• Tidak ada hasil yang ditemukan

Negara Kesejahteraan Dalam Perspektif Barat

BAB II KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN

C. Negara Kesejahteraan Dalam Perspektif Barat

Mengenai akar atau sejarah lahirnya negara kesejahteraan yaitu ketika negara-negara di Eropa mengalami krisis pasca Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Negara kesejahteraan merupakan respon terhadap tantangan kapitalisme dan kesulitan-kesulitan yang terjadi karena depresi dan perang. Tujuan jangka pendek dari sistem negara kesejahteraan adalah untuk meminimalisir dan menghapuskan akses kapitalisme yang paling mencolok. Karena sistem kapitalisme merupakan

sistem ekonomi yang sangat tidak memihak kepada orang-orang lemah atau miskin. Bahkan dalam sistem kapitalisme, negara memiliki peranan yang terbatas dalam mengelola sektor publik. Sedangkan tujuan lain hadirnya sistem negara kesejahteraan adalah untuk mengurangi daya tarik sistem sosialis.28

Perjalanan negara kesejahteraan di Eropa telah di mulai oleh Jerman ketika pada masa pemerintahan kanselir Otto Von Bismarck. Yang mana pada waktu itu rakyat Jerman meminta negara untuk lebih memperhatikan nasib mereka yang dalam kondisi pasca perang. Kemudian pertumbuhan industrialisasi yang semakin pesat telah menciptakan model ekonomi yang amat ekstraktif dan pengaturan kerja yang eksploitatif. Dalam hal ini, industrialisasi telah menyebabkan perubahan tatanan kehidupan masyarakat Jerman, sehingga pemerintah membuat skema kesejahteraan pada tahun 1883.

Edi Suharto, dalam makalahnya yang berjudul “Negara Kesejahteraan dan Reinventing Depsos”, mengutip dari buku Bessant, Rob Watts Judith, Tony Dalton dan Paul Smith yang berjudul, “Talking Policy: How Social Policy in

Made”, menjelaskan bahwa akar atau ide dasar konsep negara kesejahteraan telah

ada sejak abad ke-18, yaitu ketika Jeremy Bentham (1748-1832), mempromosikan gagasan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin the greatest happiness (welfare) of the greatest number of their citizens (kebahagiaan terbesar atau kesejahteraan dari sebanyak-banyaknya warga negara mereka).29 Ia mencoba menjelaskan konsep kebahagiaan dan kesejahteraan dengan menggunakan istilah kegunaan. Menurutnya segala sesuatu yang mampu menciptakan atau

28

M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi. Penerjemah Ikhwan Abidin Basri, dengan judul asli buku “Islam and the Economic Challenge” (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 133.

29

menghadirkan kebahagiaan yang lebih adalah sesuatu yang baik. Begitupun sebaliknya sesuatu yang tidak menghadirkan kebahagiaan atau kesejahteraan adalah sesuatu yang buruk. Dalam hal ini ia ingin menjelaskan bahwa negara harus mampu menciptakan kesejahteraan dan kebahagian sebanyak mungkin untuk rakyat. Negara pun harus mampu melakukan upaya reformasi hukum yang tidak mengarah kepada kesejahteraan, peran konstitusi dan penelitian sosial untuk membangun kebijakan sosial. Bentham, lewat gagasan-gagasannya itu ia digelari sebagai “Bapak Negara Kesejahteraan” (father of welfare state).

Sir William Beveridge (1942) dan T.H. Marshall (1963) adalah merupakan tokoh lain yang turut mempopulerkan sistem negara kesejahteraan. Di Inggris, dalam laporannya mengenai Social Insurance and Allied Services (asuransi sosial dan kumpulan pelayanan sosial), yang terkenal dengan nama Beveridge Report, Beveridge, menyebut kekurangan (want), kemelaratan (squalor), Kebodohan (ignorance),Penyakit (disease)dan Kemalasan(idleness)sebagai ‘ the five giant evils’ (lima setan-setan raksasa) yang harus diperangi. Dalam laporan itu, Beveridge, memiliki gagasan-gagasan mengenai perlindungan hak-hak warga negara yang harus dipenuhi oleh negara, yaitu dengan menciptakan sebuah sistem asuransi sosial yang komperhensif. Menurut Beveridge, hanya sistem itu yang mampu memberikan kesejahteraan dan mampu melindungi hak-hak warga negara dari mulai lahir hingga meninggal (from cradle to grave). Pengaruh laporan Beveridge tidak hanya di Inggris, melainkan juga menyebar ke negara-negara lain di Eropa dan bahkan hingga ke Amerika Serikat dan kemudian menjadi dasar bagi pengembangan skema jaminan sosial di negara-negara tersebut.30

30

Kesejahteraan sosial dengan sistem asuransi yang digagas oleh Beveridge, memiliki banyak kekurangan. Karena dengan menggunakan dasar prinsip dan skema asuransi, banyak resiko-resiko yang dihadapi oleh warga negara, terutama ketika mereka tidak mampu membayar kontribusi (premi). Kemudian asuransi sosial juga tidak mampu merespon kebutuhan kelompok-kelompok khusus, seperti; orang cacat, orang tua tunggal, serta orang-orang yang tidak mendapatkan pekerjaan. Manfaat asuransi sosial terkadang tidak mampu memenuhi kesejahteraan warga negara, karena jumlahnya yang terlalu kecil sehingga hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar secara minimal.

Marshall, memiliki pemikiran yang berbeda mengenai kesejahteraan sosial terutama dalam konteks kapitalisme. Menurutnya kewajiban untuk menciptakan kesejahteraan sosial menjadi tanggungjawab semua warga negara. Warga negara memiliki kewajiban kolektif untuk memperjuangkan kesejahteraan orang lain lewat sebuah lembaga yang disebut negara. Ketidakadilan yang disebabkan karena ketidak sempurnaan pasar menyebabkan kesejahteraan sosial tidak tumbuh secara merata dalam kehidupan warga negara. Menjadikan negara sebagai lembaga yang mampu menciptakan pelayanan sosial dan kesejahteraan sosial merupakan sebuah solusi untuk menutupi dan mengurangi ketidak sempurnaan pasar dan juga untuk mengurangi dampak-dampak negatif dari sistem kapitalisme. 31

Pematangan konsep negara kesejahteraan terjadi pada periode akhir 1960-an d1960-an awal 1970-1960-an. Pada periode-periode tersebut di negara-negara Eropa khususnya, kebijakan-kebijakan sosial tumbuh dengan pesat dan negara banyak mengeluarkan kas negaranya untuk menciptakan pelayanan sosial. Negara-negara

31

Eropa banyak mengadopsi berbagai program jaminan sosial baru, seperti; program pensiun, program jaminan orang cacat, dan santunan bagi pengangguran.32 Program-program kesejahteraan sosial yang diciptakan oleh negara terus mengalami peningkatan sesuai dengan kemajuan industrialisasi dan laju pertumbuhan ekonomi yang terjadi.

Sistem negara kesejahteraan mencoba menjadi penyeimbang antara peran negara dan pasar, antara oligarki dan redistribusi ekonomi, antara pertumbuhan dan pemerataan. Seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Uni Eropa dan negara Skandinavia, menganut negara kesejahteraan atau welfare state sebagai langkah untuk membangun kesejahteraan sosial warganya. Seperti telah dijelaskan diatas, pada hakikatnya kesejahteraan sosial merupakan hak asasi warga negara yang wajib dipenuhi oleh negara. Maka, hak asasi merupakan sebuah titik sentral pertimbangan negara dalam pengambilan kebijakan-kebijakan sosial. hak-hak dasar warga negara yang harus dipenuhi oleh negara, yaitu; hak untuk mendapatkan keamanan sosial, hak mendapatkan pekerjaan, hak mendapatkan tempat tinggal yang layak, hak mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan pelayanan kesehatan, dan jaminan-jaminan sosial lainnya. Bila hak warga negara tidak dipenuhi oleh negara maka negara telah melakukan pelanggaran kemanusiaan dan tidak menjalankan fungsinya.33

Upaya untuk menyingkirkan peranan negara atau intervensi negara terhadap kebijakan-kebijakan publik telah dimulai sejak lahirnya pemikiran aliran Kanan Baru, aliran ini sering disebut ekonomi Thatcherisme atau Reaganisme.

32

Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta: LP3ES, 2006), h. 28.

33

Negara dan Kesejahteraan, artikel diakses pada 6 September 2008 dari http://www.inilah.com/berita/2008/07/24/40004/negara-dan-kesejahteraan/

Neoliberalisme pertama kali diperaktekkan oleh Perdana Menteri Margareth Thatcher di Inggris, yaitu dengan menghapus kewajiban negara memikul tanggung jawab terhadap rakyat yang tidak produktif, meminggirkan komitmen pemerintah untuk mewujudkan full employment (kesempatan kerja penuh), memangkas secara radikal subsidi-subsidi sosial, dan sebagai gantinya, pemerintahan Thatcher lebih mementingkan pelayanan terhadap swasta, melakukan pemotongan pajak, menjalankan program privatisasi/ swastanisasi dan liberalisasi, menghilangkan pengawasan terhadap penyiaran, telekomunikasi, transportasi, dan perikanan, kemudian membabat habis seluruh serikat buruh dan menyalahkannya sebagai penyebab rendahnya kinerja industri Inggris.34

Pelucutan peran negara terus berlanjut lewat pengaruh globalisasi pada abad ke-21. Istilah globalisasi menempati berbagai agenda intelektual dan politik. Kata itu sekarang muncul dimana-mana, pidato politik tidak lengkap, atau manual bisnis tidak dapat diterima jika tidak menyebut kata globalisasi. Globalisasi dengan segala kebaikan dan keburukannya telah mendorong perdebatan intens, dan menjadi pusat dari sebagian besar diskusi politik dan perdebatan ekonomi.35

Istilah globalisasi berakar pada konsep yang lebih umum bahwa akumulasi modal, perdagangan dan investasi tidak lagi dibatasi pada negara-bangsa. Dalam pengertiannya yang lebih umum, globalisasi mengacu pada aliran-aliran barang, investasi, produksi dan teknologi lintas bangsa. Globalisasi telah menciptakan sebuah tatanan dunia baru dengan lembaga-lembaga dan konfigurasi-konfigurasi

34

Noreena Herzt, Perampok Negara: Kuasa Kapitalisme Global dan Matinya Demokrasi, dengan judul asli buku; “The Silent Take Over; Global Capitalism and the Death of Democracy”

(Yogyakarta: Alinea, 2005), h. ix. 35

Anthony Giddens, Jalan Ketiga: Pembaruan Demokrasi Sosial, dengan judul asli buku;

“The Third Way: The Renewal of Social Democracy” (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), Cet. Ke-4, h. 32.

kekuasaannya yang menggantikan struktur-struktur sebelumnya yang diasosiasikan dengan negara-bangsa.36

Perkembangan ekonomi global memiliki implikasi terhadap negara kesejahteraan (welfare state). Batas dan kekuatan negara yang semakin memudar, organisasi-organisasi independen, badan-badan supra-nasional dan perusahaan-perusahaan multinasional. Sebuah konsekuensi logis dari kecenderungan global dan telah memunculkan kritik terhadap sistem negara kesejahteraan yang dipandang tidak tepat lagi untuk diterapkan sebagai pendekatan dalam pembangunan suatu negara. Bahkan berkembangnya anggapan yang menyatakan bahwa negara kesejahteraan telah mati (welfare state has gone away and died).37

Edi Suharto, dalam makalahnya yang berjudul “Islam dan Negara

Kesejahteraan” mengutip dari bukunya Ramesh Misrah, yang berjudul

“Globalization and welfare state” , dijelaskan bahwa globalisasi telah membatasi kapasitas negara-bangsa dalam melakukan perlindungan sosial. Lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia (World Bank) dan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/ IMF) menjual kebijakan-kebijakan ekonomi dan sosial kepada negara-negara berkembang dan negara-negara Eropa Timur agar memperkecil pengeluaran pemerintah, memberikan pelayanan sosial yang selektif dan terbatas, serta menyerahkan jaminan sosial kepada pihak swasta.38

36

James Petras dan Henry Veltmeyer, Imperialisme Abad 21, dengan judul asli buku;

“Globalization Unmasked: Imperialism in the 21 Century” (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002), Cet. Ke-1, h. 37.

37

Edi Suharto, “Peta dan Dinamika Welfare State Di Beberapa Negara”, artikel diakses

pada tenggal 12 September 2008 dari

situs:http://www.policy.hu/suharto/naskah%20PDF/UGMWelfareState .pdf 38

Edi Suharto, “Islam dan Negara Kesejahteraan”, artikel diakses pada tanggal 25

September 2008 dari

Adanya anggapan yang mengatakan bahwa negara kesejahteraan telah berakhir (mati), karena tidak mampu menghadapi ancaman globalisasi dan berkuasanya sistem kapitalisme adalah sebuah anggapan yang tidak benar. Sistem negara kesejahteraan masih tetap berdiri kokoh dengan segala skema-skema kesejahteraan sosial yang dipraktekkan di negara-negara Skandinavia, Eropa Barat, bahkan di negara-negara yang menganut paham liberal yang kuat seperti Amerika, Inggris dan Australia. Dalam hal ini, negara kesejahteraan sedang mengalami reformulasi dan penyesuaian sejalan dengan tuntutan perubahan tatanan global. Jadi, sangat salah bila menganggap sistem negara kesejahteraan telah menemui akhir dari sejarahnya.39

Salah satu bukti yang mampu mematahkan mitos the end of welfare state, adalah masih beroperasi 3 (tiga) model negara kesejahteraan yang dipraktekkan oleh negara-negara di dunia, yaitu:40

1. Model Residual (Residual Welfare State)

Model ini dianut oleh negara-negara Anglo-Saxon yang meliputi Amerika Serikat, Inggris, Australia, Kanada dan Selandia Baru. Model negara kesejahteraan residual dicirikan dengan basis rezim kesejahteraan liberal dan pemberian jaminan sosial kepada warga negara secara terbatas dan selektif, serta adanya kesempatan besar bagi swastanisasi pelayanan publik. Umumnya pelayanan sosial yang diberikan berjangka pendek dan relatif kecil.

2. Model Universal (Universalist Welfare State)

Model universal sering juga disebut sebagai the Scandinavia Welfare State. Model ini diadopsi oleh negara-negara seperti; Swedia,

39

Edi, Peta dan Dinamika Welfare State. 40

Norwegia, Denmark, Finlandia, dan Belanda. Model negara kesejahteraan ini dicirikan dengan basis rezim kesejahteraan sosial demokrat dan jaminan sosial yang diberikan kepada warga negara bersifat komprehensif.

3. Model Korporasi atau Social Insurance Welfare State

Model korporasi ini diadopsi oleh negara-negara seperti; Jerman, Austria, Belgia, Prancis, Italia, dan Spanyol. Model negara kesejahteraan ini dicirikan dengan basis rezim kesejahteraan konservatif dan jaminan sosial yang diberikan kepada warga negara dilaksanakan secara melembaga dan luas, namun kontribusi terhadap berbagai skema jaminan sosial berasal dari tiga pilar, yaitu; pemerintah, dunia usaha dan pekerja (buruh). Dalam hal ini, pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh negara diberikan terutama kepada mereka yang bekerja atau mampu memberikan kontribusi melalui skema asuransi sosial. Ide model negara kesejahteraan ini pertama kali dikembangkan oleh Otto Van Bismarck dari Jerman, dan model negara kesejahteraan ini sering disebut sebagai model Bismarck.

Globalisasi yang menjadi anak kandung dari sistem kapitalisme memiliki peran yang besar dalam upaya pelucutan segi tiga “suci” (pertumbuhan ekonomi-kesempatan kerja penuh-jaminan sosial) sistem negara kesejahteraan. Seiring perubahan tatanan global dan perekonomian dunia, peristiwa itu telah memaksa sistem negara kesejahteraan yang dipraktekkan di beberapa negara-negara direstrukturisasi. Restrukturisasi itu sebenarnya lebih kepada upaya untuk melucuti skema-skema kesejahteraan yang ada dalam sistem negara kesejahteraan.41

41

Negara memang bukan satu-satunya lembaga yang dapat menyelenggarakan pelayanan sosial kepada warga negaranya. Namun, negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan sosial kepada warga negaranya sebagai usaha untuk menciptakan kesejahteraan sosial, dan mandat negara untuk melaksanakan pelayanan sosial lebih kuat dari pada masyarakat, dunia usaha atau lembaga-lembaga kemanusiaan internasional. Negara sebagai lembaga yang memiliki legitimasi publik yang dipilih dan dibiayai oleh rakyat, memiliki kewajiban untuk memenuhi, melindungi dan menghargai hak-hak dasar warga negara, ekonomi dan budaya.

1. Kebijakan Sistem Negara Kesejahteraan Modern

Negara kesejahteraan merupakan bentuk negara yang memposisikan negara sebagai lembaga yang mampu memenuhi hak-hak sosial warganya. Kebijakan-kebijakan politik negara yang bertujuan untuk menghadirkan kebahagiaan dan kesejahteraan merupakan komitmen politik sistem negara kesejahteraan. Dalam hal ini negara kesejahteraan lebih diidentikkan dengan kumpulan-kumpulan kebijakan sosial. kebijakan sosial digunakan sebagai alat untuk mendefinisikan hubungan negara dengan warganya.

Kebijakan-kebijakan sosial dalam negara ksejahteraan bukanlah suatu entitas yang memiliki wajah tunggal. Pada praktekknya, kebijakan-kebijakan sosial yang diterapkan di satu negara kesejahteraan dengan negara kesejahteraan lain akan bervariasi. Perbedaan kebijakan sosial disebabkan oleh perbedaan sistem pemerintahan dan masalah-masalah yang dihadapi

negara. Namun, ada beberapa kebijakan pokok yang harus ada dalam sistem negara kesejahteraan modern (modern welfare state), yaitu:

a. Kebijakan ketenagakerjaan

Kebijakan ketenagakerjaan merupakan kebijakan yang paling utama dalam negara kesejahteraan. Di sini, negara harus mampu menyediakan akses lapangan pekerjaan bagi warganya. Tujuan dari kebijakan ketenagakerjaan tidak lain adalah untuk menciptakan daya beli masyarakat dan mengurangi ketergantungan warga negara atas tunjangan-tunjangan sosial yang disediakan oleh negara.

Kebijakan ketenagakerjaan (employment policy) dibagi kedalam dua kebijakan pokok, yaitu; outset kebijakan dan kebijakan active employment (kebijakan tenaga kerja aktif). Mengenai Outset kebijakan, negara memiliki beberapa kewajiban: Pertama, negara harus membuat sebuah kebijakan dan upaya untuk memberikan bantuk-bentuk asuransi penganguran, sebagai peranan negara dalam mensiasati kompetisi yang tidak sempurna dalam dunia lapangan kerja. Kedua, negara harus membuat kebijakan dan upaya agar tidak tercipta tingginya angka pengangguran, karena hal itu akan menimbulan konflik masyarakat dan meningkatnya angka kemiskinan. Ketiga, negara membuat kebijakan dan upaya untuk mengaitkan antara kebijakan pendidikan dengan kebijakan ketenagakerjaan dengan tujuan untuk merespon tantangan sosial-ekonomi yang dihadapi negara.42

42

Sedangkan kebijakan active employment yaitu kebijakan yang akan menjawab segala permasalahan dalam ketenagakerjaan, terutama pasar tenaga kerja. Pasar tenaga kerja merupakan penjelasan mengenai kondisi dan status dari warga negara yang berkaitan dengan kerja, seperti; lapangan pekerjaan, usia kerja, jenis pekerjaan, dan output kerja. Ketika suatu lembaga statistik memberikan data mengenai pasar tenaga kerja, kewajiban pemerintah, para ahli dan politisi adalah mampu menafsirkan data pasar tenaga kerja secara benar dan kemudian merekomendasikan kepada warga negara. Jika mereka gagal menafsirkan data pasar tenaga kerja, maka warga negara akan menuai kualitas kehidupan yang buruk. Pemerintah tidak hanya berkewajiban untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negara di satu sisi, disisi lain lapangan pekerjaan yang disediakan pemerintah harus mampu mensejahterakan.43

b. Layanan pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang terpenting dan mendasar yang harus didapatkan oleh setiap warga negara. Karena proses ekonomi dan politik suatu negara tidak terlepas dari layanan pendidikan yang didapatkan warga negara. Negara-negara yang penduduknya memiliki kualitas pendidikan yang rendah, maka negara tersebut akan berada pada posisi negara miskin dan terbelakang. Hal ini disebabkan karena ketidak mampuan warga negaranya dalam mengakses segala informasi penting. Sedangkan negara-negara yang penduduknya memiliki kualitas pendidikan

43

yang tinggi, maka negara tersebut akan berada pada posisi negara kaya dan maju. Ini disebabkan, karena warga negaranya memiliki bekal pendidikan yang tinggi, sehingga mereka mampu mengakses segala informasi yang dibutuhkan untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik.

Layanan pendidikan memiliki posisi penting dalam mewujudkan sebuah negara yang adil, makmur dan sejahtera. Dalam hal ini pendidikan adalah bagian penting dari pemberdayaan masyarakat untuk turut serta dalam menciptakan kemakmuran negara. Jadi tugas negara agar bisa menjadi negara yang kehidupan rakyatnya sejahtera adalah menyediakan sistem pendidikan dan pengembangan pendidikan.44

Pendidikan akan menciptakan kemampuan orang perorang dan masyarakat mengakses sumber daya dan tata kebijakan, dan mengorganisasikannya untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran mereka sendiri. Pendidikan yang didapatkan oleh warga negara akan menciptakan kemampuan efektif dalam menghadapi situasi dimana orang atau masyarakat terjebak dalam struktur sosial-kemasyarakatan yang bisa menciptakan kemiskinan dan kemunduran atau deprivasi sosial. Terutama dalam era globalisasi, kemampuan dan layanan pendidikan yang didapatkan warga negara akan menentukan seberapa jauh kehidupan sosial-ekonomi dapat terus berkembang, seiring berkembangnya negara-negara lain.

44

c. Layanan kesehatan

Di negara-negara berkembang atau negara-negara yang memiliki penduduk miskin yang relatif tinggi, layanan kesehatan sesuatu yang sulit didapatkan. Dalam hal ini pelayanan kesehatan gratis yang disediakan oleh negara. Dalam model negara kesejahteraan, layanan kesehatan merupakan salah satu pilar penting yang harus disediakan oleh negara. Contohnya, Inggris dan Swedia merupakan model negara kesejahteraan yang memiliki skema layanan kesehatan yang paling dikagumi oleh negara-negara di dunia.

Layanan kesehatan di Inggris diberikan secara gratis kepada rakyatnya, padahal Inggris sendiri menganut sistem ekonomi terbuka. Artinya, negara yang menganut sistem ekonomi terbuka sangat sulit untuk menyediakan layanan kesehatan secara gratis.45 Karena layanan kesehatan gratis hanya akan menguras keuangan negara sehingga bisa menciptakan krisis ekonomi. Inggris mengembangkan model asuransi dan pemajuan ekonomi dalam menyediakan layanan kesehatan.

Skema layanan kesehatan dalam negara kesejahteraan bertujuan untuk warga negaranya yang tidak mampu. Akan tetapi model negara kesejahteraan yang diterapkan di negara-negara skandinavia, layanan kesehatan diberikan kepada seluruh warga negara tanpa harus melihat miskin dan kaya.

45

d. Jaminan sosial

Secara definisi, jaminan sosial adalah sistem penyimpanan dan pengelolaan dana negara yang dipakai untuk membiayai berbagai layanan sosial publik. Dana jaminan sosial merupakan dana yang dikumpulkan oleh negara melalui beberapa sumber pendapatan negara, seperti: melalui perpajakan (terutama pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan pajak bisnis), dan melalui pungutan non-pajak (misalnya potongan gaji untuk asuransi).

Jaminan sosial (social security) memiliki beberapa tujuan penting, yaitu:46

1) Untuk memenuhi kebutuhan finansial terhadap kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga, seperti meninggalnya pelaku nafkah keluarga, berhenti bekerja atau kecelakaan kerja.

2) Untuk menjawab kebutuhan yang masih dibutuhkan yang berhubungan dengan cacat atau perawatan. Contohnya, tunjangan hidup kaum cacat atau orang-orang yang menderita cacat berat. 3) Untuk mendukung keluarga sebagai unit sosial, yaitu layanan yang

diperuntukkan untuk tunjangan anak dan tunjangan orang tua tunggal. 4) Untuk mencegah atau mengentaskan kemiskinan, yaitu; jaminan

sosial yang diberikan untuk individu atau keluarga yang tidak mempunyai nafkah yang jelas disaat sosial-ekonomi mereka yang parah.

46

5) Menjadi instrumen redistribusi, yaitu; jaminan sosial dengan sendirinya menjadi mekanisme pengumpulan pajak dari setiap golongan masyarakat yang kemudian diarahkan ke orang-orang atau masyarakat yang memang layak mendapatkan dan membutuhkannya.

Bila salah mengelola jaminan sosial atau salah menggunakan sistem yang diterapkan oleh negara, hal ini akan menimbulkan keuangan negara yang tidak stabil, karena habis digunakan untuk membuat skema jaminan sosial.

e. Perumahan

Masyarakat miskin identik dengan tempat tinggal yang tidak layak atau kumuh. Dalam kebijakan negara kesejahteraan, masalah kemiskinan menjadi perhatian utama. Kebijakan itu meliputi masalah perumahan atau tempat tinggal. Permasalahan naiknya model dan tingkat konsumsi menjadi justifikasi bagi naiknya harga dan model fasilitas perumahan. Ini menjadi penyebab nilai properti naik, harga sewa naik, dan sekaligus menyingkirkan kemampuan orang-orang yang berpendapatan rendah untuk membeli rumah.

Warga negara yang memiliki pendapatan rendah akan semakin kesulitan untuk memiliki tempat tinggal yang layak akibat daya beli mereka menurun dan mereka akan semakin menjadi warga negara yang terpuruk. Fenomena seperti ini akan melahirkan sebuah kawasan kumuh dengan fasilitas yang amat rendah dan tanah-tanah sengketa yang tidak

jelas. Jika permasalahan mengenai perumahan tidak segera diatasi oleh negara, maka akan menyebabkan naiknya angka kemiskinan,

Dokumen terkait