• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PEMBAHASAN PENELITIAN

6.2 Pembahasan Penelitian

6.2.4 Niat Pengendara dalam Memakaikan Helm pada Penumpang Anak

Berdasarkan hasil penelitian pada 5.5 diketahui bahwa informan hanya memiliki niat untuk memakaikan helm pada penumpang anak ketika akan melintasi jalan raya dan memiliki informasi adanya petugas kepolisian yang berjaga pada daerah tertentu. Berdasarkan teori perilaku terencana (theory of planned behavior), niat dapat terbentuk dari adanya tiga komponen utama yaitu sikap, norma subyektif, dan persepsi atas kontrol perilaku seseorang (Ajzen, 2005). Pengendara memiliki belief positif mengenai konsekuensi jika penumpang anak diberikan helm. Namun berdasarkan hasil penelitian, pada kenyataannya tingkatan sikap menjadi tidak berlaku bagi informan sebagai pengendara motor ketika mereka memiliki pemikiran “pemakaian helm bagi penumpang anak tidak diperlukan jika tidak melintasi jalan raya atau ketika jaraknya dekat” setinggi apapun tingakatan sikap yang mereka miliki.

Norma subyektif juga memiliki perannya dalam membentuk suatu niat yang kemudian terealisasikan dalam bentuk perilaku. Berdasarkan teori, pengendara dengan dorongan norma subyektif yang kurang baik cenderung tidak memakaikan helm pada penumpang anak dan sebaliknya pengendara dengan dorongan norma subyektif yang baik cenderung memakaikan helm pada penumpang anak. Hal tersebut dapat terjadi karena seseorang dengan dorongan norma subyektif yang baik mendapatkan lebih banyak motivasi

untuk berperilaku baik. Namun berdasarkan hasil penelitian, pada kenyataannya pengendara yang memiliki dorongan dari pihak keluarga tetap tidak memakaikan helm pada penumpang anak jika tidak melintasi jalan raya sehingga norma subyektif yang paling berpengaruh adalah keberadaan polisi yang bertugas di daerah yang akan mereka lintasi. Sehingga dapat dikatakan dorongan norma subyektif dari pihak keluarga kurang dapat membentuk niat terhadap perilaku untuk memakaikan helm pada penumpag anak tetapi norma subyektif dari adanya kepolisian lah yang dapat membentuk niat terhadap perilaku tersebut.

Selain kedua komponen di atas, persepsi atas kontrol perilaku juga mendorong seseorang untuk berperilaku. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa adanya informasi polisi yang berjaga adalah hal yang paling dapat mengubah niat terhadap perilaku seseorang, sedangkan aspek keahlian dapat langsung menghambat timbulnya perilaku tertentu. Hal tersebut dikarenakan pengendara memiliki persepsi bahwa keahlian yang dimilikinya dapat menjadi modal untuk pengendara dalam menjaga keselamatan penumpang anak sehingga dapat meminimalkan risiko terjadinya kecelakaan terutama di jalan pintas sehingga bukanlah suatu masalah ketika pengendara tersebut tidak memakaikan helm pada penumpang anak. Sehingga keahlian berkendara dapat dikatakan menjadi faktor penghambat timbulnya perilaku memakaikan helm pada penumpang anak.

Berdasarkan ketiga aspek pembentuk niat tersebut, diketahui bahwa pengendara hanya memiliki niat untuk memakaikan helm pada penumpang

anak ketika akan melintasi jalan raya, jarak tempuh yang jauh, dan memiliki informasi adanya kepolisian yang berjaga. Walaupun informan mengatakan bahwa alasan memakaikan helm pada penumpang anak di jalan raya adalah karena faktor risiko keselamatan di jalan raya yang lebih besar, pada kenyataannya informan tidak begitu memperdulikan risiko keselamatan tersebut ketika tidak ada polisi yang berjaga di daerah tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa informan sebagai pengendara memakaikan helm untuk penumpang anak adalah karena takut dengan sanksi penilangan dan bukan karena faktor keselamatan. Hal tersebut terbukti berdasarkan hasil wawancara yang menyatakan bahwa informan tetap tidak memakaikan helm pada penumpang anak ketika melewati jalan raya ketika mendapatkan informasi bahwa di jalan raya tersebut tidak terdapat polisi yang berjaga.

Sehingga masalah dalam aspek niat dalam memakaikan helm pada penumpang anak yang harus diperbaiki adalah dengan mencoba mengubah pandangan pengendara mengenai sikap yang dimilikinya bahwa pemakaian helm ada suatu hal yang wajib tanpa ada pengecualian. Selain itu diperlukan dorongan dari pihak keluarga yang lebih besar lagi agar pemakaian helm pada penumpang anak menjadi suatu hal yang bersifat kebiasaan di kemudian hari, dan berusaha pula untuk mengubah cara berpikir pengendara bahwa kecelakaan bisa terjadi dimana saja tanpa memandang jarak yang dekat, jenis jalan yang dilewati, atau adanya polisi atau tidak. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan terus melakukan sosialisasi dan pengetatan penerapan tertib berkendara termasuk penggunaan helm bagi

penumpang anak sehingga apabila diajarkan sejak dini akan menjadi suatu kebiasaan yang baik di masa yang akan datang.

6.2.5 Perilaku Pengendara dalam Memakaikan Helm pada Penumpang Anak

Berdasarkan hasil penelitian aspek perilaku pada sub-bab 5.6, pengendara cenderung tidak memakaikan helm pada penumpang anak ketika menuju dan pulang dari sekolah. Namun melalui wawancara diketahui bahwa pengendara memiliki helm untuk penumpang anak tersebut (ibu DAH, ibu WW, ibu ODP). Alasan utama tidak memakaikan helm untuk penumpang anak adalah jarak yang dekat dan melalui jalan pintas. Hal tersebut bertentangan dengan yang tertera pada UU no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, pasal 106 ayat 8 bahwa setiap orang yang mengemudikan sepeda motor dan penumpang sepeda motor wajib mengenakan helm yang memenuhi Standar Nasional Indonesia.

Menurut Ghasemzadeh, dkk. (2017) norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku adalah komponen dalam teori perilaku terencana yang paling menentukan niat terhadap perilaku. Sedangkan komponen sikap adalah yang terlemah korelasinya dengan niat terhadap perilaku, tergantung pada situasi aktifitas yang dilakukan. Untuk suatu aktifitas yang bersifat kebiasaan sikap yang muncul menjadi negatif (tidak sebagaimana seharusnya) sedangkan untuk hal-hal yang bersifat temporer atau dilakukan sewaktu-waktu sikap yang muncul adalah sikap positif. Sebagaimana penelitian ini, berkendara motor dengan penumpang anak dengan tidak melewati jalan raya adalah hal yang biasa dilakukan oleh pengendara motor oleh karena itu pengendara cenderung berani untuk tidak memakaikan helm

pada penumpang anak dikarenakan kebiasaannya selama ini tidak membuahkan hasil yang tidak diinginkan (tidak pernah tertilang, tidak pernah kecelakaan). Lain halnya dengan saat pengendara melintasi jalan raya dengan membawa penumpang anak, seluruh pengendara mengatakan selalu memakaikan helm pada penumpang anak, namun tidak setiap hari mereka melewati jalan raya (bukan suatu kebiasaan).

Perilaku memakaikan helm pada penumpang anak terbukti sesuai dengan teori perilaku terencana, dimana niat memang menjadi prediktor utama untuk berperilaku. Pengendara yang akan melintasi jalan raya, melintasi jalan yang jarak tempuhnya jauh, dan memiliki informasi adanya keberadaan polisi, akan memiliki niat untuk memakaikan helm pada penumpang anak. Sehingga dapat dikatakan kecenderungan perilaku pengendara dalam memakaikan helm untuk penumpang anak di masa mendatang masih tetap bergantung pada jenis jalan dan jarak tempuh yang akan dilalui jika persepsi pengendara tidak diubah.

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku pengendara dalam pemakaian helm bagi penumpang anak ditinjau menggunakan teori perilaku terencana, tidak dapat hanya ditentukan dari masing-masing domain, tetapi memerlukan kombinasi dari ketiganya untuk membentuk kecenderungan perilaku. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa sikap, norma subyektif, persepsi kontrol perilaku, dan niat yang baik tidak dapat memunculkan perilaku yang baik pula jika suatu perilaku tersebut adalah suatu hal yang merupakan kebiasaan seseorang. Mengantar penumpang anak menggunakan sepeda motor tanpa memakaikan helm pada

mereka adalah suatu hal yang biasa atau sehari-hari dilakukan oleh seluruh informan. Mereka melakukan hal tersebut karena beberapa faktor yang mencetus untuk berbuat demikian, antara lain tidak melintasi jalan raya dianggap aman karena tidak ada polisi dan selama ini belum pernah celaka jika tidak melintasi jalan raya, dan adanya faktor penolakan dari penumpang anak yang juga seringkali “di-iya-kan” oleh pengendara motor. Pencetus- pencetus tersebut lah yang perlu diperbaiki. Walaupun tidak memakaikan helm pada penumpang anak ketika tidak melintasi jalan raya adalah suatu hal yang menjadi kebiasaan, dengan harapan dengan diatasinya faktor-faktor pencetus perilaku tersebut maka kedepannya kebiasaan seseorang dapat diubah secara perlahan.

BAB VII SI MPULAN DAN SARAN SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait