• Tidak ada hasil yang ditemukan

Level First Difference

CORE_INF

-1.468922 -13.08514

LN_GDPRIIL

-0.668287 -3.115136

LN_IMPOR

-1.130523 -13.05502

LN_OIL

-2.520147 -6.280772

LN_ER

-2.812915 -7.297794

Keterangan: bercetak tebal menunjukkan stasioner pada taraf nyata 5 %.

2. Hasil Uji Lag Optimum

Besarnya lag yang dipilih dalam penelitian ini menggunakan kriteria

Akaike Information Criterion (AIC), yang menghasilkan nilai terkecil -26.27989.

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai AIC terdapat pada lag delapan, dengan demikian lag yang digunakan dalam model adalah lag delapan.

Tabel 5 Hasil Pengujian Lag Optimal

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ

0 545.9726 NA 3.15e-12 -12.29483 -12.15407 -12.23812 1 1007.236 859.6270 1.56e-16 -22.20991 -21.36536 -21.86966 2 1071.958 113.2644 6.35e-17 -23.11269 -21.56435 -22.4889 3 1146.012 121.1790 2.11e-17 -24.22755 -21.97542* -23.32022 4 1180.249 52.13361 1.76e-17 -24.43748 -21.48157 -23.24662 5 1212.368 45.25787 1.56e-17 -24.59926 -20.93956 -23.12486 6 1269.312 73.76940 8.08e-18 -25.32528 -20.96179 -23.56734 7 1321.788 62.01660 4.77e-18 -25.94973 -20.88245 -23.90825 8 1361.315 42.22232* 3.92e-18* -26.27989* -20.50882 -23.95487*

Keterangan : * lag optimal.

3. Hasil Uji Stabilitas VAR

Berdasarkan uji stabilitas VAR yang dilakukan, bahwa nilai modulus dari seluruh roots memiliki nilai modulus kurang dari satu, sehingga dapat disimpulkan bahwa model VAR yang digunakan dalam penelitian ini telah stabil.

Tabel 6 Hasil Uji Stabilitas VAR Root Modulus 0.990 0.990 0.870 0.870 0.816 - 0.213i 0.843 0.816 + 0.213i 0.843 0.763 - 0.121i 0.773 0.763 + 0.121i 0.773 -0.353 0.353 -0.274 0.274 0.267 0.267 0.143 0.143

4. Hasil Uji Kausalitas Granger

Berdasarkan hasil uji kausalitas Granger, didapatkan bahwa terjadi kausalitas satu arah dan dua arah. Hubungan satu arah yaitu variabel core inflation

dan oil, hal ini mengindikasikan bahwa perubahan core inflation dapat memengaruhi oil, tetapi perubahan oil tidak dapat memengaruhi core inflation. Variabel nilai tukardan core inflation, hal ini mengindikasikan bahwa perubahan nilai tukar dapat memengaruhi core inflation, tetapi perubahan core inflation tidak dapat memengaruhi nilai tukar. Variabel nilai tukar dan GDP riil, hal ini mengindikasikan bahwa perubahan nilai tukar dapat memengaruhi GDPriil, tetapi perubahan GDP riiltidak dapat memengaruhi nilai tukar. Variabel oil dan impor hal ini mengindikasikan bahwa perubahan oil dapat memengaruhi impor, tetapi perubahan impor tidak dapat memengaruhi oil. Variabel nilai tukardan impor, hal ini mengindikasikan bahwa perubahan nilai tukar dapat memengaruhi impor, tetapi perubahan impor tidak dapat memengaruhi nilai tukar. Variabel oil dan nilai tukar, hal ini mengindikasikan bahwa perubahan oil dapat memengaruhi nilai tukar, tetapi perubahan nilai tukar tidak dapat memengaruhi oil. Selanjutnya, hubungan kausalitas dua arah yaitu variabel impor dan GDP riil, yang mengindikasikan bahwa kedua variabel tersebut saling mempengaruhi. Hasil uji kausalitas dapat dilihat pada lampiran.

5. Uji Kointegrasi

Pengujian kointegrasi dilakukan dengan menggunakan uji Johanssen’s

Trace Statistic untuk mengetahui berapa banyak persamaan dalam sistem yang

memiliki kointegrasi. Hubungan kointegrasi dalam penelitian ini dapat dilihat dari nilai trace statistic, terdapat hubungan kointegrasi apabila nilai trace statistic

lebih besar dari nilai critical value 5 persen.

Model-model yang digunakan pada penelitian ini memiliki satu persamaan kointegrasi. Persamaan kointegrasi ini menunjukkan bahwa diantara

variabel-variabel yang diuji memiliki hubungan kombinasi liniear yang bersifat stasioner (kointegrasi), sehingga model VECM dapat dilakukan dalam penelitian ini.

Tabel 7 Hasil Uji Johanssen’s Trace Statistic Hypothesized

Eigenvalue Trace 0.05

Prob.** No. of CE(s) Statistic Critical Value

None * 0.571 139.903 88.803 0.000 At most 1 0.294 61.986 63.876 0.071 At most 2 0.139 29.871 42.915 0.509 At most 3 0.099 16.065 25.872 0.487 At most 4 0.067 6.462 12.517 0.403

Hasil Estimasi Vector Error Correction Model (VECM)

Estimasi VECM menggambarkan hubungan keseimbangan jangka pendek dan jangka panjang dalam suatu sistem persamaan. Hasil estimasi VECM dalam penelitian ini menunjukkan kombinasi antara core inflation, GDP Riil, ER, oil dan impor. Pada jangka panjang, pertumbuhan output (GDP Riil) berpengaruh signifikan negatif terhadap core inflation, dimana jika terjadi penurunan GDP riil maka akan menyebabkan kenaikan harga-harga. Perubahan impor berpengaruh signifikan negatif terhadap perubahan core inflation, dimana saat nilai impor meningkat, maka akan menyebabkan penurunan core inflation. Variabel oil

berpengaruh signifikan positif terhadap core inflation, dimana saat terjadi kenaikan terhadap harga minyak mentah maka akan menyebabkan core inflation

meningkat. Variabel nilai tukar berpengaruh signifikan positif terhadap core

inflation, dimana saat nilai tukar terdepresiasi, maka akan menyebabkan kenaikan

core inflation.

Tabel 8 Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang Variabel Koefisien t – statistik CORE_INF 1 LN_GDPRIIL(-1) 9.867791 *[ 7.23456] LN_IMPOR(-1) 0.150355 *[ 3.10505] LN_OIL(-1) -0.354379 *[-7.03990] LN_ER(-1) -0.487835 *[-4.29526] C -331.2094

Keterangan : -)* siginifikan pada taraf nyata 5%

-) nilai t-ADF untuk nilai kritis 5% sama dengan 1.946

Hasil estimasi VECM pada jangka pendek menunjukkan bahwa hanya variabel GDP riil yang signifikan berpengaruh terhadap core inflation pada periode masing-masing periode ke-5, sedangkan variabel lain tidak signifikan.

Tabel 9 Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek Variabel Koefisien t – statistik CointEq1 -0.058552 [-1.46369] CORE_INF(-1) -0.305553 *[-2.38886] CORE_INF(-2) 0.077702 [ 0.58816] CORE_INF(-3) -0.010021 [-0.07913] CORE_INF(-4) 0.033461 [ 0.26970] CORE_INF(-5) -0.0716 [-0.60660] LN_GDPRIIL(-1) -0.195728 [-0.37350] LN_GDPRIIL(-2) 0.597329 [ 0.43650] LN_GDPRIIL(-3) 1.428740 [ 1.07161] LN_GDPRIIL(-4) -1.804652 [-1.69239] LN_GDPRIIL(-5) 1.727296 *[ 2.22038] LN_IMPOR(-1) 0.016484 [ 1.31170] LN_IMPOR(-2) 0.014971 [ 1.11228] LN_IMPOR(-3) 0.013121 [ 0.99318] LN_IMPOR(-4) -0.000934 [-0.07033] LN_IMPOR(-5) -0.017526 [-1.47967] LN_OIL(-1) 0.013220 [ 0.83207] LN_OIL(-2) -0.013261 [-0.78752] LN_OIL(-3) -0.012239 [-0.75997] LN_OIL(-4) 0.006558 [ 0.43598] LN_OIL(-5) 0.017388 [ 1.24411] LN_ER(-1) 0.071766 [ 1.55843] LN_ER(-2) 0.014699 [ 0.29540] LN_ER(-3) -0.02523 [-0.48608] LN_ER(-4) 0.086916 [ 1.67931] LN_ER(-5) 0.079857 [ 1.53849] C -0.009629 [-1.81407]

Keterangan : -)* siginifikan pada taraf nyata 5%.

-) nilai t-ADF untuk nilai kritis 5% sama dengan 1.946.

Hasil Impulse Response Function (IRF)

Analisis ini mengukur respon perubahan masing-masing variabel terhadap

shock yang terjadi pada salah satu variabel dengan menggunakan satu standar

deviasi. Berikut ini akan ditampilkan hasil IRF pengaruh GDP Riil, impor, oil dan nilai tukar (ER) terhadap core inflation.

Gambar 8 Hasil IRF terhadap Tingkat Inflasi

Berdasarkan gambar 8, maka dapat dilihat bahwa guncangan yang terjadi pada GDP Riil, impor, oil dan ER terhadap core inflation sebesar satu deviasi akan menyebabkan:

a) Guncangan GDP Riil berdampak pada kenaikan core inflation sampai periode ke-2 sebesar 0.0000529 persen dan selanjutnya turun secara negatif sampai periode ke-5 sebesar 0.000253 persen, dan naik hingga pada periode ke-10 sebesar 0.001707 persen, selanjutnya berfluktuatif dengan nilai rata-rata sebesar 0.00141405 persen.

b) Guncangan impor berdampak terhadap kenaikan inflasi hingga pada periode ke-9 sebesar 0.004026 persen, dan berfluktuatif stabil setelahnya dengan nilai rata-rata sebesar 0.00354 persen.

c) Guncangan oil berdampak terhadap kenaikan inflasi sampai periode ke-8 sebesar 0.003763 persen dan berfluktuatif stabil setelahnya dengan nilai rata-rata sebesar 0.0032 persen.

d) Guncangan ER hanya berdampak terhadap kenaikan yang tajam core

inflation pada periode ke-6 sebesar 0.003553 persen dan dan penurunan yg

tajam di periode ke-7 sebesar 0.001233 persen dan berfluktuatif stabil setelahnya dengan nilai rata-rata sebesar 0.00191 persen.

Hasil Variance Decomposition (FEVD)

Hasil dari FEVD terhadap core inflation menunjukkan bahwa fluktuasi

core inflation ditentukan oleh shock dari core inflation itu sendiri sebesar 56.50

-.001 .000 .001 .002 .003 .004 .005 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Response of CORE_INF to LN_GDPRIIL

-.001 .000 .001 .002 .003 .004 .005 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Response of CORE_INF to LN_IMPOR

-.001 .000 .001 .002 .003 .004 .005 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Response of CORE_INF to LN_OIL

-.001 .000 .001 .002 .003 .004 .005 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Response of CORE_INF to LN_ER

persen, impor sebesar 18.25 persen, oil sebesar 15.48 persen, ER sebesar 6.90 persen, dan GDP Riil sebesar 2.84 persen.

Gambar 9 Hasil FEVD terhadap Core Inflation

PEMBAHASAN

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Core Inflation

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel GDP Riil berpengaruh negatif terhadap inflasi. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui teori kuantitas uang

(quantity theory of money) MV=PT dimana M adalah jumlah uang beredar

(money supply) V adalah perputaran uang transaksi (transaction velocity of

money), P adalah tingkat harga dari suatu transaksi, dan T adalah total transaksi

selama periode waktu tertentu. Dalam kenyataannya, jumlah transaksi sulit diukur, maka jumlah transaksi (T) diganti dengan output total dalam perekonomian (Y). Transaksi dan output sangat berkaitan karena semakin banyak perekonomian berproduksi maka semakin banyak barang dibeli dan dijual. Namun demikian kedua variabel tersebut tidak sama. Tetapi nilai uang dari transaksi proporsional terhadap nilai uang dari output. Sehingga persamaan kuantitas akan menjadi (MV=PY). Perubahan persentase dalam tingkat harga P adalah tingkat inflasi. Perubahan persentase dalam output Y bergantung pada pertumbuhan faktor-faktor produksi dan kemajuan teknologi (given). Peningkatan harga energi mengindikasikan peningkatan kelangkaan input produksi ini dan mengurangi GDP riil. Netralitas uang menyatakan jika salah satu di antara M, V, atau GDP dianggap konstan, perubahan GDP riil akan memengaruhi tingkat harga agregat. Penurunan GDP riil akan meningkatkan tingkat harga agregat dengan persentase yang sama (Mankiw 2007).

Variabel impor memiliki hubungan signifikan negatif dengan core inflation, yang berarti bahwa saat terjadi kenaikan impor, maka akan menyebabkan penurunan terhadap core inflation. Tingginya nilai impor di dalam negeri mengindikasikan tingginya jumlah barang-barang impor tersebut, sehingga apabila supply dari barang impor tersebut meningkat maka akan memicu excess

supply yang dapat menurunkan harga dari barang-barang tersebut dan dapat

memicu penurunan inflasi.

Variabel minyak memiliki hubungan signifikan positif dengan core

inflation, yang berarti bahwa saat terjadi kenaikan pada harga minyak mentah,

maka akan dapat menyebabkan kenaikan terhadap core inflation. Kenaikan harga minyak akan menyebabkan kenaikan biaya input produsen dalam memproduksi barang-barang yang khususnya membutuhkan input minyak mentah, sehingga para produsen terpaksa menaikkan harga produknya. Jika hal tersebut terjadi dalam waktu relatif panjang, maka akan memicu terjadinya inflasi.

Variabel nilai tukar berpengaruh signifikan positif terhadap core inflation, yang berarti bahwa saat terjadi depresiasi nilai tukar, maka akan dapat menyebabkan kenaikan terhadap core inflation. Kondisi ini dapat dijelaskan melalui sebab terjadinya inflasi dari sisi imported inflation. Ketika kurs rupiah terdepresiasi terhadap Dollar AS, maka harga barang impor akan naik dan dapat menstimulus kenaikan harga barang domestik. Selain itu, depresiasi rupiah terhadap Dollar AS akan mendorong permintaan uang untuk menambah kekurangan likuiditas akibat kenaikan harga. Asumsi permintaan uang tersebut direspon dengan menambah jumlah uang beredar (MD=MS), maka kenaikan jumlah uang beredar juga bisa menstimulus kenaikan harga.

Analisis Faktor-faktor yang Paling Memengaruhi Core Inflation

Berdasarkan hasil FEVD, yang memiliki pengaruh besar terhadap perubahan core inflation adalah yang pertama core inflation itu sendiri sebesar 56.50 persen, kemudian yang kedua adalah impor sebesar 18.25 persen, dan selanjutnya adalah oil sebesar 15.48 persen. Pada Impulse Response Function

(IRF) terlihat bahwa guncangan impor berdampak terhadap kenaikan inflasi hingga pada periode ke-9 sebesar 0.004026 persen, dan berfluktuatif stabil setelahnya dengan nilai rata-rata sebesar 0.00354 persen. Guncangan oil

berdampak terhadap kenaikan inflasi sampai periode ke-8 sebesar 0.003763 persen dan berfluktuatif stabil setelahnya dengan nilai rata-rata sebesar 0.0032 persen.

Gambar 10 Respon Core Inflation terhadap Guncangan Impor dan Oil

Dokumen terkait