• Tidak ada hasil yang ditemukan

NERACA PERDAGANGAN INDONESIA TOTAL Periode : 2011-2016

Dalam dokumen Indikator indikator Ekonomi Makro dan (Halaman 36-43)

(Nilai : Juta US$)

NO Uraian 2015 TREND(%)2011-2015 Jan-Jun* CHANGE(%)2016/2015

2015 2016 I E X P O R T 150.366,30 -6,59 78.425,10 69.509,90 -11,37 - OIL & GAS 18.574,40 -16,6 9.992,10 6.497,40 -34,97 - NON OIL & GAS 131.791,90 -4,5 68.433,00 63.012,50 -7,92 II I M P O R T 142.695,60 -4,96 73.949,40 65.915,60 -10,86 - OIL & GAS 24.613,20 -9,38 13.096,90 8.612,90 -34,24 - NON OIL & GAS 118.082,40 -3,87 60.852,50 57.302,70 -5,83 III TOTAL 293.061,90 -5,82 152.374,50 135.425,50 -11,12 - OIL & GAS 43.187,50 -12,77 23.089,00 15.110,30 -34,56 - NON OIL & GAS 249.874,30 -4,22 129.285,50 120.315,20 -6,94 IV BALANCE 7.670,70 4.475,70 3.594,30 -19,69 - OIL & GAS -6.038,80 -3.104,80 -2.115,50 -31,86 - NON OIL & GAS 13.709,50 -1,69 7.580,50 5.709,80 -24,68

Sumber: BPS, Processed by Trade Data and Information Center, Ministry of Trade

Keterangan:

*) Angka sementara

Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal Kebijakan moneter

Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.

Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.

Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.

Jenis-jenis Kebijakan Moneter

Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:  Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy)

Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan ini disebut juga kebijakan moneter longgar (easy money policy)

 Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)

Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :

Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)

Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.

Fasilitas Diskonto (Discount Rate)

Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)

Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.

Imbauan Moral (Moral Persuasion)

Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan

menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

Tujuan Kebijakan Moneter

Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.

Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.

Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.

Kebijakan fiskal

Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi variabel-variabel berikut:

Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi Pola persebaran sumber daya

Distribusi pendapatan

Pemerintah menjalankan kebijakan fiskal adalah dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian atau dengan perkataan lain, dengan kebijakan fiskal pemerintah berusaha mengarahkan jalannya perekonomian menuju keadaan yang diinginkannya. Dengan melalui kebijakan fiskal, antara lain pemerintah dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional, dapat mempengaruhi kesempatan kerja, dapat mempengaruhi tinggi rendahnya investasi nasional, dan dapat mempengaruhi distribusi penghasilan nasional.

Penutup

Perekonomian suatu negara diukur menggunakan indikator – indikator perekonomian makro dikarenakan ekonomi makro adalah ekonomi yang menganalisa semua masalah dalam satu sistem ekonomi dan analisa ini lebih bersifat umum, ekonomi ini sangat mempengaruhi masyarakat, perusahaan dan pasar. Pencapaian dan kondisi Indonesia dari indikator – indikator perekonomian makro yang pertama jika dilihat dari pendapatan per kapita maka pendapatan warga negara Indonesia dapat dikatakan masih rendah Rp. 3.675.787 per bulan dan berada diurutan ke 114 dunia dibawah Singapura, Thailand, Malaysia namun lebih tinggi dari Negara Asia Tenggara yang lain. Produk Domestik Bruto Indonesia merupakan hal yang dapat memberikan harapan serta kebanggan bagi rakyat Indonesia karena berada di urutan ke - 16 dunia sehingga Indonesia termasuk dalam G-20. Besaran jumlah PDB Indonesia berada di atas Negara – negara Asia Tenggara yang lain dan masih berpeluang untuk meningkatkan pencapaian PDBnya. Jika melihat besarnya PDB Indonesia namun pendapatan per kapita Negara Republik Indonesia masih tergolong rendah berarti dapat disimpulkan bahwa besarnya PDB tidak berbanding lurus dengan besarnya pendapatan per kapita dan sebaliknya. Suku bunga bank di Indonesia termasuk tinggi jika dibandingkan dengan negara – negara lain sehingga berdampak perekonimian. Industri khususnya industri riil dimana umumnya membutuhkan tambahan dana yang biasanya diperoleh dari kredit dan bunga pinjamannya tinggi. Bunga usaha tinggi akan mempengaruhi biaya produksi (ekonomi biaya tinggi) sehingga harga jual produk jadi tinggi. Tingginya harga barang mengakibatkan terjadinya inflasi dan salah satu cara untuk mengatasi inflasi yaitu dengan menaikan suku bunga bank. Indeks Harga Konsumen di Indonesia di tahun 2015 mengalami peningkatan terus menerus dengan selisih yang tidak gitu besar besaran inflasi berdasarkan IHK 3,35 termasuk inflasi ringan. Indikator Ketenagakerjaan dengan melambatnya pertumbuhan perekonomian dan kondisi perekonomian yang kurang baik maka tingkat pengangguran pun juga bertambah. Pada tahun 2015 Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia 6,18 % dari angkatan kerja. Berdasarkan hasil survei penjualan eceran (retail) di

Indonesia mengalami penurunan secara terus menerus hal ini kemungkinan besar diakibatkan ketatnya persaingan serta penghematan anggaran belanja yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia sehingga penjualan menjadi sepi. Neraca Pembayaran Indonesia pada 2015 surplus artinya Negara Indonesia mulai dapat meninggalkan ketergantungan dari produk Impor dan ini menunjukan keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan impor dan menguatkan BUMN untuk mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri dan bahkan melakukan ekspor. Dari keseluruhan indikator perekonomian dapat dikatakan perekonomian Indonesia masih berada dalam kondisi yang cukup baik dan tetap berusahan untuk terus berkembang walau terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi dan kondisi ekonomi global yang kurang baik. Dibutuhkan optimisme dan kerja keras dapat meningkatkan kembali pertumbuhan ekonomi yang terhambat.

Daftar Pustaka

Ackley, Gardner.,1991. Teori Ekonomi Makro. Terjemahan Paul Sitohang. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Boediono. 1992. Ekonomi Makro. Edisi 4. BPFE : Yogyakarta.

Boediono. 1993. Ekonomi Makro. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2. BPFE :Yogyakarta.

Boediono. 1994. Ekonomi Moneter. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2. BPFE : Yogyakarta.

Boediono. 1998. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2. BPFE : Yogyakarta.

Deliarnov. 1995. Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

Denburg, F Thomas. 1986. Makro Ekonomi. Konsep Teori dan Kebijaksanaan. Edisi 7. Erlangga : Jakarta.

Diulio, Eugene A. 1993. Teori Makro Ekonomi. Cetakan keempat. Jakarta : Erlangga

Mankiw, N. Gregory. 2000. Teori Makroekonomi Edisi Keempat. Terjemahan : Imam Nurmawan. Jakarta : Erlangga.

Mc Eachern, William A. 2000. Ekonomi Makro. Diterjemahkan oleh Sigit Triandaru. Salemba Empat : Thomson Learning Asia.

Nopirin., 1993. Ekonomi Moneter. Edisi 4. Cetakan Kedua, Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Samuelson, Paul A. Dan Nordhaus William D. 1996. Makro Ekonomi. Edisi ke- 17. Cetakan ketiga. Jakarta: Erlangga.

Sukirno, Sadono. 1997. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Edisi 2. Raja Grafindo Persada : Jakarta. www.bps.go.id

www.wikipedia.co.id

Dalam dokumen Indikator indikator Ekonomi Makro dan (Halaman 36-43)

Dokumen terkait