• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masa Nifas (Puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saifuddin,2006;h.122)

Masa Nifas disebut juga masa post partum atau puerperium adalah masa atau sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ – organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaandan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni,2009;h.1)

2. Tujuan asuhan masa nifas (Saifuddin,2006;h.122)

a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,

mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu pada ibu maupun bayinya

c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berrencana, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat

d. Memberikan pelayanan keluarga berrencana 3. Tahapan Masa Nifas

Adapun tahapan – tahapan masa nifas (post partum / puerperium) adalah ;

a. Puerperium dini

Masa kepulihan, yakni saat – saat ibu dibolehkan berdiri dan berjalan – jalan

b. Puerperium Intermedial

Masa kepulihan menyeluruh dari organ – organ genital, kira – kira 6 – 8 minggu

c. Remot Puerperium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi (Suherni,2009;h.2)

4. Perubahan fisiologis pada masa nifas a. Perubahan Uterus

Tabel 2.2 a. Perubahan uterus (Suherni S.Pd, APP, M.Kes. 2009; h.78)

Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat uterus

Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram

Uri lahir Dua jari dibawah pusat 750 gram Satu minggu Pertengahan pusat sympisis 500 gram Dua minggu Tak teraba diatas sympisis 350 gram Enam minggu Bertambah kecil 50 gram Delapan minggu Sebesar normal 30 gram

Di samping itu, dari cavum uteri keluar cairan sekret disebut lochia. Lokia keluar dari uterus setelah bayi lahir sampai dengan 3 atau 4 minggu postpartum. Perubahan lokia terjadi dalam tiga tahap, yaitu lokia rubra, serosa, dan alba. Lokia rubra merupakan darah pertama yang keluar dan berasal dari tempat lepasnya plasenta.

Setelah beberapa hari, lokia berubah warna menjadi kecoklatan yang terdiri dari darah dan serum yang berisi leukosit dan jaringan yang

disebut lokia serosa. Pada minggu ke-2, lokia berwarna putih kekuningan yang terdiri dari mukus serviks, leukosit dan jaringan (Bahiyatun,2009;h.60)

b. Perubahan vagina dan perineum 1) Vagina

Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali.

2) Perlukaan vagina

Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perinaum tidak sering dijumpai

3) Perubahan pada perineum, terjadi robekan perineum pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya.

c. Perubahan pada sistem pencernaan

1) Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini umumnya disebabkan karena makanan padat dan kurangnya berserat selama persalinan

2) Perubahan perkemihan

Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu, tergantung pada 1) keadaan / status sebelum persalinan, 2) lamanya partus kala 2 dilalui, 3) besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan.

d. Perubahan sistem muskuloskeletal atau diatesis rectie abdominis Setiap wanita nifas memiliki derajat diatesis/konstitusi (yakni keadaan tubuh yang membuat jaringan-jaringan tubuh bereaksi secara luar biasa terhadap rangsangan-rangsangan luar tertentu, sehingga membuat orang itu lebih peka terhadap penyakit-penyakit tertentu).Kemudian demikian juga adanya rectie/muskulus rektus yang terpisah dari abdomen.

e. Perubahan tanda-tanda vital pada masa nifas

1) Suhu badan ; sekitar hari ke-4 setelah persalinan suhu ibu mungkin naik sedikit antara 37,2ºC-37,5ºC. kemungkinan disebabkan karena ikutan dari aktivitas payudara.

2) Denyut nadi ; denyut nadi ibu akan melambat sampati sekitar 60kpm, yakni pada waktu habis persalinan karena ibu dalam keadaan istirahat penuh, tetapi pada ibu nervous nadinya bisa cepat, kira-kira 110kpm

3) Tekanan darah ; ˂140/90 mmHg. Tekanan darah tersebut bisa meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari post partum

4) Respirasi ; pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal (Suherni dkk,2009;h.79-84)

5. Adaptasi psikologis masa nifas

Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani.Tanggungjawab bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir.Dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan positif untuk ibu. Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai berikut ;

a. Fase taking in

Periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan.Pada fase ini, ibu sedang berfokus terutama pada diri sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir.

Ibu perlu bicara tentang dirinya sendiri. Ketidaknyamanan fisik yang dialami ibu pada fase ini seperti rasa mulas, nyeri pada jahitan, kurang tidur, dan kelelahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari.hal tersebut membuat ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gangguan psikologis yang mungkin dialami, seperti mudah tersinggung, menangis. Gangguan Psikologis yang mungkin dirasakan ibu adalah ;

1) Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan tentang bayinya, misal jenis kelamin, warna kulit, jenis rambut, dan lain – lain

2) Ketidaknyamanan sebagai akibat dari perubahan fisikyang dialami ibu misal rasa mulas karena rahim berkontraksi untuk kembali pada keadaan semula, payudara bengkak, nyeri luka jahitan

3) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya

4) Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat bayinya dan cenderung melihat saja tanpa membantu

b. Fase taking hold

Periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa kekhawatiran akan ketidakmampuan dan rasa tanggungjawabnya dalam merawat bayinya. Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan kesempatan yang baik untuk memberikan berbagai penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu nifas.

Tugas kita adalah mengajarkan cara merawat bayi, cara menyusui yang benar, cara merawat luka jahitan, senam nifas, memberikan pendidikan kesehatan yang dibutuhkan ibu seperti gizi, istirahat, kebersihan diri, dan lain-lain.

c. Fase letting go

Periode menerima tanggungjawab akan peran barunya. Fase ini berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan.Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa bayi butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan bayinya (Suherni dkk,2009;h.87-89)

6. Kunjungan Masa Nifas

Kunjungan masa nifas dilakukan paling sedikit empat kali. Kunjungan ini bertujuan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir juga untuk mencegah, mendeteksi, serta menangani masalah – masalah yang terjadi. Berikut jadwal kunjungan masa nifas ;

a. Kunjungan Pertama ( 6 – 8 jam setelah persalinan ) Kunjungan ini bertujuan untuk ;

1) Mencegah terjadinya perdarahan pada masa nifas

2) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan dan memberi rujukan bila perdarahan dilanjut

3) Memberikan konseling kepada ibu atau salah satu anggota keluarga mengenai bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri

4) Pemberian ASI pada masa awal menjadi ibu

5) Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan bayi baru lahir

6) Menjada bayi tetap sehat dengan cara mencegah Hipotermi b. Kunjungan Kedua ( 6 Hari setelah persalinan )

Kunjungan ini bertujuan untuk ;

1) Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus tidak ada perdarahan abnormal, dan tidak ada bau

2) Menilai adanya tanda – tanda demam, infeksi, atau kelainan pascamelahirkan

3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat

4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak ada tanda – tanda penyulit

5) Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi, cara merawat tali pusat, dan bagaimana bayi agar tetap hangat

c. Kunjungan ketiga ( 2 minggu setelah persalinan ) Kunjungan ini bertujuan untuk ;

1) Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus tidak ada perdarahan abnormal, dan tidak ada bau

2) Menilai adanya tanda – tanda demam, infeksi, atau kelainan pascamelahirkan

3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat

4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak ada tanda – tanda penyulit

5) Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi, cara merawat tali pusat, dan bagaimana bayi agar tetap hangat

d. Kunjungan keempat ( Enam minggu setelah persalinan ) Kunjungan ini bertujuan untuk ;

1) Menanyakan pada ibu tentang penyulit – penyulit yang dialami atau bayinya

2) Memberikan konseling untuk KB secara dini (Sitti Saleha.2009;h.6-7)

7. Komplikasi masa nifas a. Trauma Perineum

Trauma perineum adalah luka pada perineum sering terjadi saat proses persalinan. Saat persalinan terkadang dokter/bidan melakukan episiotomi, yaitu menggunting perineum untuk mengurangi trauma yang berlebih pada daerah perineum dan mencegah robekan perineum yang tidak beraturan. Dengan Episiotomi, perineum digunting agar jalan lahir lebih luas dan perlukaan yang terjadi dapat diminimalkan (Sukarni.2013;h. 285) b. Etiologi

1) Adanya trauma pada perut bagian bawah, panggul, genetalia eksterna maupun perineum

2) Cedera eksternal

3) Fraktur pelvis : rupture uretra pars membranasea 4) Trauma selangkangan : rupture uretra pars bulbosa 5) Latrogenik : pemasangan kateter folley yang salah 6) Persalinan lama

7) Rupture yang spontan c. Manifestasi klinis

Perdarahan per-uretra post trauma

Retensi urin : Kontraksi pemasangan kateter lebih khusus pada posterior dan anterior berikut :

1) Pada posterior

a) Perdarahan per-uretra b) Retensi urin

c) Pemeriksaan rectal tuse : floating prostat

d) Uretrografi : ekstravasasi kontras dan adanya fraktur pelvis

2) Pada anterior

a) Perdarahan per-uretra/hematuri b) Slevee hematom/butterfly hematom

c) Kadang terjadi retensi urin (Sukarni,2013;h.285-286) d. Perdarahan

Perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Perdarahan postpartum terbagi menjadi dua masa yaitu perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorhage) yang terjadi pada 24 jam pertama, dan perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorhage) yang terjadi setelah 24 jam. Penyebab perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, laserasi jalan lahir, dan inversio uteri. Sedangkan penyebab perdarahan post partum sekunder adalah sub involusi, retensi sisa plasenta, infeksi nifas. Pencegahan perdarahan post partum dapat dilakukan dengan mengenali resiko perdarahan post partum (uterus distensi, partus lama, partus dengan pacuan), memberikan oksitosin injeksi setelah bayi lahir, memastikan plasenta lahir lengkap, menangani robekan pada jalan lahir.

e. Infeksi masa nifas

Semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman – kuman kedalam alat – alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas. Jalan masuknya kuman dapat disebabkan karena adanya luka pada bekas insersio plasenta yang merupakan tempat untuk tumbuh dan masuknya kuman patogen dalam tubuh wanita, selain itu servik yang sering mengalami perlukaan selama persalinan begitu pula dengan vulva, vagina dan perineum yang menjadi tempat masuknya kuman patogen.

Gambaran klinis infeksi nifas dapat dibedakan dalam bentuk infeksi lokal yaitu pada pembengkakan luka episiotomi, terjadi penanahan, perubahan warna kulit, pengeluaran lochea bercampur nanah, mobilitasi terbatas karena rasa nyeri, temperatur badan meningkat. Serta infeksi umum yaitu tampak sakit dan lemah, temperatur meningkat, tekanan darah menurun

dan nadi meningkat, pernafasan dapat meningkat terasa sesak, kesadaran gelisah sampai menurun dan koma, terjadi gangguan involusi uterus, lokhea berbau, dan bernanah serta kotor. Pencegahan pada masa infeksi nifas dapat dilakukan dengan mobilisasi dini sehingga darah lokhea keluar dengan lancar, perlukaan dirawat dengan baik, rawat gabung dengan isolasi untuk mengurangi infeksi nosokomial (Eny retna A, diahy W,2008).

D. BAYI BARU LAHIR

Dokumen terkait