• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR TABEL

4.3. Mutu Arang dan Arang Aktif Tempurung Nyamplung 1 Sifat Arang

2008). Hasil analisis menunjukkan bahwa zat terbang arang cukup tinggi yaitu 19,85 (Tabel 6). Hal ini sesuai dengan hasil GCMS Pyrolisis, dimana terdapat sekitar 40 komponen zat terbang, dan selanjutnya zat terbang tersebut semakin berkurang jumlahnya seiring meningkatnya suhu aktivasi (Lampiran 3). Secara keseluruhan arang dan arang aktif tempurung nyamplung termasuk ke dalam struktur makropori, karena mempunyai diameter pori lebih dari 0,025 μ.

4.3. Mutu Arang dan Arang Aktif Tempurung Nyamplung 4.3.1 Sifat Arang

Karbonisasi tempurung nyamplung dilakukan menggunakan retort atau reaktor pirolisis (Gambar 1). Rendemen rata-rata arang tempurung nyamplung yang dihasilkan adalah 37,22 % (Tabel 6). Rendemen arang bergantung pada jenis bahan baku dan teknik pengolahan yang dilakukan. Menurut Sudardjat dan Soleh (1994), teknik karbonisasi menggunakan retort dapat memberikan rendemen yang lebih tinggi yaitu 25 – 30%, dibandingkan teknik pengarangan menggunakan kiln 20 – 25%. Hal ini disebabkan pada cara retort, sumber pemanasan selain berasal dari bahan yang diarangkan, juga berasal dari dinding bagian luar dengan cara dibakar atau menggunakan listrik, selain itu retort dirancang agar tidak ada atau sangat sedikit sekali kehadiran udara. Sedangkan pada cara kiln atau dapur pengarangan berdinding batu bata dan beton, kemungkinan kehadiran udara cukup besar. Adanya udara dalam proses karbonisasi dapat menyebabkan bahan mengalami oksidasi sehingga bahan tidak berubah menjadi arang tetapi lebih banyak menjadi abu. Rataan sifat arang tempurung biji nyamplung disajikan dalam Tabel 4.

Tabel. 6. Sifat arang tempurung biji nyamplung

No. Jenis uji Arang SNI 01-1682-1996

1 Zat terbang (%) 19,85 maks.15

2 Air (%) 3,7 maks.6

3 Abu (%) 4,09 maks.3

4 Warna hitam merata hitam merata

5 Benda asing tidak ada tidak boleh ada

6 Rendemen (%) 37,22 -

7 Karbon terikat 76,06 -

8 Daya serap iod (mg/g) 448,06 -

9 Daya serap benzena (%) 6,31 -

 

Berdasarkan SNI 01-1682-1996, arang yang dihasilkan hanya memenuhi kriteria pada kadar air, warna dan benda asing, sedangkan zat terbang dan kadar abu belum memenuhi persyaratan. Tingginya kadar abu dapat disebabkan oleh sifat dan struktur bahan baku (Sudradjat dan Suryani 2002). Kadar zat terbang arang cukup tinggi dan melebihi persyaratan. Hal ini menunjukkan bahwa pada permukaan arang masih mengandung deposit hidrokarbon yang menempel dan menutupi keaktifan pori-pori arang, yang menyebabkan daya serap arang terhadap iod dan benzena rendah. Tetapi daya serap tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan daya serap iod arang tempurung kemiri sebesar 191 mg/g, dan sedikit lebih rendah dari daya serap benzena arang kemiri yang besarnya 7,35% (Darmawan 2008). Nilai rataan kalor arang tempurung biji nyamplung adalah 6.069,63 kal/g. Nilai kalor tersebut lebih tinggi jika dibandingkan nilai kalor arang kayu Pinus mercusii dan Acacia mangium yang masing-masing sebesar 4.547 dan 4.514 kal/g (Nurhayati 2000).

4.3.2 Sifat Arang Aktif

Arang aktif yang dihasilkan, secara umum telah memenuhi standar SNI 06-3703-1995 (Tabel 7). Mutu arang aktif yang diamati pada penelitian ini yaitu:

1. Rendemen

Rendemen arang aktif tempurung nyamplung berkisar antara 9,5 – 60,5% (Tabel 7). Rendemen tertinggi diperoleh pada arang yang diaktivasi dengan perendaman H3PO4 10%, suhu 700 o C, selama 60 menit (A3S1W1) yaitu sebesar 60,5% dan yang terendah adalah arang yang diaktivasi tanpa perendaman H3PO4, suhu 800 oC selama 120 menit yaitu sebesar 9,5%. Terdapat kecenderungan semakin tinggi suhu dan lama waktu aktivasi, rendemen semakin sedikit. Hasil ini lebih rendah bila dibandingkan rendemen arang aktif dari tempurung kemiri yang berkisar antara 50,5-88,5% (Darmawan 2008). Rendahnya rendemen yang dihasilkan disebabkan oleh reaksi kimia yang terjadi antara karbon yang terbentuk dengan uap air (H2O) semakin meningkat, sejalan dengan makin meningkatnya suhu dan lama aktivasi, sehingga karbon yang bereaksi menjadi CO2 dan H2O juga semakin banyak, dan sebaliknya karbon yang dihasilkan semakin sedikit (Lee et al. 2003). Penggunaan aktivator H3PO4 berpengaruh nyata terhadap

 

rendemen arang aktif. Menurut Hartoyo dan Pari (1993), bahan kimia yang ditambahkan dalam aktivasi arang aktif dapat memperlambat laju reaksi pada proses oksidasi. Dengan demikian selain berfungsi sebagai aktivator, H3PO4 juga berfungsi sebagai pelindung arang dari suhu yang tinggi.

Tabel 7. Mutu arang dan arang aktif tempurung nyamplung Perlakuan Rendemen Kadar

Air (%) Zat terbang (%) Kadar Abu (%) Karbon terikat (%) Daya serap Iod (mg/g) Benzena (%) A1S1W1 51,5 10,97 7,01 8,14 84,85 729,07 10,97 A1S1W2 22,5 11,39 8,41 8,30 83,29 728,24 11,97 A2S1W1 56 8,73 7,20 4,68 88,12 662,11 10,59 A2S1W2 51 7,72 6,45 4,32 89,23 787,83 13,07 A3S1W1 60,5 7,15 6,92 4,27 88,81 705,19 13,74 A3S1W2 52 8,25 7,41 4,27 88,32 839,11 13,65 A1S2W1 18 12,61 8,14 15,13 76,73 770,73 12,44 A1S2W2 9,5 8,02 9,19 17,32 73,48 774,13 9,29 A2S2W1 29,5 8,31 6,75 4,01 89,24 1034,03 14,49 A2S2W2 14 10,97 7,03 8,28 84,69 1038,03 18,57 A3S2W1 39,5 10,01 6,36 4,35 90,5 905,09 16,56 A3S2W2 19 9,57 6,42 6,37 87,21 805,01 19,12 SNI 06-3703-1995 <15 <25 <10 >65 >750 -Keterangan :

A1 = Konsentrasi H3PO4 0% S1 = Suhu 700 oC W1 = Waktu aktivasi 60 menit A2 = Konsentrasi H3PO4 5% S2 = Suhu 800 oC W2 = Waktu aktivasi 120 menit A3 = Konsentrasi H3PO4 10%

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor aktivator, suhu, lama aktivasi dan interaksi antara aktivator-suhu-waktu memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen arang aktif tempurung nyamplung. Interaksi aktivator-suhu, aktivator-waktu, dan interaksi suhu-waktu tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen arang aktif tempurung nyamplung (Lampiran 5).

 

Hasil uji Duncan terhadap pengaruh aktivator menunjukkan bahwa pemberian aktivator H3PO4 menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dari pada tanpa aktivator. Akan tetapi tidak ada perbedaan yang nyata antara pemberian H3PO4 5% dengan 10%. Faktor suhu menunjukkan bahwa suhu 800 oC menghasilkan rendemen arang aktif yang lebih rendah dari pada 700 oC. Demikian juga dengan pengaruh waktu, semakin lama waktu aktivasi semakin rendah rendemen yang dihasilkan. Pada interaksi aktivator-suhu-waktu menunjukkan tidak semua interaksinya menyebabkan perbedaan rendemen yang nyata. Perlakuan A3S1W1 berada satu grup dengan A2S1W1, A3S1W2 dan A1S1W1 yang menghasilkan rendemen antara 51,5 – 60,5%, A2S2W1 berada dalam satu grup dengan A3S2W1 dan A2S1W2 dengan rendemen 29,5 – 51%, kemudian A1S2W2, A2S2W2, A1S2W1, A3S2W2 dan A1S1W2 berada dalam satu grup menghasilkan rendemen terendah antara 9,5 – 22,5% (Lampiran 5).

2. Kadar air

Kadar air yang dikehendaki pada arang aktif adalah yang bernilai serendah-rendahnya, karena akan mempengaruhi daya serap terhadap gas atau cairan (Pari 1996). Kadar air arang aktif tempurung nyamplung berkisar antara 7,15 – 12,61% Nilai kadar air ini memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (1995) karena kurang dari 15%. Kadar air terendah diperoleh pada arang aktif yang diaktivasi dengan H3PO4 10%, suhu 700 oC selama 60 menit yaitu 7,15%, dan yang tertinggi diperoleh pada arang arang aktif tanpa H3PO4, suhu 800 oC dan lama aktifasi 60 menit. Kadar air arang aktif secara umum lebih besar dari kadar air arang. Hal ini disebabkan oleh struktur pori arang aktif yang lebih besar dan lebih bersifat higroskopis jika dibandingkan dengan arang. Selain itu menurut Hendaway (2003), kadar air arang aktif dipengaruhi oleh jumlah uap air di udara, lama proses pendinginan, penggilingan dan pengayakan. Seperti diketahui bahwa preparasi sampel arang dan arang aktif berupa penghalusan dan pengayakannya dilakukan pada ruang terbuka.

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa faktor aktivator, suhu, waktu, interaksi aktivator-suhu, aktivator-waktu, suhu-waktu dan interaksi aktivator-suhu-waktu memberikan pengaruh yang tidak nyata.

 

3. Kadar Zat Terbang

Kadar zat terbang arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 6,36 – 9,19% (Tabel 7). Nilai kadar zat terbang arang aktif yang dihasilkan memenuhi persyaratan SNI-06-3730-1995 (BSN 1995), karena kurang dari 25%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa aktivator, suhu, waktu dan interaksinya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar zat terbang (Lampiran 7) . Kadar zat terbang terendah diperoleh pada perlakuan aktivasi H3PO4 10%, suhu 800 oC selama 60 menit dan yang tertinggi diperoleh pada perlakuan aktivasi H3PO4 0%, suhu 800 oC selama 120 menit. Kadar zat terbang yang tinggi menunjukkan bahwa permukaan arang aktif mengandung zat terbang yang berasal dari hasil interaksi antara karbon dengan uap air (Pari 2004). Hal tersebut dapat mengurangi daya serapnya terhadap gas atau larutan.

Terdapat kecenderungan kadar zat terbang semakin meningkat dengan semakin meningkatnya suhu dan lama aktivasi. Sementara itu peningkatan konsentrasi H3PO4 cenderung menurunkan kadar zat terbang. Hal ini menunjukkan bahwa residu-residu senyawa hidrokarbon yang menempel pada permukaan arang aktif sudah banyak yang terekstraksi, dan pada saat proses aktivasi dengan uap H2O, senyawa hidrokarbon yang tereduksi oleh H3PO4 tersebut ikut terlepas. Salah satu fungsi bahan pengaktif asam fosfat adalah tidak menyebabkan residu hidrokarbon membentuk senyawa organik oksigen yang dapat bereaksi dengan kristalit karbon (Hassler 1963 dalam Sudardjat dan Suryani 2002).

4. Kadar Abu

Kadar abu arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 4,01 – 17,32%. Nilai tersebut umumnya memenuhi persyaratan SNI-06-3730-1995 (BSN 1995), karena kurang dari 10%, kecuali arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0%, suhu 800

o

C, 60 menit dan perlakuan aktivasi H3PO4 0%, suhu 800 oC, 120 menit (Tabel 7). Kadar abu terendah diperoleh pada perlakuan aktivator H3PO4 5%, suhu 800 oC, 60 menit, dan kadar tertinggi diperoleh pada perlakuan aktivator H3PO4 0%, suhu 800 oC, selama 120 menit. Tingginya kadar abu ini disebabkan oleh adanya

 

proses oksidasi terutama pada suhu tinggi (Sudradjat dan Suryani 2002; Pari 2004).

Hasil sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa aktivator, suhu, waktu dan interaksi aktivator-suhu dan interaksi suhu-waktu memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu. Sedangkan interaksi aktivator-waktu dan interaksi aktivator-suhu-waktu tidak berbeda nyata.

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pemberian aktivator H3PO4

menghasilkan kadar abu yang lebih rendah bila dibandingkan tanpa pemberian asam fosphat. Tetapi konsentrasi H3PO4 5% tidak berbeda nyata dengan H3PO4

10%. Demikian juga dengan suhu 800 oC menghasilkan kadar abu yang lebih tinggi dari suhu 700 oC. Sedangkan lama aktivasi antara 60 menit dan 120 menit tidak berbeda nyata. Tetapi interaksi suhu dan waktu menunjukkan bahwa pada suhu 800 oC dengan lama 120 menit akan meningkatkan kadar abu dibandingkan suhu 800 oC 60 menit, sedangkan pada suhu 700 oC, antara lama waktu 60 dan 120 menit tidak berbeda nyata.

Beberapa unsur anorganik tempurung nyamplung, arang dan arang aktif (A3W2S2) berdasarkan analisis Energy Dispersive X-ray Analysis (EDX) dapat dilihat pada Tabel 8

Tabel 8. Analisis EDX tempurung nyamplung, arang dan arang aktif Elemen

(wt.%)

Tempurung Arang Arang Aktif

A3S2W2 C 39,36 58,65 70,57 O 60,05 38,91 17 P - - 2,56 K 0,31 1,59 2,64 Ca 0,19 0,32 2,17 Na 0,02 0,28 1,18 Si 0,02 0,02 1,04 S 0,04 0,06 0,27 Al 0,01 - 0,02 Mg - 0,15 0,63 Fe - - 1,49 Pb - - 0,42

Dari Tabel 8, diketahui bahwa unsur anorganik tempurung biji nyamplung dan arang adalah C, K, Na, Ca, Mg dan S serta terdeteksinya P, Fe dan Pb pada arang aktif yang diberi perlakuan H3PO4 10%, 800 oC, selama 120 menit

 

(A3S2W2). Hasil maping scan EDX (Lampiran 4) menunjukkan bahwa unsur yang terdapat dalam tempurung, arang dan arang aktif tersebar secara tidak merata. Perbedaan kadar unsur anorganik lebih disebabkan oleh kondisi sampel, dimana pada sample tempurung belum mengalami degradasi oleh panas, sementara arang dan arang aktif sudah melalui tahapan pemanasan pada suhu yang tinggi. Degradasi oleh suhu tinggi menyebabkan deposit atau endapan unsur anorganik lebih banyak menempel pada bahan.

Sementara itu unsur oksigen mengalami penurunan konsentrasi yang cukup besar dari tempurung, arang dan arang aktif. Hal ini diduga disebabkan oleh terdegradasinya sejumlah senyawa kimia seperti phenol, carboxylic acid, dan

carbonyl group yang merupakan grup fungsional oksigen (Guo et al. 2007) pada saat proses karbonisasi dan aktivasi. Ini dibuktikan dari hasil analisis FTIR, yaitu hilangnya beberapa bilangan gelombang dalam tempurung nyamplung setelah di karbonisasi dan di aktivasi (Table 2). Demikian juga hasil GCMS Pyrolisis (Lampiran 3) yang menunjukkan semakin berkurangnya senyawa kimia yang teridentifikasi pada arang aktif, dibandingkan pada tempurung biji nyamplung.

5. Kadar Karbon

Kadar karbon terikat setelah aktivasi berkisar antara 73,48-90,49%. Nilai tersebut memenuhi persyaratan SNI-06-3730-1995 (BSN 1995), karena kadarnya lebih dari 65%. Kadar karbon tertinggi diperoleh pada perlakuan aktivasi H3PO4

10%, suhu 800 oC selama 60 menit dan terendah diperoleh pada perlakuan aktivasi H3PO4 0%, suhu 800 oC selama 60 menit. Terdapat kecendrungan dengan meningkatnya suhu dan lama aktivasi, kadar karbonnya semakin turun, tetapi semakin meningkatnya konsentrasi H3PO4 kadar karbon arang aktif semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudaradjat dan Suryani (2002) bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan pengaktif H3PO4 kadar karbon arang aktif yang dihasilkan akan semakin besar.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kadar karbon dipengaruhi oleh aktivator, suhu, waktu dan interaksi aktivator-suhu, sedangkan interaksi aktivator-waktu dan interaksi aktivator-suhu-waktu tidak berpengaruh nyata (Lampiran 9). Selanjutnya dari hasil uji beda Duncan menunjukkan bahwa kadar

 

karbon yang diaktivasi dengan H3PO4 5% dan 10% tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan tanpa H3PO4. Kemudian uji Duncan terhadap suhu dan waktu menunjukkan tidak ada perbedaan antara suhu 700 oC dengan 800 oC, dan waktu 60 menit dengan 120 menit. Sementara itu interaksi aktivator-suhu menunjukkan bahwa interaksi H3PO4 0% dan suhu 800 oC menghasilkan karbon terikat berbeda dengan aktivator-suhu lainnya.

6. Daya Serap Terhadap Iodin

Daya serap arang aktif terhadap iodin berkisar antara 662,11-1038,03 mg/g. Secara umum nilai tersebut sudah memenuhi SNI-06-3730-1995 (BSN 1995), karena lebih dari 750 mg/g, kecuali pada beberapa perlakuan (Tabel 6). Daya serap iodin tertinggi diperoleh pada perlakuan Aktivasi H3PO4 5%, suhu 800

o

C selama 120 menit dan terendah diperoleh pada perlakuan aktivasi H3PO4 5%, suhu 700 oC selama 60 menit. Besarnya daya serap iodin berkaitan dengan terbentuknya pori pada arang aktif yang semakin banyak (Pari 2004).

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa aktivator, suhu, interaksi aktivator-suhu, interaksi suhu-waktu dan interaksi aktivator –suhu-waktu berpengaruh nyata, sedangkan –suhu-waktu dan interaksi aktivator-–suhu-waktu tidak berbeda nyata. Selanjutnya hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi H3PO4 5% tidak berbeda nyata dengan 10%, tetapi berbeda nyata dengan konsentrasi 0%. Peningkatan konsentrasi H3PO4 sampai 5% dapat meningkatkan daya serap iod, tapi kemudian menurun pada konsentrasi 10% terutama pada suhu 800 oC. Hal ini diduga disebabkan pada konsentrasi 10% dan suhu 800 oC, terbentuk lebih banyak oksida logam hasil interaksi H3PO4 dengan tungku aktivasi, sehingga menutupi pori-pori arang aktif.

7. Daya Serap Terhadap Benzena

Besarnya daya serap arang aktif terhadap benzena berkisar antara 10,59 – 19,12%. Nilai tersebut tidak ada yang memenuhi persyaratan SNI-06-3730-1995 (BSN 1995), karena nilainya kurang dari 25%.

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa suhu, waktu, interaksi aktivator-suhu, aktivator-waktu dan interaksi

aktivator-suhu- 

waktu, memberikan hasil yang tidak nyata, sedangkan faktor aktivator dan interaksi suhu-waktu memberikan hasil yang berbeda nyata. Selanjutnya hasil uji Duncan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara aktivator H3PO4 0, 5 dan 10%. Demikian juga dengan perlakuan suhu-waktu, memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap daya serap benzena. Walaupun demikian terdapat kecenderungan dengan meningkatnya konsentrasi H3PO4, serta meningkatnya suhu dan lama aktivasi akan meningkatkan daya serap benzena.

Benzena digunakan untuk menguji sifat kepolaran arang aktif, dimana benzena lebih bersifat non polar (Pari 2004). Rendahnya daya serap benzena mengindikasikan bahwa arang aktif tempurung nyamplung yang dihasilkan lebih cenderung bersifat polar. Polaritas arang aktif dapat disebabkan oleh proses aktivasi menggunakan bahan kimia H3PO4. Asam phosfat akan menghasilkan bahan terdekomposisi berupa P2O5 yang menempel dan terikat pada permukaan arang aktif sehingga akan bersifat lebih polar (Pari et al. 2006). Ini dibuktikan dari hasil analisis EDX yang mendeteksi adanya unsur phospor dalam arang aktif (Lampiran 4). Kemudian hasil analisis FTIR (Tabel 2), menunjukkan bahwa arang aktif yang dihasilkan memiliki pola serapan dengan jenis ikatan OH, C-H, C-O, dan C=C, serta hasil GCMS (Lampiran 3), yang mendeteksi adanya senyawa

carbamic acid dan propinoic acid yang bersifat polar.

4.4. Kondisi Optimum Pembuatan Arang Aktif

Menurut Hartoyo et al. (1990), kondisi optimum didefinisikan sebagai perlakuan yang dapat memberikan hasil arang aktif terbaik yang didasarkan pada rendemen dan daya serap iodium atau disebut total bilangan iodin (total iodine index). Total bilangan iodin (mg/g) merupakan perkalian rendemen (%) dengan daya serap iodium (mg/g). Dari hasil perhitungan total bilangan iodin (Tabel 9) menunjukkan bahwa kondisi optimum pembuatan arang aktif dari tempurung biji nyamplung adalah arang aktif yang dibuat pada aktivasi 10% H3PO4, suhu 700 oC selama 120 menit dengan total bilangan iodin sebesar 436,335 mg/g. Selain itu dari hasil analisis terhadap sifat fisika-kimia, semua parameternya memenuhi persyaratan SNI-06-3730-1995 (BSN 1995).

 

Tabel 9. Hasil perhitungan terhadap total bilangan iodium arang aktif tempurung nyamplung

Perlakuan Rendemen Daya serap Iod (mg/g)

Total bilangan iodin mg/g A1S1W1 51,5 729,07 375,471 A1S1W2 22,5 728,24 163,854 A2S1W1 56 662,11 370,781 A2S1W2 51 787,83 409,669 A3S1W1 60,5 705,19 426,645 A3S1W2 52 839,11 436,335 A1S2W1 18 770,73 138,731 A1S2W2 9,5 774,13 73,543 A2S2W1 29,5 1034,03 305,037 A2S2W2 14 1060,79 148,512 A3S2W1 39,5 905,09 357,513 A3S2W2 19 805,01 152,952 Keterangan :

A1 = Konsentrasi H3PO4 0% S1 = Suhu 700 oC W1 = Waktu aktivasi 60 menit A2 = Konsentrasi H3PO4 5% S2 = Suhu 800 oC W2 = Waktu aktivasi 120 menit A3 = Konsentrasi H3PO4 10%

4.5. Aplikasi Arang Aktif pada Minyak Nyamplung

Minyak nyamplung yang digunakan dalam penelitin ini berasal dari pengrajin minyak nyamplung di Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Hasil analisis sifat fisiko kimia minyak nyamplung sebelum dan setelah perlakuan pemurnian dengan arang aktif dan bentonit tersebut disajikan Tabel 10.

1. Kadar Air

Kadar air minyak nyamplung sebelum perlakuan adalah 0,367% dan setelah perlakuan, diperoleh kadar air yang bervariasi yaitu berkisar 0,239 – 0,324% dengan kadar air terendah dihasilkan dari perlakuan menggunakan arang aktif tempurung nyamplung 20% yaitu sebesar 0,239% dan kadar air tertinggi dihasilkan dari penggunaan bentonit 20%.

 

Tabel 10. Sifat fisiko kimia minyak nyamplung sebelum dan setelah perlakuan

Konsen trasi adsorben (%) Kadar air (%) Bilangan asam (mg KOH/g) Bilangan Penyabunan mg KOH/g Bilangan Iod (mg/g) Bilangan Peroksida (mg/ 100 g) Kejerni han (%T) 1 0,367 45,756 203,189 90,915 0,853 22,55 2 5 0,323 43,284 201,090 88,216 0,696 75,53 10 0,287 41,752 201,424 88,417 0,593 87,07 15 0,271 41,45 201,957 87,619 0,526 90,06 20 0,239 40,413 200,424 85,295 0,466 95,81 3 5 0,273 43,864 203,189 87,994 1,319 94,17 10 0,254 43,656 202,99 86,813 1,303 94,14 15 0,265 42,861 201,557 86,822 1,259 94,14 20 0,324 42,969 200,124 84,469 0,996 90,02

Keterangan : 1. Minyak sebelum perlakuan (kontrol) 2. Minyak setelah perlakuan arang aktif 3. Minyak setelah perlakuan bentonit

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 12) menunjukkan bahwa penggunaan adsorben berpengaruh nyata terhadap kadar air minyak. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pemberian arang aktif sebesar 20% memberikan hasil yang berbeda dengan perlakuan arang aktif 5%, 10%, kontrol dan bentonit 20% tetapi tidak berbeda dengan arang aktif 15%, bentonit 5, 10 dan 15%.

Kadar air minyak cenderung menurun dengan meningkatnya konsentrasi arang aktif yang digunakan, sedangkan pada pemberian bentonit 5-10% cenderung menurunkan kadar air tetapi pada konsentrasi 15 – 20% cenderung meningkatkan kadar air. Hal ini sesuai dengan penelitian Darmawan (2006), yang meneliti minyak kemiri bahwa kadar air minyak cenderung meningkat dengan bertambahnya konsentrasi bentonit.

2. Bilangan asam

Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH atau NAOH 0,1 N yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak

 

atau lemak. Bilangan asam digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak yang dihitung berdasarkan berat molekul asam lemak atau campuran asam lemak (Ketaren 1989).

Bilangan asam minyak nyamplung sebelum pemurnian adalah 45,76 mg KOH /gram dan setelah pemurnian berkisar antara 40,41 – 43,86 mg KOH /gram. Bilangan asam terendah diperoleh pada perlakuan arang aktif 20% dan yang tertinggi diperoleh pada perlakuan bentonit 5%. Pemberian adsorben arang aktif dan bentonit secara umum telah berhasil menurunkan kadar bilangan asam dalam minyak (Tabel 10). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 13) menunjukkan bahwa penggunaan adsorben berpengaruh nyata terhadap bilangan asam minyak. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pemberian arang aktif 15% dan 20% tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Bilangan asam minyak nyamplung lebih tinggi jika dibandingkan dengan minyak nabati lainnya seperti minyak jarak pagar yang hanya mempunyai bilangan asam 8,81 mg KOH/g atau minyak sawit yang hanya berkisar antara 2 – 5 mg KOH/g (Widyawati 2006). Hal ini diduga disebabkan oleh adanya kandungan resin yang terdapat dalam minyak nyamplung yang mencapai 15% dari minyak (Soerawidjaja 2008). Karakteristik resin pada umumnya mempunyai bilangan asam yang sangat tinggi, seperti resin kopal dengan bilangan asam mencapai 125 – 150 mg KOH/g (BSN 2001) atau resin gondorukem yang mempunyai bilangan asam mencapai 160 – 190 mg KOH/g (BSN 2001). Sehingga adanya resin dalam minyak nyamplung diduga memberi kontribusi yang cukup besar terhadap tingginya kadar bilangan asam. Selain itu dapat disebabkan juga oleh teknik pasca panen dan ekstraksi minyak yang dilakukan pengrajin minyak nyamplung masih bersifat tradisonal. Pemanenan buah yang dilakukan pengrajin adalah dengan cara mengumpulkan buah yang rontok dari pohon dan ekstraksi minyak dilakukan dengan cara menambahkan air panas agar minyak mudah dipres. Bilangan asam minyak nyamplung dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Sahirman (2008) yang memperoleh bilangan asam minyak nyamplung sebesar 59,94 mg KOH/g.

Mekanisme penurunan bilangan asam oleh arang aktif disebabkan arang aktif mempunyai pori-pori dalam jumlah yang sangat besar (Gambar 6) dan

 

permukaannya luas. Adsorpsi terjadi secara fisik karena adanya perbedaan energi atau gaya tarik menarik elektrik (gaya Van der Walls) yang dimiliki pori-pori tersebut sehingga mampu menangkap/mengikat molekul asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak nyamplung.

3. Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah contoh minyak. Besarnya bilangan penyabunan tergantung dari berat molekul. Minyak yang mempunyai berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi dari pada minyak yang mempunyai berat molekul tinggi (Setyowati 2000). Bilangan penyabunan minyak nyamplung sebelum pemurnian adalah 203,189 mg KOH/g dan setelah pemurnian berkisar antara 200,12 – 203,189 mg KOH/g. Hasil analisi sidik ragam (Lampiran 14) menunjukkan bahwa perlakuan adsorben tidak berpengeruh nyata terhadap bilangan penyabunan. Tetapi secara umum pemberian adsorben arang aktif dan bentonit pada minyak nyamplung dapat menurunkan bilangan penyabunan. Bilangan penyabunan terendah dihasilkan dari pemberian bentonit 20%, dan arang aktif 20%, yaitu 200,12 dan 200,42 mg KOH/g.

4. Bilangan Iod

Bilangan iod dinyatakan sebagai jumlah gram iod yang diserap oleh 100 gram minyak/lemak. Asam lemak yang tidak jenuh dalam minyak/lemak mampu menyerap sejumlah iod dan membentuk senyawa yang jenuh, besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh. Makin besar bilangan iod maka jumlah ikatan rangkap semakin besar (Setyowati 2000).

Bilangan iod merupakan parameter mutu minyak untuk menyatakan derajat ketidakjenuhan minyak atau lemak, dan digunakan untuk menggolongkan jenis minyak pengering dengan bilangan iod lebih dari 130 dan bukan pengering dengan bilangan iod di bawah 100 (Ketaren 1989). Selain itu menurut (Widyawati 2007), minyak yang mengandung bilangan iod yang tinggi, lebih dari 100, akan mudah teroksidasi sehingga dalam penyimpanan akan mudah

 

menimbulkan bau tengik dan sebaliknya minyak/ lemak yang memiliki bilangan iod rendah, lebih tahan terhadap kerusakan akibat oksidasi.

Pada minyak nyamplung nilai bilangan iod cukup tinggi, tetapi masih di bawah 100, sehingga dapat digolongkan sebagai minyak tidak mengering. Bilangan iod minyak nyamplung sebelum perlakuan adalah 90,91 g/100 g, dan setelah pemberian arang aktif dan bentonit adalah berkisar antara 84,469 – 88,417 g/100 g. Bilangan iod terendah dihasilkan dari pemberian bentonit 20%, dan tertinggi dihasilkan dari pemberian arang aktif 10%. Penambahan adsorben arang

Dokumen terkait