• Tidak ada hasil yang ditemukan

Musik Vokal

Dalam dokumen NAMA: MONA SALAM SIDABUTAR (Halaman 49-57)

ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT PAKPAK BHARAT DI DESA SUKARAMAI PAKPAK BHARAT

3 Kabupaten Pakpak Bharat 1.221, Km

2.8 Kesenian 1 Seni Musik

2.8.2 Musik Vokal

Masyarakat Pakpak memberi nama ende-ende (baca: nde-nde) terhadap semua jenis musik vokalnya. Ada beerapa jenis musik vokal yang terdapat pada masyarakat pakpak yang dibedakan berdasarkan fungsi dan penggunaannya masing-masing yaitu sebagai berikut.

(i) Tangis milangi atau disebut juga tangis-tangis adalah kategori nyanyian ratapan (lamenta) yang disajikan dengan gaya menangis. Disebut

45

tangis milangi karena hal-hal mengharukan yang terdapat di dalam hati penyajinya akan dituturkan-tuturkan (Pakpak: ibilang-bilangken, milangi) dengan gaya menangis (Pakpak : tangis).

Ada beberapa jenis tangis milangi yang terdapat pada masyarakat Pakpak, yaitu sebagai berikut.

a. Tangis si jahe adalah jenis nyanyian yang disajikan oleh gadis (female song) menjelang pernikahannya. Teksnya berisi tentang ungkapan kesedihan karena harus berpisah dengan anggota keluarganya. Gadis tersebut tentunya akan meninggalkan keluarganya untuk bergabung dengan keluarga suaminya. Selain itu, teks teks nyanyian ini juga berisi tentang semua hal menyedihkan yang mungkin akan dialaminya di lingkungan keluarga suaminya. Walaupun dinyanyikan dengan gaya menangis, namun maksud utama dari tangis ini ialah agar orang yang ditangisi merasa terharu dan selanjutnya akan memberikan petuah-petuah atau nasehat dan berupa materi kepada si gadis yang akan menikah tersebut. Nasehat yang diberikan umumnya adalah tentang petunjuk hidup berumah tangga dan semua hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan bersuami-istri. Nyanyian ini disajikan dengan menggunakan melodi yang berulang-ulang (repetitif) dengan teks yang berubah-ubah.

b. Tangis anak melumang, tangis ini disajikan oleh pria maupun wanita dari semua tingkat usia. Isi teksnya adalah ungkapan kesedihan ketika terkenang kepada orang tua yang sudah meninggal dunia. Perpisahan akibat kematian dan penderitaan yang dialami si anak atas sepeninggal orangtua tersebut adalah isi dari teks nyanyian ini. Biasanya nyanyian ini disajikan pada saat-

46

saat tertentu, seperti ketika berada di hutan, di ladang, di sawah atau tempat- tempat sepi lainnya. Nyanyian ini juga lebih mengutamakan teks daripada melodi. Teksnya berubah-ubah dengan pengulangan-pengulangan melodi yang sama.

c. Tangis simate adalah nyanyian ratapan (lament) kaum wanita ketika salah seorang anggota keluarga meninggal dunia. Disajikan pada saat si mati tersebut masih berada di hadapan orang yang menangis sebelum dikebumikan. Teksnya berisi tentang hal-hal atau perilaku yang paling berkesan dari si mati semasa hidupnya, kebaikan dan kelebihan- kelebihannya serta kemungkinan kesukaran hidup yang akan dihadapi keluarga atas sepeninggal orang yang meninggal tersebut. Melalui tangis ini pula orang-orang yang melayat dapat lebih mengetahui dan mengenal sifat- sifat dari orang yang meninggal tersebut dan yang lebih utama lagi adalah bahwa melalui nyanyian ini para pelayat akan di bawa ke dalam suasana duka yang mendalam melalui gaya tangis simate tersebut sehingga dengan demikian pelayat akan tergerak bersatu ke dalam suatu perasaan sepenanggung sependeritaan. Nyanyian ini adalah nyanyian strofik yang mengutamakan teks daripada melodi. Teks yang disajikan berubah-ubah dengan pengulangan-pengulangan melodi yang sama.

(ii) Ende-ende mendedah adalah sejenis nyanyian lullaby atau nyanyian menidurkan anak yang dinyanyikan oleh si pendedah (pengasuh) baik kaum pria maupaun wanita untuk menidurkan atau mengajak si anak bermain. Jenisnya terdiri dari orih-orih, oah-oa, dan cido-cido. Ketiga jenis

47

nyanyian ini menggunakan teks yang selalu berubah-ubah dengan melodi yang diulang-ulang (repetitif).

(iii) Orih-orih ialah nyanyian untuk menidurkan anak yang dinyanyikan oleh si pendedah (pengasuh) orangtua atau kakak baik pria maupun wanita. Si anak digendong sambil i orih-orihken (sambil menina bobokkan si anak dalam gendongan) dengan nyanyian yang liriknya berisi tentang nasehat, harapan, cita-cita maupun sebagai curahan kasih sayang terhadap si anak tersebut.

(iv) Oah-oah sering juga disebut kodeng-kodeng, yaitu jenis nyanyian yang teksturnya sama dengan orih-orih. Yang membedakannya ialah cara dalam menina bobokkan si anak. Jika orih-orih disajikan sambil menggendong si anak, maka oah-oah disajikan sambil mengayun si anak pada ayunan yang digantungkan pada sebatang kayu di rumah maupun di pantar (gubuk, dangau) yang terdapat di ladang atau di sawah.

(v) Cido-cido adalah nyanyian untuk mengajak si anak bermain. Tujuannya ialah untuk menghibur dengan membuat gerakan-gerakan yang lucu sehingga si anak menjadi tertawa dan merasa senang. Gerakan-gerakan tersebut biasanya ditampilkan pada akhir frasa lagu. Si anak digoyang- goyang, diangkat tinggi-tinggi, dicolek atau disenyumi yang menimbulkan rasa senang, geli atau lucu sehingga si anak menjadi tertawa. Teks lagu yang disajikan umumnya berisi tentang nasehat, petuah-petuah maupun harapan-harapan agar kelak si anak menjadi orang yang berguna dan berbakti pada keluarga.

48

(vi) Nangen ialah nyanyian yang disajikan pada waktu mersukut-sukuten. Setiap ucapan dari tokoh-tokoh yang terdapat pada cerita tersebut disampaikan dengan gaya bernyanyi. Ucapan tokoh tokoh yang terdapat dalam cerita yang dinyanyikan itulah yang disebut nangen, sedangkan rangkaian ceritanya disebut sukut-sukuten. Apabilaseluruh rangkaian cerita dan ucapan para tokoh cerita disampaikan dengan gaya bertutur, maka kegiatan ini disebut dengan sukut-sukuten (bercerita), sedangkan cerita yang menyertakan dalam penyampaiannya disebut sukut-sukuten pake nangen. Namun, pada umumnya sukut sukuten yang menarik haruslah berisi nangen. Kegiatan mersukut-sukuten biasanya dilakukan oleh para tua-tua yang sudah lanjut usia. Cerita sukut-sukuten umumnya berisi tentang pedoman-pedoman hidup dan teladan yang harus dipanuti berdasarkan perilaku yang diperankan oleh tokoh yang terdapat dalam cerita. Tokoh yang baik menjadi panutan sedangkan tokoh yang jahat dihindari. Pencerita (persukut-sukuten) haruslah seorang yang cukup ahli menciptakan karakter tokoh-tokoh melalui warna suara nangen yang berbeda-beda satu sama lainnya sehingga menarik untukdinikmati.Adapun sukut-sukuten yang cukup dikenal oleh masyarakat Pakpak adalah Nandorbin, Sitagandera, Nan Tampuk Mas, Manuk-manuk Si Raja Bayon, Si buah mburle dan lain sebagainya.

(vii) Ende-ende Mardembas adalah bentuk nyanyian permainan di kalangan anak-anak usia sekolah yang dipertunjukkan pada malam hari di halaman rumah pada saat terang bulan purnama. Mereka menari membentuk lingkaran, membuat lompatan-lompatan kecil secara bersama-sama sambil

49

bergandengan tangan dan melantunkan lagu-lagu secara chorus (koor) maupun solo chorus (nyanyian solo yang disambut oleh koor). Pada malam hari kelompok perempuan dewasa sedang menumbuk padi, maka biasanya pada saat itulah anak-anak melakukan kegiatan mardembas. Isi teksnya adalah menggambarkan keindahan alam serta kesuburan tanah Pakpak yang dinyanyikan dengan pengulangan melodi (repetitif) dimana teksnya berubah-ubah sesuai pesan yang disampaikanya.

(viii) Ende-ende Memuro Rohi, nyanyian ini termasuk ke dalam jenis work song, yaitu nyanyian yang disajikan pada saat bekerja. Biasanya dinyanyikan ketika berada di ladang atau di sawah untuk mengusir burung- burung agar tidak memakan padi yang ada di ladang atau di sawah tersebut. Kegiatan muro (menjaga padi) ini biasanya menggunakan alat yang disebut dengan ketter dan gumpar yangdilambai-lambaikan ke tengah ladang padi sambil menyanyikan ende-ende memuro rohi. Jenis-jenis kesenian di atas, baik seni musik maupun musik vokal sudah jarang dtemukan. Seni musik tradisional tersebut sudah digantikan dengan alat musik keyboard dalam upacara-upacara adat, baik upacara perkawinan maupun upacara kematian. Begitu juga dengan musik vokal yang sudah sangat jarang ditemukan, namum masih ada beberapa musik vokal yang masih ditemukan seperti tangis simate dan tangis anak melumang.

Selanjutnya di dalam kebudayaan masyarakat pakpak ini terdapat alat musik yang khas yang disebut dengan ketter dan gumbar, yaitu mengekspresikan kebudayaan masarakat agraris, khususnya berkaitan dengan bercocok tanam padi. Ketter dan gumpar adalah alat yang terbuat dari bambu

50

dan pada bambu tersebut digantungkan kain bekas yang dilambaikan ke tengah sawah untuk mengusir burung. Fungsi utama alat ini tentu saja menghalau burung, namun tetap dapat dikaji melalui disiplin etnomusikologi, yaitu studi musik dalam kebudayaan. Alat ini dapat digolongkan kepada fungsinya sebagai alat pendukung budaya pertanian.

Dari kajian etnografis etnik Pakpak ini, dan kaitannya dengan penelitian nangen nandorbin, maka dapat diuraikan beberapa hal sebagai berikut. Bahwasanya masyarakat Pakpak, baik itu di Desa Sukaramai atau secara umum di Kabupaten Pakpak Bharat dan juga Kabupaten Dairi, memiliki wujud dan unsur kebudayaannya yang khas. Kebudayaan masyarakat Pakpak ini merupakan hasil dari kontinuitas dan perubahan dalam ruang dan waktu yang mereka lalui. Di dalam kebudayaan masyarakat Pakpak tergambar dengan jelas unsur-unsur animisme, yang kemudian bertransformasi ke era agama-agama besar yang datang ke kawasan ini, sampai kemudian memasuki zaman globalisasi.

Selain itu kebudayaan masyarakat Pakpak sampai sekarang ini masih kuat mengekspresikan masyarakat agraris, artinya masih bertumpu kepada kehidupan alam sekitar dengan cara bertani, beternak, mengambil hasil-hasil hutan, dan suasana pedesaan. Mereka adalah masyarakat agraris yang sangat bergantung kepada alam lingkungan sekitar dalam konteks memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, walau secara global, kini semua manusia berada dalam arus globalisasi. Jadi keseluruhan keadaan ini, turut menentukan arah kebudayaan masyarakat Pakpak, termasuk memungsikan keseniannya,

51

salah satu di ataranya adalah nangen nandorbin. Ini merupakan lagu yang sangat penuh dengan nilai-nilai dan norma-norma budaya.

52 BAB III

Dalam dokumen NAMA: MONA SALAM SIDABUTAR (Halaman 49-57)

Dokumen terkait