• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Mudharabah

a. Pengertian Mudharabah

Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua buah pihak dimana (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana (PSAK 105 paragraf 04).

Mudharabah adalah akad yang telah dikenal oleh umat muslim sejak jaman nabi, bahkan telah dipraktikkan oleh bangsa Arab sebelum turunnya Islam. Ketika Nabi Muhammad SAW. berprofesi sebagai pedagang, ia melakukan akad Mudharabah dengan Khatijah. Dengan demikian, ditinjau dari segi hukum Islam, maka praktik Mudharabah ini

dibolehkan, baik menurut Alqur’an, Sunnah maupun Ijma’ (Karim, 2010:204).

Pengertian Mudharabah secara definisi adalah suatu bentuk perniagaan dimana pemilik modal (shahibul maal) menyetorkan modalnya kepada seorang pengusaha yang sering disebut dengan (mudharib), untuk diniagakan dengan keuntungan yang akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan terdapat kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal jika disebabkan olehnya, dan tidak disebabkan oleh pengelola modal maka pengelola modal yang harus menanggung kerugian tersebut.

Bank dapat bertindak sebagai pemilik dan maupun pengelola dana. Apabila bank bertindak sebagai pemilik dana, maka dana yang disalurkan disebut pembiayaan mudharabah. Apabila bank sebagai pengelola dana, maka dana yang diterima dapat dibedakan menjadi dua hal:

1) Mudharabah mutlaqah (investasi tidak terikat), yaitu kontrak kerjasama mudharabah yang membebaskan kepada pengelola dan dalam pengelolaan investasinya. Pelaporannya disajikan dalam neraca sebagai investasi terikat.

2) Mudharabah muqayyadah (investasi terikat) yaitu kontrak kerjasama

mudharabah yang memberikan batasan kepada pengelola dana dalam mengelola investasi. Pelaporan atas mudharabah muqayyadah

disajikan tersendiri dalam pelaporan perubahan investasi terikat sebagai investasi terikat dari nasabah (PSAK 105 paragraf 105). Pembiayaan mudharabah dapat dijalankan jika anggota atau nasabah dapat membuat laporan keuangan usaha. Laporan ini sebaiknya secara tertulis dan disertai bukti-bukti transaksi yang memadai. Meskipun laporan dengan tanpa tulisan (pengakuan) dapat dipakai sebagai dasar, namun sangat sulit dilakukan pengujian kebenarannya. Oleh karenanya, BMT dapat melakukan pendampingan administrasi usaha, sehingga anggota patner

mudharabah dapat melaporkan hasil usahanya secara benar (Ridwan, 2004:170).

b. Rukun Mudharabah

Mudharabah seperti usaha pengelolaan usaha lainnya mempunyai tiga rukun:

1. Adanya dua atau lebih pelaku yaitu investor (pemilik modal) dan pengelola (mudharib).

2. Objek transaksi kerja sama yaitu modal, usaha dan keuntungan 3. Pelafalan perjanjian.

c. Manfaat Mudharabah

Bank akan menikmati perniagaan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi

tidak akan pernah mengalami negative spread. Pengambilan pokok pembiayaan disesuaikan dengan arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah (Antonio, 2001:98).

Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.

Prinsip bagi hasil mudharabah ini akan berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerimaan pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

d. Resiko Mudharabah

Dalam mudharabah yang dibagihasilkan adalah pendapatan. Pendapatan terkecil adalah nol, maka di makudkan kerugian dalam

mudharabah adalah ketidakmampuan nasabah dalam membayar cicilan pokok snilai pembiayaan yang telah diterimanya atau jumlah seluruh cicilan lebih kecil dari pembiayaan yang telah diterimanya (Muhammad, 2004:74).

Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara: a) investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian

b) pengembalian investasi mudharabah diakui sebagai keuntungan atau kerugian (PSAK 105 paragraf 21).

Pengakuan laba rugi mudharabah diatur dalam PSAK 59 paragraf 23 sampai 28, sebagai berikut:

1. Apabila pembiayaan mudharabah melewati satu periode pelaporan, maka:

a. Laba pembiayaan mudharabah diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati,

b. Rugi yang terjadi diakui dalam periode terjadinya rugi tersebut dan mengurangi saldo pembiayaan mudharabah.

2. Pengakuan laba dan rugi mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil dari pengelola dana yang diterika oleh bank.

3. Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitubbagi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing).

4. Rugi pembayaran mudharabah yang diakibatkan penghentian

mudharabah sebelum masa akad berakhir diakui sebagai pengurang pembiayaan mudharabah.

5. Rugi pengelolaan yang timbul akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana.

diakui sebagain piutang jatuh tempo kepada pengelola dana (Nabhan, 2008:57).

e. Berakhirnya Usaha Mudharabah

Mudharabah termasuk akad kerjasama yang diperbolehkan.Usaha berakhir dengan pembatalan dari salah satu pihak. Karena tidak ada syarat keberlasungan terus menerus dalam transaksi usaha semacam ini. Masing-masing pihak bisa membatalkan transaksi kapan saja dia menghendaki. Transaksi Mudharabah ini juga bisa berakhir karena gila atau meninggalnya salah satu pihak transaktor.

Apabila telah dihentikandan harta (modal) utuh, namun tidak memiliki keuntungan maka harta tersebut diambil pemilik modal. Apabila terdapat keuntunganmaka keduanya membagi keuntungan tersebut sesuai dengan kesepakatan. Apabila berhenti dan harta berbentuk barang, lalu keduanya sepakat menjualnya atau membaginya maka diperbolehkan, karena hak milik kedua belah pihak. Apabila pengelola minta menjualnya sedang pemilik modal menolak dan tampak dalam usaha tersebut ada keuntungan, maka pemilik modal dipaksa menjualnya, karena hak pengelola ada pada keuntungan dan tidak tampak kecuali dengan dijual. Namun bila tampak keuntungannya maka pemilik modal tidak dipaksa.

Tampak sekali dari sini keadilan syariat islam yang sangat memperhatikan keadaan dua belah pihak yang bertransaksi mudharabah.

Sehingga seharusnya kembali memotivasi diri kita untuk belajar dan mengetahui tata aturan syariat dalam muamalah sehari-hari.

Dokumen terkait