BAB II MASYARAKAT SUKU DAYAK KANAYATN
3.2.2 Ngampar Bide
Upacara adat ini dilaksanakan pada malam hari, sebelumnya waktu siang hari mengambil kepala kayo yang akan di totokng ke rumah pangkalatn tempat penyimpanan tersebut. Pertama-tama, para pelaksana adat totokng seperti Panyangahant, Pamangko Gawe, Anak Kayoatn dan Kepala Pajajakng sudah berada tempat sebagai tanda bahwa upacara adat totokng akan dimulai. Selanjutnya, Imam nyangahatn mengadakan upacara adat ngantukng atau masa persiapan. Dalam masa persiapan telah dipersiapkan alat-alat atau peraga adat totokng seperti pekasam ikan, salai burung, tengkasam babi hutan dan yang lainnya. Sementara itu, selama masa ngantukng telah dibunyikan Dau, gong, gendang besar selama tujuh hari tujuh malam.
Sebelum membentangkan tikar terlebih dahulu ditandai upacara adat nyangahatn (berdoa) untuk meminta perlindungan kepada Jubata (Tuhan), agar di lingkungan tersebut aman, tentram dan bebas dari gangguan yang tidak diinginkan. Sehubungan dengan itu, langsung menyembelih satu ekor ayam jantan merah, 1 ekor babi 7 real (kira-kira 70 kg)60 yang telah dilengkapi dengan sesajian.
Setelah itu dilanjutkan dengan upacara nakat pangkalant menyembelih 1 ekor ayam jantan merah. Sementara di Pangkalatn totokng telah terisi sesajian seperti satu buah tempayan Siton hitam, 1 buah gong besar, beras kuning 1
60
Hewan kurban seperti, babi dan ayam harus berjenis kelamin jantan ini melambangkan kejantanan karena yang berangkat mengayau hanyalah kaum laki-laki. Sementara, warna merah itu melambangkan tali persahabatan orang Dayak Kanayatn dengan hantu Kamang. Kamang adalah roh yang menyerupai manusia tetapi tidak kelihatan.
pinggan putih, 1 bibit kelapa, 1 buah tempayan hitam siam, 1 buah tempayan Jampa, 1 buah kelapa, gula arem atau gula merah, daun sirih, buah pinang, salai daging atau kepala babi hutan, salai tupai, salai burung elang, pekasam babi, pekasam ikan, salai burung dan tempayan kecil. Selanjutnya, semua sesajian tersebut diletakkan di atas serambi rumah sebelah kiri depan.
Sementara di Pangkalatn didirikan satu batang tebu hutan lengkap dengan daun-daunya, satu batang kayu burangsakng dan kayu sumiakng. Selanjutnya diadakanya upacara adat nyangahatn ka’ pabarasatn di tempat beras. Upacara ini bertujuan untuk mendapatkan berkat atau rahmat dari Sang Pencipta. Kemudian acara ini dilanjutkan dengan upacara adat ditempat mandi atau tepian tumpang yang dibuat dari daun kelapa dengan menyembelih satu ekor ayam jantan warna merah. Maksudnya adalah selama siang dan malam, selama pelaksanaan upacara totokng laki-laki dan perempuan mengambil air ditempian tidak diganggu oleh roh halus.
Upacara ini berakhir dengan dilanjutkanya adat netek di kepala tangga dengan menyembelih satu ekor ayam jantan warna merah. Adat netek bertujuan untuk memberitahukan kepada kepala kayo, bahwa akan diberikan makan selama tujuh hari tujuh malam. Kemudian setiap malamnya diharuskan untuk memotong 1 ekor ayam warna merah jantan.
3.2.3 Na’ap Tariu (Menjemput Tariu)
Sebelum upacara adat ini dilaksanakan, Imam membacakan doa untuk bahan-bahan sesajian di dalam talam dengan maksud untuk memberitahukan kepada Jubata, bahwa keesokan harinya akan membawa sesajian mentah dan
dimasak di tempat pantak.61 Sehubungan dengan itu, dilaksanakannya upacara menjemput Kamang Tariu62 atau upacara adat na’ap tariu sebagai langkah mengawali prosesi upacara ritual adat totokng.
Persyaratanya adalah menyiapkan alat peraga adat seperti beras biasa, beras pulut secukupnya dan 1 ekor ayam jantan berwarna merah. Setelah sesajian tersebut dikumpulkan, ketujuh Anak Kayoatn dan Imam meletakan cat warna merah didahi dan pipi mereka. Selanjutnya, langsung menyembelih 1 ekor ayam jantan dan darahnya dicampurkan dengan nasi dan garam untuk memberikan makan kepada Kamang Tariu.
Pada saat yang sama, mereka masih menunggu ayam yang dipotong sampai masak. Setelah daging ayam itu masak, Imam mengucapkan nyangahatn (doa) untuk memberkati ayam tersebut. Sebelum mereka berangkat ke rumah kayoatn, Imam itu berkeliling sambil berteriak sebanyak tiga kali dan mengadakan upacara adat pasinyangan. Di pasinyangan para pelaksana adat totokng beristirahat untuk sementara waktu menunggu pelaksanaan upacara adat totokng.
3.2.4 Pasinyangan (Persinggahan)
Di pasinyangan, Imam nyangahatnbapipis’ manta’ dengan menyembelih 1 ekor ayam warna merah. Di samping itu, diadakanya upacara menggunakan
61
Dalam masyarakat Dayak Kanayatn Pantak adalah patung yang memiliki kekuatan spiritualitas tinggi. Pantak itu sendiri dibagi kedalam 3 jenis yaitu, 1). Pantak Payugu (tokoh pertanian), 2). Pantak Padagi (Panglima dan dukun), 3). Pantak Keluarga (Peneladan keluarga).
62
Tariu adalah teriakan yang mempunyai kekuatan magis yang tinggi, yang dalam masyarakat Dayak diyakini dari teriakan tersebut bisa membuat orang menjadi berani dan kebal, ketika akan berangkat berperang atau mengayau. Sedangkan, Kamang adalah roh yang menyerupai manusia tetapi tidak kelihatan.
topeng, ada dua macam topeng yaitu; topeng buta dan oho’. Topeng buta dipakai kurang dari 50 orang, sedangkan topeng oho’ jumlahnya cenderung tidak dibatasi.
Selanjutnya, Imam membacakan doa sesajian mentah sampai dengan masak selama di pasinyangan. Selesai iman nyangahatn, ketujuh Anak Kayoatn dan beserta rombongan berangkat untuk menuju ke Pangkalatn. Sesampai di situ, mereka langsung disambut oleh Timanggong (Kepala Adat), kemudian sambil memperlihatkan sebuah tempayan Siton berwarna hitam yang berisikan undang-undang tentang tata tertib upacara adat totokng.
Setelah itu, Imam nyangahatn melaksanakan upacara adat nigakng manta’ untuk memberi makan topeng dengan nasi pulut. Setelah diberikan makan, toperng anak Kayoatn itu dipersilahkan untuk naik keplantaran dan menari bersama Imam dan Tuan rumah untuk mengelilingi babanyang dengan cara maju-mundur sebanyak tiga kali.
Ketika upacara adat nigakng mantak selesai, Imam tersebut melaksanakan adat nigakng masak. Sebelum, sesajian tersebut masak, ketujuh Anak Kayoatn terlebih dahulu dipersilahkan untuk mengelilingi babanyang yang telah diisi dengan sesajian yang telah masak. Kemudian kira-kira jam 10 malam, Imam nyangahatn menyampaikan persembahan dari tuan rumah kepada Jubata (Tuhan), agar mereka terlepas dari sumpah kayo.
3.2.5 Mare’ Topeng Makatn (memberi Topeng makan)
Adat ini dilakukan kira-kira jam 4 dini hari, yang diawali dengan diberinya beras biasa dan pulut dan 1 ekor ayam merah jantan pada topeng buta, sedangkan topeng oho’ diberikan satu bungkus nasi yang berisikan sayur daging babi.
Maknanya adalah untuk memberi makan hantu dengan harapan tidak menggangu kampung tempat pelaksanaan upacara adat totokng.
Selesai memberikan topeng makan, dilanjutkan dengan acara melemparkan tumpi’ (cucur) di atas rumah yang bertujuan untuk menerbangkan sumpah kayo terhadap orang yang telah dibunuh oleh nenek moyang mereka. Upacara ini bertujuan mengangkat janji atau sumpah kayo, bahwa harus memelihara dan memberikanya makan sampai dengan tujuh keturunan. Apabila tidak maka keturunan si pengayau tersebut akan terkena jukat (musibah). Setelah itu, dilanjutkan dengan upacara adat ngagar bawar sebagai tahap akhir dari serangkaian pelaksanaan upacara adat totokng di Pangkalatn. Selesai adat ini, Imam, Anak Kayoatn dan Pajajakng langsung menuju ke tempat pasinyangan.
3.2.6 Ngantat Tariu Pulakng (Mengantarkan Tariu Pulang)
Ngantat tariu adalah upacara mengantarkan tariu pulang ke tempat kediamanya. Dalam pelaksanaanya pertama-tama, Imam mendoakan sesajian dan 1 ayam jantan warna merah yang bertujuan untuk memanggil roh-roh halus (kamang) untuk dikumpulkan di Pasiyangan.
Selesai nyangahatn, Imam itu menyembelihkan ayam merah jantan dan darahnya diambil sebagai makanan hantu tariu. Selesai memberi tariu makan, ayam yang disembelih tadi dimasak. Selanjutnya, Imam nyangahatn (mendoakan) ayam yang sudah masak dan memberikannya kepada kamang. Setelah diberi makan, Imam nyangahatn menyuruhnya pulang sambil membacakan doa yang berbunyi:
“Karena upacara adat totokng sudah berakhir kalian kamang tariu pulanglah ketempat kalian di Tajur di Gantekng. Kalau hantu Pujut, Mama’, Mawikng, Sarinteke, Ante’enge, Salahpena, Sansa’ lalu pulang di garah di Karabet di situlah tempat kalian. Segala setan iblis pulanglah di Lamo’ Bagenakng Timpurukng Pasuk di tanah yang tidak diinjak orang di air yang tidak pernah di pinum urakng Abo’ kayu Samponga di Pentek Kayu Mati disitulah negeri kalian dan kalian jangan suka merantau ke negeri manusia. Pulanglah kalian untuk selama-lamanya”.63
3.2.7 Macah Bantatn
Setelah melaksanakan upacara mengantarkan Tariu, para anak kayoan pulang ke tempat pangkalatn. Selanjutnya, akan diadakan upacara macah bantatn. Upacara adat ini bertujuan untuk memberitahukan kepada Jubata (Tuhan), tentang pembagian upah/imbalan kepada seluruh petugas upacara adat totokng berupa uang, daging babi dan yang lainnya.
3.2.8 Balamur
Balamur adalah masa tenggang atau masa tenang selama 3 hari 3 malam. Pada saat masa tenang, orang-orang yang ikut melaksanakan ritual seperti Pamangko, Gawe Totokng tetap menunggu, sedangkan Anak Kayoatn dan Pajajakng pulang ke rumahnya masing-masing. Setelah masa tenang tersebut selesai, maka diadakan upacara ngalantekatn. Upacara ini bertujuan untuk memberitahukan kepada Jubata (Tuhan), bahwa besok akan diadakanya upacara malutn bidei.
63
3.2.9 Malutn Bide (Menggulung Tikar Rotan)
Upacara adat malutn bide adalah menggulung tikar rotan tempat meletakan tengkorak kayo dan peraga adat totokng. Dalam upacara ini dibutuhkan alat sesajian seperti ayam jantan warna merah, babi tumpi’ (cucur) dan poe (lemang)’. Setelah sesajian itu disiapkan, maka Pamangko Totokng membacakan doa bagi persembahan kepada Jubata (Tuhan) dengan menyembelih 1 ekor ayam jantan warna merah dan 1 ekor babi.
Upacara ini bertujuan untuk memberitahukan kepada Jubata, bahwa alat-alat peraga totokng akan dibuka dan rumah tempat diadakannya upacara adat totokng telah terbebaskan dari sumpah kayo. Selanjutnya, Imam memanggil semangat tuan rumah agar terhindar dari segala macam bentuk jukat (musibah).
3.2.10 Mulangkatn Kapala Kayo (Mengembalikan Kepala Kayo)
Mulangkant kapala kayo merupakan prosesi terakhir dari keseluruhan upacara adat totokng. Upacara ritual ini diwajibkan untuk menyembelih 1 ekor ayam jantan merah. Setelah Iman nyangahatn menyembelih ayam tersebut, maka acara prosesi upacara adat totokng telah selesai.
3.3 Simbolisme Upacara Adat Totokng
Manusia adalah makhluk budaya, dan budaya manusia penuh dengan simbol-simbol. Dalam konteks ini bisa dipahami bahwa budaya manusia penuh diwarnai dengan simbolisme yaitu, suatu tata pemikiran atau paham yang menekan atau mengikuti pola-pola yang mendasarkan diri pada simbol. Dengan
demikian, manusia berpikir, berperasaan dan bersikap dalam bentuk ungkapan-ungkapan dipenuhi oleh simbolis”.64
Secara etimologis, kata “simbol” atau yang biasa disebut lambang itu berasal dari bahasa yunani symbolon yang berarti tanda pengenal atau emblem atau sinyal. Selain itu, simbol juga didenifisikan sebagai sesuatu yang bertindak bagi atau mewakili sesuatu yang lain; terutama suatu benda yang dipakai untuk menghadirkan sesuatu yang bersifat abstrak.65
Dalam konsep religi, manusia percaya akan kekuatan tertinggi untuk patuhi dan disembah sebagai pencipta atau penguasa alam semesta. Karena memiliki kekuatan yang bersifat abstrak, maka simbol berperanan penting untuk mengungkap kepercayaan terhadap mereka. Di mana kekuatan tersebut menghubungkan manusia dengan dunia abstrak, kekuatan tertinggi atau supranatural, di samping untuk meminta kehadiran kekuatan tersebut di antara manusia.66
Sementara, untuk memahami atau mengerti konsep cara pandang orang Dayak, tentang simbol-simbol dalam upacara ritual tidaklah mudah. Karena keyakinan akan sesuatu yang terjadi dalam masyarakat Dayak yang dapat melihat, mengerti dan merasakan hanyalah orang Dayak itu sendiri. Hal ini, dikarenakan konsep pandangan hidup orang Dayak yang sangat dipengaruhi oleh kekuatan
64
Budiono Herusantoso, 1984. Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Penerbit PT. Hanindita., hlm. 10.
65
Stepanus Buan, 2004. “Simbol-simbol dalam Ungkapan Religius di Kalangan Dayak Mualang” dalam Regina Petronella (ed)., Agama Dan Budaya Dayak. Pontianak: Institut Dayakology., hlm. 59.
66
religio-magis. Dengan demikian, tidak mengherankan terkadang sulit bagi orang non-Dayak untuk bisa mempercayai kekuatan simbol-simbol atau tanda yang terjadi dalam masyarakat Dayak.
Dalam cara pandang masyarakat Dayak memaknai ritus (ritual), menurut Commans dibagi menjadi dua yaitu, logis dan kritis. Namun sering sulit membedakan pemikiran logis dan kritis, karena pemikiran mitologis mengambil peranan penting. Pemikiran mitologis memainkan peranan besar, apabila mereka berhadapan dengan peristiwa-peristiwa, kejadian tersebut tidak dapat diterangkannya.67 Konsep pemikiran logis dan kritis orang Dayak tersebut semisalnya;
“Meskipun, orang Dayak percaya bahwa ritus tersebut akan membawa efek, namun ia tidak menyangkal bahwa ia sendiri harus memelihara ladangnya dengan baik, merumput pada waktunya, membuat pagar untuk menghindarkan kera dan babi masuk ladang dan lain sebagainya. Inilah yang dinamakan pemikiran logis dan kritis. Akan tetapi, kalau panen itu gagal tanpa adanya alasan yang jelas maka pemikiran mitologis yang nampak lagi. Dibelakang kegagalan tersebut disangkanya suatu intensi atau maksud dari dunia ilahi yaitu, yaitu roh yang menggangu atau roh yang menghukum.
Cara pandang ini yang berdasarkan prasangka bahwa adanya intensi atau maksud tertentu dari dunia ilahi, kita sebutkan cara pemikiran askriptif (pemikirtan berdasarkan prasangka). Lawanya ialah cara pemikiran deskriptif, yang mencari akal untuk mengatasi segala rintangan dan hambatan. Karena batas antara pemikiran kritis dan pemikiran mitologis tidak selalu jelas baginya, maka orang Dayak merasa wajib mengadakan upacara, bilamana mengalami rintangan dan hambatan seperti penyakit, kegagalan panen, dan lain sebagainya.68
Dalam konteks upacara adat totokng, upacara adat ini dilaksanakan sebagai salah satu bentuk wujud si pengayau untuk memperoleh jalan
67
Michael Commans., op.cit., hlm. 99.
68
keselamatan. Menurut adat mengayau, kepala hasil mengayau harus diberikan penghormatan melalui upacara adat totokng sampai dengan tujuh keturunan, apabila tidak maka keturunan si pengayau tersebut dalam kehidupannya tidak akan pernah sempurna dan diyakini akan mendapatkan hukuman berupa jukat (musibah). Semisalnya, dalam bentuk penyakit, kegagalan hasil panen dan yang lainnya.
Sehubungan dengan hal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, upacara adat totokng merupakan simbol “pertobatan” si pengayau. Upacara adat totokng juga melambangkan bahwa, masyarakat Dayak Kanayatn sangat patuh terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh roh leluhurnya. Kemudian dengan nyangahatn (doa), melambangkan sikap religius masyarakat Dayak Kanayatn kepada Sang Penciptanya Jubata (Tuhan).