• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Nilai Guna

Nilai Guna Langsung Nilai Ekonomi Kayu Bakar

Pemanfaatan kayu bakar masih dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, terutama oleh masyarakat yang tinggal di Kampung Pasaban, Kampung Citamiyang, Kampung Jawa, Kampung Sirimpak (Desa Megamendung) dan Kampung Bungur (Desa Cilember). Masyarakat menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah untuk memasak sehari- hari.

Penilaian ekonomi manfaat hutan sebagai penghasil kayu bakar per tahun dilakukan dengan metode biaya pengganti yakni dengan cara menghitung besarnya waktu yang dikorbankan dalam satu tahun untuk mengambil kayu bakar dengan besarnya upah kerja yang seharusnya mereka terima. Pengambilan sampel responden dilakukan dengan mewancarai 17 orang responden yang terdiri dari 8 orang dari kampung Pasaban dan 6 orang dari Kampung Jawa (Desa Megamendung) serta 3 orang dari kampung Bungur (Desa Cilember). Adapun populasi pengumpul kayu bakar yang ada di Sub DAS Ciesek dapat dilihat pada Tabel 7. Sementara karakteristik sosial ekonomi pengumpul kayu bakar responden dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 7. Populasi Pengumpul Kayu Bakar di Sub DAS Ciesek

Kampung Desa Jumlah KK Jumlah Pengumpul Kayu Bakar (KK)

Pasaban Megamendung 59 59

Citamiyang Megamendung 35 28

Sirimpak Megamendung 36 18

Kampung Jawa Megamendung 28 14

Kampung Bungur cilember 38 30

Total 196 150

50 Tabel 8. Karakteristik Sosial Ekonomi Pengumpul Kayu Bakar

Uraian Satuan Ra-rata

Konsumsi kayu bakar ikat/orang/th 93,18

Lamanya Waktu Pengambilan KB jam/th 214,59

Jumlah Anggota KK orang 4,41

Jarak Ke Hutan km 2,64

Frekuensi Pengambilan KB per minggu 1,06

Pendapatan Rp/bln 364.706

Tingkat Pendidikan Skoring SMP*

Sumber : olahan data primer, 2005 * modus

Hasil penelitian menunjukan rata-rata pengambilan kayu bakar yang dilakukan oleh masyarakat adalah satu kali dalam seminggu dengan korbanan waktu yang diperlukan 4,3 jam sekali pengambilan. Adapun besarnya rata-rata upah kerja masyarakat di daerah ini adalah Rp.15.000/hari untuk 8 jam kerja atau Rp.1.875/jam. Besarnya nilai ekonomi hutan sebagai penghasil kayu bakar bagi masyarakat sekitar hutan adalah Rp.60.352.941,18/tahun atau Rp.92.179,75/ha/tahun, perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Nilai Ekonomi Wisata

Kawasan hutan lindung yang berada di hulu Sub DAS Ciesek selain mempunyai peran sebagai kawasan lindung juga mempunyai keindahan alam, salah satunya dengan adanya lokasi wisata alam Curug Panjang. Perum Perhutani KPH Bogor bersama masyarakat Desa Megamendung telah mengelola kawasan wisata alam dalam bentuk pengelolaan kawasan wisata Curug Panjang. Kawasan wisata ini mulai dikelola sejak tahun 2000 oleh Perum Perhutani. Keindahan alam terutama jurug (air terjun) menjadi daya tarik utama kawasan wisata ini. Dengan sistem pengelolaan yang terus diperbaiki oleh Perum Perhutani bersama masyarakat sekitar, membuat tingkat kunjungan ke kawasan wisata ini dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada hari sabtu dan minggu tempat wisata alam ini ramai dikunjungi oleh pengunjung dari kota Bogor dan sekitarnya.

51 Penelitian dilakukan dengan cara mewawancarai 44 pengunjung kawasan wisata alam tentang besarnya biaya perjalanan yang dikeluarkan, karakteristik pengunjung, dan presepsi atau penilaian terhadap kawasan wisata alam. Informasi mengenai karakteristik dan presepsi pengunjung terhadap kawasan wisata alam Curug Panjang dapat dilihat dalam Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9. Karakteristik dan Persepsi Pengunjung Kawasan Wisata Alam Curug

Panjang

No Keterangan Jumlah Prosentase (%)

1 Jenis Pekerjaan • Pelajar/mahasiswa 34 77,27 • Swasta 10 22,73 2 Kelompok Umur • 12 - 20 22 50,00 • 20 - 30 20 45,45 • 30 tahun keatas 2 4,54 3 Pendapatan • < Rp.500 rb 36 81,81 • Rp. 500 rb – 1 juta 6 13,63 • Rp. > 1 juta 2 4,54 4 Motivasi Kunjungan • wisata 26 59,09 • outbound 12 27,27 • lainnya 6 13,64 5 Intensitas Kunjungan • kurang dari 3 x 30 68,18 • lebih dari 3 x 14 31,82

6 Cara Melakukan Kunjungan

• sendiri 5 11,36

• berkelompok 39 88,64

7 Lamanya Kunjungan

• Pulang-pergi 16 36,36

• menginap 28 63,64

8 Tanggapan terhadap Fasilitas

Wisata

• baik 4 9,09

• kurang 40 90,91

52 Dari Tabel 9 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar pengunjung kawasan wisata alam Curug Panjang adalah pelajar/mahasiswa (77,27 %) kemudian diikuti oleh swasta (22,73 %) dimana kelompok umur pengunjung terbesar adalah kelompok umur 12 – 20 th (50 %), diikuti kelompok umur 20 – 30 th (45,45 %) dan 30 tahun ke atas (4,54 %). Sebagian besar pengunjung kawasan wisata alam Curug Panjang berpendapatan kurang dari Rp. 500.000 (81,81 %) hal ini bisa dimaklumi karena sebagian besar adalah pelajar/mahasiswa yang belum punya penghasilan.

Motivasi kunjungan para pengunjung selain wisata (59,09 %), adalah outbound

(27,27 %) dan sisanya motivasi la innya (13,64 %). Lokasi kawasan wisata Curug

Panjang memang suda h lama dimanfaatkan sebagai kawasan outbound, kondisi

alamnya yang indah serta kondisi jurug yang cukup menantang membuat kawasan ini sangat cocok untuk dikembangkan sebagai kawasan petualangan alam. Para pengunjung datang ke kawasan ini dengan cara berkelompok (88,64 %) sedangkan sisanya sendiri (11,36 %). Sebagian besar responden (31,82 %) mengatakan pernah datang lebih dari 3 kali ke kawasan wisata alam ini, sedangkan sisanya (68,18 %) menyatakan kurang dari 3 kali. Pengunjung yang datang lebih dari 3 kali sebagian besar adalah dari wilayah bogor sedangkan pengunjung dari luar bogor sebagian besar baru datang satu kali. Kawasan wisata alam ini hanya ramai pengunjung pada hari sabtu- minggu saja, sedangkan hari lain relatif sepi. Biasanya para pengunjung

yang mempunyai motivasi outbound akan menginap (63,64 %) di kawasan wisata

alam ini, sedangkan sisanya pulang pergi (36,36 %) yang kebanyakan merupakan pengunjung yang mempunyai motivasi berwisata.

Persepsi para pengunjung terhadap kelengkapan fasilitas umum yang ada sebagian besar memberikan penilaian kurang memuaskan (90,91 %) sedangkan sisanya menyatakan sudah baik (9,09 %). Sebagian besar pengunjung menyarankan perlunya dibagun shelter-shelter untuk tempat peristirahatan, fasilitas toilet dan tempat ganti pakaian diperbaiki, papan-papan peringatan, lokasi camping ground yang lebih diperluas serta penambahan sarana-sarana outbound.

Berdasarkan data dari Perum Perhutani jumlah pengunjung kawasan wisata alam Curug Panjang pada tahun 2000 berjumlah 3.800 dan tahun 2001 sebesar 4.037

53 atau mengalami peningkatan sebesar 237 orang, dengan asumsi peningkatan jumlah pengunjung tiap tahunnya sama maka pada tahun 2005 terdapat 4.985 pengunjung. Berdasarkan data jumlah pengunjung dan data sampel responden maka didapatkan tingkat kunjungan pengunjung seperti yang tersaji pada Tabel 10.

Tabel 10. Tingkat Kunjungan di Kawasan Wisata Alam Curug Panjang Berdasarkan Biaya Perjalanan No Daerah Asal Pengunjung Jumlah Sampel Pengunjung (orang) Prosentase Pengunjung (%) Jumlah Populasi Daerah Pengunjung (orang) * Jumlah Pengunjung (orang) Laju Kunjungan per 1000 orang Biaya Perjalanan Rata-rata (Rp) 1 Bogor 16 36,36 820.707 1.813 3 19.109 2 Jakarta 22 50,00 8.792.000 2.493 1 63.659 3 Bekasi 6 13,64 1.877.414 680 1 52.500 Total 44 4.985

Sumber analisis data primer, 2005 Keterangan : * Data BPPS tahun 2003

Penentuan besarnya nilai manfaat ekonomi kawasan wisata alam ini dilakukan dengan menghitung besarnya biaya perjalanan (travel cost method) yang dikeluarkan oleh setiap pengunjung dari berbagai daerah asal. Sedangkan besarnya biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh pengunjung di Kawasan Wisata Curug Panjang dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini.

Tabel 11. Besarnya Biaya Perjalanan Pengunjung Kawasan Wisata Alam Curug Panjang

No Jenis Pengeluaran Biaya Prosentase (%)

1 Transportasi 17.320 36,66 2 Konsumsi 16.066 34,01 3 Tiket Masuk 3.000 6,35 4 Penginapan 3.286 6,96 5 lain-lain 7.571 16,03 Jumlah 47.242

54 Kurva permintaan manfaat rekreasi kawasan wisata alam Curug Panjang berdasarkan biaya perjalanan dibuat untuk melihat hubungan jumlah pengunjung pada berbaga i tingkat harga tiket masuk kawasan wisata. Hasil penelitian menunjukan semakin tinggi harga tiket masuk kawasan wisata maka semakin sedikit jumlah pengunjung kawasan wisata tersebut seperti yang terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Kurva Permintaan Manfaat Wisata Alam Curug Panjang

Pada harga tiket masuk yang dip erlakukan sekarang ini yakni Rp.3.000/orang, diperkirakan jumlah pengunjung akan mencapai 10.233 orang/tahun dengan keuntungan yang akan didapatkan pihak pengelola sebesar Rp.30.700.070/tahun, kesediaan membayar pengunjung atau manfaat rekreasi sebesar Rp.164.062.827 atau Rp.16.032/orang, sementara surplus konsumen yang dirasakan oleh pengunjung mencapai Rp.133.362.757/tahun atau Rp.13.033/orang. Hasil perhitungan juga menunjukan bahwa penerimaan pihak pengelola akan maksimum pada saat harga tiket masuk sebesar Rp.12.000/orang dengan perkiraan jumlah pengunjung mencapai 5.270 orang/tahun. Pada kondisi ini pihak pengelola akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp.63.235.494. Besarnya nilai manfaat rekreasi adalah Rp.126.834.835 atau rata-rata kesediaan membayar setiap pengunjung mencapai Rp.24.069/orang,

sedangkan surplus konsumen mencapai Rp.63.599.342 atau Rp.12.069/orang. Harga

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 - 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 Jumlah Pengunjung (orang)

55 tiket masuk pengunjung sebesar Rp .12.000/orang dirasakan masih wajar karena harga ini masih dibawah rata-rata kesediaan membayar pengunjung yang sebesar Rp.24.069/orang. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Hasil perhitungan manfaat nilai ekonomi dari jasa wisata di Curug Panjang pada tingkat harga karcis yang sekarang berlaku (Rp.3000) dapat dilihat pada Tabel 12 berikut ini.

Tabel 12. Nilai Ekonomi Wisata Curug Panjang pada Tingkat Harga yang Sekarang Berlaku

Jumlah Nilai Total

Nilai sampel

(Rp/orang) pengunjung (Rp/tahun)

Kesediaan berkorban 16.032 10.233 164.062.827

Nilai yang dikorbankan 3.000 10.233 30.700.070

Surplus Konsumen 13.033 10.233 133.362.757

Sumber analisis data primer, 2005

Gambar 7. Salah Satu Aktivitas Outbound yang dilakukan Pengunjung di Kawasan

56

Nilai Guna Tidak Langsung

Nilai Ekonomi Penyedia Kebutuhan Air untuk Rumah Tangga

Secara tidak langsung keberadaan kawasan hutan di Sub DAS Ciesek juga ikut menjamin siklus hidrologis kawasan tersebut. Dengan cara me nahan curah hujan yang tinggi dan meresapkannya ke dalam tanah, dan selanjutnya dilepas secara teratur ke dalam berbagai aliran air permukaan dan bawah permukaan, sehingga distribusinya lebih baik bagi berbagai kepentingan salah satunya untuk kebutuhan air rumah tangga.

Masyarakat yang tinggal di kawasan ini sebagian besar memakai air yang bersumber dari mata air dan sumur. Dari 69 responden masyarakat yang menggunakan air yang bersumber dari mata air sebesar 79,71 % sedangkan sisanya 20,29 % dari sumur. Sebagian besar masyarakat menggunakan mata air yang banyak terdapat di daerah penelitian untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari seperti mencuci, mandi dan kakus. Dari sumber air biasanya masyarakat membuat bak-bak penampungan dari bangunan semen dan kemudian mengalirkannya sampai ke rumah dengan pipa pralon. Tidak jarang untuk lebih memperlancar penyaluran air terutama pada musim kemarau baik dari sumur maupun mata air, masyarakat memanfaatkan mesin pemompa air. Mesin pompa air ini banyak dimiliki oleh pemilik-pemilik villa yang banyak terdapat di daerah Sub DAS Ciesek. Karakteristik sosial ekonomi masyarakat pengguna air untuk kebutuhan rumah tangga di daerah Sub DAS Ciesek dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini.

Tabel 13. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Pengguna Air untuk Kebutuhan Rumah Tangga

Uraian Satuan Rata-rata

Konsumsi Air m3/orang/tahun 167,42

Biaya Pengadaan Rp/m3 408,01

Pendapatan Kepala Keluarga Rp/bulan 3.052.608,70

Jumlah Anggota Keluarga Orang 5

Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga Skoring S1

Jarak ke Sumber Air meter 60,22

57 Dari Tabel 13 di atas bisa dilihat bahwa rata-rata pemakaian air mencapai 167,42 m3/orang/tahun, angka ini cukup tinggi jika dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih (2002) di Hutan Pendidikan Gunung Walat yang hanya berkisar 28,33 m3/orang/tahun. Hal ini dimaklumi karena sebagian besar pemakaian air masyarakat di daerah Sub DAS Ciesek berasal dari sumber mata air yang dialirkan ke rumah dan dibiarkan mengalir terus setiap hari. Demikian juga dengan biaya pengadaan yang cukup tinggi yakni mencapai Rp 408,01 /m3 dikarenakan komponen biaya yang cukup besar seperti pralon dan bak penampungan dari semen yang hampir semua masyarakat di daerah Sub DAS Ciesek menggunakannya serta mesin pemompa air (sanyo) yang banyak digunakan untuk membantu menyedot air yang banyak digunakan di villa-villa yang banyak terdapat di daerah penelitian.

Penentuan manfaat ekonomi penyedia kebutuhan air untuk rumah tangga dalam penelitian ini menggunakan pendekatan metode biaya pengadaan yakni dengan menghitung besarnya biaya pengadaan yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk mengkonsumsi air. Variabel- variabel yang diduga mempengaruhi tingkat konsumsi air untuk kebutuhan rumah tangga (Y) antara lain biaya pengadaan (X1), tingkat pendapatan kepala keluarga (X2), jumlah anggota keluarga (X3), tingkat pendidikan kepala keluarga (X4) dan jarak ke sumber mata air (X5).

Dari pengolahan regresi dengan metode stepwise yang dilakukan terhadap 69 responden terpilih, model kurva permintaan air untuk konsumsi rumah tangga masyarakat di Sub DAS Ciesek adalah Y = 134,628 - 0,0708 X1 + 8,995 X3 + 0,045 X5. Model tersebut nyata (P=0,000), dengan koefisisen determinasi (R2) 48,7% yang berarti 48,7 % kera gaman yang terjadi pada konsumsi air rumah tangga disebabkan oleh biaya pengadaan, jumlah anggota keluarga dan jarak ke sumber air. Dari ketiga variabel yang mempengaruhi tingkat konsumsi air untuk rumah tangga, variabel yang paling berpengaruh berturut-turut adalah biaya pengadaan (P = 0,000), jarak ke sumber air (P = 0,000), dan jumlah anggota keluarga (P = 0,009).

Dari model kurva permintaan air untuk rumah tangga juga dapat dilihat bahwa biaya pengadaan berkorelasi negatif dengan tingkat konsumsi air, ini artinya semakin besar tingkat konsumsi air untuk rumah tangga maka semakin kecil biaya pengadaan.

58 Sedangkan untuk jumlah anggota keluarga dan jarak dari sumber air berkorelasi positif dengan tingkat konsumsi air yang berarti semakin banyak jumlah anggota keluarga dan semakin jauh jarak dari sumber air maka tingkat konsumsi air akan semakin tinggi. Semakin jauh jarak dari sumber air, maka peluang untuk mendapatkan sumber air yang besar dengan kualitas air lebih baik semakin besar. Sumber-sumber air yang lebih besar dan jernih di daerah Sub DAS Ciesek banyak terdapat di daerah hulu, yang berada jauh dari daerah pemukiman yang banyak terdapat di daerah hilir. Dengan demikian kegiatan perlindungan kawasan di daerah hulu Sub DAS Ciesek mutlak harus dilakukan, mengingat banyaknya masyarakat yang memanfaatkan daerah ini sebagai tempat mengambil sumber air untuk keperluan rumah tangga.

Hasil perhitungan besarnya nilai ekonomi air untuk konsumsi rumah tangga di Sub DAS Ciesek berdasarkan model persamaan permintaan air untuk konsumsi rumah tangga yang telah di dapat yakni sebesar Rp.2.116.630.677,85/tahun atau Rp.237.556,75/KK/tahun. Dengan nilai yang dikorbankan oleh masyarakat sebesar Rp.352.126.318,50/tahun atau Rp.39.520,35/KK/tahun, masyarakat mendapatkan surplus konsumen sebesar Rp.1.764.504.359,35/tahun atau Rp. 198.036,40/KK/tahun. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Untuk lebih jelasnya rekapitulasi hasil perhitungan besarnya nilai ekonomi air untuk konsumsi rumah tangga di Sub DAS Ciesek dapat dilihat pada Tabel 14 di bawah ini.

Tabel 14. Nilai Ekonomi Air untuk Konsumsi Rumah Tangga

Nilai sampel

(Rp/KK/tahun) Populasi KK

Nilai Total (Rp/tahun)

Kesediaan berkorban 237.556,75 8.910 2.116.630.677,85

Nilai yang dikorbankan 39.520,35 8.910 352.126.318,50

Surplus Konsumen 198.036,40 8.910 1.764.504.359,35

59 Gambar 9. Bangunan Bak Penampungan Mata Air yang dijadikan sebagai Sumbe r

Air untuk Memenuhi Kebutuhan Rumah Tangga

Gambar 8. Saluran Air Berupa Peralon yang digunakan Mayarakat untuk Menga mbil Air untuk Kebutuhan Rumah Tangga

60

Nilai Ekonomi Penyedia Kebutuhan Air untuk Pertanian

Disamping sebagai penyedia air untuk keperluan rumah tangga. keberadaan hutan di Sub DAS Ciesek juga berperan sebagai penyedia air untuk kebutuhan pertanian, khususnya pertanian sawah yang membutuhkan pengairan secara terus menerus. Penilaian dilakukan pada petani yang mengusahakan lahan pertaniannya dengan sistim irigasi, dimana lahan persawahannya dialiri air sepanjang hari. Asumsi yang dibangun adalah bahwa sumber air yang digunakan untuk mengaliri sawah para petani bersumber dari mata air-mata air yang berada dari kawasan lindung di Sub DAS Ciesek.

Penilaian manfaat ekonomi sebagai penyedia air untuk sektor pertanian dalam penelitian ini menggunakan Contingent Valuation Method (CVM), yakni dengan cara menanyakan kepada petani yang menjadi responden tentang kesediaan membayar (Willingness to pay) akan air untuk mengairi sawah mereka per sekali panen. Pendekatan ini dilakukan mengingat susahnya mendapatkan informasi yang akurat tentang besarnya biaya pengadaan yang dikeluarkan oleh petani untuk mengairi sawah mereka.

Jumlah petani yang menjadi responden berjumlah 22 orang petani, sama dengan responden yang digunakan untuk menentukan nilai ekonomi produk tivitas pertanian lahan basah. Kondisi karaketristik sosial ekonomi responden dapat dilihat pada Tabel 21 dan Tabel 22. Dari hasil perhitungan didapatkan informasi bahwa rata-rata kesediaan membayar petani di Sub DAS Ciesek sebesar Rp.15.773/orang/panen atau

Rp.31.546 /orang/th sehingga nilai manfaat ekonomi sebagai penyedia air untuk

sektor pertanian sebesar Rp.29.274.181,82/th atau Rp.44.711,77/ha/th. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Nilai Ekonomi Pengendali Banjir dan Erosi

Adanya vegetasi hutan dapat mencegah bahaya banjir dan erosi, demikian pula keberadaan hutan di Sub DAS Ciesek juga dapat berfungsi sebagai pengendali banjir dan erosi bagi daerah-daerah yang berada di bawahnya. Manfaat hutan sebagai pengendali banjir dan erosi ini sangat terkait dengan fungsi hutan lindung yang

61 berada di bagian hulu Sub DAS Ciesek yakni sebagai pengatur hidroorologi kawasan disekitarnya. Kerusakan ekosistem hutan di hulu Sub DAS Ciesek secara langsung akan berdampak pada meningkatnya erosi dan banjir serta terjadinya sedimentasi di daerah aliran sungai yang lebih rendah dan pada akhirnya akan berdampak pada kondisi sosial ekonomi masyarakatnya.

Dalam penelitian ini masyarakat yang menjadi responden untuk menentukan besarnya nilai ekonomi kawasan lindung sebagai pengendali banjir dan erosi berjumlah 69 orang. Untuk lebih jelasnya tentang kondisi sosial ekonomi responden dapat dilihat pada Tabel 15 dan 16 berikut ini.

Tabel 15. Rata-rata Pendapatan dan Jumlah Anggota Keluarga Responden untuk Menentukan Nilai Ekonomi

Uraian Satuan Ra-rata

Jumlah Anggota KK orang 5

Pendapatan Rp/bln 3.030.145

Sumber : olahan data primer, 2005

Tabel 16. Distribusi Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan Responden untuk Menentukan Nilai Ekonomi

Uraian Jumlah Persentase (%)

Tingkat Pendidikan SD 14 20,29 SMP 14 20,29 SMA 16 23,19 S1 24 34,78 S2 1 1,45 Total 69 100,00

Jenis Pekerjaan Petani 9 13,04

Buruh 7 10,14 Penjaga Villa 12 17,39 Swasta 17 24,64 PNS 8 11,59 Wiraswasta 16 23,19 Total 69 100,00

62 Dari Tabel 15 dan 16 tersebut di atas dapat dilihat bahwasannya sebagian besar responden berpendidikan S1 (34,78 %), kemudian berturut-turut diikuti oleh SMA (23,19 %), SD (20,29 %), SMP (20,29%) dan S2 (1,45 %). Sedangkan jika dilihat dari jenis pekerjaannya berturut-turut adalah swasta (24,64 %), wiraswasta (23,19 %), penjaga villa (17,39 %), petani (13,04 %), PNS (11,59 %) dan buruh (10,14 %). Banyaknya responden yang berprofesi di swasta dan wiraswasta dan sebagian dari mereka adalah pemilik villa-villa yang ada di daerah penelitian menyebabkan rata-rata tingkat pendapatan responden menjadi relatif tinggi, yakni sebesar Rp.3.030.145/bulan.

Penilaian manfaat ekonomi hutan sebagai pengenda li banjir dan erosi dalam penelitian ini menggunakan Contingent Valuation Method (CVM), yakni dengan cara menanyakan kepada masyarakat yang menjadi responden tentang kesediaan membayar (Willingness to pay) akan fungsi hutan sebagai pengendali banjir dan erosi. Hasil penelitian menunjukan besarnya kesediaan membayar masyarakat untuk membayar agar hutan tetap terjaga dengan baik sehingga fungsi sebagai pengendali banjir dan erosi dapat berfungsi dengan baik adalah Rp.183.826/orang/tahun. Jika digandakan dengan seluruh jumlah rumah tangga yang ada di Sub DAS Ciesek sebesar 8.910 KK, maka besarnya nilai ekonomi sebagai pengendali banjir dan erosi sebesar Rp.1.637.890.434,78/tahun atau Rp .2.501.623,47/hektar/tahun. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Dokumen terkait