• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.5. Neraca Air

Perubahan cadangan air dalam tanah (storage) mingguan pada masing- masing blok disajikan pada Tabel 8. Sedangkan perubahan cadangan air dalam

tanah (storage) harian dapat dilihat pada Tabel Lampiran 7. Perubahan cadangan air dalam tanah dipengaruhi oleh jumlah curah hujan, intersepsi, evapotranspirasi dan total runoff. Jika input yang masuk ke sistem lebih besar dibandingkan dengan output yang keluar dari sistem maka akan terjadi penambahan cadangan air dalam tanah, sedangkan jika input yang masuk ke sistem lebih kecil dibandingkan dengan output yang keluar dari sistem maka akan terjadi penurunan cadangan air dalam tanah. Jika terjadi penambahan cadangan air dalam tanah maka perubahan cadangan air di dalam tanah dinotasikan dengan tanda positif (+), sedangkan jika terjadi penurunan cadangan air di dalam tanah dinotasikan dengan tanda negatif (-). Perubahan yang terjadi baik penambahan maupun penurunan cadangan air di dalam tanah merupakan perubahan cadangan air di dalam tanah baik pada zona jenuh (hasil perkolasi) maupun zona tidak jenuh.

Hasil pengukuran selama periode pengamatan 18 Februari – 30 Juni 2006 menunjukkan bahwa perlakuan teknik konservasi tanah dan air menyebabkan perubahan cadangan air dalam tanah menjadi lebih baik dibandingkan dengan tanpa adanya perlakuan. Blok 3 (perlakuan rorak) memiliki perubahan (penurunan) cadangan air dalam tanah lebih baik dibandingkan Blok 1 (perlakuan teras) dan Blok 2 (tanpa perlakuan) masing- masing – 79.91 mm, - 169.56 mm dan – 308.31 mm. Perubahan cadangan air dalam tanah mingguan pada masing- masing blok sangat bervariasi antara - 65 mm sampai + 81.72 mm.

Perubahan (penambahan) cadangan air dalam tanah mingguan tertinggi terdapat pada Blok 3 (perlakuan rorak) pada minggu ke-2 sebesar + 81.72 mm yang disebabkan terjadinya hujan besar pada minggu tersebut, sedangkan perubahan (pengurangan) cadangan air dalam tanah dalam tanah tertinggi terdapat

pada Blok 2 (tanpa perlakuan) pada minggu ke-3 sebesar – 65 mm. Walaupun curah hujan yang turun tidak terlalu besar tetapi aliran permukaan yang keluar dari sistem pada minggu tersebut cuk up besar. Hal ini terjadi karena pasokan air tanah dari hujan yang turun pada minggu sebelumnya cukup besar.

Perubahan cadangan air dalam tanah pada Blok 3 (perlakuan rorak) > Blok 2 (tanpa perlakuan) > Blok 1 (perlakuan teras gulud) yaitu masing- masing sebesar – 32.88 sampai + 81.72 mm, – 65 sampai + 12.35 mm, dan – 47.16 mm sampai +19.07 mm. Sementara itu penambahan cadangan air dalam tanah Blok 3 (perlakuan rorak) > Blok 1 (perlakuan teras gulud) > Blok 2 (tanpa perlakuan) yaitu masing- masing sebesar + 118.89 mm, + 46.00 mm dan + 30.18 mm. Sebaliknya penurunan cadangan air dalam tanah pada Blok 2 (tanpa perlakuan) > Blok 1 (perlakuan teras gulud) > Blok 3 (perlakuan rorak) masing- masing -338.49 mm, - 215.56 mm dan – 198.80 mm.

5.5.1. Kemampuan Teknik Konservasi Tanah dan Air dalam Menunda Kekeringan

Untuk menghitung seberapa besar pengaruh tindakan konservasi tanah dan air terhadap perubahan storage maka diperlukan data perubahan cadangan air dalam tanah pada tahun sebelumnya, karena belum adanya data cadangan air dalam tanah pada tahun sebelumnya maka dengan cara memperhitungkan curah hujan yang turun saat mulai musim hujan yaitu tangga l 10 Januari – 17 Februari 2006 maka akan diduga seberapa besar pengaruh teknik konservasi tanah dan air dalam meningkatkan cadangan air dalam tanah dan menunda kekeringan. Sisa cadangan air dalam tanah (storage) sampai akhir Juni 2006 dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Cadangan air dalam tanah (> 30 Juni 2006)

Data Blok 1 Blok 2 Blok 3

? S (18 Februari – 30 Juni 2006) -169,56 -308,31 -79,91

Curah hujan 10 Januari - 17 Februari 2006 372,00 356,00 347,00 Sisa storage sampai akhir 30 Juni 2006 202,44 47,69 267,09

Pada musim kemarau kehilangan air dari sistem terjadi akibat proses evapotranspirasi. Nilai evapotranspirasi selama Bulan Juli - Oktober 2006 masing- masing sebesar 100.2 mm, 139.1 mm, 121.06 mm, dan 122.71 mm. Dengan cadangan air dalam tanah pada akhir pengamatan di Blok 3 (perlakuan rorak) 267.09 mm, Blok 1 (perlakuan guludan) 202.44 mm dan Blok 2 (tanpa perlakuan) 47.69 mm, maka untuk menduga seberapa lama cadangan air dapat bertahan akibat evapotranspirasi yaitu ketika mulai terhentinya aliran baseflow pada masing- masing blok. Pada Blok 2 (perlakuan teras gulud) aliran baseflow terhenti pada minggu ke-13 bulan Mei, sehingga dengan cadangan air dalam tanah yang ada pada Blok 2 (tanpa perlakuan) yaitu sebesar 47.69 mm akan habis terevapotranspirasi pada pertengahan bulan Juli. Pada Blok 1 (perlakuan teras gulud) aliran baseflow terhenti pada minggu ke-19 bulan Mei, sehingga dengan cadangan air dalam tanah yang ada pada Blok 1 (perlakuan teras gulud) yaitu sebesar 202.44 mm akan habis terevapotranspirasi pada pertengahan bulan Agustus. Sedangkan pada Blok 3 (perlakuan rorak) aliran baseflow terhenti setelah minggu ke-19 bulan Mei, sehingga dengan cadangan air dalam tanah pada Blok 3 (perlakuan teras gulud) yaitu sebesar 267.09 mm akan habis terevapotranspirasi pada awal bulan September.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya perlakuan teknik konservasi tanah dan air akan meningkatkan cadangan air dalam tanah dibandingkan tanpa

adanya perlakuan. Pada perlakuan rorak mampu menunda kekeringan hingga 2.33 bulan (± 70 hari) berikutnya, perlakuan teras gulud 1.66 bulan (± 50 ha ri) berikutnya dan tanpa perlakuan yang hanya kurang dari 0.5 bulan (± 15 hari) berikutnya.

Curah hujan yang turun akan tertampung di dalam perlakuan rorak dan teras gulud kemudian akan terjadi aliran lateral (seepage) dan infiltrasi yang tertunda sehingga ketersediaan air di dalam tanah akan bertahan lebih lama (Noeralam et al.,2003).

5.5.2. Pengaruh Teknik Konservasi Tanah dan Air terhadap Perubahan Cadangan Air dalam Tanah

Perlakuan teknik konservasi tanah dan air menyebabkan perubahan (penambahan) storage di Blok 3 (perlakuan rorak) dan Blok 1 (perlakuan teras gulud) lebih besar masing- masing 460 % dan 320 % dibandingkan dengan Blok 2 (tanpa perlakuan), sedangkan perbedaan hasil perubahan (penambahan) storage

antar teknik konservasi tanah dan air yang dilakukan di Blok 3 (perlakuan rorak) lebih besar 32 % dibandingkan dengan Blok 1 (perlakuan teras gulud). Nilai tersebut menunjukkan bahwa kemampuan perlakuan teknik konservasi tanah dan air (rorak dan guludan) yang diteliti di perkebunan kelapa sawit lebih tinggi dalam meningkatkan cadangan air dalam tanah dibandingkan dari hasil penelitian Irianto (2003) yang menggunakan dam parit bertingkat pada perkebunan gula di Lampung yang hanya mampu meningkatkan cadangan air dalam tanah sebesar 3-13 %. Hasil penelitian di Rejosari tersebut juga masih lebih tinggi dibandingkan Sawiyo (2005) yang menggunakan dam parit pada DAS Cibogo Ciliwung Bogor yang mampu meningkatkan cadangan air dalam tanah hingga 94 %.

Perlakuan teknik konservasi tanah dan air menyebabkan kemampuan menghambat aliran permukaan serta menampung volume air hujan yang jatuh lebih besar karena bidang resapan lebih luas yang terlindung dari penyumbatan pori menyebabkan air meresap lebih banyak, lebih cepat dan lebih dalam sehingga meningkatkan cadangan air dalam tanah dibandingkan tanpa adanya perlakuan seperti yang dilaporkan Lestari (2005). Selain itu penambahan lubang resapan dan mulsa vertikal akan mempengaruhi proses infiltrasi, dimana kapasitas infiltrasi pada perlakuan rorak dan guludan menjadi meningkat karena memberikan kesempatan pada air lebih lama untuk terinfiltrasi. Penambahan bahan organik merangsang terbentuknya agregat yang stabil serta mengurangi energi percikan hujan yang dapat menghancurkan agregat. Bahan organik juga merupakan sumber energi bagi berbagai makro organisme (cacing, rayap, semut dan sebagainya) yang membuat lubang (pori makro) yang sinambung didalam tanah (Subekhi, 2006 ; Ayudyaningrum, 2006).

5.5.3. Hubungan Kadar Air Tanah dengan Cadangan Air dalam Tanah

Siklus hidrologi dengan tanah sebagai sistemnya merupakan proses keseimbangan antara input yang masuk ke sistem dan output yang keluar yang dari sistem. Jika input yang masuk ke sistem sama dengan output yang keluar dari sistem maka jumlah air yang terlibat akan selalu tetap. Jika input yang masuk ke sistem lebih besar dibandingkan dengan output yang keluar dari sistem maka akan terjadi penambahan kandungan air dalam tanah, sebaliknya jika input yang masuk ke sistem lebih kecil dibandingkan dengan output yang keluar dari sistem maka akan terjadi penurunan kandungan air dalam tanah. Pola perubahan cadangan air dalam tanah mingguan selama periode pengamatan ditampilkan pada Gambar 15.

Umumnya pada musim hujan (Februari-April) perubahan (penambahan) cadangan air dalam tana h pada Blok 3 (perlakuan rorak) lebih besar dibandingkan Blok 1 (perlakuan teras gulud) dan Blok 2 (tanpa perlakuan). Hal ini disebabkan dengan adanya perlakuan teknik konservasi tanah dan air curah hujan yang jatuh pada Blok 3 (perlakuan rorak) dapat diresapkan secara maksimal kedalam tanah yang akhirnya menjadi cadangan air dalam tanah. Pada minggu ke-3 dan ke-6 perubahan yang terjadi adalah penurunan cadangan air dalam tanah hal ini disebabkan karena hujan yang turun tidak terlalu besar sedangkan total total

runoff yang terjadi cukup besar karena adanya pasokan dari hujan yang turun cukup besar pada minggu sebelumnya.

Gambar 15. Perubahan cadangan air dalam tanah mingguan

Pada musim kemarau (Mei-Juni) perubahan (penurunan) cadangan air dala m tanah pada Blok 3 (perlakuan rorak) lebih besar dibandingkan Blok 1 (perlakuan teras gulud) dan Blok 2 (tanpa perlakuan). Hal ini disebabkan oleh perlakuan teknik konservasi tanah dan air di Blok 3 (perlakuan rorak) yang

-80,00 -60,00 -40,00 -20,00 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Februari Maret April Mei Juni

mm

Blok 1 Blok 2 Blok 3

mengakibatkan cadangan air dalam tanah menjadi lebih besar sehingga kehilangan air dalam tanah melalui baseflow lebih banyak dibandingkan Blok 1 (perlakuan teras gulud) dan Blok 2 (tanpa perlakuan). Penelitian Atmaja4 (2007) mendukung fenomena tersebut dimana kadar air tanah rata-rata mingguan mulai berada di bawah kadar air kapasitas lapang memasuki minggu ke-14 di Blok 2 (tanpa perlakuan), dan minggu ke-15 untuk Blok 3 (perlakuan rorak) dan Blok 1 (perlakuan teras gulud). Perlakuan guludan bersaluran dan rorak yang dilengkapi lubang resapan dan mulsa vertikal efektif meningkatkan kadar air tanah. Kadar air tanah rata-rata bulanan dan mingguan pada perlakuan rorak paling tinggi diikuti perlakuan guludan bersaluran dan tanpa perlakuan, yaitu sebesar 50.11 % dan 49.98 %, 44.72 % dan 44.34 %, serta 41.74 % dan 41.06 %.

5.5.4. Hubungan Total Runoff terhadap Perubahan Cadangan Air dalam Tanah

Jika intensitas curah hujan lebih besar daripada kecepatan infiltrasi maka setelah berbagai proses dipermukaan tanah akan terjadi overlandflow, sebaliknya jika intensitas curah hujan lebih kecil daripada kecepatan infiltrasi maka air akan mempunyai waktu lebih lama untuk meresap kedalam tanah yang akhirnya akan mengisi cadangan air dalam tanah. Hubungan total runoff terhadap perubahan cadangan air dalam tanah dapat dilihat pada Gambar 16.

Pada musim hujan (Februari- April) perubahan total runoff berbanding terbalik terhadap perubahan cadangan air dalam tanah. Peningkatan total runoff

menyebabkan penurunan cadangan air di dalam tanah, sebaliknya penurunan total

runoff menyebabkan peningkatan cadangan air di dalam tanah. Setiap total runoff

4 Atmaja, H. 2007.Kadar Air pada Teknik Konservasi Guludan Bersaluran dan Rorak di Perkebunan Kelapa Sawit PTPN VII Rejosari. Draft Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00 180.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Februari Maret April Mei Juni

Runoff -80.00 -60.00 -40.00 -20.00 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00

Perubahn cadangan air dalam tanah

Runoff Blok 1 Runoff Blok 2 Runoff Blok 3 ?S Blok 1 ?S Blok 2 ?S Blok 3 yang menyebabkan peningkatan aliran cadangan air dalam tanah tertinggi terdapat pada Blok 3 (perlakuan rorak) dibandingkan dengan Blok 1 (perlakuan teras gulud) dan Blok 2 (tanpa perlakuan), sebaliknya setiap peningkatan total runoff

yang menyebabkan penurunan aliran cadangan air dalam tanah tertinggi terdapat pada Blok 2 (tanpa perlakuan) diikuti Blok 1 (perlakuan teras gulud) dan Blok 3 (perlakuan rorak).

Gambar 16. Hubungan total runoff terhadap perubahan cadangan air dalam tanah.

Pada musim kemarau (Mei-Juni) peningkatan total runoff tertinggi yang menyebabkan penurunan perubahan cadangan terjadi pada Blok 3 (perlakuan rorak) dibandingkan Blok 1 (perlakuan teras gulud) dan Blok 2 (tanpa perlakuan). Kejadian ini disebabkan pada Blok 2 (tanpa perlakuan) kemampuan untuk meresapkan air di musim hujan sangat rendah sehingga cadangan air di dalam tanah sangat sedikit, akibatnya kehilangan melalui baseflow lebih dulu terhenti dibandingkan Blok 3 (perlakuan rorak) dan Blok 1 (tanpa perlakuan). Sedangkan pada Blok 3 (perlakuan rorak) dan Blok 1 (perlakuan teras gulud) kemampuan

meresapkan air ke dalam tanah lebih tinggi dibandingkan tanpa perlakuan sehingga cadangan air di dalam tanah lebih banyak yang akhirnya dapat digunakan pada musim kemarau. Fenomena ini ditunjukkan dengan aliran

baseflow yang lebih lama terhenti pada Blok 3 (perlakuan rorak) dan Blok 1 (perlakuan teras gulud) dibandingkan Blok 2 (tanpa perlakuan). Hal ini menunjukkan terdapat korelasi antara total runoff dengan perubahan cadangan air dalam tanah. Semakin rendah total runoff maka cadangan air dalam tanah akan meningkat, sebaliknya semakin tinggi aliran permukaan maka cadangan air dalam tanah akan menurun. Dengan adanya perlakuan teknik konservasi tanah dan air, maka jumlah total runoff dapat ditekan pada musim hujan. Akibatnya jumlah air yang masuk ke dalam tanah menjadi lebih banyak dan pada akhirnya menjadi cadangan air di dalam tanah yang dapat digunakan di musim kemarau.

5.5.5 Hubungan Karakteristik DAS terhadap Perubahan Cadangan Air dalam Tanah

Perbedaan karakteristik DAS yang berbeda seperti tanah (kedalaman solum dan lapisan kedap), topografi (kemiringan lereng), bentuk DAS dan vegetasi menyebabkan perlakuan rorak mampu meningkatkan cadangan air dalam tanah lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan guludan. Pada Blok 1 (perlakuan teras gulud) memiliki solum yang lebih dangkal dibandingkan dengan pada Blok 3 (perlakuan rorak). Solum pada Blok 1 (perlakuan teras gulud) dibagian lembah (1.4 ha) lebih dangkal dengan kedalaman 80 - 100 cm serta terdapat lapisan kedap di bawahnya, tekstur pada lereng ini berpasir dibandingkan pada bagian lereng tengah dan atas yang memiliki tekstur liat. Pada Blok 3 (perlakuan rorak) memiliki solum yang lebih dalam dengan rata-rata kedalaman

> 2 meter tanpa ada lapisan kedap, tekstur pada blok ini pada umumnya liat (Tabel Lampiran 1). Hal ini menyebabkan kemampuan tanah untuk mengikat air pada Blok 3 (perlakuan rorak) lebih besar dibandingkan pada Blok 1 (perlakuan teras gulud), sehingga daya tampung air pada Blok 3 (perlakuan rorak) lebih banyak dibandingkan pada Blok 1 (perlakuan teras gulud). Topografi pada pada Blok 1 (perlakuan teras gulud) lebih berombak dengan kemiringan berkisar 3 - 8 % dibandingkan dengan topografi pada Blok 3 (perlakuan rorak) yang lebih landai dengan kemiringan 0 - 3 % (Gambar 5). Akibatnya kemampuan air untuk meresap pada Blok 3 (perlakuan rorak) lebih tinggi dibandingkan pada Blok 1 (perlakuan teras gulud) sehingga air yang masuk kedalam tanah pada Blok 3 (perlakuan rorak) lebih banyak dibandingkan pada Blok 1 (perlakuan teras gulud).

Bentuk DAS pada Blok 1 (perlakuan teras gulud) memiliki saluran air masuk (inlet) dan saluran air keluar (outlet) yang membelah antara

microcacthment, sedangkan pada Blok 3 (perlakuan rorak) hanya memiliki satu saluran air keluar (outlet) (Gambar Lampiran 11). Akibatnya pergerakan air yang hilang pada Blok 2 (tanpa perlakuan) untuk menuju saluran air lebih cepat (baik dari overlandflow ataupun baseflow ditambah interflow) dibandingkan pergerakan air pada Blok 3 (perlakuan rorak), sehingga cadangan air yang tersimpan di dalam tanah semakin lama. Hal ini menunjukkan terdapatnya perbedaan antara tanah, solum, topografi serta karakteristik dan bentuk DAS menyebabkan kemampuan tanah untuk menampung dan menyimpan air berbeda.

Dokumen terkait