• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.2. Mual Dan Muntah

Hasil penelitian karakteristik mual pada pasien kemoterapi di RSU Pirngadi Medan menunjukkan bahwa responden yang tidak mengalami mual sebanyak 15 responden ( 25.86%), responden yang mengalami mual tidak ada dan responden yang merasa sangat mual sebanyak 43 responden (74.14%). Gambaran ini dapat dilihat pada tabel 5.1.2. berikut.

Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi 10 10 24 14 17,2 17,2 41,4 24,1 Total 58 100 Pekerjaan Ibu Rumah Tangga

PNS Wiraswasta Petani Lain-lain 25 14 9 6 4 43,1 24,1 15,5 10,3 6,9 Total 58 100

Tabel 5.1.2.

Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Mual Pasien Kemoterapi di

instalasi rawat inap ruangan IX Bedah dan Lt VI Interna RSUD Dr. Pirngadi Medan (N=58)

Kategori Mual Pasien Kemoterapi Frekuensi (f) Persentase (%) Tidak Mual 15 25,86 Sangat Mual 43 74,14 Total 58 100

Sedangkan hasil penelitian karakteristik muntah pada pasien kemoterapi di RSU Pirngadi Medan menunjukkan bahwa responden yang tidak mengalami muntah sebanyak 29 responden (50,0%) dan responden yang mengalami muntah sebanyak 29 responden (50,0%). Gambaran ini dapat dilihat pada tabel 5.1.3. berikut.

Tabel 5.1.3.

Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Muntah Pasien Kemoterapi di

instalasi rawat inap ruangan IX Bedah dan Lt VI Interna RSUD Dr. Pirngadi Medan (N=58)

Kategori Muntah Pasien Kemoterapi Frekuensi (f) Persentase (%) Tidak Muntah 29 50 Muntah 29 50 Total 58 100

Selanjutnya hasil penelitian tentang keberhasilan upaya penanggulangan mual & muntah pada pasien kemoterapi di RSUD Dr. Pirngadi Medan menunjukkan bahwa dari 43 responden yang mengalami mual & muntah, ada sebanyak 25 responden (59,46%) yang berhasil mengatasi mual & muntahnya dengan melakukan upaya penanggulangan mual & muntah, selebihnya ada 18 (24,8%) responden yang tidak berhasil mengatasi mual & muntahnya walaupun telah melakukan upaya penanggulangan mual & muntah. Gambaran ini dapat dilihat pada tabel 5.1.4. berikut.

Tabel 5.1.4.

Distribusi Frekuensi Dan Persentase Keberhasilan Upaya Penanggulangan Mual

&Muntah pada Pasien Kemoterapi di instalasi rawat inap ruangan IX Bedah dan Lt

VI Interna RSUD Dr. Pirngadi Medan (N=58)

No. Upaya Penanggulangan

Berhasil Tidak Berhasil

F % F %

1. Minum obat anti mual & muntah 13 30,9 8 1,0

2 Mengoleskan balsem - - 1 2,38

3 Mendengarkan musik 4 9,52 3 7,14

4 Menonton TV 1 2,38 1 2,38

5 Membaca koran - - 1 2,38

6. Minum air hangat 1 2,38 1 2,38

7 Minum Susu 2 4,76 - -

8 Mendengarkn lagu rohani,mnum sangobion,jus

- - 1 2,38

9 Minum susu coklat, mkan buah-buahan

1 2,38 - -

10 Minum air hangat, jus,berzikir&berdoa

- - 1 2,38

11 Berzikir&berdoa 1 2,38 - -

12 Minum air hangat, jus 1 2,38 - -

13 Minum antasida 1 2,38 - -

14 Berdoa menurut ajaran agama - - 1 2,38

Total 25 59,46 18 24,8

5.2. Pembahasan

Dari hasil penelitian mayoritas panderita ca.mamae 29 orang (50,0%), hal ini bertentangan dengan yang disebutkan oleh (kardinah,2006) bahwa umumnya penderita kanker payudara itu berusia 48 tahun. Peneliti berasumsi ada kecenderungan semakin cepat wanita menderita kanker payudara disebabkan oleh perilaku manusia yang banyak mengkonsumsi makanan berlemak dan alcohol serta lingkungan yang menyebabkan zat karsinogenik seperti peptisida dan cairan pembersih.

Tingkat pendidikan yang paling banyak adalah SMA 24 orang (77,7%) dimana tingkat pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi pemahaman seseorang terhadap suatu pengetahuan (Notoadmojo,2003). Pendapat bahwa setiap tujuan dari pengobatan yang diberikan adalah untuk mempercepat kesembuhan suatu penyakit ,tidak terkecuali pada penyakit kanker itu sendiri akan lebih mudah diterima dengan melaksanakan semua tindakan pengobatan yang dianjurkan oleh petugas kesehatan. Peneliti berasumsi pendidikan yang tinggi mempunyai wawasan yang lebih luas tentang suatu masalah sehingga lebih mudah diajak kerja sama terutama dalam pengobatan kemoterapi.

Pada pembahasan ini peneliti akan membahas karakteristik mual dan muntah serta upaya penanggulangan oleh penderita kanker yang menjalani kemoterapi dengan jumlah sampel sebanyak 58 orang.

Berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner karakteristik mual menunjukkan bahwa mayoritas responden merasa sangat mual setelah menjalani metode kemoterapi yakni sebanyak 43 responden (74,14%), selaras dengan data yang diungkap RS. Dharmais Pusat Kanker Nasional (2009) bahwa hampir 80% pasien yang menjalani kemoterapi mengalami mual dan muntah. Menurut Sjamsuhidajat (2005) Mual dan muntah dapat terjadi karena tubuh mengenali agens kemoterapi sebagai zat toksik dan akibat peningkatan asam lambung. Mual dan muntah merupakan salah satu efek samping kemoterapi yang paling dikenal dan paling dicemaskan oleh pasien. Dopamin, serotonin (hidroksitriptamin) dan neurokinin-1 merupakan neurotransmiter

yang berperan dalam patofisiologi mual muntah pada pemberian kemoterapi. Oleh karena itu obat yang bekerja sebagai penghambat reseptor dopamine, serotonin dan neurokinin-1 merupakan antiemetik profilaksi mual muntah pada pemberian kemoterapi. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Hudayani (2012) bahwa mual, muntah, diare, perubahan pengecapan, tidak nafsu makan, malabsorpsi zat gizi merupakan beberapa efek yang ditimbulkan setelah menjalani kemoterapi dan sependapat dengan Syakur (2012) bahwa efek jangka pendek obat kemoterapi dapat menyebabkan mual dan muntah, selain itu pasien mudah sekali lelah, rambut menjadi rontok, hal ini bersifat relatif dan sementara. Dalam jangka panjang efek samping yang ditimbulkan adalah sterilitas, serta jumlah sel darah putih yang rendah.

Mayoritas yang mengalami sangat mual pada pasien menjalani kemoterapi adalah 43 orang (74,14%). Efek samping kemoterapi sebagai pengobatan kanker yang paling sering terjadi adalah mual-muntah, mielosupresi (menekan produksi darah), kelelahan, rambut rontok dan sariawan. Efek samping terjadi, akibat obat kemoterapi tidak hanya membunuh sel kanker tapi juga sel normal yang ikut membelah cepat. “Namun, efek samping kemoterapi bersifat sementara, dapat kembali normal setelah kemoterapi selesai,” ungkap Dr.dr.Noorwati Sutandyo, Sp.PD.KHOM, Staf Divisi Hematologi-Onkologi Medik RS. Kanker Darmais. Dan, tingkat efek samping kemoterapi bisa berbeda antara pasien yang satu dengan yang lain, tergantung dari ketahanan tubuh

masing-masing. “Faktor psikologis, sangat berpengaruh. Untuk itu, dibutuhkan ketenangan dan kepercayaan diri dari pasien serta dukungan dari orang-orang terdekat,” lanjutnya.

Adapun data yang diperoleh berdasarkan kuesioner karakteristik muntah didapatkan jumlah yang sebanding antara responden yang mengalami muntah sebanyak 29 responden (50,0%) dan yang tidak mengalami muntah juga sebanyak 29 responden (50,0%) setelah menjalani metode kemoterapi. Menurut Syakur (2012) muntah adalah efek jangka pendek dari kemoterapi dan bersifat relatif.

Selanjutnya data berdasarkan keberhasilan upaya penanggulangan mual & muntah pada pasien yang menjalani metode kemoterapi bahwa mayoritas responden (57,14%) mengaku telah berhasil mengatasi mual dan muntahnya setelah melakukan upaya penanggulangan dan mayoritas responden yang berhasil mengatasi mual dan muntah tersebut adalah pasien yang melakukan upaya meminum obat antiemesis (30,95%). Menurut Sjamsuhidajat (2005) mual dan muntah dapat terjadi karena tubuh mengenali agens kemoterapi sebagai zat toksik dan akibat peningkatan asam lambung. Pasien biasanya diberi tablet anti-emetik untuk dikonsumsi dirumah. Pasien tersebut dianjurkan untuk melaporkan pengalaman mualnya sebelum pengobatan selanjutnya sehingga dibuat penyesuaian terhadap kontrol anti-emetik yang ia gunakan. Obat anti-anti-emetik secara signifikan dapat mengurangi mual dan harus diberikan secara tepat. Pasien menjalani kemoterapi sebagai pasien rawat jalan dan dianjurkan untuk melakukan aktivitas seperti biasa,

mual yang disebabkan oleh kemoterapi dapat dikurangi dengan makan sedikit, tetapi sering dan dengan mengkonsumsi makanan lunak. Mual yang berlanjut sangat berpengaruh pada kualitas hidup pasien sehingga upaya keras untuk mengurangi efek samping yang merugikan ini harus dilaksanakan. Mual juga bisa dikurangi dengan meminum minuman tawar atau minuman berkarbonasi, seperti soda, kola, limun, atau minum air jahe.

BAB 6

Dokumen terkait