• Tidak ada hasil yang ditemukan

= tan

-1

(17,12/20,55)

= 50,21

Peningkatan jumlah penduduk yang tinggi menyebabkan kebutuhan akan bahan pangan meningkat pesat sehingga membutuhkan peningkatan produksi pangan yang cepat dan banyak. Menurut Sutanto (2002), salah satu cara peningkatan produksi pangan tersebut adalah dengan menerapkan paket teknologi pertanian modern yang terdiri dari penggunaan varietas unggul berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk kimia, dan penggunaan mesin-mesin pertanian untuk mengolah tanah dan memanen hasil.

Paket teknologi pertanian modern ini telah memberikan hasil panen yang tinggi dalam waktu singkat. Namun penerapan paket pertanian modern tersebut menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan maupun kesehatan manusia. Oleh karena itu beberapa negara maju seperti Amerika dan negara-negara Eropa mulai mencari alternatif pertanian lain yang lebih ramah lingkungan serta menghasilkan produk yang lebih aman untuk dikonsumsi. Salah satunya dengan menerapkan sistem pertanian secara organik. Perkembangan pertanian organik ini semakin meluas tidak hanya di negara-negara maju tetapi juga di negara- negara berkembang.

Di Indonesia sendiri, selama lima tahun terakhir ini banyak petani yang mengalihkan usahanya dari sistem pertanian konvensional ke sistem pertanian ramah lingkungan bernuansa organik. Munculnya fenomena ini berkaitan dengan semakin banyaknya masyarakat yang menyadari bahwa produk pertanian yang mengandung pestisida dan bahan kimia sintesis lainnya terbukti menimbulkan gangguan pada kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Disamping itu, fenomena ini juga dipicu oleh adanya trend gaya hidup sehat dengan slogan

”Back to Nature” di masyarakat yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus mempunyai atribut aman dikonsumsi dan ramah lingkungan. Dan produk pertanian yang dianggap mampu memenuhi persyaratan tersebut adalah produk pertanian organik.

Menurut SNI 01-6729-2002 tentang sistem pangan organik, pertanian organik adalah sistem manajemen produksi holistik yang dapat meningkatkan dan memelihara agro-ekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah untuk mencapai produktivitas yang berkelanjutan. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pertanian organik harus menghindari

penggunaan bahan-bahan kimia sehingga menghasilkan bahan pangan yang alami dan aman secara kimiawi untuk dikonsumsi.

Banyak ahli gizi yang menganjurkan untuk mengkonsumsi sayuran 5 porsi per hari. Namun bila sistem pertanian sayuran mengikuti pola konvensional maka ini akan berarti adanya kemungkinan bahwa semakin banyak sayuran yang dikonsumsi semakin banyak pula pestisida yang akan masuk ke dalam tubuh. Hal ini justru dapat mengganggu kesehatan. Oleh karena itu diperlukan sayuran organik yang bebas dari bahan kimia dan pestisida, sehingga konsumen dapat memperoleh manfaat dari sayuran tersebut dengan aman dan dapat meningkatkan keikutsertaan masyarakat untuk mengikuti anjuran konsumsi sayuran 5 porsi sehari tanpa diliputi kekhawatiran.

Pangan organik selain aman juga dimaksudkan untuk menghasilkan makanan bermutu tinggi dan mengandung gizi yang dapat mendukung pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan. Sebagian masyarakat percaya bahwa pangan organik lebih tinggi kandungan gizinya, lebih aman dan lebih menyehatkan dibandingkan pangan konvensional. Namun belum diketahui apakah penyimpanan akan berpengaruh nyata terhadap kandungan gizi, sifat fisik dan kimia serta daya terima dari produk hasil sistem pertanian organik maupun non-organik, karena umumnya umur simpan dapat menurunkan nilai gizi dan daya tahan suatu produk sedangkan sayuran setelah dipanen akan masuk ke dalam alur distribusi yang panjang untuk sampai ke tangan konsumen dimana sayuran akan mengalami masa penyimpanan. Selain itu, setelah sayuran dibeli tidak semua langsung diolah namun ada juga yang disimpan untuk persediaan. Bertitik tolak dari hal tersebut maka kajian mengenai kandungan zat gizi dan daya terima pada pangan organik terhadap lama simpannya di suhu rendah, menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut. Terutama untuk pangan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat seperti wortel. Beberapa penelitian menyatakan suhu terbaik untuk penyimpanan wortel agar dapat mempertahankan kesegarannya adalah pada suhu <40C.

Wortel (Daucus carota L.) merupakan tanaman yang dapat ditanam sepanjang tahun. Sayuran ini banyak diminati masyarakat karena harganya yang relatif murah, rasanya enak dan mudah dalam pengolahannya baik dalam bentuk makanan maupun minuman. Selain itu wortel juga kaya akan vitamin dan mineral yang baik untuk kesehatan tubuh. Provitamin A karotenoid banyak terdapat pada sayuran berwarna kuning atau orange seperti wortel. Beberapa karotenoid

mempunyai aktivitas pro-vitamin A, namun

-karoten merupakan karotenoid yang mempunyai keaktifan paling tinggi untuk membentuk vitamin A di dalam tubuh (Gibson 2005).

-karoten mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan tubuh.Penelitian dari National Cancer Institute mengaitkan kandungan tinggi

-karoten dengan pencegahan kanker, karena sifat antioksidannya yang melawan kerja destruktif sel-sel kanker. Di samping itu

-karoten membantu dalam sistem kekebalan tubuh dan kesehatan mata (DRI 2001). Oleh karena itu cukupnya kandungan β- karoten dalam suatu wortel sangat penting untuk kesehatan tubuh. Banyak faktor yang mempengaruhi kandungan β-karoten pada wortel, antara lain cara penanaman dan lama simpan dari wortel tersebut. Diperlukan cara penanaman yang baik untuk meningkatkan mutu dari sayuran tersebut, salah satunya dengan cara pertanian organik. Namun konsumsi wortel organik oleh masyarakat masih rendah. Sehingga perlu ada suatu penelitian yang dapat menunjukan manfaat yang lebih besar dari wortel organik dibandingkan dengan wortel non-organik.

Perumusan Masalah

Perumusan Masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah terdapat perbedaan kandungan β-karoten, sifat fisik dan kimia serta mutu organoleptik dari wortel organik dan non-organik

2. Apakah penyimpanan mempengaruhi kandungan β-karoten, sifat fisik dan kimia serta mutu organoleptik pada wortel organik dan non-organik 3. Apakah daya terima wortel organik lebih baik dibandingkan dengan wortel

non-organik

Tujuan Tujuan Umum :

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kandungan β-karoten, sifat fisik, sifat kimia dan mutu organoleptik wortel yang ditanam secara organik dan non-organik, serta pengaruh penyimpanan suhu dingin terhadap sifat-sifat tersebut.

Tujuan khusus :

1. Menganalisis kandunganβ-karoten, karakteristik fisik dan kimiawortel organik dan wortel non-organik.

2. Mempelajari perbedaan mutu hedonik dan tingkat kesukaan (hedonik) panelis terhadap wortel organik dan non-organik.

3. Menganalisis pengaruh lama penyimpanan dalam suhu dingin terhadap kadarβ-karoten, karakteristik fisik dan kimia serta sifat organoleptik dari wortel organik dan wortel non-organik.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat mengenai karakteristik pangan organik (wortel) yang terdiri dari kadar β-karoten, sifat fisik dan kimia serta mutu organoleptik dari wortel organik. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat menyadarkan masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi sayuran yang lebih aman dan sehat terutama wortel yang dapat berperan sebagai sumber vitamin A dan sumber antioksidan, sehingga konsumsi masyarakat akan sayuran dapat meningkat.

Adapun kegunaan lainnya adalah memberi keyakinan kepada petani untuk beralih ke pertanian organik yang lebih sehat dan ramah lingkungan serta dapat menjaga keseimbangan alam.

Penulis dilahirkan di Sumedang, pada tanggal 9 april 1987. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, keluarga Bapak Ir. Syukur Iwantoro, MS, MBA dan Siti Kurnia Nurlela. Pendidikan dasar hingga menengah atas (SMUN 8 Jakarta) diselesaikan penulis di Jakarta hingga lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Pada tahun kedua penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Gizi Masyarakat.

Selama di IPB penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian (HIMAGITA), Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI), Badan Konsultasi Gizi (BKG), dan Reporter Majalah EMULSI. Pada tahun 2008 penulis menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Analisis Zat Gizi Mikro. Pada tahun 2009 penulis pernah mengikuti program Internship Dietetika di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi. Penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Penelitian.

Pertanian Organik

Pertanian organik merupakan usaha budidaya pertanian yang hanya menggunakan bahan-bahan alami, baik yang diberikan melalui tanah maupun yang langsung kepada tanaman atau hewan budidaya (Iwantoro 2002). Prinsip- prinsip organik menurut IFOAM (2002) yaitu menghasilkan pangan dengan kualitas gizi yang tinggi dan dalam jumlah yang mencukupi, menerapkan sistem alami tanpa mendominasi alam, meningkatkan dan memelihara kesuburan tanah dan menggunakan sumber-sumber yang dapat diperbaharui dalam sistem pertanian yang terorganisir secara lokal.

Sistem pertanian ini tidak seperti pertanian modern yang menggunakan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan karena pertanian ini merupakan suatu gerakan ” kembali ke alam” . Seringkali pertanian organik disebut dengan pertanian alami. Tetapi keduanya mempunyai pengertian yang berbeda. Pertanian alami merupakan pertanian tanpa campur tangan manusia, sehingga pertumbuhan tanaman diatur oleh kekuatan alam. Sedangkan pada pertanian organik campur tangan manusia tetap ada dan intensif untuk memanfaatkan lahan dan berusaha meningkatkan hasil berdasarkan prinsip daur ulang yang dilaksanakan sesuai dengan kondisi setempat (Sutanto 2002).

Sampai tahun 2004 produk pangan organik di Indonesia tidak sepopuler di negara maju, seperti Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat. Menurut Sutanto (2002), konsumen dari negara-negara maju sangat tertarik akan pangan organik karena kepedulian masyarakat terhadap lingkungan, motivasi kesehatan, produknya lebih segar dan berkualitas, mempunyai cita rasa yang lebih baik, serta memiliki sifat spesifik yang dapat memberikan kepuasan serta kenikmatan tersendiri. Tetapi selain itu terdapat faktor-faktor yang menyebabkan ketidaktertarikan konsumen akan pangan organik, faktor tersebut antara lain harganya yang lebih mahal, ketersediaannya terbatas, tempat penjualan produk organik yang terbatas, dan keraguan konsumen tentang asal dan kejujuran dari produk yang ditanam secara organik.

Kandungan Gizi Pangan Organik

Berdasarkan beberapa penelitian menunjukan bahwa pangan yang dibudidayakan dengan proses organik memiliki kandungan mineral dan vitamin yang lebih tinggi serta kandungan logam berat yang lebih rendah dibandingkan

dengan pangan non-organik. Pangan organik mengandung 78 persen kromium, 390 persen selenium, 63 persen kalsium, 70 persen boron, 188 persen litium, 138 persen magnesium lebih tinggi dibandingkan dengan pangan non-organik (Crinnion 1995)

Pangan organik juga mengandung komponen aktif (nutraceutical) yang lebih tinggi. Lasmidara (2003) mengungkapkan pada tanaman jagung danberry

organik menunjukan bahwa tanaman tersebut mengandung 58 persen

polyphenoloids lebih tinggi. Menurut Astawan (2007) pangan organik juga mengandung kadar antioksidan 30% lebih tinggi dibandingkan pangan non- organik sehingga berpotensi untuk mencegah penyakit jantung koroner dan kanker.

Beberapa penelitian lain juga dilakukan di Amerika Serikat untuk mengetahui kandungan vitamin dan mineral pada sayur-sayuran yang ditanam menggunakan sistem organik. Diperoleh informasi bahwa rata-rata sayuran organik tersebut memiliki kandungan vitamin dan mineral lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran sejenis yang non-organik (Worthington 2001). Menurut Nisa (2004) hal ini disebabkan karena sayuran organik yang menggunakan pupuk kandang dan mempunyai kemangkusan tanah yang baik memiliki sistem penyerapan unsur hara dalam tanah lebih baik dibandingkan sistem pertanian non-organik.Perbandingan kandungan vitamin dan mineral pada sayuran organik dan non-organik dapat dilihat pada Tabel 1 (Milleret al. 1991) Tabel 1. Perbandingan rata-rata berat, kandungan vitamin dan mineral (per 100 g

berat kering) pada wortel dan seledri organik dan non-organik

Vitamin Mineral Sayur B-car mg C mg B1 ug Ca mg Fe ug Zn ug NO3 ppm Wortel Organik 8.3 4.5 43 34.4 408 387 413 Non- organik 7.2 3.8 36 36.8 404 485 433 Seledri Organik - 8.1 33 39.6 792 467 250 Non- organik - 7.3 36 41 798 577 572

Selain kandungan beberapa zat gizi yang relatif lebih tinggi, pangan organik juga lebih sehat dan aman dikonsumsi karena kandungan residu pestisidanya yang rendah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Consumer Union (CU) dan the Organic Materials Review Institute, buah-buahan dan sayuran organik memiliki sepertiga residu pestisida dibandingkan dengan produk konvensional. Hal ini tentunya sangat tergantung kepada lokasi pertanian dan berapa lama lahan pertanian tersebut telah dikonversi menjadi lahan organik. Pada lokasi lahan yang belum pernah menggunakan sistem pertanian konvensional, tentunya residu pestisida tidak akan ditemukan pada hasil pertaniannya. Tingginya zat kimia dari pestisida pada tanaman menyebabkan menurunnya kandungan vitamin pada sayuran. Vitamin yang paling peka terhadap zat kimia ini adalah vitamin C, beta karoten, dan vitamin B (Crinnion 1995).

Wortel (Daucus carota L.)

Wortel (Daucus carota L.) adalah tumbuhan jenis sayuran umbi yang biasanya berwarna kuning kemerahan atau jingga kekuningan dengan tekstur serupa kayu (Malasari 2005). Bagian yang dapat dimakan dari wortel adalah bagian umbi atau akarnya. Tanaman ini menyimpan cadangan makanan di dalam umbi. Batangnya pendek, memiliki akar tunggang yang bentuk dan fungsinya berubah menjadi umbi bulat dan memanjang. Kulit umbi wortel tipis dan jika dimakan mentah terasa renyah dan agak manis (Makmun 2007). Berikut disajikan gambar bagian-bagian penampang wortel pada gambar 1.

Gambar 1. Bagian-bagian penampang wortel

Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1997) kantong minyak dalam ruang antarsel perisikel pada umbi wortel mengandung minyak esensial yang

menyebabkan bau dan aroma yang khas wortel. Akar tunggang menyimpan sukrosa dan gula lain dalam jumlah yang cukup banyak. Menurut Alabran dan Mabrouk (1973), kandungan gula dan asam amino pada wortel tergantung dari jenis varietas wortel, lingkungan, pertaniannya dan penyimpanannya. Gula-gula yang terdapat pada wortel umumnya terdiri dari sukrosa, glukosa, fruktosa dan maltosa.

Menurut Makmun (2007) Tanaman yang masuk dalam ordo Umbelliferales ini banyak ragamnya. Berdasarkan bentuk umbinya ada tiga tipe. Pertama, tipe chantenay, yaitu berbentuk bulat panjang dengan ujung tumpul. Kedua, tipe imperator, yaitu berbentuk bulat panjang dengan ujung runcing. Dan ketiga, tipe nantes, merupakan gabungan tipe imperator dan chantenay. Penampakan fisik wortel berdasarkan jenisnya diperlihatkan pada gambar 2.

Gambar 2. Bentuk dari berbagai tipe wortel

Wortel termasuk sayuran bernilai ekonomis penting di dunia. Produksi wortel merupakan salah satu mata dagang komoditas pertanian antar negara. Permintaan pasar dunia pada masa mendatang diperkirakan meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, makin membaiknya pendapatan masyarakat dan makin tingginya kesadaran masyarakat akan nilai gizi. Berdasarkan data Pusdatin dan BPS (2008), menunjukan bahwa ekspor wortel meningkat dari tahun 2005 ke tahun 2006 yaitu dari 214.883 kg menjadi 439.505 kg. Hal ini membuat nilai ekspor komoditi ini meningkat pesat dari 41.490 US $ menjadi 145.775 US $. Begitu pula untuk impor, terjadi peningkatan impor wortel dari tahun 2005 sebesar 7.030.288 kg menjadi 8.139.515 kg pada tahun 2006, sehingga terjadi peningkatan nilai impor komoditi wortel dari 3.042.549 US $ menjadi 3.617.071 US $.

Di Amerika permintaan akan komoditi wortel, terutama untuk wortel mentah, terus meningkat pada dua dekade terakhir di abad 20, yaitu mencapai 18,2 pounds/orang pada tahun 1997. Berdasarkan hasil survei, faktor yang

karena rasa dan manfaat kesehatan yang terkandung di dalamnya karena wortel merupakan sumber vitamin dan mineral yang dapat mencegah terjadinya kanker (Brunke 2006).

Komposisi Zat Gizi Wortel

Wortel merupakan sayuran penting dan paling banyak ditanam di berbagai tempat. Kegunaan awalnya hanyalah sebagai obat, tetapi sekarang wortel telah menjadi sayuran utama dan umumnya dikenal karena kandunganα- dan β-karotennya. Kedua jenis karoten ini penting dalam gizi manusia sebagai provitamin A. Selain kandungan provitamin A yang tinggi, wortel juga mengandung vitamin C dan vitamin B serta mengandung mineral terutama kalsium dan fosfor (Rubatzky & Yamaguchi 1997). Selain itu di dalam wortel juga terkandung pektin yang baik untuk menurunkan kolesterol darah. Pada wortel juga terdapat serat yang tinggi bermanfaat untuk mencegah terjadinya konstipasi (Anonim 2006). Komposisi zat gizi wortel selengkapnya disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Komposisi zat gizi wortel per 100 g berat basah

Komposisi Zat Gizi Satuan Jumlah

Energi kcal 41 Protein g 0.93 Lemak g 0.24 Karbohidrat g 9.58 Serat g 2.8 Abu g 0.97 Gula total g 4.74 Pati g 1.43 Air g 88.29 Mineral Kalsium mg 33 Besi mg 0.30 Magnesium mg 12 Fosfor mg 35 Kalium mg 320 Natrium mg 69 Seng mg 0.24 Tembaga mg 0.045 Mangan mg 0.143 Fluor mcg 3.2 Selenium mcg 0.1 Vitamin

Vitamin C, total asam

askorbat mg 5.9 Thiamin mg 0.066 Riboflavin mg 0.058 Niacin mg 0.983 Pantothenic acid mg 0.273 Vitamin B-6 mg 0.138 Folate mcg 19 Kolin mg 8.8 Aktivitas Vitamin A, IU IU 16706

Aktivitas Vitamin A mcg_RAE 835

Vitamin E (alpha- tocopherol) mg 0.66 Tocopherol, beta mg 0.01 Vitamin K (phylloquinone) mcg 13.2 Lainnya Karoten, beta mcg 8285 Karoten, alpha mcg 3477 Lycopene mcg 1 Lutein + zeaxanthin mcg 256

Sumber: USDA National Nutrient Database for Standard Reference (2007)

Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1997), α-dan β-karoten adalah

pigmen karotenoid utama yang menyebabkan warna kuning dan jingga. β- karoten biasanya mencapai sedikitnya 50% dari kandungan total karotenoid. Perbandingan α-dan β-karoten biasanya sekitar 1:2. Karoten tidak tersebar

merata dalam umbi. Pembentukan karoten berlangsung dari jaringan ujung proksimal ke ujung distal akar tunggang.

Perbedaan kandungan karoten juga dipengaruhi oleh suhu, kematangan tanaman, dan oleh kultivar. Kandungan karoten pada kultivar wortel yang paling banyak ditanam berkisar dari 60 hingga lebih dari 120

g/g bobot segar. Selain itu pembentukan karoten optimum pada suhu 16-250C, dan lebih rendah pada suhu di bawah atau di atas kisaran tersebut. Pembentukan pigmen terjadi setelah pertumbuhan umbi, sehingga umbi muda berwarna pucat. Dengan pertumbuhan yang terus berlangsung, karoten terakumulasi dan mencapai konsentrasi maksimum setelah tanaman berumur sekitar 90-120 hari, dan selanjutnya berhenti atau secara perlahan berkurang (Rubatzky & Yamaguchi 1997).

Wortel Organik

Menurut penelitian, terdapat perbedaan konsentrasi kandungan zat gizi pada wortel yang ditanam secara organik dan wortel yang di tanam secara konvensional. Wortel konvensional memiliki kandungan nitrat dan protein kasar yang lebih tinggi. Namun kandungan sukrosa pada wortel organik lebih tinggi dibandingkan wortel konvensional. Selain itu wortel organik kadang menunjukan mutu organoleptik yang lebih baik karena penampilannya yang lebih bagus dan rasanya yang lebih manis (Kjellenberg 2007). Namun di Indonesia masih jarang penelitian mengenai sayuran organik dan sayuran non-organik khususnya wortel yang ditanam di Indonesia, sehingga hal ini menjadi menarik untuk diteliti.

Karotenoid

Karotenoid merupakan pigmen alami yang memberikan warna kuning, jingga atau merah. Karena warnanya mempunyai kisaran dari kuning sampai merah, maka deteksi panjang gelombangnya diperkirakan antara 430-480 nm (Fennema 1996). Karotenoid terletak pada plastid yang tidak berwarna hijau, pada kloroplas, kromoplas pada bunga, buah yang matang, beberapa akar dan umbi serta biji/benih. Karotenoid ditemukan pada tanaman tingkat tinggi, alga, jamur, bakteri, dan jaringan yang dapat berfotosintesis. Karotenoid tidak selalu berdampingan dengan klorofil, tetapi sebaliknya klorofil selalu disertai dengan karotenoid. Pada tanaman dan buah-buahan yang kandungan karbohidratnya rendah, biasanya kandungan karotenoidnya juga rendah. Selain itu karotenoid juga terdapat pada hewan (Gross 1991).

Menurut Kjellenberg (2007), kadar karotenoid pada wortel banyak terdapat di floem daripada di xilem. Karotenoid dibagi menjadi dua kelompok.

Pertama karoten atau hydrocarotenoids, yang mengandung karbon dan hydrogen. Dan yang kedua, xanthophylls atau oxycarotenoids, merupakan turunan dari karoten. Terdapat enam jenis karoten pada wortel, antara lainα-, β-, γ- and ξ-karoten, lycopene and β-zeacarotene. Jenis yang paling dominan pada wortel warna orange dan kuning adalah α- and β-karoten, selain itu pada wortel kuning juga mengandung xanthophylls seperti lutein. Pada wortel merah mengandung likopen dan pada wortel ungu terdapat antosianin. Gross (1991) mengemukakan bahwa karotenoid merupakan lipida, oleh karena itu karotenoid larut dalam lipida lainnya dan larut dalam pelarut lemak, seperti aseton, alkohol, dietil eter, dan kloroform. Karoten larut dalam pelarut non polar seperti petroleum eter dan heksan. Sedangkan xantofil larut dengan baik dalam pelarut polar seperti alkohol.

Terdapat beberapa macam karotenoid yang penting dan mempunyai hubungannya dengan gizi, seperti tertera dalam Tabel 3.

Tabel 3. Jenis-jenis karotenoid yang memiliki aktivitas vitamin A

Jenis Karotenoid Aktivitas Vitamin A (%)

- karoten 4,17

- karoten 8,33

- karoten

- crytoxanthin 4,17 4,17 Sumber :Dietary Reference Intakes (2001)

Keempat karoten tersebut dapat berfungsi sebagai prekusor vitamin A, tetapi yang paling efektif dari zat-zat tersebut adalah

-karoten karena molekulnya bersama air dapat diubah menjadi dua vitamin A oleh enzim

- karoten-15,15’-dioxygenase di dalam usus, sedangkan dua yang lainnya hanya dapat menghasilkan satu vitamin A (Hurst 2002). Struktur β-karoten dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur β-karoten (Hurst 2002)

β-karoten merupakan molekul asimetris, yaitu separuh bagian kiri merupakan bayangan cermin dari bagian kanannya. β-karoten mempunyai 40

atom karbon, yang terdiri dari 8 unit isoprene dan 11 ikatan rangkap, serta mempunyai dua cincin β-ionon yang terletak masing-masing satu cincin pada ujung molekulnya (Hurst 2002). Gross (1991) mengatakan bahwa β-karoten dengan dua cincin β merupakan provitamin A dengan aktivitas yang paling tinggi. Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), perbedaan antara satu provitamin A dengan yang lainnya terletak pada struktur cincin yang terdapat dikedua sisi rantai alifatik. β-karoten mempunyai dua struktur cincin β-ionon, α-karoten mempunyai satu struktur cincin β-ionon dan sisi lainnya terdapat struktur cincin α-ionon (ikatan rangkap pada posisi 4 dan 5), γ-karoten pada satu sisi mempunyai struktur cincin β-ionon sedangkan pada sisi lainnya tidak mempunyai struktur cincin, tetapi memiliki jumlah atom karbon yang sama dengan provitamin A lainnya.

Senyawa β-karoten jauh lebih aman dikonsumsi daripada vitamin A yang dibuat secara sintetis. Pendekatan yang terbaik untuk mencegah defisiensi vitamin A adalah dengan menghimbau agar suplementasi β-karoten dosis tinggi dilakukan pada diet intake. Tubuh manusia mempunyai kemampuan mengubah sejumlah besar karoten menjadi vitamin A (retinol), sehingga karoten ini disebut provitamin A. Untuk menyatakan aktivitas vitamin A dari karotenoid dalam diit

Dokumen terkait