• Tidak ada hasil yang ditemukan

ndustri dan Konektivitas: Sistem Penunjang Pembentukan Entrepreneurship di Sektor I ndustri Pengolahan Perikanan (SI PP) Kota

Bitung

Peranan pemerintah daerah dalam mendukung entrepreneurship di sektor pengolahan perikanan kota Bitung tidak hanya terbatas pada beberapa program dan kegiatan seperti yang dipaparkan di atas. Namun, peranan pemerintah lainnya yaitu Pembentukan Logistic Industri dan konektivitas dalam menunjang aktivitas entrepreneur di SIPP seperti pembangunan infrastruktur seperti Jalan Tol M anado-M inut-Bitung dan Pelabuhan Samudera Bitung sebagai Pelabuhan Hub Internasional (International Harbour Port / IHP) atau juga disebut Global Hub Bitung seperti disebutkan dalam dokumen M P3EI. Hal ini dilakukan dalam menunjang aktivitas entrepreneur di SIPP sehingga secara tidak langsung membentuk iklim usaha dan entrepreneurship yang baik di Kota Bitung. M enurut Sekretaris Dinas perindustrian dan perdagangan, berulang kali pemrintah mengusulkan agar pelabuhan Bitung menjadi pelabuhan

internasional yang secara otomatis bisa menjadi pelabuhan ekspor dan impor. Hal ini akan meringankan biaya ekspor yang biasanya harus melewati Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Selain itu juga, hal ini bisa lebih menarik para investor karena sebagian besar bahan baku, masih cukup besar tersedia di Sulawesi Utara.

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan dan peran pemerintah dalam mendorong pertumbuhan dan pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung, khususnya di sektor industri pengolahan perikanan. Telah dilakukan analisis tematikdan berjenjang atas aspek legal dan kebijakan pemerintah, yakni mulai dari Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan M enteri, Peraturan Daerah, sampai ke Peraturan W alikota. Ditemukan bahwaterdapat lima tema yang relevan yang terkait dengan upaya menumbuhkan dan mengembangkan entrepreneurship di Kota Bitung, (i) Pengembangan Industri Unggulan Daerah, (ii) Pengembangan Kawasan Ekonomi Sebagai Stimulator Bagi Pembentukan Entrepreneurship, (iii) Pemberdayaan M asyarakat M enjadi Pelaku Usaha dan Pengembangan Usaha M asyarakat, (iv) Perijinan, dan (v) Perpajakan.Dari sudut kebijakan pemerintah daerah Kota Bitung, sebagaimana dituangkan di dalam RPJM D memberi penekanan pada upaya mendorong pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung.

Dari aspek Pengembangan Industri Unggulan Daerah, hasil yang ditemukan adalah Pemerintah Pusat (Peraturan Presiden RI Nomor 23 Tahun 2008) dan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Utara (Peraturan M enteri Perindustrian RI Nomor 136 Tahun 2010) menyusun peta panduan (road map) pengembangan industri unggulan Provinsi dan peta panduan pengembangan inti industri Kabupaten/Kota. Dalam penyusunan peta panduan tersebut, Provinsi Sulawesi Utara ditetapkan mengelola dua industri unggulan yaitu Industri Kelapa dan turunannya, serta Industri Perikanan dan turunannya. Terkait dengan kedua peraturan tersebut, peran

Pemerintah Daerah Kota Bitung bertanggungjawab dalam penyusunan peta panduan pengembangan kompetensi inti industri unggulan Kota/Kabupaten. Secara lebih spesifik Kota Bitung ditetapkan untuk mengelola Industri Perikanan dan turunannya sebagai industri unggulannya. Kebijakan ini menjadikan Industri Perikanan di Kota Bitung sebagai indikator Industri Perikanan di Provinsi Sulawesi Utara. Penyusunan peta pengembangan industri perikanan di Kota Bitung, memberi peluang bagi terbukanya usaha perikanan di Kota Bitung, sehingga berpotensi menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan entrepreneurship di sektor industri pengolahan perikanan Kota Bitung.

Temuan selanjutnya dalam tema Pengembangan Industri UnggulanDaerah yang juga mendukung pengembangan industri unggulan daerah, industri perikanan, yaitu adanya pemberian fasilitas berupa insentif fiskal dan non fisikal oleh Pemerintah Kota Bitung. Pemberian insentif dimaksud telah diimplementasikan oleh BPPT-PM dalam kemudahan pengurusan perijinan, pemberian subsidi melalui dana bergulir oleh Dinas Koperasi dan UKM , dan Dinas Perdagangan dan Perindustrian terkait pemberianfasilitas bagi industri kecil. Selain itu, dalam mendukung pengembangan industri unggulan, Pemerintah telah membangun infrastruktur sebagai bagian dari fasilitas non fiskal yang juga dapat menunjang pengembangan kawasan ekonomi yang ada.Pemberian fasilitas yang sudah dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bitung dalam rangka pengembangan industri unggulan daerah, merupakan salah satu dukungan terhadap pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung. Hal yang sama juga dilakukan oleh Pemerintah Dubai, yaitu dalam mengembangkan entrepreneurshipnya, mereka melakukan program-program yang difokuskan pada masing-masing sektoral, terlebih pada sektor yang memiliki produktivitas yang besar terhadap PDRBnya (Rashid, 2011).

Terkait dengan tema ini juga ditemukan adanya regulasi yang berhubungan dengankerja sama antara industri skala besar dengan para nelayan (Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2002 Tentang Usaha Perikanan Pasal 4). Beberapa implementasi dari kebijakan ini adalah pengelolaan potensi sumber daya perikanan termasuk W PP

yang memprioritaskan nelayan kecil tanpa merugikan usaha penangkapan besar.Hal tersebut diatur dengan perijinan penangkapan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dan diimplementasikan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bitung. Hal tersebut terlihat dari beberapa perusahaan industri skala menengah dan besar, tidak memiliki armada penangkapan sehingga untuk bahan baku industri, dibeli dari para nelayan. Ini berarti bahwa bagi usaha penangkapan skala mikro dan kecil memiliki banyak peluang dalam mengembangkan usahanya untuk mensuplai bahan baku pada industri pengolahan yang ada di Kota Bitung. Hal tersebut sangat menguntungkan dari hubungan sinergi dan share pendapatan juga dari segipengembangan entrepreneurship. Adanya hubungan yang sinergi tersebut membentuk iklim usaha yang kondusif antara nelayan skala mikro dan kecil dengan para usaha industri skala menengah dan besar.Sehingga, adanya kondisi ini, memberikan efek positif dalam pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung.

Dari tema Pengembangan Kawasan Ekonomi Sebagai Stimulator Bagi Pembentukan Entrepreneurship, ditemukan adanya kebijakan tentang pengembangan kawasan strategis cepat tumbuh seperti pembentukan dan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan M inapolitan.Secara umum tujuan pembentukan dan pengembangan kawasan ini untuk memaksimalkan potensi ekonomi daerah melalui aktivitas ekonominya.Dalam tema ini juga masih terkait dengan tema sebelumnya, dimana implikasi dari pengembangan industri unggulan dapat dilakukan melalui kawasan strategis cepat tumbuh dan kawasan ekonomi yang telah dibentuk. Pengembangan industri unggulan daerah, industri perikanan dan turunannya, akan dimaksimalkan dengan adanya pengembangan kawasan minapolitan yang saat ini telah berproses dibeberapa titik lokasi yaitu Kecamatan Aertembaga, Kecamatan Lembeh Utara dan Kecamatan Lembeh Selatan. Tentunya, kawasan ekonomi khusus juga memiliki kontribusi besar dalam mengembangkan industri unggulan daerah seperti industri perikanan dengan membentuk kawasan-kawasan pendukung KEK di Kabupaten sekitar dan membangun

konektivitas dan logistik industri dalam mengembangkan sentra-sentra pertumbuhan ekonominya.

Implikasi lainnya dari temuan ini adalah peningkatan PM A dan PM DN di Kota Bitung. Hal itu terjadi karena dalam proses pengembangan kawasan tersebut, terbukanya peluang kerja sama dan investasi dari para investor asing maupun investor lokal untuk mengembangkan potensi sumber daya yang ada di Kota Bitung. Terkait dengan topik penelitian ini, dengan adanya pembentukan dan pengembangan kawasan ekonomi, dan juga adanya pembentukan iklim investasi yang baik, maka secara langsung mendorong terjadinya pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung.

Dari tema Pemberdayaan M asyarakat M enjadi Pelaku Usaha dan Pengembangan Usaha M asyarakat, ditemukan adanya perkuatan dana bergulir yang telah diimplementasikan oleh Dinas Koperasi dan UKM Kota Bitung sejak tahun 2009 hingga saat ini melalui program penciptaan iklim usaha. Peran pemerintah yang mendukung program itu, juga dengan adanya sosialisasi dan pelatihan terhadap para pelaku usaha, mereka bisa mengembangkan usahanya dengan maksimal. M elalui kegiatan perkuatan dana bergulir juga, bertujuan untuk pengembangan usaha produksi, salah satunya dibidang perikanan. Berkaitan dengan pengembangan industri unggulan daerah, tentunya kegiatan ini menjadi sebuah pendukung kebijakan tersebut.

Di samping itu, adanya perkuatan dana bergulir yang setiap tahunnya meningkat berdasarkan alokasi dana yang tersedia, mengindikasikan bahwa bertambah pula jumlah pelaku usaha yang ada di Kota Bitung. Sehingga, penciptaan iklim usaha, dilihat dari terlaksananya program dan kegiatan ini merupakan faktor yang menunjang pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung.Namun, implikasi dari kegiatan ini, tidak terlalu efektif dalam menunjang dampak tinggi entrepreneurship (High Impact Entrepreneurship) di Kota Bitung, karena entrepreneur yang tercakup dalam dampak tinggi entrepreneurship adalah mereka yang memulai dan memimpin usahanya dengan dampak atas rata-rata dalam penciptaan lapangan kerja, penciptaan kekayaan dan pengembangan model peran

kewirausahaan (M orris, 2011). W alaupun demikian, dengan adanya kegiatan ini, bisa menjadi sebagai sebuah wadah bagi masyarakat untuk menjadi entrepreneur skala mikro dan kecil, yang nantinya jika dilihat secara keseluruhan dengan entrepreneur yang tercakup dalam dampak tinggi entrperneurship, maka dorongan terhadap pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung semakin besar.

Dari tema Perijinan, ditemukan adanya Sistem Pelayanan Perijinan Terpadu yang telah beroperasi sejak tahun 2009 oleh BPPT-PM Kota Bitung.Adanya sistem tersebut memudahkan masyarakat dan entrepreneur dalam mengurus perijinan, mendapatkan pelayanan yang baik dan nyaman dalam rangka melaksanakan program peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi di Kota Bitung. Untuk mendukung hal tersebut, BPPT-PM menjalin kerja sama dengan CIDA-KPK dalam pendampingan mengenai integritas pelayanan publik. Penciptaan iklim investasi yang kondusif juga tidak hanya dari pengembangan kawasan ekonominya tetapi juga dari sistem administrasi prosedurnya, salah satunya dari pelayanan perijinan. Implikasi dari aktivitas ini, sebagai bagian dari implementasi kebijakan dan peran pemerintah, secara tidak langsung mendukung pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung.

Tema selanjutnya yaitu Perpajakan, ditemukan Pemberian intensif fiskal seperti pembebasan pajak bagi para nelayan, dan untuk usaha perikanan skala mikro dan kecil.Pajak reklame dan pajak air tanah merupakan sumber dari Pajak Asli Daerah Kota Bitung. Pada ketentuannya, besaran Pajak Reklame yang harus dibayarkan adalah sebesar 25% dari nilai sewa reklame berdasarkan ketentuannya dan besaran Pajak Air Tanah yang harus dibayarkan adalah 20% dari nilai perolehan air tanah. Besaran nilai tersebut bagi usaha industri menengah ke atas tidak mengalami kesulitan.Namun, bagi usaha skala mikro dan kecil, mendapat pembebasan pajak karena besaran tersebut terlalu besar untuk dibayarkan.Bagi para nelayan menurut Peraturan Pemerintah Tahun 2002 Nomor 54 Tentang Usaha Perikanan Pasal 18, tidak dikenakan pajak.Hubungannya dengan topik penelitian ini dimana entrepreneurship Kota Bitung berkembang, karena didorong

oleh lingkungan administrasi yang menunjang iklim investasi dan menjadi pengusaha.

Dari temuan-temuan yang sudah dipaparkan, kebijakan dan rencana strategik pemerintah mendukung pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung.Terkait dengan studi kebijakan publik Parsons, dukungan merupakan salah satu bagian input dari proses bekerjanya kebijakan publik. Dukungan ini mulai dari mengembangkan sumber daya alamnya melalui pengembangan indsutri unggulan daerah, mempersiapkan sumber daya manusia melalui pemberdayaan masyarakat menjadi pelaku usaha dan mengembangkan usahanya, membentuk kawasan strategi cepat tumbuh seperti kawasan ekonomi dan kawasan pendukung-pendukungnya termasuk logistik industri dan konektivitas serta mengembangkan sistem administrasi yang kondusif melalui perijinan dan perpajakan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh M ishra (2013), bahwa pendekatan pemerintah yang komprehensif untuk mengembangkan entrepreneurship melalui penyediaan informasi dalam regulasi seperti SOP, perijinan, perpajakan, memberikan konsultasi mengenai perencanaan bisnis, mengontrol dan menjamin kualitas produk, membuat unit inkubator dalam menyediakan ruang dan infrastruktur untuk starting entrepreneur, menyediakan wadah untuk memecahkan masalah, mempromosikan inovasi dan produk yang dihasilkan serta membangun hubungan kerja sama yang baik dengan sektor swasta dan antar pemerintah.

Beberapa kebijakan pemerintah yang dianalisis merupakan suatu regulasi untuk mendukung pengembangan entrepreneurship. Regulasi ini adalah salah satu bagian kebijakan dari proses bekerjanya kebijakan publik sebagai suatu sistem. Saat kebijakan-kebijakan ini telah diimplementasikan menjadi program dan kegiatan dalam rencana strategi pemerintah melalui kerja SKPD di Kota Bitung, ini menjadi suatu output dari proses bekerjanya kebijakan public secara simultan.

Implementasi kebijakan tersebut, mengindikasikan bahwa penyampaian dan distribusi kebijakan telah sampai pada targetnya. Namun, yang menjadi penting adalah seberapa efektif implementasi

kebijakan-kebijakan tersebut dalam mengembangkan entrepreneurship di Kota Bitung. Kebijakan dan peran pemerintah dalam mengembangkan entrepreneurship secara luas perlu dipertimbangkan baik pada level makro dan mikro, juga di tingkat spasial regional dan lokal. Pengalaman yang sama ditunjukkan oleh Pemerintah Inggris. Pemerintah Inggris melakukan pengubahan sistem perpajakan dan membuatnya lebih mudah bagi perusahaan skala kecil dalam menjual produk mereka sehingga mereka mencapai tingkat inflasi yang rendah dan stabil (DTI, 1998). Demikian pula Uni Eropa, yang mendorong pengembangan entrepreneurship melalui rasa kepercayaan sektor swasta dan pengurangan pada premi resiko dan tingkat suku bunga (CEC, 1995) serta mengatur kebijakan lainnya termasuk mengurangi peraturan, meingkatkan akses ke pasar dan menciptkan budaya untk mendukung program kewirausahaan melalui pendidikan dan lainnya (M cQuaid, 2000).

Selain implementasi, menurut Parsons, output dari proses bekerjanya kebijakan publik adalah legitimasi, modifikasi atau penyesuaian dan evaluasi. Legitimasi dapat dilihat dari beberapa kebijakan yang telah dianalisis ada yang menetapkan mengenai kebijakan umum tentang industry unggulan daerah, penetapan Bitung sebagai kawasan ekonomi khusus dan lainnya.M odifikasi atau penyesuaian dapat terlihat dari kebijakan-kebijakan yang secara khusus dikembangkan dari yang sudah ada seperti pengembangan kawasan minapolitan merupakan pengembangan dari kebijakan untuk kawasan strategis cepat tumbuh. Bagian output selanjutnya adalah evaluasi dari implementasi kebijakan tersebut. Beberapa implementasi dari kebijakan yang telah dianalisis, masih terlihat belum optimal seperti penciptaan iklim usaha yang kondusif, pengembangan sistem pendukung usaha, optimalisasi pengelolaan dan pemasaran produksi, dan peningkatan sarana prasana pengembangan industri dan perdagangan.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketidakoptimalan dari implementasi kebijakan dan peran pemerintah tersebut, yakni hubungan kerja sama antara pemerintah dengan pemerintah

(mencakup program dan kegiatan yang lintas SKPD), pemerintah dengan sektor swasta, dan faktor sumber daya manusia (kuantitas dan kualitas). Hubungan kerja sama antar pemerintah, merupakan salah satu faktor dalam mengoptimalkan kebijakan pemerintah yang telah dibuat untuk mengembangkan entrepreneurship di daerahnya. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam hubungan kerja sama pemerintah yaitu, efisiensi, bertanggung jawab, transparansi dan jujur (Godfrey, 2002). Selain itu, aspek lainnya yang perlu diperhatikan juga adalah akuntabilitas, manajemen yang baik, integritas, komitmen, profesionalitas, serta kepemimpinan dan integrasi. Aspek-aspek inilah yang memang belum optimal diterapkan dalam hubungan kerja sama dan koordinasi antara pemerintah, terutama dalam melaksanakan program dan kegiatan yang lintas sektor.

Ketidakoptimalan mengimplementasikan kebijakan dan rencana strategik pemerintah terhadap sasaran dan targetnya, salah satunya juga dipengaruhi oleh kultur kerja dari para SDM pemerintahnya. Bagi sebagian besar SDM yang bekerja di sektor formal, belum mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Program dan kegiatan tidak dilihat secara menyeluruh, tetapi masih dilihat sebagai sebuah “proyek” yang harus diselesaikan sesuai deadline, sehingga impak dari program dan kegiatan ini tidak memiliki dampak yang signifikan. Padahal, program dan kegiatan yang mendukung pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung melibatkan banyak sektor swasta dan sektor formal lainnya yang dampaknya diharapkan signifikan dalam mengembangkan entrepreneurship serta meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan daerah Kota Bitung.

Sektor swasta dalam hal ini para entrepreneur, memerlukan profesionalitas yang tinggi dalam mengembangkan usahanya. Hal ini akan menjadi masalah saat berhadapan dengan sektor formal yang memiliki SDM dengan tingkat profesionalitas yang masih rendah. Hal ini telah ditanggap oleh BPPT-PM dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik yang bekerja sama dengan KPK, sehingga melalui program ini bisa memberikan efek positif terhadap relasi dengan sektor swasta. Namun, beberapa program dan kegiatan lainnya dalam

rencana strategik Pemerintah Kota Bitung yang melibatkan koordinasi beberapa sektor belum optimal dalam pelaksanaannya seperti peningkatan dan kolaborasi antara pemerintah dan swasta, ada juga peningkatan aksesibilitas, peningkatan pemasaran dan teknologi, peningkatan promosi produk UKM , dan persiapan database ekonomi dan pusat perekonomian bisnis.

Terkait dengan SDM yang bekerja di Pemerintah Kota Bitung, dari segi kuantitas, masih kurang dalam menangani tugasnya. Namun, jika didukung dari segi kualitas (skill dan pendidikan) akan mengurangi permasalahan yang dialami hampir semua SKPD di Pemkot Bitung. Dalam mewujudkan kebijakan pemerintah dan peran pemerintah melalui rencana strategiknya untuk pengembangan entrperneurship, SDM yang bekerja di pemerintahan seharusnya memiliki wawasan mengenai entrepreneurship itu sendiri. Sehingga dalam proses implementasinya, hasilnya jelas mengembangkan entrepreneurship secara signifikan.

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa pengembangan entrepreneurship di Sulawesi Utara, terutama di Kota Bitung, harus terorganisir melalui 3 substansi dalam model kerangka analisis Parson, yaitu birokrasi atau hirarki, komunitas dan pasar. Berkaitan dengan itu, birokrasi atau hirarki,dengan pemerintah sebagai aktor di dalamnya, memiliki sebuah peranan penting yang membentuk norma, nilai dan jaringan dalam pengembangan entrepreneurship sebagai bagian dari komunitas. Kemudian, sebagai suatu koordinasi sosial, substansi-substansi tersebut, akan mempengaruhi pasar melalui insentif dan harga. Penjelasan ini dapat digambarkan melalui bagan di bawah ini.

Bagan 4.1. M odel Organisasi Kebijakan Publik Pengembangan Entrepreneurship

Lampiran

Lampiran 4.1. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan RPJM D PemDa Kota Bitung

Dari penetapan 6 (enam) prioritas program percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi.Program tersebut merupakan dasar bagi mendorong bergeraknya ekonomi daerah yang dampaknya adalah terbukanya lapangan kerja baru serta berkurangnya jumlah rakyat miskin.Salah satu dari program tersebut adalah mendorong usaha mikro kecil dan menengah (UM KM ) untuk berkembang.Perlu ada perlakuan tersendiri agar para pelaku UM KM tidak terpaksa harus berhadapan dengan pengusaha besar.

1. Bagaimana implementasi program tersebut di Kota Bitung? 2. Sudah sejauh mana pelaksanaannya?

3. Bagaimana perkembangannya dari tahun 2010 sampai saat ini? 4. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dan bagaimana mengatasinya?

Birokrasi / Hirarki (Aturan, Otoritas dan

Hirarki)

Komunitas -Entrepreneurship (Norma, Nilai dan

Jaringan) Pasar

5. Apa capaian keberhasilannya?

Dalam 15 Kebijakan Dasar ProgramPembangunan Daerah Kota Bitung yang akan dilaksanakan selama 5 (lima) tahun kepemimpinan Kepala Daerah, ada 2 poin kebijakan yang akan saya tanyakan yakni:

Point ke 9.Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah;

1. Bagaimana implementasi kebijakan tersebut sejak ditetapkan hingga sekarang ini?

2. Apa-apa saja program yang sudah dilakukan, sementara dilakukan dan akan dilakukan?

3. Bagaimana perkembangan program tersebut?

4. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap program tersebut? 5. Apa saja capaian-capaiannya? (data fisik jika ada)

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun ke depan akan dilaksanakan program pembangunan daerah. Berdasarkan urusan pemerintahan yang wajib ada beberapa program. Berkaitan dengan tesis saya, saya akan menanyakan

A. Koperasi dan UKM :

- Penciptaan Iklim Usaha M enengah yang Kondusif;

- Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif KUMKM;

- Pengembangan Sistem Pendukung Usaha bagi KUMKM; 1. Apa saja yang dilakukan Pemerintah (dinas terkait) dengan

adanya program-program tersebut?

2. Apa-apa saja kegiatan yang sudah dilakukan, sementara dilakukan dan akan dilakukan?

3. Bagaimana perkembangan program tersebut sejak tahun 2009-2013?

4. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap program tersebut? 5. Apa saja capaian-capaiannya? (data fisik jika ada)

6. Apa kendala-kendala yang dihadapi dan bagaimana solusinya? 7. Tambahan pertanyaan RPJM D hal 196-200.

8. Poin penting 198 (M engkaji ulang terhadap berbagai peraturan daerah yang dianggap menghambat dsb....) berkaitan dengan itu, Perda2 apa saja yang dahulunya dianggap menghambat?

B. Penanaman M odal:

- Peningkatan Promosi dan Kerjasama Investasi; - Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi.

1. Apa-apa saja kegiatan yang sudah dilakukan, sementara dilakukan dan akan dilakukan terkait dengan program-program tersebut?

2. Bagaimana perkembangan program tersebut sejak tahun 2009-2013?

3. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap program tersebut? 4. Apa saja capaian-capaiannya? (data fisik jika ada)

5. Apa kendala-kendala yang dihadapi dan bagaimana solusinya? 6. Berapa perkembangan investor sejak 2009-2013?

7. Bagaimana efek/dampaknya terhadap iklim bisnis di kota Bitung?

Program Urusan Pilihan A. Kelautan dan Perikanan:

- Optimalisasi pembangunan di Kawasan M inapolitan - Permberdayaan Ekonomi M asyarakat Pesisir;

- Pemberdayaan M asyarakat dalam Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan;

- Pengembangan Budidaya Perikanan; - Pengembangan Perikanan Tangkap;

- Optimalisasi pengolahan dan pemasaran produksi perikanan

1. Apa-apa saja kegiatan yang sudah dilakukan, sementara dilakukan dan akan dilakukan terkait dengan program-program tersebut?

2. Bagaimana perkembangan program tersebut sejak tahun 2009-2013?

3. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap program tersebut? 4. Apa saja capaian-capaiannya? (data fisik jika ada)

5. Apa kendala-kendala yang dihadapi dan bagaimana solusinya? 6. Terkait dengan pengembangan perikanan tangkap, bagaiamana

respon Pemerintah tentang potensi perikanan tangkap yang mulai menurun terlebih di sekitar bitung maupun laut sualwesi? (12 mil dari ZEE)

7. Dalam optimalisasi pengolahan dan pemasaran produksi perikanan, bagaimana dampaknya terhadap kinerja sektor industri pengolahan hasil perikanan?

8. Pertanyaan pada RPJM D hal 225, 227

B. Perindustrian dan perdagangan

1. apa-apa saja kegiatan yang sudah dilakukan, sementara dilakukan dan akan dilakukan?

2. Bagaimana perkembangan kegiatan yang sementara dilakukan? 3. Apa saja capaian-capaian kerjanya?

4. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi dan bagaimana solusinya?

5. Bagaimana perkembangan IKM sejak tahun 2009-2013?

 Dalam pengembangan sentra-sentra industri potensial, 1. apa saja yang sudah dilakukan, sementara dilakukan dan akan

dilakukan?

2. Bagaimana perkembangan kegiatan yang sementara dilakukan? 3. Apa saja capaian-capaian kerjanya?

4. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi dan bagaimana solusinya?

5. Bagaimana pengaruhnya terhadap iklim investasi kota bitung?  Dalam peningkatan dan pengembangan ekspor,

1. apa saja yang sudah dilakukan, sementara dilakukan dan akan dilakukan?

2. Bagaimana perkembangan kegiatan yang sementara dilakukan? 3. Apa saja capaian-capaian kerjanya?

4. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi dan bagaimana solusinya?

Lampiran 4.2. Analisis deskriptif kerangka legal

Peraturan Bunyi ayat I nterpretasi dan catatan

1. Peraturan daerah Kota Bitung Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perkuatan Dana Bergulir Pemerintah Kota Bitung

Dokumen terkait