam organisasi diwariskan kepada anggota baru sebagai pedoman mereka untuk bertindak dan berperilaku.

2. Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Robbins dalam Sutrisno (2011:10) fungsi budaya organisasi adalah sebagai berikut:

1. Budaya mempunyai suatu peran pembeda. Hal itu berarti bahwa budaya kerja menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan yang lain.

2. Budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. 3. Budaya organisasi mempermudah timbul pertumbuhan komitmen pada sesuatu

yang lebih luas daripada kepentingan diri individual.

4. Budaya organisasi itu meningkatkan kemantapan sistem sosial. 3. Dimensi Budaya Organisasi

Menurut Robbins (2010:64) ada tujuh dimensi yang menjabarkan budaya sebuah organisasi. Masing-masing dari ketujuh dimensi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Inovasi dan pengambilan risiko

Seberapa besar organisasi mendorong para karyawannya untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.

2. Perhatian pada detail

Seberapa dalam ketelitian, analisis, dan perhatian pada detail yang dituntut oleh organisasi dari para karyawannya.

3. Orientasi hasil

Seberapa besar organisasi menekankan pada pencapaian sasaran atau hasil, ketimbang pada cara mencapai sasaran atau proses.

4. Orientasi manusia

Seberapa jauh organisasi bersedia mempertimbangkan faktor manusia atau karyawan di dalam pengambilan keputusan manajemen.

5. Orientasi tim

Seberapa besar organisasi menekankan pada kerja kelompok atau tim, ketimbang kerja individu, dalam menyelesaikan tugas-tugas.

6. Agresivitas

Seberapa besar organisasi mendorong para karyawannya untuk saling bersaing, ketimbang saling bekerja sama.

7. Stabilitas

Seberapa besar organisasi menekankan pada pemeliharaan status quo di dalam pengambilan berbagai keputusan dan tindakan.

4. Tipe Budaya Organisasi

Menurut Denison dalam Kusdi (2011:73) ada 4 (empat) tipe budaya organisasi:

2. Kultur Misi

Memfokuskan strateginya pada lingkungan eksternal, tetapi tidak memerlukan perubahan cepat dan responsif terhadap perubahan kebutuhan konsumen.

3. Kultur Keterlibatan

Kultur organisasi yang fokus strategisnya adalah lingkungan internal, yaitu membangun keterlibatan dan partisipasi anggota-anggota organisasi walaupun lingkungan eksternal yang dihadapi sesungguhnya selalu berubah dengan cepat. 4. Kultur Konsistensi

Memiliki fokus strategis internal dan menikmati lingkungan yang relatif stabil.

5. Pembentukan dan Pemeliharaan Budaya Organisasi

Menurut Schein dalam Sobirin (2007:220) mengatakan bahwa pembentukan budaya organisasi tidak bisa dipisahkan dari peran para pendiri organisasi. Prosesnya mengikuti alur sebagai berikut:

1. Para pendiri dan pimpinan lainnya membawa serta satu set asumsi dasar, nilai-nilai, perspektif, artefak ke dalam organisasi dan menanamkannya kepada para karyawan.

2. Budaya muncul ketika para anggota organisasi berinteraksi satu sama lain untuk memecahkan masalah-masalah pokok organisasi yakni masalah integrasi internal dan adaptasi eksternal.

3. Secara perorangan, masing-masing anggota organisasi boleh jadi menjadi seorang pencipta budaya baru (culture creator) dengan mengembangkan berbagai cara

untuk menyelesaikan persoalan-persoalan individual seperti persoalan identitas diri, kontrol, dan pemenuhan kebutuhan serta bagaimana agar bisa diterima oleh lingkungan organisasi yang diajarkan kepada generasi penerus.

Budaya organisasi yang telah dibentuk, harus dipelihara dengan cara mempertahankannya. Robbins dalam Tika (2006:20) mengemukakan bahwa ada tiga kekuatan untuk mempertahankan suatu budaya organisasi yaitu:

1. Praktik seleksi

Proses seleksi ini bertujuan mengidentifikasi dan mempekerjakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses dalam organisasi. Proses seleksi mempunyai tujuan untuk memastikan kecocokan calon-calon pegawai dengan nilai-nilai budaya organisasi dan memberikan informasi kepada calon-calon pegawai mengenai keadaan organisasi atau perusahaan. Jika cocok, mereka bertahan dan jika tidak, mereka bisa memilih keluar.

2. Manajemen puncak

Tindakan manajemen puncak mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Ucapan-ucapan dan perilaku mereka dalam melaksanakan norma-norma sangat berpengaruh terhadap anggota organisasi.

Sosialisasi dimaksudkan agar para karyawan baru dapat menyesuaikan diri dengan budaya organisasi. Robbins mengemukakan bahwa proses sosialisasi melalui tiga tahap, yaitu tahap kedatangan, tahap pertemuan, dan tahap metromofis.

Dokumen terkait