• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mutu Kayu, Kelas Kayu, Sifat Kayu Dan Cara Pengawetan Kayu …. 48

Dalam dokumen Buku Bahan Bangunan (Halaman 60-77)

BAB VI BAHAN BANGUNAN KAYU DAN BAMBU

6.2 Mutu Kayu, Kelas Kayu, Sifat Kayu Dan Cara Pengawetan Kayu …. 48

6.2.1 Mutu Kayu

Mutu kayu ditentukan oleh : a. kadar air

b. Cacat kayu c. Arah miring serat d. Retak-retak arah radial

Mutu kayu dibedakan dalam 2 macam mutu, yaitu : a. Mutu kayu A

b. Mutu kayu B

6.2.2 Sifat Fisis Kayu

Berat Jenis /Karapatan (Bj)

adalah angka perbandingan antara berat kayu (suhu 105°C) dengan berat air yang mempunyai volume sama dengan kayu (pada suhu 4°C).

Berat suatu kayu tergantung dari jumlah zat kayu, rongga sel, kadar air dan zat ekstraktif didalamnya. Berat suatu jenis kayu berbanding lurus dengan BJ-nya. Kayu mempunyai berat jenis yang berbeda-beda, berkisar antara BJ minimum 0,2 sampai 1,28. Umumnya makin tinggi BJ kayu, kayu semakin berat dan semakin kuat pula

kekuatan kayu . Berdasarkan BJ kayu, jenis kayu digolongkan dalam “kelas berat kayu’

Tabel 6.1 Berat jenis kayu berdasarkan kelas berat kayu Kelas berat kayu Berat Jenis

sangat berat > 0,90

Berat 0,90 – 0,75

agak berat 0,75 – 0,60

Bobot Isi

Yaitu berat per satuan isi (gram/cm3, ton/m3). misal bobot isi kayu = 0,65, berarti kayu tersebut beratnya 0,65 gr/cm3. Bobot isi kayu dinyataka dalam keadaan kering udara 15-18 % karena bobot isi sangat tergantung pada kadar air kayunya

Kadar Air Kayu

Kayu bersifat higroskopis, artinya mempunyai sifat menyerap air bila kayu yang kering ditempatkan ditempat yang basah, dan sebaliknya.Makin

lembab udara disekitarnya makin tinggi pula kelembaban kayu sampai tercapai keseimbangan dengan lingkungannya. Dalam kondisi kelembaban kayu sama dengan kelembaban udara disekelilingnya disebut kandungan air keseimbangan (EMC = Equilibrium Moisture Content). Jumlah uap air bergantung pada kadar kelembaban udara disekitarnya. Untuk kelembaban tertentu jumlah air yang dikandung kayu disebut kadar kesetimbangan. Pada kelembaban udara 0% kadar kesetimbangan air kayu kurang lebih berkisar 0% juga. Sedangkan pada kadar kelembaban udara 100%, kadar kesetimbangan air kayu hanya berkisar 30%. Keadaan tersebut dikenal dengan istilah titik jenuh serat.

a. Penyebaran air didalam kayu

Air didalam kayu dapat dibedakan dalam 2 keadaan ;

1. sebagai air bebas (free water) : air ini terdapat didalam rongga sel kayu, adanya air bebas ini sangat mempengaruhi bobot isi dari kayu

2. Sebagai air imbisisi (imbided water) : air ini terdapat dalam dinding sel kayu, dan air ini tentunya sangat mempengaruhi sifat daripada kayu, menguapnya air ambisisi mengakibatnya pengurangan berat dan pengurangan volume

b. Penentuan kadar air kayu

Cara menentukan kadar air kayu adalah dengan jalan mengeringkan kayu tersebut didalam oven pada temperatur 105°C

Dimana :

BB = Berat kayu basah BK = Berat kayu kering

Cara lain yaitu dengan menggunakan alat “ moisture meter”

c. Penyusutan dan pengembangan

Kayu akan mengembangan bila menyerap air dan menyusut bila kehilangan air. Pada dus keadaan kadar air yang berbeda, kayu mempunyai ukuran yang berbeda pula dan apabila kadar airnya bertambah atau berkurang, maka terjadilah peristiwa pengembangan dan penyusutan.

Terjadinya perubahan ukuran (dimensi) hanya dapat merupakan perubahan volume ataupun perubahan pada satu arah tertentu

Penyusutan linier pada kayu dibedakan menjadi 3 : ↔ penyusutan arah axial

↔ Penyusutan arah radial ↔ penyusutan arah tangensial

Penyusutan arah tangensial biasanya ± 2 kali lebih besar dibandingkan dengan penyusutan radial

6.2.3 Sifat Mekanis Kayu

Ukuran yang dipakai untuk menjabarkan sifat-sifat kekuatan kayu atau sifat mekaniknya dinyatakan dalam kg/cm2. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat mekanik kayu secara garis besar digolongkan menjadi dua kelompok :

- Faktor luar (eksternal): pengawetan kayu, kelembaban lingkungan, pembebanan dan cacat yang disebabkan oleh jamur atau serangga perusak kayu.

- Faktor dalam kayu (internal): BJ, cacat mata kayu, serat miring dsb.

% 100 x BK BK BB air kadar

Sifat mekanis merupakan daya tahan kayu terhadap gaya yang diberikan kepadanya. Gaya yang diberikan adalah gaya eksternal, seperti gaya tarik, gaya tekan, gaya geser, gaya lentur.

(1) Keteguhan tarik

Keteguhan tarik adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya yang berusaha menarik kayu. Terdapat 2 (dua) macam keteguhan tarik yaitu :

a) Keteguhan tarik sejajar arah serat b) Keteguhan tarik tegak lurus arah serat

Kekuatan tarik terbesar pada kayu ialah keteguhan tarik sejajar arah serat. Kekuatan tarik tegak lurus arah serat lebih kecil daripada kekuatan tarik sejajar arah serat.

(2) Keteguhan tekan / kompresi

Keteguhan tekan/kompresi adalah kekuatan kayu untuk menahan muatan/beban. Terdapat 2 (dua) macam keteguhan tekan yaitu :

a) Keteguhan tekan sejajar arah serat b) Keteguhan tekan tegak lurus arah serat.

Pada semua kayu, keteguhan tegak lurus serat lebih kecil daripada keteguhan kompresi sejajar arah serat.

(3) Keteguhan Geser

Keteguhan geser adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang membuat suatu bagian kayu tersebut turut bergeser dari bagian lain di dekatnya.

Terdapat 3 (tiga) macam keteguhan yaitu : a) Keteguhan geser sejajar arah serat b) Keteguhan geser tegak lurus arah serat c) Keteguhan geser miring

Keteguhan geser tegak lurus serat jauh lebih besar dari pada keteguhan geser sejajar arah serat.

(4) Keteguhan lengkung (lentur)

Keteguhan lengkung/lentur adalah kekuatan untuk menahan gaya-gaya yang berusaha melengkungkan kayu atau untuk menahan beban mati maupun hidup selain beban pukulan.

Terdapat 2 (dua) macam keteguhan yaitu :

a) Keteguhan lengkung statik, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya secara perlahan-lahan.

b) Keteguhan lengkung pukul, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya secara mendadak.

c) Kekakuan

Kekakuan adalah kemampuan kayu untuk menahan perubahan bentuk atau lengkungan. Kekakuan tersebut dinyatakan dalam modulus elastisitas.

(6) Keuletan / Kegetasan

Keuletan adalah kemampuan kayu untuk menyerap sejumlah tenaga yang relatif besar atau tahan terhadap kejutan-kejutan atau tegangantegangan yang berulang-ulang yang melampaui batas proporsional serta mengakibatkan perubahan bentuk yang permanen dan kerusakan sebagian. Menentukan kegetasan sama dengan menentukan kekakuan, hanya bedanya benda uji tidak diberi takikan dan diuji sampai pada pukulan yang terberat yang membuat kayu sampai putus. Hal ini sama pentingnya dengan kayu yang akan mengalami pukulan pada penggunaannya.

(7) Kekerasan

Kekerasan adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya yang membuat takik atau lekukan atau kikisan (abrasi). Bersama-sama dengan keuletan, kekerasan merupakan suatu ukuran tentang ketahanan terhadap pengausan kayu. Kekerasan ini terfantung pada kerapatan sel kayu dan kadar air yang dikandungnya.

(8) Keteguhan Belah

Keteguhan belah adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang berusaha membelah kayu. Sifat keteguhan belah yang rendah sangat baik dalam pembuatan sirap dan kayu bakar. Sebaliknya keteguhan belah yang tinggi sangat baik untuk pembuatan ukir-ukiran (patung). Pada umumnya kayu mudah dibelah sepanjang jari-jari (arah

radial) dari pada arah tangensial.

6.2 BAMBU

6.3.1 Pengenalan Bambu

Bambu memiliki keunggulan antara lain bambu mempunyai sifat mekanik yang bagus, kuat tariknya dapat dipersaingkan dengan baja,bentuk berongga menjadikan momen kelembaman bambu tinggi,kulit bambu licin, bersih, dan kuat, bambu mudah dikeringkan dengan alat sederhana, dan dapat diawetkan agar dapat

serta Seluruh bagian bambu termasuk batangnya dapat dimanfaatkan, rebung untuk dimakan, daun untuk makanan ternak, dan ranting dapat dipakai sebagai bahan sapu atau kayu bakar.

Selain itu bamboo mempunyai kekuatan yang tinggi hal ini dapat dilhat pada grafik dibawah ini, dimana macam-macam jenis bamboo dibandingkan dengan baja

Gambar 6.1 Gambar tegangan regangan berbagai jenis bambu dan baja

Bambu memiliki peluang sebagai pengganti kayu, hal ini dapat dianalisa dengan perkembangan jumlah penduduk yang mengakibatkan pesatnya peningkatan kebutuhan kayu perumahan sementara deposit kayu makin lama makin habis, disamping itu penebangan kayu berlebihan menimbulkan kerusakan hutan tropis untuk kelestarian hutan, perlu dicari bahan pengganti kayu bangunan

Namun dalam penggunaannya sebagai bahan bangunan bambu memilik kendala antara laian,bambu perlu diawetakan agar dapat dipakai lama, bentuk pipa mempersulit perangkaian batang disamping itu tampang bambu tidak sepenuhnya

Menurut Liese (1980), Bambu tanpa pengawetan langsung berhubungan dengan tanah dan tidak terlindung terhadap cuaca  kurang dari 1--3 th. Bambu yang terlindung terhadap cuaca dapat tahan lebih dari 4--7 tahun. Tetapi untuk lingkungan yang ideal, sebagai rangka, bambu dapat tahan lebih dari 10--15 th. Di Temanggung Jawa Tengah rangka atap dari bambu yang diawetkan secara tradisional, masih dapat bertahan pada umur lebih dari 20 tahun.

Upaya untuk memperoleh bambu yang awet dapat dilakukan denangan cara mengatur waktu penebangan, dimana waktu penebangan yang baik adalah pada musim kemarau dimana pada saat itu kandungan gula pada bambu lebih sedikit dibandingkan ketika musim hujan. Disamping itu dapat juga dilakukan prngawetan pada bambu antara lain dengan melakukan perendaman bambu didalam air, ataupub pengawetan dengan pemakaian bahan kimia.

6.3.2 Bambu Sebagai Komponen Bangunan Rumah Tradisional

Pada bangunan perumahan, bambu dapat dipakai sebagai komponen struktural maupun non struktural. Adapun komponen bangunan perumahan yang dapat dibuat dari bambu antara lain adalah fondasi, lantai, dinding, atap, rangka atap, pintu dan jendela

Fondasi

Berbagai macam fondasi bangunan yang menggunakan bambu antara lain sebagai berikut:

• Bambu berhubungan langsung dengan tanah

• Bambu bertumpu di atas umpak batu atau fondasi telapak dari beton • Bambu menjadi satu kesatuan dengan fondasi beton sebagai tulangan • Kolom komposit bambu-beton

• Tiang pancang bambu

Bambu yang bersentuhan dengan tanah, baik di permukaan maupun yang ditanam dapat rusak dalam waktu enam bulan sampai dua tahun. Untuk memperoleh kekuatan yang memadai, sebaiknya dipakai bambu berukuran besar, tebal, dan jarak antar nodia pendek. Jika ukuran besar ini tidak dapat diperoleh, maka

kesatuan.Idealnya bambu yang dipakai untuk pemikul beban tidak bersentuhan dengan tanah, diletakkan di atas umpak batu atau beton. Dalam hal ini harus dipilihkan bambu dengan ukuran terbesar dan yang kaku.

Pendekatan berikutnya adalah menyatukan bambu dengan umpak beton seperti diperlihatkan pada Gambar dibawah ini .Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa elevasi bambu perlu diusahakan agar lebih tinggi dari permukaan lantai, sehingga kalau ada genangan air di lantai pada saat mengepel tidak mengenai bambu.

Gambar 6.2 Umpak beton sebagai landasan Gambar 6.3 Fondasi tiang (Bandara, 1990) tunggal (Bandara, 1990)

Fondasi strip (Jayanetti dan Follet, 1998

Gambar 6.4 Fondasi strip Gambar 6.5 Fondasi komposit antara (Jayanetti dan Follet, 1998) bambu dan beton (Janssen, 1995)

Gambar 6.6 Fondasi tiang pancang beton dengan tulangan bambu

Lantai

Lantai dari suatu bangunan rumah bambu apabila terletak pada permukaan tanah, dapat dibuat dari tanah dipadatkan tanpa penutup sama sekali, atau diberi penutup yang dapat berupa anyaman bambu (gedek) atau lantai rabat. Pilihan lain, lantai ini dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah, terdiri atas dek dan rangka struktural yang dapat meningkatkan kenyamanan dan lebih sehat. Agar mudah dilakukan pemeriksaan secara rutin, maka ketinggian lantai dibuat minimal setengah meter. Bahan dek dan rangka struktural dapat dipilih dari bambu seperti terlihat pada gambar dibawah ini

Gambar 6.7 Lantai dari galar bambu dengan rangka penyangganya (Siopongco et al, 1987)

Gambar 6.8 Lantai dari bambu bilah dengan rangka penyangganya

(Janssen, 1995)

Gambar 6.9 Lantai dari bambu bulat dengan rangka penyangganya (Janssen, 1995)

Gambar 6.10 Lantai dari bambu galar dengan rangka penyangganya (Janssen, 1995)

Gedek

Gedek adalah anyaman bambu yang banyak dijumpai pada bangunan pemukiman sebagai dinding, sekat, pintu, jendela, penutup lantai, dan langit-langit. Dinding gedek pada umumnya dijumpai pada rumah sederhana. Gedek dipakukan pada rangka kayu atau bambu, dengan sisi kulit yang keras dan tahan terhadap cuaca dihadapkan ke luar rumah, sedang bagian lunak menghadap ke dalam.

Gedek dengan kualitas baik dapat dibuat dari kulit bambu. Gedek kulitan ini cukup keras dan tidak banyak mengandung pati sehingga kumbang bubuk tidak memakannya. Untuk memperoleh gedek dengan motif yang menarik, maka perlu dikombinasi dua jenis bambu, bambu hitam dan bambu apus. Gedek semacam ini cukup mahal, namun cukup artistik sehingga banyak dipakai pada bangunan-bangunan wisata.

Untuk membuat gedek ini, mula-mula bambu dipecah memanjang menjadi empat. Selanjutnya pecahan itu dibagi lagi dengan lebar yang sama. Kulit sisi dalam yang lunak dibuang, sedang sisanya dibagi lagi secara tangensial, dengan tebal yang sama 1 – 2 mm. Bahan ini biasanya dianyam secara manual. Untuk mempercepat penganyaman ini sekarang sudah ada mesin penganyam bambu. Bambu bahan gedek ini pada umumnya diawetkan secara tradisional dengan perendaman didalam air. Pengawetan ini sangat diperlukan, khususnya untuk bambu bagian dalam yang lunak, sedang untuk kulit perendaman ini tidak terlalu perlu.

Penganyaman dapat dilakukan secara seragam, semua kulit yang keras, atau semua dari bagian dalam yang lunak tergantung keperluannya. Penganyaman secara kombinasi antara bagian kulit dan bagian dalam juga sering dijumpai. Kombinasi ini juga dapat dilakukan dari dua jenis bambu, misalnya bambu tali yang berwarna keputihan dengan bambu hitam. Kombinasi ini dapat menghasilkan motif-motif yang menarik, apalaigi kalau di diberi sentuhan seni. Beberapa contoh motif gedek kulitan ini dapat dilihat pada Gambar 6.11.

Dinding Bambu

Aplikasi bambu yang terbanyak adalah sebagai dinding atau partisi. Komponen utama dinding bambu adalah tiang dan balok yang merupakan rangkaian struktural. Rangka struktural ini diperlukan untuk memikul berat sendiri, pengaruh angin, gempa, cuaca serta gaya-gaya tumbukan yang dapat ditimbulkan oleh penghuni. Untuk memperoleh rangka struktural yang efisien, peranan cara penyambungan batang-batang struktural sangat menentukan.

Pada umumnya dinding perlu diperlengkapi dengan bahan penutup lubang-lubang sebagai pelindung terhadap hujan, angin, serangga, dan untuk menjaga privasi, serta untuk menambah stabilitas struktur secara bidang. Penutup dirancang dengan mempertimbangkan keperluan ventilasi, penerangan ruang, fungsi, serta keindahan arsitektur. Penutup ini dapat dibuat dalam berbagai bentuk.

Menurut Jayanetti dan Follet (1998) dinding bambu dapat dibuat dalam berbagai bentuk sebagai berikut ini:

Gambar 6.11 Contoh berbagai motif anyaman bambu

• Bambu utuh bulat atau setengah bulat dengan arah vertikal atau horisontal, dengan atau tanpa gedeg.

• Bambu bilah atau galar, dengan gedeg atau diplester • Dinding Bajareque

• Dinding Quincha

• Anyaman bilah bambu dengan atau tanpa plester • Panel bambu

Dinding Bambu Utuh/Setengah Bulat

Bambu utuh bulat atau setengah bulat dengan arah vertikal akan mempunyai kelebihan dalam ketahanan terhadap gaya geser, serta cepat kering apabila ada hujan. Bambu vertikal dapat langsung ditimbris ke dalam tanah atau diikatkan pada penggapit horisontal (Gambar 6.12 – 6.13).

Dinding Bajareque

Dinding Bajareque banyak dijumpai di Amerika Latin, terdiri atas bambu bilah yang diikat atau dipakukan pada kedua permukaan kolom. Rongga yang terjadi diisi dengan lumpur atau lumpur dan batu.(Gambar 6.14)

Gambar 6. 12 Dinding bambu utuh (Janssen, 1995)

Gambar 6. 13 Dinding bambu setengah bulat (Bandara, 1990)

a. Dinding Quincha

Dinding Quincha banyak dijumpai di berbagai daerah di India, Peru, dan Chili, terdiri atas anyaman bambu bilah yang diperkuat dengan tiang-tiang bambu serta diplester pada kedua permukaannya (Gambar 6.15). Bilah-bilah bambu horisontal lebih dominan bila dibandingkan dengan bilah bambu vertikal.

b. Dinding Anyaman Bambu Tebal

Anyaman bambu dengan arah vertikal lebih dominan seperti terlihat pada Gambar 6.17, dapat juga dibuat dengan atau tanpa diplester. Plester dapat

kolom Bilah bambu

plester

Anyaman bilah bambu plester

Gambar 6. 15 Dinding Quincha (Siopongco et al, 1987) Gambar 6. 14 Dinding Bajareque (Janssen, 1995)

merupakan komposisi dari lumpur, lempung, kapur, semen, pasir, serta serat organik. Permukaan dapat dipoles dengan kapur untuk memperoleh tampilan tipikal stucco (Jagadesh dan Ganapathy, 1995). Bahan pengawet dapat dipakai namun untuk keamanan perlu dipertimbangkan aspek kesehatan dan lingkungan

Pintu dan Jendela

Secara tradisional pintu dan jendela dibuat sangat sederhana baik menyangkut bentuk serta mekanisme kerjanya. Daun pintu dari bambu biasanya dibuat sebagai pintu sorong yang terdiri atas rangka bambu dengan pengisi anyaman bambu (gedek). Satu hal yang seringkali kurang diperhatikan adalah pemasangan batang pengaku pintu, yaitu batang yang dipasang sedemikian sehingga membentuk segitiga dengan batang yang lain seperti terlihat pada Gambar 6.17 dan 6.18

Atap

Atap dari bambu dapat dibuat dengan dua lapis bambu setengah bulat. Lapis pertama bagian kulit luar berada di bawah, sedang lapis kedua kulit luar berada di atas (Gambar 6.19). Menurut Siopongco et al (1987) panjang maksimum atap semacam ini adalah tiga meter.

Batang pengaku

Gambar 6. 17 Pintu sorong dari bambu (Siopongco et al, 1987)

Gambar 6.18 Pintu sorong dari bambu ( Siopongco et al, 1987)

Rangka Atap Tradisional

Struktur rangka atap dari bambu biasa dibuat secara tradisional, terdiri atas bubungan, gording, dan balok kasau, menggunakan alat sambung tali ijuk dan pasak dengan kekuatan rendah. Penyambungan dengan cara tradisonal ini menggunakan peralatan sederhana dan tidak memerlukan tenaga kerja dengan bekal pendidikan yang tinggi. Kekuatan sambungan sulit untuk dipertanggung jawabkan karena tidak dapat dihitung dan sangat dipengaruhi oleh ketrampilan serta pengalaman pelaksana. Sambungan yang dilaksanakan secara tradisional perlu dicek secara berkala, karena sebagai akibat perubahan suhu dan kelembaban udara, tali maupun pasak dapat kendor sehingga sambungan menjadi lemah

Untuk memperlebar atap, maka diperlukan tambahan tiang di tengah. Banyak penelitian dan pengembangan telah dilakukan untuk memperoleh struktur yang efisien. Hasil penelitian menyoroti sambungan yang relatif lemah serta tahanan yang rendah terhadap gaya tekan tegak lurus serat. Lendutan yang besar terjadi karena sambungan yang kurang baik. Berbagai bentuk rangka kuda-kuda dari bambu yang sering dijumpai dapat dilihat pada Gambar 6.20.

Gambar 6.19 Atap bambu setengah bulat ( Mather et al, 1964)

Berdasarkan bentuk atap pelana dapat dibuat berbagai konfigurasi kuda-kuda. Bentuk yang paling sederhana yaitu King-post dan Fink yang dapat dipakai mulai bentang empat meter (Gambar 6.21– 6.23).

Gambar 6.20 Berbagai bentuk rangka kuda-kuda bambu (Tular et al, 1984 dan Janssen, 1995)

Gambar 6. 21 King-post truss (Siopongco, 1987)

Gambar 6,22 Fink truss (Punhani et al, 1989)

Gambar 6. 23 Truss (Janssen, 1995)

Dalam dokumen Buku Bahan Bangunan (Halaman 60-77)

Dokumen terkait