• Tidak ada hasil yang ditemukan

Munculnya Perhimpunan-Perhimpunan Pribumi sebagai Badan Intervensi Sistem Birokrasi Binnenlandsch Bestuur

Kinerja pegawai dalam badan Binnenlandsch Bestuur mengalami kemajuan yang pesat namun dibalik itu juga beredar mengenai permasalahan antar pegawai ataupun antar priyayi sebagai pangreh praja. Direktur Binnenlandsch Bestuur, Simon de Graaff (1906-1910) menginginkan lingkungan pangreh praja dibatasi antara pegawai tingkat tinggi seperti asisten wedana, wedana, patih, bupati, dan jaksa dengan pegawai rendahan seperti pesuruh, manteri, dan juru tulis. Hal ini digunakan sebagai dasar penerimaan dan kenaikan pangkat pangreh praja serta menetapkan kuota yang tepat bagi mereka yang disebabkan oleh pendidikan yang dijalani. Pada jabatan bupati sangat dipentingkan sekali. Sebelumnya sudah ada suara-suara terkait perombakan sistem perekrutan bupati dengan tidak harus melalui keturunan karena cenderung melemahkan jabatan pangreh praja.

Permasalahan yang ada dalam Binnenlandsch Bestuur, pangreh praja membentuk perhimpunan-perhimpunan. Perhimpunan-perhimpunan ini dibuat dengan berbagai tujuan namun yang menjadi tujuan dasar ialah kepentingan politik masing-masing jabatan dan juga sebagai bentuk aspirasi pangreh praja.

Adapun beberapa himpunan-himpunan tersebut antara lain; Inlandsche Ambtenaren Vereeniging Mangoen Hardjo, Oud Osvianen Bond (OOB), 53 Ongediplomeerde Indlansche Bestuurambtenaren Bond (OIBA), Perhimpunan Bupati, dan gerakan Mardi Oetomo.54 Adanya perhimpunan-perhimpunan ini

53 “Voor de Autonomie van Indië”, Batavia Nieuwsblad, 30 Desember 1921.

54 Heather Sutherland, op. cit, halaman 141.

bertujuan untuk menetapkan pemerintahan pribumi bagi Indonesia.55 Hanya beberapa perhimpunan penting yang berperan untuk mewakili bagian-bagian tertentu dalam pangreh praja. Perhimpunan-perhimpunan di atas memiliki peran dalam bidang masing-masing dalam pergerakannya:

1. Inlandsche Ambtenaren Vereeniging Mangoen Hardjo

Inlandsche Ambtenaren Vereeniging Mangoen Hardjo56 merupakan perhimpunan yang lebih profesional dibanding dengan Perhimpunan Bupati yang maka dari itu bertujuan untuk menghapuskan diskriminasi antar pegawai dalam semua ras. Tujuan tersebut tidak tercapai sementara disisi lain muncul gerakan-gerakan yang mementingkan kedudukan priayi. Tujuan Perhimpunan Mangoen Hardjo untuk meningkatkan pendidikan pribumi dan pada saat yang sama berusaha untuk memberikan perempuan pendidikan yang sesuai dengan laki-laki. Dengan perhimpunan ini Pangreh Praja naik selangkah lebih tinggi dari posisi lamanya. Kegiatan perhimpunan ini juga didukung oleh pejabat-pejabat Belanda, salah satunya van Deventer sebagai pejabat administrasi Eropa yang menyumbangkan 250 gulden untuk kursus arsitek yang dibuat oleh Perhimpunan Mangoen Hardjo bahkan setelah ia meninggal. Asosiasi ini terbuka untuk semua pejabat pemerintah asing, yang termasuk dalam semua cabang layanan masyarakat. Perihal gaji yang diberikan untuk pegawai pribumi tidak sepadan maka dari itu dibentuklah

55 “Autonomie”, Het nieuws van den dan voor Nederlandsch-Indië, 11 Januari 1922.

56 Dalam bahasa Indonesia arti Mangoen Hardjo adalah Membangun Kesejahteraan.

Mangoen Hardjo yang meminta kepada pemerintah untuk menaikan gaji dan ganti rugi sewa tanah.57

Begitu pula dengan Inlandsche Ambtenaren Vereeniging Mangoen Hardjo yang didirikan oleh Aboekassan Atmodirono pada 1911 beranggotakan 2000 orang dan 24 pengurus divisi di Jawa dan Madura.

Selama hampir 10 tahun didirikan banyak perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh perhimpunan Mangoen Hardjo dalam dunia pegawai pribumi (pangreh praja).58 Hal ini dilakukan sebagai bentuk proses pembangunan Hindia Belanda.

2. Oud Osvianen Bond (OOB)

Perhimpunan Oud Osvianen Bond (OOB) dibentuk untuk mensejahterakan pegawai pribumi yang berada di naungan Binnenlandsch Bestuur seperti yang ditulis oleh Soetardjo dalam koran Locomotief dengan judul “Ingezonden Stukken” dibentuknya perhimpunan ini melihat bahwa pegawai-pegawai pribumi khususnya lulusan OSVIA mengalami ketidakadilan dalam jabatan-jabatan yang diemban sehingga membuat kinerja pegawai samakin buruk dan bahkan lebih tepatnya ‘mati’. Kebanyakan anggota perhimpunan ini ialah alumni lulusan OSVIA lama yang generasinya sudah mulai tua dan juga memiliki pandangan, ide dan minat yang sama.59

57 “Semarangsche Nieuwtjes”, De Expres, 12 Agustus 1913.

58 R.A van Sandick, 1921, Levensschetsen van Vooraanstaande Indonesiers:

M. Aboekassan Atmodirono, Amsterdam: Hadi Poestaka, halaman 4.

59 “Organisatie van Inlandsche B. B.-ambtenaren”, De Locomotief, 20 Desember 1917.

Tidak semua lulusan OSVIA menjadi anggota perhimpunan ini. Adapula yang tidak setuju adanya perhimpunan ini yang juga termasuk lulusan OSVIA karena tidak semua lulusan OSVIA yang memiliki visi misi tersebut dan diberkahi dengan jabatan-jabatan tinggi dalam Binnenlandsch Bestuur.

Artikel yang ditulis dalam koran De Locomotief yang bertajuk “Organisatie van Inlandsche B. B.-ambtenaren” menunjukkan ketidakberpihakkan penulis terkait pembentukkan OOB.

Pegawai pangreh praja yang lebih muda dianggap oleh para OOB tidak kompeten bukan karena biaya upah yang rendah hingga membuat administrasi publik menjadi tidak menarik melainkan perlakuan buruk yang dilakukan pegawai muda ini yang muak dengan Binnenlandsch Bestuur.60 Tujuan utama didirikannya perhimpunan OOB ini adalah memperjuangkan persatuan, mempelajari pertanyaan-pertanyaan penting, peningkatan pelatihan, dan segala sesuatu yang dapat berkontribusi pada peningkatan martabat pegawai pribumi. OOB dibentuk pada 1917 dan dibubarkan di Semarang pada 1923 (Lihat lampiran 2).

3. Ongediplomeerde Inlandsche Bestuurambtenaren Bond (OIBA)

Perhimpunan pertama yang didirikan oleh priayi yang bukan lulusan sekolah OSVIA juga menimbulkan dampak bagi struktur pemerintahan BB.

Ongediplemeerde Indlansche Bestuurambtenaren Bond atau disebut Perhimpunan Pegawai Negeri Pribumi Tak Berijazah (OIBA) yang didirikan

60 “De Oud-Osvianen-Bond, (Van een specialen verslaggever.)”, De Preanger-Bode, 7 Agustus 1920.

oleh Manteri Polisi R. Oeripan yang bertujuan untuk memajukan anggota-anggotanya dengan memperjuangkan perolehan gaji serta syarat-syarat kerja yang sesuai dan lebih baik. Perjuangan dari perhimpunan OIBA dalam praktiknya mengedepankan untuk tidak dilakukannya persyaratan pendidikan tertentu untuk berbagai kepangkatan. Selain itu juga mengajukan keadilan gaji dan pengikisan jabatan dari pegawai-pegawai yang berasal dari sekolah tak berijazah.

4. Perhimpunan Bupati

Kalangan reformasi Eropa dan kaum demokrat Hindia Belanda hanya memiliki jumlah sekutu kecil yang ada dikalangan pangreh praja. Salah satu pencetus perhimpunan pertama dalam ruang lingkup korps pribumi adalah Perhimpunan Bupati yang isinya hanya bupati-bupati dan tidak ada anggota berasal dari pangreh praja yang memiliki pandangan lebih elit daripada korps.

Fungsi dari himpunan ini semacam serikat buruh, untuk menyiapkan memorandum, melakukan lobi kepada gubernur jenderal, dewan Volksraad dan direktur BB untuk mendapat upah dan uang pensiun yang sepadan.61

5. Gerakan Mardi Oetomo

Gerakan Mardi Oetomo merupakan sebuah reaksi yang bersifat melindungi diri untuk para pejabat rendahan di Jawa Barat yang berasal dari keturunan yang tidak terlalu tinggi. Sebagian besar anggotanya memiliki gelar kebangsawanan yang rendah dan hanya menjabat sebagai juru tulis atau

61 Heather Sutherland, op. cit, halaman 138.

juru tulis pembantu.62 Gerakan ini dibentuk setelah OIBA didirikan 1918.

Tujuan gerakan ini sama seperti OIBA yang ingin memperjuangkan kemajuan anggota-anggotanya. Gerakan Mardi Oetomo pada 1920 menerbitkan majalah bulanan yang diberi nama yang sama yaitu Mardi Oetomo.

Dari perhimpunan-perhimpunan di atas, hanya empat perhimpunan yang terpenting dalam mengubah beberapa struktur pemerintah, terutama dalam Departemen Dalam Negeri. Perhimpunan-perhimpunan tersebut antara lain;

Perhimpunan Bupati, OOB, OIBA, dan gerakan Mardi Oetomo.63 Struktur Binnenlandsch Bestuur tidak langsung berubah dengan munculnya perhimpunan-perhimpunan tersebut. Namun dengan pergerakan-pergerakan yang dibuat oleh kaum-kaum nasionalis untuk kepentingan pribumi sendiri, sangat bekerja dengan baik dan memunculkan struktur Binnenlandsch Bestuur yang adil tanpa keberpihakan. Sistem birokrasi akan terus selalu diperbarui demi kepentingan administrasi Indonesia begitupun struktur di dalamnya. Penghapusan kerja magang, pengangkatan bupati dari non-keturunan, bahkan pengangkatan pegawai dengan sistem ujian bagi seluruh pengampu pendidikan di luar sekolah pegawai merupakan cara-cara maju bagi pembenahan struktur pemerintahan yang telah diperjuangkan untuk keadilan masyarakat.

62 Ibid, halaman 141.

63 Ibid, halaman 141.

Dokumen terkait