• Tidak ada hasil yang ditemukan

Negara kesejahteraan dalam kepemimpinan Umar Bin Khattab

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Negara kesejahteraan dalam kepemimpinan Umar Bin Khattab"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM

KEPEMIMPINAN UMAR BIN KHATTAB

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.sos)

Disusun Oleh: Abdul Aziz Azamzami

NIM: 104033201076

JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa;

1. Skripsi ini merupakan hasil karya penulis yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan ini telah penulis cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidaytullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya penulis atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka penulis bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 11 Desember 2008 M 13 Dzulhijjah 1429 H

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Dialah sumber tempat bersandar, dialah sumber dari kenikmatan hidup yang tanpa batas, Rahman dan Rahim tetap menghiasi asma-Nya sehingga penulis diberikan kekuatan yang begitu melimpah dari kekuatan fisik hingga psikis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: “NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM KEPEMIMPINAN UMAR BIN KHATTAB.”

Shalawat serta salam juga penulis curahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW beserta para keluarganya, sahabat, dan para pengikutnya yang telah membuka pintu keimanan yang bertauhid dan kebahagiaan, kearifan hidup manusia, dan pencerahan atas kegelapan manusia yang dijadikan sebagai sebuah pembelajaran bagi umat muslim hingga akhir zaman.

Skripsi ini penulis susun untuk memenuhi syarat akhir untuk mencapai Gelar Sarjana Sosial (S1) pada Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama penyusunan Skripsi ini, penulis banyak sekali bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Amin Nurdin, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Drs. Agus Darmaji, MFils dan Ibu Wiwi Siti Sajaroh, MAg selaku

(4)

Ushuluddin dan Filsafat Universita Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. H. Sirojuddin Aly, MA selaku dosen pembimbing atas kesebaran, kritik, saran-saran yang diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

4. Seluruh Dosen dan Staf pengajar pada Program Studi Pemikiran Politik Islam, atas segala pengetahuan, bimbingan, dan dorongan, wacana, wawasan, dan intelektualitas yang telah “ditularkan” kepada penulis selama menempuh studi. Seluruh Staf dan karyawan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam pencariaan literatur yang diperlukan.

6. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda K. H. Nahrawi, dan Ibunda Hj. Bahriah, terima kasih atas kasih sayang dan dukungan yang diberikan baik moril maupun materil. Semoga Allah Swt. selalu melindungi dan memberikan kasih sayang kepada mereka, sebagaimana mereka mencurahkan semua itu kepada penulis.

7. Kakakku Abdul Kholik, dan Musyarofah, dan adik-adikku Humaero, Ahmad Kholil, dan Saeful Maki, yang selalu memberikan kritik, saran-saran dan do’a kapada penulis.

(5)

memberikan semangat dan dorongan bagi penulis untuk cepat menyelesaikan skripsi.

9. Dinar Wardani (Nontz), dialah sang bintang yang paling bersinar di dalam hati penulis di antara jutaan sinar bintang yang ada. Serta yang paling dekat merasakan jatuh-bangun penulis dalam pembuatan skripsi ini. 10.Bang Soim “Mbah Satria”, yang selalu bersedia untuk diajak berdiskusi

ketika penulis mengalami “kebuntuan” untuk menulis skripsi ini, dan memberikan pinjaman buku, mudah-mudahan Allah Swt. membalas kebaikannya. Serta semua teman-teman FORMAL (Forum Mahasisawa Lirboyo), yang banyak memberikan kontirbusi dalam pembentukan intelektualitas penulis, dan teman-teman di HMI (Himpunan Mahasisawa Islam).

11.Sahabat-sahabatku, Fahmi Irfani, Nafi, Yusri, bim-bim, Abay, Aris, Agus, Acu, Ghozy, wulan, Dedi Supriadi, yang selalu mewarnai kehidupan penulis selama menjalankan studi di Kampus Hijau UIN Jakarta, merekalah yang menjadi teman diskusi ketika penulis mulai kehilangan semangat, serta dorongan, dan kritik mereka merupakan pemacu bagi penulis untuk cepat menyelesaikan skripsi ini.

12.Teman-temanku di Jurusan Pemikiran Politik Islam angkatan 2004, Dika, Ulmanto, Mulyani, Rahmat, Demank, Dedi, Imam, Iman, Ikhsan, Dini, Ipeh, Inem, Ray, Iin Handayani, Hayat, Rosi, Yunus, terima kasih atas kerjasamanya selama menjalankan studi.

(6)

Skripsi ini tentu saja bukan karya yang sempurna dan bebas dari kesalahan, karena itu, masukan-masukan dari para pembaca untuk perbaikan di masa mendatang sangat penulis nantikan. Penulis mohon ampun-Nya atas segala kesalahan.

Karya ini penulis dedikasikan kepada semua orang yang selalu merindukan adanya peranan negara dalam pembangunan kesejahteraan warga negaranya. Terakhir, hanya kepada Allah lah semua dikembalikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat adanya. Amin.

Ciputat,11 Desember 2008 M 13 Dzulhijjah 1429 H

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……….i

DAFTAR ISI………...v

BAB I PENDAHULUAN………..1

A. Latar Belakang Masalah……….1

B. Batasan dan Rumusan Masalah………..……7

C. Tujuan Penelitian ………..……8

D. Metode Penelitian………..………....8

E. Sistematika Penulisan………....9

BAB II KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN …….…….………...….11

A. Pengertian Negara Kesejahteraan………..………..11

B. Negara Kesejahteraan Dalam Praktek Pada Masa Rasulullah Saw….16 1. Kondisi Negara Madinah Pada Awal Pembentukkannya…………16

2. Sumber-sumber Pendapatan Negara Madinah ………....20

C. Negara Kesejahteraan Dalam Perspektif Barat………27

1. Kebijakan Sistem Negara Kesejahteraan Modern ……….…36

BAB III KEPEMIMPINAN KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB ……….45

A. Biografi Khalifah Umar bin Khattab………..………. 45

(8)

BAB IV NEGARA KESEJAHTERAAN DALAM KEPEMIMPINAN

UMAR BIN KHATTAB ………67

A. Kebijakan-kebijakan Politik Umar Dalam Mewujudkan Kesejahteraan ……….……...……….. 67

1. Pendirian Baitul Mal...68

2. Pendirian Al-diwan………...……...….73

B. Model Negara Kesejahteraan Islam Periode Umar ………..76

C. Sumber-sumber Pendapatan Negara Pada Periode Umar …………80

D. Jaminan Sosial Pada Era Pemerintahan Umar………. 92

BAB V PENUTUP………..…97

A. Kesimpulan………...97

B. Saran-saran………99

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pertanyaan awal ketika berbicara tentang negara kesejahteraan adalah bagaimana mendefinisikan konsep negara kesejahteraan itu sendiri, karena negara kesejahteraan bukanlah sebuah konsep dengan pendekatan yang baku. Negara kesejahteraan sering ditengarai dari atribut-atribut kebijakan pelayanan sosial dan transfer sosial yang disediakan negara kepada warganya, seperti pelayanan pendidikan, lapangan pekerjaan, pengurangan kemiskinan, sehingga negara kesejahteraan dan kebijakan sosial sering diidentikan.1

Saat ini upaya untuk mentransformasikan gagasan konsep negara kesejahteraan begitu urgen. Faktor utama yang mendorong mengapa konsep negara kesejahteraan begitu urgen dan secepat mungkin harus direalisasikan karena didasarkan pada fakta bahwa di negara-negara berkembang saat ini tingkat kemiskinan kian hari kian memperihatinkan. Peran negara yang semakin berkurang di sektor publik seiring dengan berjalannya proses demokratisasi, segala sesuatu yang bukan menjadi urusan negara akan diserahkan kepada masyarakat. Sebagai salah satu contoh misalnya ialah privatisasi beberapa perguruan tinggi negeri, rumah sakit dan perusahaan-perusahan milik negara.

Tim Peneliti PSIK dalam bukunya ”Negara Kesejahteraan dan Globalisasi”, mengutip dari buku Adam Smith, yang berjudul “An Inquiry into

1

(10)

the Nature and the Causes of the Wealth of Nation”, menjelaskan bahwa ada dua tugas utama yang menjadi tanggung jawab negara. Pertama, negara memiliki kewajiban untuk menciptakan sebuah rasa aman bagi setiap warga negaranya dari ancaman dalam bentuk apa pun. Kedua, kewajiban negara harus mendorong dan menciptakan kesejahteraan ekonomi bagi semua warga negara. Faktor keamanan biasanya menjadi pilar utama bagi terwujudnya kesejahteraan sosial.2 Jadi keamanan dan kesejahteraan merupakan dua hal yang sangat sulit untuk dipisahkan, situasi sosial dan politik yang tidak stabil akan menyulitkan terciptanya kesejahteraan sosial, dan situasi keamanan sulit untuk terwujud bila suatu negara warganya tidak memiliki jaminan kesejahteraan sosial.

Mimpi akan terciptanya sebuah negara yang ”budiman”, yakni sebuah negara yang kuat namun mencurahkan kuasanya untuk memenuhi dan melindungi hak-hak warganya, dan negara yang berdaya dan peduli terhadap kebutuhan-kebutuhan dasar sosial-politik-ekonomi warga negaranya. Namun, setelah tiga dasawarsa lebih, negara lebih sering diidentikan dengan wajah bengisnya, angan-angan tentang sebentuk negara yang kuat dan budiman bisa menjadi bahan ”cemooh.” Tidak bisa dipungkiri lagi ruang publik didominasi oleh wacana

“emoh negara” atau “state denial”. Negara seolah-olah berasosiasi dengan segala keburukan. Di ranah ekonomi, negara berkonotasi dengan kolusi, inefisiensi dan nepotisme; di ranah birokrasi, negara bergandeng makna korupsi; sedangkan dalam ranah politik, negara disandingkan dengan aneka bentuk pelanggaran

2

(11)

hak asasi manusia. Sebuah reputasi buruk yang seolah memberikan legitimasi bagi pelucutan kapasitas dan peran negara.3

Pengalaman empiris negara-negara Eropa dengan demikian merupakan sumber telaah yang menarik dan penting. Perjalanan negara kesejahteraan Eropa yang dimulai dari era Otto Van Bismarck pada tahun 1883 hingga awal abad ke-21 ini telah menggambarkan pengalaman empiris yang kaya tentang bagaimana negara menjalankan peran kesejahteraan dan beradaptasi dengan tantangan-tantangan eksternal dan internal yang terus berubah. Eksperimen yang dilakukan negara-negara Eropa Barat dan Utara melalui format negara kesejahteraan tersebut menunjukkan bahwa negara mampu memikul peran yang aktif dalam pengurangan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja yang luas, sistem kesehatan dan pendidikan yang terjangkau oleh warga, serta jaminan sosial yang universal. Hal ini membuktikan bahwa negara kesejahteraan (walfare state) merupakan bentuk paling riil dari angan-angan tentang ”negarabudiman”.4

Berbicara mengenai kesejahteraan, secara normatif konsep kesejahteraan dalam ajaran Islam sangat jelas dan gamblang. Walaupun masih agak sulit untuk mendapatkan definisi yang jelas mengenai konsep kesejahteraan dari sudut pandang Islam. Apalagi jika dikaitkan dengan pengertian dalam khazanah ilmu-ilmu sosial modern. Meskipun demikian tidak bisa dikatakan bahwa Islam tidak memiliki pandangan tentang kesejahteraan sosial. Berdasarkan pada realitas perkembangan masyarakat Islam sendiri, di mana masyarakat Islam juga menjadi bagian dari masyarakat dunia yang secara evolutif berkembang dari masyarakat agraris dan kemudian menjadi masyarakat industri. Konsekuensi dari tahapan

3

Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan, h. 1-2. 4

(12)

perkembangan masyarakat yang terjadi di Barat inilah yang kini turut mengubah tatanan kehidupan sosial masyarakat Islam.5

Menjadikan Madinah sebagai pusat pemerintahan Islam pertama merupakan sebuah langkah yang berilian yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Karena dakwah tauhid yang dibawa oleh Nabi Muhammad sulit untuk diterima penduduk Makkah pada saat itu, dan kuatnya keyakinan penduduk Makkah akan kepercayaan nenek moyang mereka kepada berhala (patung-patung) sebagai Tuhan. Selain itu karena kondisi ekonomi masyarakat Makkah yang kuat, menimbulkan sikap kapitalistik dan sikap sombong, dan membanggakan kekuasaan manusia. Sehingga ajaran Islam sulit untuk berkembang dan diterima oleh masyarakat Makkah. 6

Sebuah revolusi tauhid yang digelontarkan oleh Nabi Muhammad telah memberikan sebuah tamparan bagi para bangsawan Arab saat itu. Karena secara horizontal menggusur tatanan sosial, politik, dan budaya tradisional. Revolusi tauhid yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ternyata bukan hanya terletak pada kalimat tiada “Tuhan selain Allah”nya namun pada implikasinya. Nabi Muhammad yang dekat dengan kelompok-kelompok marginal, banyak mengambil kebijakan-kebijakan yang menguntungkan orang-orang yang terlemahkan (mustadh’afin) oleh sistem sosial-politik Arab saat itu. Oleh karena itu, keberpihakan Nabi tersebut mengindikasikan adanya kebijakan-kebijakan

5

Tim Peneliti PSIK Universitas Paramadina, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi, h. 44-45.

6

(13)

sosialnya yang secara substansial memiliki kedekatan “teoritik” dengan konsep

welfare state. 7

Melihat apa yang terkandung dalam semangat kebijakan welfare state, terkandung nilai-nilai kerelaan dan ketulusan untuk membantu dan meringankan beban orang miskin oleh kaum kaya. Nilai-nilai kesejahteraan yang terkandung dalam Al-Qur’an merupakan tugas atau kewajiban umat Islam untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan bernegara atau sehari-hari, dan keadilan merupakan faktor dasarnya. Hal itu merupakan perintah, maka perintah zakat bagi orang Islam yang mampu merupakan sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan, dan apabila perintah itu tidak dilaksanakan maka negara dalam hal ini yang memiliki wewenang untuk mengambilnya secara “paksa”. Karena di dalam harta yang kita miliki ada hak orang lain, yakni hak orang-orang fakir dan miskin.

Khalifah Umar bin Khattab sebagai pemimpin negara Madinah pasca kepemimpinan Nabi Muhammad dan Khalifah Abu Bakar, berhasil melakukan perluasan penaklukan (futuhat) wilayah-wilayah. Luasnya wilayah-wilayah yang berada di bawah pemerintahan Madinah, memaksa Khalifah Umar bin Khattab untuk ekstra ketat ketika memilih pejabat-pejabat yang akan memimpin wilayah-wilayah hasil penaklukan. Karena dikhawatirkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, maka salah satu hal terpenting yang harus dilakukan Khalifah Umar bin Khattab adalah melakukan pengawasan terhadap tata cara para pejabatnya dalam memperlakukan penduduk dan Baitul mal atau perbendaharaan umat, sehingga Khalifah Umar bin Khattab memberlakukan suatu kontrol khusus

7

(14)

terhadap para pejabat pemerintahan dan mencatat kekayaan mereka pada permulaan penganggkatan mereka.8

Puncak sorotan mengenai diskursus welfare state dalam sejarah politik Islam adalah pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, karena Khalifah Umar telah berhasil menggariskan suatu sistem “politik ekonomi” yang kemudian telah dipakai menjadi dasar politik ekonomi sehat di negara-negara modern saat ini. Sistem politik ekonomi yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab, yaitu penggunaan kekayaan negara untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang sangat dan untuk mencukupi kebutuhan rakyat yang mendesak.9 Dalam arti kesejahteraan rakyat sebuah negara merupakan hal yang mendasar yang harus diwujudkan.

Baitul mal (kas negara) pada masa Khalifah Umar bin Khattab digunakan

untuk kesejahteraan umat Muslim, sehingga tunjangan bagi Khalifah Umar sebagai kepala negara hanya dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin, dan uang yang cukup untuk kehidupan sehari-hari seperti seorang Quraisy yang biasa. Hal ini menggambarkan bahwa baitul mal lebih diperioritaskan untuk kepentingan mensejahterakan rakyat, pertahanan dan pembangunan.10

Pada masa Khalifah Umar pendapatan negara terbagi menjadi empat bagaian; Pertama, pendapatan yang diperoleh dari zakat dan ushr yang dikenakan terhadap muslim. Kedua, pendapatan dari Khumus dan sadaqah. Ketiga, pendapatan yang diperoleh dari kharaj, fay, jizya, ushr dan sewa tanah-tanah milik negara. Keempat, pendapatan dari sumber-sumber lainnya. Dari semua sumber

8

Rasul Ja’fariyan, Sejarah Khilafat, (Jakarta: Al-Huda, 2006), h. 83-89. 9

A. Hasjmy, Di Mana Letaknya Negara Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1984), h. 103. 10

(15)

pendapatan negara ini pemerintahan Khalifah Umar memiliki pengaturan distribusi yang sangat baik.

Fokus dari sebuah ide dasar negara kesejahteraan adalah bagaimana upaya negara dalam mengelola semua sumber daya yang ada demi kesejahteraan rakyatnya. Dalam hal ini kebijakan yang dilakukan atau dikeluarkan oleh negara harus berlandaskan pada prinsip efisiensi dalam penggunaan sumber daya yang dimiliki negara dan prinsip keadilan dan kesamaan dalam proses distribusi sumber daya negara. Dalam desain negara kesejahteraan ada dua pertanyaan mengenai kebijakan negara; Pertama, apa tujuan dari sebuah kebijakan?, Kedua, dengan metode atau cara apa tujuan kebijakan negara dapat tercapai?.11

Prinsip-prinsip negara kesejahteraan saat ini, jelas dahulu pernah dipraktekkan dalam kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, walaupun bentuk negara kesejahteraan saat ini yang dipraktekan oleh negara-negara Barat berbeda-beda, akan tetapi tujuan dari semua negara kesejahteraan adalah adanya tanggungjawab negara untuk menciptakan kesejahteraan warga negaranya lewat fasilitas-fasilitas atau bantuan-bantuan yang diciptakan negara untuk warganya yang lemah (miskin).

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, agar jangkauan skripsi ini lebih terarah, maka penulis dalam pembahasannya akan membahas permasalahan skripsi ini pada: model negara kesejahteraan dalam kepemimpinan umar bin khattab. Adapun untuk perumusan masalah yang menjadi objek kajian skripsi ini terfokus

11

Tim Peneliti PSIK Universitas Paramadina, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi,

(16)

kepada pertanyaan: bagaimana Model negara kesejahteraan dalam kepemimpinan umar bin khattab ?

C. Tujuan Penelitian

Membahas judul skripsi “Negara Kesejahteraan Dalam Kepemimpinan Umar bin Khattab”ini secara akademis bertujuan:

1. Melacak jejak akar praktek prinsip-prinsip negara kesejahteraan dalam sejarah politik Islam pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab.

2. Mejelaskan otoritas negara dan sumber-sumber pendapatan negara pada masa Umar.

3. Menjelaskan kebijakan politik Umar dalam mewujudkan kesejahteraan sosial umat Islam.

4. Mengaktualisasikan prinsip-prinsip kesejahteraan yang pernah dipraktekkan dalam sejarah perpolitikan negara Islam yang dipimpin Umar bin Khattab.

D. Metode Penelitian

(17)

mendeskripsikan data-data yang ada, kemudian menganalisisnya secara proporsional sehingga akan nampak jelas rincian jawaban atas persoalan yang berhubungan dengan pokok permasalahan. Sedangkan metode penulisannya berdasarkan kepada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” yang diterbitkan oleh CeQDA Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dibagi menjadi 5 bab, sedangkan setiap bab disamakan dengan out line yang sudah ada. Bab pertama seputar signifikansi tema yang diangkat. Mengapa tema yang akan ditulis ini layak diangkat sebagai sebuah skripsi. Akan diungkapkan mulai dari Menerangkan latar belakang masalah, batasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Pada bab kedua menjelaskan konsepsi negara kesejahteraan dengan sub-sub babnya akan menjelaskan mengenai pengertian negara kesejahteraan, negara kesejahteraan dalam praktek pada masa Rasulullah Saw. yang meliputi pembahasan: Kondisi negara Madinah pada awal Pembentukkannya dan sumber-sumber pendaptan negara Madinah. Sedangkan sub bab yang terakhir membahas mengenai negara kesejahteraan dalam perspektif Barat yang meliputi penjelasan tentang kebijakan sistem negara kesejahteraan modern.

(18)

Bab Keempat menjelaskan mengenai negara kesejahteraan dalam kepemimpinan Umar bin Khattab, dengan sub-sub bab yang menjelaskan mengenai; kebijakan-kebijakan politik Umar dalam mewujudkan kesejahteraan, model negara kesejahteraan Islam pada periode Umar bin Khattab, sumber-sumber pendapatan negara pada periode Umar, dan jaminan sosial pada era pemerintahan Umar, ini sebagai gambaran adanya aplikasi prinsip negara kesejahteraan dalam kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab.

(19)

BAB II

KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN

A. Pengertian Negara Kesejahteraan

Kesejahteraan rakyat merupakan sebuah wacana yang menarik untuk selalu dijadikan bahan perbincangan oleh para politisi atau para akademisi, karena kesejahteraan merupakan hal paling mendasar yang wajib diciptakan oleh negara. Ide konsep negara kesejahteraan berangkat dari upaya negara dalam mengelola sumber daya yang dimiliki dengan tujuan untuk menciptakan kesejahteraan

(welfare) rakyat. Tujuan mulia untuk mensejahterakan rakyat, kemudian

direalisasikan oleh negara lewat kebijakan-kebijakan politik yang menghadirkan pelayanan sosial (social services). Jadi dalam negara kesejahteraan menuntut adanya peranan negara yang dominan dalam pengelolaan sektor publik.

Definisi negara kesejahteraan adalah negara yang mengusahakan kesejahteraan rakyat dengan mengatasi anarki produksi dan krisis ekonomi, meningkatkan jaminan hidup warga dengan memberantas pengangguran.12 Sedangkan definisi lain dari negara kesejahteraan yaitu negara yang merujuk pada sebuah model ideal pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih penting kepada negara dalam memberikan pelayanan sosial secara universal dan komperhensif kepada warganya. Jadi fokus dari sistem negara kesejahteraan adalah untuk menciptakan sebuah sistem perlindungan sosial yang melembaga bagi setiap warga negara

12

(20)

sebagai gambaran adanya hak warga negara dan kewajiban negara.13 Negara kesejahteraan sebenarnya tidak hanya menciptakan pelayanan-pelayanan sosial untuk orang-orang miskin saja, akan tetapi pelayanan-pelayanan sosial ditunjukkan untuk semua penduduk seperti; orang tua dan anak-anak, pria dan wanita, kaya dan miskin. Hal ini dimaksudkan agar pelayanan-pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh negara bisa tersebar secara merata dan adil.

Muhammad Iqbal, sebagai pemikir politik Islam menjelaskan mengenai tujuan negara. Negara menurutnya hanya salah satu upaya untuk merealisasikan nilai spiritual dalam organisasi yang manusiawi. Dengan demikian negara dalam Islam dilihat sebagai salah satu instrumen untuk merealisasikan tujuan akhir, spiritual dan material warga negaranya. Kekuasaan negara yang dimiliki negara tidak bersifat mutlak, karena kekuasaan adalah amanat dari Allah Swt. dan harus dilaksanakan sesuai dengan kehendak syariat. Jadi, negara pada dasarnya memiliki dua kewajiban yang paling utama, yaitu negara harus bersifat demokratis dan berkemakmuran (menciptakan kesejahteran bagi warga negara).14 Mengenai penjelasan bahwa kekuasaan negara hanya merupakan amanat dari Allah, hal ini tergambar dalam Al-Qur’an sebagai berikut:

!"

#

$%

&'( %)

*

+,

- ./0

1

2)

&3

4)

5" 

)

7"87

:;

<= >?2@

A

BC

Artinya: “Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? dan tiada bagimu selain Allah

13

Edi Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reniventing Depsos,” artikel diakses pada 6 September 2008 dari

http://209.85.175.104/search?q=cache:gBlPSii64oJ:www.depsos.go.id/modules.php%3Fname%3 DDownloads%26d_op%3Dgetit%26lid%3D24+sejarah+lahir+negara+kesejahteraan&hl=id&ct=cl nk&cd=5&gl=id

14

(21)

seorang pelindung maupun seorang penolong.” (Q.S. Al-Baqarah Ayat 107)

Rasulullah Saw. dilukiskan dalam Al-Qur’an sebagai pemimpin politik yang menjadi rahmatan bagi seluruh umat manusia. Beberapa perwujudan sifat ini dinyatakan secara jelas dalam Al-Qur’an. Misalnya, perlunya kehidupan yang baik (hayat Thayyibah) dan kesejahteraan atau sukses (falah), sikap ramah dan keras, generasi yang makmur; mendidik dalam suasana penuh cinta dan kasih sayang, jaminan keamanan dari bahaya korupsi, kelaparan, ketakutan, dan tekanan mental. Karena itu semua lembaga-lembaga organisasi, termasuk negara, haruslah mencerminkan sifat rahmatan dan harus mampu mewujudkan kesejahteraan bagi semua umat manusia. Kemudian mengenai fungsi dari negara Islam secara khusus ditegaskan oleh Rasulullah, yang menyatakan: “setiap penguasa yang bertanggung jawab terhadap umat Islam, namun tidak berjuang untuk kesejahteraan mereka, maka ia tidak akan masuk surga bersama mereka.” Para ahli hukum Islam sependapat bahwa meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menolongnya dari kesusahan merupakan tujuan utama syariat, kemudian negara Islam.15

Allah Swt. telah menjadikan manusia sebagai khalifatullah fil al-ardh, dan telah menganugrahkan sumber penghidupan bagi seluruh umat manusia, seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagai berikut:

DE F

&3 GH#12)

8 I

- ./0

H( +

+J

K1

LM= (

N

+

2)

1

PQR

S

G)

2T % K1DU

A

C

Artinya: “sesungguhnya kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan kami adakan bagi kamu di muka bumi itu

15

(22)

sumber penghidupan, hanya sedikit sekali di antara kamu yang bersyukur” (Q.S. Al A’raf Ayat 10)

Oleh sebab itu, manusia menggemban amanat Khalifah Allah dimuka bumi, dan diberikan kebebasan untuk mencari sumber penghidupan (nafkah) sesuai dengan hukum yang berlaku serta dengan cara yang adil. Dengan kata lain, Islam pada dasarnya mengakui kepemilikan peribadi. Islam tidak membatasi kepemilikkan peribadi, alat-alat produksi, barang dagangan, tetapi Islam melarang cara-cara yang ilegal dan tidak bermoral dalam memperoleh kekayaan. Islam juga sangat menentang setiap bentuk keutungan yang tidak layak dari kesulitan orang lain, dan melarang penimbunan kekayaan yang tidak sesuai dengan ketentuan ajaran Islam. seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an:

W X

CYW&3 Z

[\2]+,

^

_\2]+,`

AC

] S#

+a

^

H;

2)

$ + cE2%

dC

e N f2 g

GT

h$%

2)

$ 2

0

iC

Artinya: “Celakalah semua pedagang jahat dan suka menjatuhkan orang lain, yang menumpuk hartanya dan memperbanyak dengan harapan harta tersebut dapat menjadikannya hebat

dan selalu bertahan selamanya.” (Q.S. Al Humazah Ayat 1-3)

Dengan demikian, sifat menumpuk harta serta tidak menggunakan harta yang dimiliki untuk tujuaan yang bermaanfaat bagi seluruh umat manusia sangat dilarang oleh Allah Swt. karena sifat menumpuk harta hanya akan menjadi seseorang kaya raya sementara kesejahteraan umat manusia yang lain akan terabaikan dan menciptakan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.

(23)

yang baik, dan manusia akan lebih banyak melakukan perbuatan yang baik dan berusaha menjauhi perbuatan yang buruk atau tercela. Kemudian jika penduduk suatu negeri tidak beriman dan bertaqwa kepada Allah, maka mereka tidak akan mendaptkan kesejahteraan. Hal ini, dijelaskan dalam ayat Al-Qur’an sebagai berikut:

GT

:W ^

]2 &Ff

j

%H2)

K

j

FG

H

2kQh

M =

2%

[l Qm2 2n

o

4)

K

+,

- ./0

>1

j

npRQm

lq 2@R 0 s (

+, n

j

@

:t

2T '> 12X

u C

Artinya: Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Q.S. Al A’raaf Ayat 96)

(24)

B.Negara Kesejahteraan Dalam Praktek Pada Masa Rasulullah Saw.

1. Kondisi Negara Madinah Pada Awal Pembentukannya

Dalam pembahasan ini penulis tidak bermaksud untuk menyatakan bahwa konsep negara kesejahteraan sama dengan prinsip-prinsip kesejahteraan yang diterapkan oleh Rasulullah Saw. dalam pemerintahan Madinah yang dipimpinnya. Akan tetapi, penulis ingin melacak jejak nilai-nilai kesejahteraan yang diterapkan oleh Rasulullah dalam negara Madinah. Karena negara Madinah merupakan negara pertama dalam sejarah politik Islam yang mampu menghadirkan kesejahteraan bagi semua warga negaranya.16 Konsep negara kesejahteraan sendiri merupakan bentuk negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesejahteraan bagi warga negaranya.

Hijrahnya Rasulullah ke Yatsrib merupakan sebuah langkah politik yang terbaik bagi kemajuan Islam, dan Islam menjadi kekuatan politik pada periode Madinah. Dalam waktu yang relatif singkat, Rasulullah menjadi pemimpin sebuah komunitas kecil yang jumlahnya terus meningkat dari waktu ke waktu. Karier politik Rasulullah pun meningkat menjadi pemimpin bangsa Madinah, dalam diri Rasulullah terkumpul dua kekuasaan sekaligus, yaitu; kepala negara dan sekaligus pemimpin agama.17

16

Bahwa klaim masyarakat yang dipimpin Rasulullah Saw. itu sebagai negara adalah didasarkan pada tinjauan dari sudut ilmu politik. Karena dari segi ilmu politik sesuatu dapat dikatakan negara bila memenuhi syarat yaitu; wilayah, penduduk dan pemerintahan yang berdaulat. Semua unsur itu terdapat dalam negara Islam pertama itu. Wilayahnya adalah kota Madinah dan sekitarnya, rakyatnya terdiri dari unsur-unsur kaum Muhajirin, kaum Anshar, dan kaum Yahudi dan sekutu-sekutunya yang menetap di Madinah, serta pemerintahan yang berdaulat yang dipengang oleh Rasulullah yang dibantu oleh para sahabatnya. Lihat tulisan M. Hasbi Amiruddin dalam bukunya yang berjudul “Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman”, (Yogyakarta: UII Press, 2006), h. 51.

17

(25)

Sebagai pemimpin politik negara, Rasulullah mengambil langkah politik untuk mengikat penduduk Madinah dari pihak kaum Muslimin, Kaum Yahudi, dan Musyrikin dengan sebuah ikatan “perjanjian” yang disebut dengan Piagam Madinah. Tujuannya tidak lain adalah untuk menciptakan stabilitas politik dan tegaknya hukum di negara Madinah. Dokumen politik pertama dalam sejarah Islam telah menggariskan dasar-dasar kehidupan sosial dan ekonomi serta kehidupan militer bagi segenap penduduk Madinah, baik Muslimin, Yahudi maupun Musyrikin. Mengenai kehidupan ekonomi, perjanjian tersebut menunjukkan keharusan orang kaya membantu dan membayar hutang orang miskin. Kemudian mengenai kehidupan sosial, perjanjian tersebut menetapkan kewajiban memelihara kehormatan tetangga, jaminan keselamatan jiwa dan harta bagi segenap penduduk, kebebasan beragama bagi setiap penduduk, kepastian pelaksanaan hukum bagi siapa saja yang bersalah, dan persamaan kedudukan di depan pengadilan.18

Madinah merupakan negara yang baru terbentuk yang tidak memiliki harta kekayaan. Sebagai negara yang tidak memiliki sumber pemasukan bagi keuangan negara, seluruh tugas negara dilaksanakan oleh kaum Muslimin secara gotong royong dan sukarela. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup kaum Muslimin yang tinggal di Madinah, mereka memperoleh pendapatan dari sumber-sumber yang tidak terikat. Kemudian karakteristik pekerjaan pada masa itu masih sangat sederhana dan tidak memerlukan perhatian penuh. Rasulullah sendiri adalah seorang kepala negara yang memiliki jabatan rangkap, yaitu; sebagai Ketua Mahkamah

18

(26)

Agung, Mufti Besar, Panglima Perang Tertinggi, serta penanggung jawab seluruh administrasi negara.19

Rasulullah mengawali pembangunan Negara Madinah tanpa sumber keuangan yang pasti, meski demikian tujuan untuk membangun masyarakat Madinah menjadi masyarakat sejahtera dan beradab tetap dilakukan. Kendala-kendala seperti perekonomian negara Madinah yang relatif rendah bukanlah jadi penghalang. Karakter perekonomian pada masa itu adalah komitmen yang tinggi terhadap etika dan norma, serta perhatian yang besar terhadap keadilan dan pemerataan kekayaan. Sehingga adanya larangan penumpukkan kekayaan pada segelintir orang, melainkan harus beredar bagi kesejahteraan semua warga negara madinah baik umat Muslim atau non-Muslim.

Pasar menjadi mekanisme ekonomi yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi negara Madinah, tetapi pemerintah dan masyarakat juga bertindak aktif dalam mewujudkan kesejahteraan dan menegakkan keadilan. Kegiatan ekonomi pasar yang maju mendorong Rasulullah untuk membuat lembaga yang disebut Al-Hisbah. Al-Hisbah adalah institusi yang bertugas sebagai pengawas pasar (market controller), dengan tujuan untuk menjaga agar mekanisme pasar tetap berada dalam bingkai etika dan moralitas Islam.20

Permasalahan lain yang dihadapi negara Madinah pada saat itu adalah banyaknya kaum Muhajirin yang menganggur, karena mereka semakin hari semakin kehabisan perbekalan hidup, dan harta-harta mereka banyak

19

Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h. 37. 20

(27)

yang ditinggalkan di Mekkah. Untuk mengatasi masalah pengangguran tersebut, Rasulullah mengeluarkan kebijakan politik untuk menciptakan lapangan kerja penuh (full employment). Kebijakan tersebut dengan cara menyatukan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, yaitu penyatuan hubungan tali persaudaraan yang didasarkan agama, yang menggantikan hubungan tali persaudaraan sedarah. Tujuannya agar kaum Muhajirin dapat bertahan hidup di Madinah sampai mereka mendapatkan mata pencaharian yang layak.

Kebijakan politik Rasulullah tersebut telah membuka hati kaum Anshar untuk membantu kaum Muhajirin, sehingga kaum Anshar berniat untuk membagi-bagikan sebagian harta dan hak miliknya pada kaum Muhajirin secara cuma-cuma. Namun, Rasulullah melarang kaum Muhajirin untuk menerimanya, dan hanya memberikan izin bagi kaum Muhajirin untuk mengelola ladang dan kebun kaum Anshar tanpa adanya hak kepemilikkan. Kemudian hasil dari pertanian tersebut dibagi setengah-setengah. Langkah politik yang dijalankan Rasulullah pada akhirnya berhasil membuka lapangan pekerjaan bagi kaum Muhajirin dan mendorong aktivitas produksi.21

Langkah politik Rasulullah dalam mengatasi masalah pengangguran yang dihadapi kaum Muhajirin, merupakan salah satu karakteristik kebijakan pokok yang ada dalam sistem negara kesejahteraan modern. Karena negara kesejahteraan memiliki tujuan untuk menciptakan kesempatan kerja penuh agar warga negara tidak bergantung pada negara.

21

(28)

2. Sumber-sumber Pendapatan Negara Madinah

Zakat merupakan sumber awal pemasukan negara Madinah yang paling penting. Zakat sebelum diwajibkan hanya bersifat sukarela, yakni hanya berupa komitmen perorangan tanpa ada aturan khusus atau batasan-batasan hukum. Pada tahun ke-2 Hijriyah, Allah Swt. mewajibkan kaum Muslimin untuk menunaikan zakat fitrah pada setiap bulan Ramadhan, serta harus dibayar sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri.

Zakat berbeda dengan sumber-sumber pendapatan negara Madinah yang lain dalam pendistribusiannya. Rasulullah Saw. mendistribusikan pendapatan negara yang berasal dari zakat kepada orang-orang yang telah digariskan dalam Al-Qur’an sebagai berikut:

v

+,w@

F

&l

S+Ex?

K

2

F&h(

CIy>1 N +,f

2Iz

, +

f

LM =

2{

LQh#

Q ,f

M{}

S

g I

_

Si~

2Iy )i

2

f

g I

CWR 3+•

CIf

CWR 3

j

HL:uXi

(

ۥ 4)

1

ƒ

2{

u R>3+

C

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui

lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. At Taubah Ayat 60)

(29)

jumlah harta ghanimah hanya dapat menunjang sejumlah kecil kaum Muslimin dan juga akibat perang tersebut. Diperkirakan biaya untuk perang yang telah dikeluarkan oleh negara Madinah pada masa pemerintahan Rasulullah lebih dari 60 juta dirham (sepuluh kali lipat lebih besar dari harta rampasan perang yang didapatkan).22 Akan tetapi, banyaknya tawan perang Badar yang ada di tangan kaum Muslimin menjadi keuntungan tersendiri bagi sumber pendapatan negara Madinah. Pada perang Badar, kaum Muslimin berhasil menaklukkan kaum kafir Makkah, kemudian Rasullulah Saw. menetapkan uang tebusan sebesar 4000 dirham untuk setiap tawanan perang. sedangkan untuk tawanan perang yang miskin dan tidak mampu membayar uang tebusan maka mereka diberikan tugas oleh Rasulullah untuk mengajar membaca 10 orang anak Muslim sebagai gantinya.

Pendapatan dan sumber daya negara Madinah masih sangat kecil, bahkan sampai tahun ke-4 Hijriyah. Pendapatan terbesar pertama negara Madinah di dapat dari hasil penaklukan Bani Nadhir, suku bangsa Yahudi yang tinggal di pinggiran kota Madinah. Bani Nadhir merupakan kelompok yang masuk ke dalam Piagam Madinah, tetapi mereka telah melakukan kesalahan dengan cara melanggar perjanjian dan berusaha untuk membunuh Rasulullah. Kemudian Rasulullah memerintahkan mereka untuk segera meninggalkan Madinah, akan tetapi mereka menolak. Sehingga Rasulullah mengerahkan tentara Islam untuk mengepung mereka. Pada akhirnya Bani Nadhir menyerah dan setuju meninggalkan kota dengan membawa seluruh harta bendanya sebanyak daya angkut unta-unta mereka, kecuali beberapa

22

(30)

peralatan perang seperi Baju Baja dan senjata. Karena Rasulullah mendapatkan harta tanpa melalui perlawanan atau perang, sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an maka harta Bani Nadhir menjadi milik Rasulullah. Semua harta yang ditinggalkan Bani Nadhir dibagikan oleh Rasulullah kepada kaum Muhajirin dan dua orang Anshar yang Miskin, yaitu; Sahal bin Hanif dan Abu Dujanah. Pendapatan lainnya adalah pemberian tujuh kebun oleh Mukhairik, seorang rabi Bani Nadhir yang telah memeluk Islam. Kemudian tanah tersebut oleh Rasulullah dijadikan sebagai tanah sedekah, dan peristiwa tersebut merupakan wakaf pertama dalam sejarah Islam. 23

Kemudian pada tahun ke-7 Hijriyah, kaum Muslimin berhasil menduduki wilayah Khaibar, yaitu wilayah yang ditempati oleh orang-orang kafir yang menentang dan memerangi kaum Muslimin. Perang berlangsung selama 1 (satu) bulan, dan pada akhirnya penduduk Khaibar menyerah dengan syarat dan berjanji untuk meninggalkan tanahnya. Namun, mereka mencoba bernegosiasi ulang dengan Rasulullah agar mereka tidak meninggalkan tanah kelahirannya dan diberikan izin untuk mengelola tanah mereka yang telah menjadi milik kaum Muslimin, karena mereka menawarkan keterampilan khusus mereka dalam bertani dan berkebun kurma, dan akan memberikan setengah dari hasil panen yang didapat. Rasulullah akhirnya mengabulkan permintaan penduduk Khaibar. Peristiwa penaklukan Khaibar pada selanjutnya menjadi salah satu sumber pendapatan negara yang kemudian digunakan untuk keperluan para delegasi, tamu, biaya 1400 tentara, dan 200 penunggang kuda.

23

(31)

Penghasilan negara Madinah juga didapatkan dari jizyah, yaitu sistem pajak yang diterapkan oleh Rasulullah, dan pajak tersebut dibebankan kepada kaum non-Muslim yang tinggal di wilayah negara Madinah (kekuasaan Islam) seperti, ahli kitab, sebagai jaminan perlindungan jiwa, harta milik, kebebasan menjalankan ibadah, serta pengecualian dari wajib militer. Besarnya jizyah adalah 1 (satu) dinar pertahun untuk setiap orang laki-laki dewasa yang mampu membayarnya. Sedangkan perempuan, anak-anak, pengemis, pendeta, orang tua, penderita sakit jiwa, dan semua orang yang menderita penyakit dibebaskan dari pajak jizyah oleh negara. Sesuai dengan penjelasan diatas, bahwa pajak yang ditetapkan oleh Rasulullah dalam memimpin negara Madinah bukan bermaksud untuk menjadikan rakyat miskin dengan adanya pajak. Akan tetapi, pajak yang ditetapkan Rasulullah bertujuan untuk kesejahteraan warga negaranya secara universal dan komprehensif..

(32)

ini menjadi bukti bahwa Islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin, dengan menjunjung tinggi kesejahteraan bagi semua umat yang berada dibawah kekuasaan negara Islam tanpa memandang perbedaan agama. Dalam perkembangan selanjutnya kharaj menjadi salah satu sumber pendapatan negara yang terpenting.

Sistem perpajakkan lain yang diterapkan oleh Rasulullah adalah

ushr, yaitu jenis pajak yang telah ada sejak zaman Arab Jahiliyah, khususnya di Makkah yang merupakan pusat perdagangan terbesar saat itu. Sistem pajak

ushr yang diterapkan oleh Rasulullah adalah sebagai bea impor yang dikenakan kepada pedagang dan dibayar hanya sekali dalam satu tahun. Pajak

ushr ini hanya berlaku bagi barang-barang yang bernilai lebih dari 200 dirham. Besarnya pajak ushr yang dikenakan kepada non-Muslim yang dilindungi (ahl al-dzimmi) adalah 5%, sedangkan pedagang Muslim sebesar 2,5%.

Selain sumber-sumber pendapatan negara Madinah di atas, terdapat beberapa sumber pendapatan lainnya yang bersifat tambahan (sekunder), diantaranya adalah:24

a. Uang tebusan para tawanan perang, terutama perang Badar.

b. Pinjaman-pinjaman (setelah penaklukkan kota Makkah) untuk membayar diyat kaum Muslimin Bani Judzaimah atau sebelum pertempuran Hawazin sebesar 30.000 dirham.

c. Khumus atas rikaz atau harta karun.

24

(33)

d. Amwal fadilah, yaitu harta yang berasal dari harta benda kaum Muslimin untuk meninggal tanpa ahli waris atau harta seorang Muslim yang telah murtad dan pergi meninggalkan negaranya.

e. Wakaf, yaitu harta benda yang didedikasikan oleh seorang Muslim untuk kepentingan agama Allah dan pendapatannya akan disimpan di Baitul Mal.

f. Nawaib, yaitu pajak khusus yang diberikan kepada kaum Muslimin yang kaya raya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat, seperti yang terjadi dalam perang Tabuk.

g. Zakat Fitrah.

h. Bentuk lain sedekah seperti hewan qurban dan kafarat.25

Berdasarkan sumber-sumber pendapatan negara Madinah pada masa Rasulullah Saw. diatas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:26

Dari Kaum Muslimin Dari Kaum

Non-Muslimin

Umum (Primer dan Skunder) 1. Zakat

2. Ushr (5-10%) 3. Ushr (2,5%) 4. Zakat Fitrah 5. Wakaf

6. Amwal Fadilah 7. Nawaib

8. Shadaqah 9. Khumus

1. Jizyah 2. Kharaj 3. Ushr (5%)

1. Ghanimah 2. Fai

3. Uang tebusan 4. Pinjaman dari

kaum Muslimin atau non-Muslim. 5. Hadiah dari

pemimpin atau pemerintah negara lain.

25

Kafarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan oleh seorang Muslim pada saat melakukan kegiatan ibadah, seperti berburu pada musim haji.

26

(34)

Sedangkan sumber pendistribusian (pengeluaran) pendapatan negara Madinah pada masa kepemimpinan Rasulullah Saw, dibagi menjadi dua sumber, yaitu sumber pengeluaran primer dan sekunder. Adapun untuk perinciaannya sebagai berikut:27

1) Sumber-sumber pengeluaran negara Madinah yang bersifat primer: „ Biaya pertahanan seperti persenjataan, unta, dan persediaan. „ Penyaluran zakat dan ushr kepada yang berhak menerimanya

menurut ketentuan Al-Qur’an.

„ Pembayaran gaji untuk wali, qadi, guru, imam, muadzin, dan

pejabat negara lainnya.

„ Pembayaran upah para sukarelawan. „ Pembayaran utang negara.

„ Bantuan untuk musafir (dari daerah Fadak)

2) Sumber-sumber pengeluaran negara Madinah yang bersifat sekunder: „ Bantuan orang yang belajar agama di Madinah.

„ Hiburan untuk para delegasi keagamaan.

„ Hiburan untuk para utusan suku dan negara serta biaya

perjalanan mereka. pengeluaran untuk para duta-duta negara. „ Hadiah untuk pemerintah negara lain.

„ Pembayaran untuk pembebasan kaum Muslimin yang menjadi

budak.

„ Pembayaran denda atas mereka yang terbunuh secara tidak

sengaja oleh pasukan Muslim.

27

(35)

„ Pembayaran utang orang meninggal dalam keadaan miskin. „ Pembayaran tunjangan untuk orang miskin.

„ Tunjangan untuk sanak saudara Rasulullah Saw.

„ Pengeluaran rumah tangga Rasulullah Saw. (hanya sejumlah

kecil, 80 butir kurma dan 80 butir gandum untuk setiap istrinya).

„ Persediaan darurat (sebagian dari pendapatan perang Khaibar).

Berdasarkan penjelasan diatas mengenai pendapatan negara Madinah dan pendistribusiaannya pada masa Rasulullah, secara jelas bisa dilihat bahwa Islam memiliki sebuah sistem kenegaraan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesejahteraan bagi warga negaranya. Intervensi atau campur tangan negara dalam semua aspek kehidupan dalam pemerintahan Madinah telah mampu menghadirkan kesejahteraan bagi semua warga negarannya tanpa adanya diskriminasi terhadap non-Muslim. Secara nilai-nilai, Islam memiliki sebuah konsep negara kesejahteraan (welfare state) sendiri yang berlandaskan pada etika dan moralitas Islam.

C. Negara Kesejahteraan Dalam Perspektif Barat

(36)

sistem ekonomi yang sangat tidak memihak kepada orang-orang lemah atau miskin. Bahkan dalam sistem kapitalisme, negara memiliki peranan yang terbatas dalam mengelola sektor publik. Sedangkan tujuan lain hadirnya sistem negara kesejahteraan adalah untuk mengurangi daya tarik sistem sosialis.28

Perjalanan negara kesejahteraan di Eropa telah di mulai oleh Jerman ketika pada masa pemerintahan kanselir Otto Von Bismarck. Yang mana pada waktu itu rakyat Jerman meminta negara untuk lebih memperhatikan nasib mereka yang dalam kondisi pasca perang. Kemudian pertumbuhan industrialisasi yang semakin pesat telah menciptakan model ekonomi yang amat ekstraktif dan pengaturan kerja yang eksploitatif. Dalam hal ini, industrialisasi telah menyebabkan perubahan tatanan kehidupan masyarakat Jerman, sehingga pemerintah membuat skema kesejahteraan pada tahun 1883.

Edi Suharto, dalam makalahnya yang berjudul “Negara Kesejahteraan dan Reinventing Depsos”, mengutip dari buku Bessant, Rob Watts Judith, Tony Dalton dan Paul Smith yang berjudul, “Talking Policy: How Social Policy in

Made”, menjelaskan bahwa akar atau ide dasar konsep negara kesejahteraan telah

ada sejak abad ke-18, yaitu ketika Jeremy Bentham (1748-1832), mempromosikan gagasan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin the greatest happiness (welfare) of the greatest number of their citizens (kebahagiaan terbesar atau kesejahteraan dari sebanyak-banyaknya warga negara mereka).29 Ia mencoba menjelaskan konsep kebahagiaan dan kesejahteraan dengan menggunakan istilah kegunaan. Menurutnya segala sesuatu yang mampu menciptakan atau

28

M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi. Penerjemah Ikhwan Abidin Basri, dengan judul asli buku “Islam and the Economic Challenge” (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 133.

29

(37)

menghadirkan kebahagiaan yang lebih adalah sesuatu yang baik. Begitupun sebaliknya sesuatu yang tidak menghadirkan kebahagiaan atau kesejahteraan adalah sesuatu yang buruk. Dalam hal ini ia ingin menjelaskan bahwa negara harus mampu menciptakan kesejahteraan dan kebahagian sebanyak mungkin untuk rakyat. Negara pun harus mampu melakukan upaya reformasi hukum yang tidak mengarah kepada kesejahteraan, peran konstitusi dan penelitian sosial untuk membangun kebijakan sosial. Bentham, lewat gagasan-gagasannya itu ia digelari sebagai “Bapak Negara Kesejahteraan” (father of welfare state).

Sir William Beveridge (1942) dan T.H. Marshall (1963) adalah merupakan tokoh lain yang turut mempopulerkan sistem negara kesejahteraan. Di Inggris, dalam laporannya mengenai Social Insurance and Allied Services (asuransi sosial dan kumpulan pelayanan sosial), yang terkenal dengan nama Beveridge Report, Beveridge, menyebut kekurangan (want), kemelaratan (squalor), Kebodohan (ignorance),Penyakit (disease)dan Kemalasan(idleness)sebagai ‘ the five giant evils’ (lima setan-setan raksasa) yang harus diperangi. Dalam laporan itu, Beveridge, memiliki gagasan-gagasan mengenai perlindungan hak-hak warga negara yang harus dipenuhi oleh negara, yaitu dengan menciptakan sebuah sistem asuransi sosial yang komperhensif. Menurut Beveridge, hanya sistem itu yang mampu memberikan kesejahteraan dan mampu melindungi hak-hak warga negara dari mulai lahir hingga meninggal (from cradle to grave). Pengaruh laporan Beveridge tidak hanya di Inggris, melainkan juga menyebar ke negara-negara lain di Eropa dan bahkan hingga ke Amerika Serikat dan kemudian menjadi dasar bagi pengembangan skema jaminan sosial di negara-negara tersebut.30

30

(38)

Kesejahteraan sosial dengan sistem asuransi yang digagas oleh Beveridge, memiliki banyak kekurangan. Karena dengan menggunakan dasar prinsip dan skema asuransi, banyak resiko-resiko yang dihadapi oleh warga negara, terutama ketika mereka tidak mampu membayar kontribusi (premi). Kemudian asuransi sosial juga tidak mampu merespon kebutuhan kelompok-kelompok khusus, seperti; orang cacat, orang tua tunggal, serta orang-orang yang tidak mendapatkan pekerjaan. Manfaat asuransi sosial terkadang tidak mampu memenuhi kesejahteraan warga negara, karena jumlahnya yang terlalu kecil sehingga hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar secara minimal.

Marshall, memiliki pemikiran yang berbeda mengenai kesejahteraan sosial terutama dalam konteks kapitalisme. Menurutnya kewajiban untuk menciptakan kesejahteraan sosial menjadi tanggungjawab semua warga negara. Warga negara memiliki kewajiban kolektif untuk memperjuangkan kesejahteraan orang lain lewat sebuah lembaga yang disebut negara. Ketidakadilan yang disebabkan karena ketidak sempurnaan pasar menyebabkan kesejahteraan sosial tidak tumbuh secara merata dalam kehidupan warga negara. Menjadikan negara sebagai lembaga yang mampu menciptakan pelayanan sosial dan kesejahteraan sosial merupakan sebuah solusi untuk menutupi dan mengurangi ketidak sempurnaan pasar dan juga untuk mengurangi dampak-dampak negatif dari sistem kapitalisme. 31

Pematangan konsep negara kesejahteraan terjadi pada periode akhir 1960-an d1960-an awal 1970-1960-an. Pada periode-periode tersebut di negara-negara Eropa khususnya, kebijakan-kebijakan sosial tumbuh dengan pesat dan negara banyak mengeluarkan kas negaranya untuk menciptakan pelayanan sosial. Negara-negara

31

(39)

Eropa banyak mengadopsi berbagai program jaminan sosial baru, seperti; program pensiun, program jaminan orang cacat, dan santunan bagi pengangguran.32 Program-program kesejahteraan sosial yang diciptakan oleh negara terus mengalami peningkatan sesuai dengan kemajuan industrialisasi dan laju pertumbuhan ekonomi yang terjadi.

Sistem negara kesejahteraan mencoba menjadi penyeimbang antara peran negara dan pasar, antara oligarki dan redistribusi ekonomi, antara pertumbuhan dan pemerataan. Seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Uni Eropa dan negara Skandinavia, menganut negara kesejahteraan atau welfare state sebagai langkah untuk membangun kesejahteraan sosial warganya. Seperti telah dijelaskan diatas, pada hakikatnya kesejahteraan sosial merupakan hak asasi warga negara yang wajib dipenuhi oleh negara. Maka, hak asasi merupakan sebuah titik sentral pertimbangan negara dalam pengambilan kebijakan-kebijakan sosial. hak-hak dasar warga negara yang harus dipenuhi oleh negara, yaitu; hak untuk mendapatkan keamanan sosial, hak mendapatkan pekerjaan, hak mendapatkan tempat tinggal yang layak, hak mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan pelayanan kesehatan, dan jaminan-jaminan sosial lainnya. Bila hak warga negara tidak dipenuhi oleh negara maka negara telah melakukan pelanggaran kemanusiaan dan tidak menjalankan fungsinya.33

Upaya untuk menyingkirkan peranan negara atau intervensi negara terhadap kebijakan-kebijakan publik telah dimulai sejak lahirnya pemikiran aliran Kanan Baru, aliran ini sering disebut ekonomi Thatcherisme atau Reaganisme.

32

Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta: LP3ES, 2006), h. 28.

33

(40)

Neoliberalisme pertama kali diperaktekkan oleh Perdana Menteri Margareth Thatcher di Inggris, yaitu dengan menghapus kewajiban negara memikul tanggung jawab terhadap rakyat yang tidak produktif, meminggirkan komitmen pemerintah untuk mewujudkan full employment (kesempatan kerja penuh), memangkas secara radikal subsidi-subsidi sosial, dan sebagai gantinya, pemerintahan Thatcher lebih mementingkan pelayanan terhadap swasta, melakukan pemotongan pajak, menjalankan program privatisasi/ swastanisasi dan liberalisasi, menghilangkan pengawasan terhadap penyiaran, telekomunikasi, transportasi, dan perikanan, kemudian membabat habis seluruh serikat buruh dan menyalahkannya sebagai penyebab rendahnya kinerja industri Inggris.34

Pelucutan peran negara terus berlanjut lewat pengaruh globalisasi pada abad ke-21. Istilah globalisasi menempati berbagai agenda intelektual dan politik. Kata itu sekarang muncul dimana-mana, pidato politik tidak lengkap, atau manual bisnis tidak dapat diterima jika tidak menyebut kata globalisasi. Globalisasi dengan segala kebaikan dan keburukannya telah mendorong perdebatan intens, dan menjadi pusat dari sebagian besar diskusi politik dan perdebatan ekonomi.35

Istilah globalisasi berakar pada konsep yang lebih umum bahwa akumulasi modal, perdagangan dan investasi tidak lagi dibatasi pada negara-bangsa. Dalam pengertiannya yang lebih umum, globalisasi mengacu pada aliran-aliran barang, investasi, produksi dan teknologi lintas bangsa. Globalisasi telah menciptakan sebuah tatanan dunia baru dengan lembaga-lembaga dan konfigurasi-konfigurasi

34

Noreena Herzt, Perampok Negara: Kuasa Kapitalisme Global dan Matinya Demokrasi, dengan judul asli buku; “The Silent Take Over; Global Capitalism and the Death of Democracy”

(Yogyakarta: Alinea, 2005), h. ix. 35

Anthony Giddens, Jalan Ketiga: Pembaruan Demokrasi Sosial, dengan judul asli buku;

(41)

kekuasaannya yang menggantikan struktur-struktur sebelumnya yang diasosiasikan dengan negara-bangsa.36

Perkembangan ekonomi global memiliki implikasi terhadap negara kesejahteraan (welfare state). Batas dan kekuatan negara yang semakin memudar, organisasi-organisasi independen, badan-badan supra-nasional dan perusahaan-perusahaan multinasional. Sebuah konsekuensi logis dari kecenderungan global dan telah memunculkan kritik terhadap sistem negara kesejahteraan yang dipandang tidak tepat lagi untuk diterapkan sebagai pendekatan dalam pembangunan suatu negara. Bahkan berkembangnya anggapan yang menyatakan bahwa negara kesejahteraan telah mati (welfare state has gone away and died).37

Edi Suharto, dalam makalahnya yang berjudul “Islam dan Negara

Kesejahteraan” mengutip dari bukunya Ramesh Misrah, yang berjudul

“Globalization and welfare state” , dijelaskan bahwa globalisasi telah membatasi kapasitas negara-bangsa dalam melakukan perlindungan sosial. Lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia (World Bank) dan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/ IMF) menjual kebijakan-kebijakan ekonomi dan sosial kepada negara-negara berkembang dan negara-negara Eropa Timur agar memperkecil pengeluaran pemerintah, memberikan pelayanan sosial yang selektif dan terbatas, serta menyerahkan jaminan sosial kepada pihak swasta.38

36

James Petras dan Henry Veltmeyer, Imperialisme Abad 21, dengan judul asli buku;

“Globalization Unmasked: Imperialism in the 21 Century” (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002), Cet. Ke-1, h. 37.

37

Edi Suharto, “Peta dan Dinamika Welfare State Di Beberapa Negara”, artikel diakses

pada tenggal 12 September 2008 dari

situs:http://www.policy.hu/suharto/naskah%20PDF/UGMWelfareState .pdf 38

Edi Suharto, “Islam dan Negara Kesejahteraan”, artikel diakses pada tanggal 25

September 2008 dari

(42)

Adanya anggapan yang mengatakan bahwa negara kesejahteraan telah berakhir (mati), karena tidak mampu menghadapi ancaman globalisasi dan berkuasanya sistem kapitalisme adalah sebuah anggapan yang tidak benar. Sistem negara kesejahteraan masih tetap berdiri kokoh dengan segala skema-skema kesejahteraan sosial yang dipraktekkan di negara-negara Skandinavia, Eropa Barat, bahkan di negara-negara yang menganut paham liberal yang kuat seperti Amerika, Inggris dan Australia. Dalam hal ini, negara kesejahteraan sedang mengalami reformulasi dan penyesuaian sejalan dengan tuntutan perubahan tatanan global. Jadi, sangat salah bila menganggap sistem negara kesejahteraan telah menemui akhir dari sejarahnya.39

Salah satu bukti yang mampu mematahkan mitos the end of welfare state, adalah masih beroperasi 3 (tiga) model negara kesejahteraan yang dipraktekkan oleh negara-negara di dunia, yaitu:40

1. Model Residual (Residual Welfare State)

Model ini dianut oleh negara-negara Anglo-Saxon yang meliputi Amerika Serikat, Inggris, Australia, Kanada dan Selandia Baru. Model negara kesejahteraan residual dicirikan dengan basis rezim kesejahteraan liberal dan pemberian jaminan sosial kepada warga negara secara terbatas dan selektif, serta adanya kesempatan besar bagi swastanisasi pelayanan publik. Umumnya pelayanan sosial yang diberikan berjangka pendek dan relatif kecil.

2. Model Universal (Universalist Welfare State)

Model universal sering juga disebut sebagai the Scandinavia Welfare State. Model ini diadopsi oleh negara-negara seperti; Swedia,

39

Edi, Peta dan Dinamika Welfare State. 40

(43)

Norwegia, Denmark, Finlandia, dan Belanda. Model negara kesejahteraan ini dicirikan dengan basis rezim kesejahteraan sosial demokrat dan jaminan sosial yang diberikan kepada warga negara bersifat komprehensif.

3. Model Korporasi atau Social Insurance Welfare State

Model korporasi ini diadopsi oleh negara-negara seperti; Jerman, Austria, Belgia, Prancis, Italia, dan Spanyol. Model negara kesejahteraan ini dicirikan dengan basis rezim kesejahteraan konservatif dan jaminan sosial yang diberikan kepada warga negara dilaksanakan secara melembaga dan luas, namun kontribusi terhadap berbagai skema jaminan sosial berasal dari tiga pilar, yaitu; pemerintah, dunia usaha dan pekerja (buruh). Dalam hal ini, pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh negara diberikan terutama kepada mereka yang bekerja atau mampu memberikan kontribusi melalui skema asuransi sosial. Ide model negara kesejahteraan ini pertama kali dikembangkan oleh Otto Van Bismarck dari Jerman, dan model negara kesejahteraan ini sering disebut sebagai model Bismarck.

Globalisasi yang menjadi anak kandung dari sistem kapitalisme memiliki peran yang besar dalam upaya pelucutan segi tiga “suci” (pertumbuhan ekonomi-kesempatan kerja penuh-jaminan sosial) sistem negara kesejahteraan. Seiring perubahan tatanan global dan perekonomian dunia, peristiwa itu telah memaksa sistem negara kesejahteraan yang dipraktekkan di beberapa negara-negara direstrukturisasi. Restrukturisasi itu sebenarnya lebih kepada upaya untuk melucuti skema-skema kesejahteraan yang ada dalam sistem negara kesejahteraan.41

41

(44)

Negara memang bukan satu-satunya lembaga yang dapat menyelenggarakan pelayanan sosial kepada warga negaranya. Namun, negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan sosial kepada warga negaranya sebagai usaha untuk menciptakan kesejahteraan sosial, dan mandat negara untuk melaksanakan pelayanan sosial lebih kuat dari pada masyarakat, dunia usaha atau lembaga-lembaga kemanusiaan internasional. Negara sebagai lembaga yang memiliki legitimasi publik yang dipilih dan dibiayai oleh rakyat, memiliki kewajiban untuk memenuhi, melindungi dan menghargai hak-hak dasar warga negara, ekonomi dan budaya.

1. Kebijakan Sistem Negara Kesejahteraan Modern

Negara kesejahteraan merupakan bentuk negara yang memposisikan negara sebagai lembaga yang mampu memenuhi hak-hak sosial warganya. Kebijakan-kebijakan politik negara yang bertujuan untuk menghadirkan kebahagiaan dan kesejahteraan merupakan komitmen politik sistem negara kesejahteraan. Dalam hal ini negara kesejahteraan lebih diidentikkan dengan kumpulan-kumpulan kebijakan sosial. kebijakan sosial digunakan sebagai alat untuk mendefinisikan hubungan negara dengan warganya.

(45)

negara. Namun, ada beberapa kebijakan pokok yang harus ada dalam sistem negara kesejahteraan modern (modern welfare state), yaitu:

a. Kebijakan ketenagakerjaan

Kebijakan ketenagakerjaan merupakan kebijakan yang paling utama dalam negara kesejahteraan. Di sini, negara harus mampu menyediakan akses lapangan pekerjaan bagi warganya. Tujuan dari kebijakan ketenagakerjaan tidak lain adalah untuk menciptakan daya beli masyarakat dan mengurangi ketergantungan warga negara atas tunjangan-tunjangan sosial yang disediakan oleh negara.

Kebijakan ketenagakerjaan (employment policy) dibagi kedalam dua kebijakan pokok, yaitu; outset kebijakan dan kebijakan active employment (kebijakan tenaga kerja aktif). Mengenai Outset kebijakan, negara memiliki beberapa kewajiban: Pertama, negara harus membuat sebuah kebijakan dan upaya untuk memberikan bantuk-bentuk asuransi penganguran, sebagai peranan negara dalam mensiasati kompetisi yang tidak sempurna dalam dunia lapangan kerja. Kedua, negara harus membuat kebijakan dan upaya agar tidak tercipta tingginya angka pengangguran, karena hal itu akan menimbulan konflik masyarakat dan meningkatnya angka kemiskinan. Ketiga, negara membuat kebijakan dan upaya untuk mengaitkan antara kebijakan pendidikan dengan kebijakan ketenagakerjaan dengan tujuan untuk merespon tantangan sosial-ekonomi yang dihadapi negara.42

42

(46)

Sedangkan kebijakan active employment yaitu kebijakan yang akan menjawab segala permasalahan dalam ketenagakerjaan, terutama pasar tenaga kerja. Pasar tenaga kerja merupakan penjelasan mengenai kondisi dan status dari warga negara yang berkaitan dengan kerja, seperti; lapangan pekerjaan, usia kerja, jenis pekerjaan, dan output kerja. Ketika suatu lembaga statistik memberikan data mengenai pasar tenaga kerja, kewajiban pemerintah, para ahli dan politisi adalah mampu menafsirkan data pasar tenaga kerja secara benar dan kemudian merekomendasikan kepada warga negara. Jika mereka gagal menafsirkan data pasar tenaga kerja, maka warga negara akan menuai kualitas kehidupan yang buruk. Pemerintah tidak hanya berkewajiban untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negara di satu sisi, disisi lain lapangan pekerjaan yang disediakan pemerintah harus mampu mensejahterakan.43

b. Layanan pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang terpenting dan mendasar yang harus didapatkan oleh setiap warga negara. Karena proses ekonomi dan politik suatu negara tidak terlepas dari layanan pendidikan yang didapatkan warga negara. Negara-negara yang penduduknya memiliki kualitas pendidikan yang rendah, maka negara tersebut akan berada pada posisi negara miskin dan terbelakang. Hal ini disebabkan karena ketidak mampuan warga negaranya dalam mengakses segala informasi penting. Sedangkan negara-negara yang penduduknya memiliki kualitas pendidikan

43

(47)

yang tinggi, maka negara tersebut akan berada pada posisi negara kaya dan maju. Ini disebabkan, karena warga negaranya memiliki bekal pendidikan yang tinggi, sehingga mereka mampu mengakses segala informasi yang dibutuhkan untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik.

Layanan pendidikan memiliki posisi penting dalam mewujudkan sebuah negara yang adil, makmur dan sejahtera. Dalam hal ini pendidikan adalah bagian penting dari pemberdayaan masyarakat untuk turut serta dalam menciptakan kemakmuran negara. Jadi tugas negara agar bisa menjadi negara yang kehidupan rakyatnya sejahtera adalah menyediakan sistem pendidikan dan pengembangan pendidikan.44

Pendidikan akan menciptakan kemampuan orang perorang dan masyarakat mengakses sumber daya dan tata kebijakan, dan mengorganisasikannya untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran mereka sendiri. Pendidikan yang didapatkan oleh warga negara akan menciptakan kemampuan efektif dalam menghadapi situasi dimana orang atau masyarakat terjebak dalam struktur sosial-kemasyarakatan yang bisa menciptakan kemiskinan dan kemunduran atau deprivasi sosial. Terutama dalam era globalisasi, kemampuan dan layanan pendidikan yang didapatkan warga negara akan menentukan seberapa jauh kehidupan sosial-ekonomi dapat terus berkembang, seiring berkembangnya negara-negara lain.

44

(48)

c. Layanan kesehatan

Di negara-negara berkembang atau negara-negara yang memiliki penduduk miskin yang relatif tinggi, layanan kesehatan sesuatu yang sulit didapatkan. Dalam hal ini pelayanan kesehatan gratis yang disediakan oleh negara. Dalam model negara kesejahteraan, layanan kesehatan merupakan salah satu pilar penting yang harus disediakan oleh negara. Contohnya, Inggris dan Swedia merupakan model negara kesejahteraan yang memiliki skema layanan kesehatan yang paling dikagumi oleh negara-negara di dunia.

Layanan kesehatan di Inggris diberikan secara gratis kepada rakyatnya, padahal Inggris sendiri menganut sistem ekonomi terbuka. Artinya, negara yang menganut sistem ekonomi terbuka sangat sulit untuk menyediakan layanan kesehatan secara gratis.45 Karena layanan kesehatan gratis hanya akan menguras keuangan negara sehingga bisa menciptakan krisis ekonomi. Inggris mengembangkan model asuransi dan pemajuan ekonomi dalam menyediakan layanan kesehatan.

Skema layanan kesehatan dalam negara kesejahteraan bertujuan untuk warga negaranya yang tidak mampu. Akan tetapi model negara kesejahteraan yang diterapkan di negara-negara skandinavia, layanan kesehatan diberikan kepada seluruh warga negara tanpa harus melihat miskin dan kaya.

45

(49)

d. Jaminan sosial

Secara definisi, jaminan sosial adalah sistem penyimpanan dan pengelolaan dana negara yang dipakai untuk membiayai berbagai layanan sosial publik. Dana jaminan sosial merupakan dana yang dikumpulkan oleh negara melalui beberapa sumber pendapatan negara, seperti: melalui perpajakan (terutama pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan pajak bisnis), dan melalui pungutan non-pajak (misalnya potongan gaji untuk asuransi).

Jaminan sosial (social

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya, setelah didapat daerah aktif yang meliputi luas daerah aktif, kelas magnet, kelas sunspot, dan jumlah sunspot, data tersebut dibuat grafik jumlah

&amp; jaringan tanaman tidak berfungsi secara j g g normal , yang ditimbulkan karena gangguan secara terus menerus oleh agen patogenik. secara terus menerus oleh agen patogenik

Pendidikan seni mempunyai tujuan pembelajaran yang meliputi: (1) Memperoleh pengalaman seni berupa pengalaman apresiasi seni dan pengalaman ekspresi seni, dan (2)

Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif dengan menggunakan data sekunder dari catatan rekam medis di bagian obstetri ginekologi RS M.Djamil pada 40

Simatupang Kav. Karang Tengah No. R.A Kartini No. Kuningan Timur blok M2/5, Jakarta Selatan 021-5210 284 - Y 188 DKI Jakarta Jakarta Selatan Klinik Brawijaya Women and Children

Isu di masyarakat bahwa jagung adalah pangan sehat, bahkan bagi yang menderita penyakit gula (diabetes mellitus/DM) dan kelainan jantung, pasien diet dianjurkan

Perjalanan dilanjutkan menuju Jericho untuk mengunjungi Mesjid dan Maqom Nabi Musa, Mt of Temptaion, setelah itu perjalanan dilanjutkan menuju Allenby Bridge untuk

Sesuai dengan hasil analisis statistik dengan uji independen t-test pada taraf signifikan 5% (α = 0,05) dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan status gizi balita