• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Keadilan Dalam Hukum Karma (Karmaphala)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2. Nilai Keadilan Dalam Hukum Karma (Karmaphala)

5.2. Nilai Keadilan Dalam Hukum Karma (Karmaphala)

Menurut Kamus Bahasa Jawa Kuno - Indonesia oleh P.J. Zoetmulder kata "karmaphala" sebagai bahasa Sanskerta berarti

29Asep Warlan Yusuf, 2008, Memuliakan Hukum Yang Berkeadilan

Dalam Alam Demokrasi Yang Berkeadilan Dalam Butir-butir Pemikiran Dalam Hukum, Refika Aditama, Bandung, h. 221.

18

"buah akibat perbuatan. "Disamping itu kata "karma" diartikan sebagai tindakan pekerjaan, sebarang pekerjaan baik atau buruk yang mengakibatkan hasil yang tak dapat dielakkan pada masa yang akan datang. Sedangkan "phala" juga sebagai bahasa Sanskerta diartikan sebagai buah, hasil, akibat, balas jasa, ganti rugi. 30 Sementara itu, Jendra menyatakan bahwa kata karmaphala jika ditelusuri berasal dari kata "karma" dengan urat kata "kr" yang berarti perbuatan atau k erja dan "phala" yang berarti buah.31 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Karmaphala bisa diartikan sebagai buah atau hasil perbuatan. Bila perbuatannya baik, maka hasilnya pun baik, bila perbuatannya jahat, maka hasilnya pun buruk.32

Manusia itu mempunyai Tri Pramana. Karena itu karma atau perbuatan manusia itu akan dilakukan berdasarkan Tri Pramana tersebut. Dalam hal ini kata karma diartikan sebagi berbuat, bekerja, berusaha dalam arti yang lebih luas, termasuk pula akibat dari semua tingkah laku yang dilakukan oleh manusia. Dengan adanya Tri Pramana itu, maka karma atau perbuatan itu dapat dilakukan dengan tiga cara,. pertama dengan "manah" atau dengan pikiran yang disebut

Manah Karma, kedua dengan "waca" atau dengan berbicara yang

30 P.J. Zoetmulder, 1997, Kamus Jawa Kuno – Indonesia, Gramedia, Jakarta, h. 465.

31 Jendra I Wayan, 2004, Karmaphala, Deva, Denpasar, h. 1.

32 Komang Suhardana, 2010, Karmaphala Menciptakan Karma Baik

dinamakan Waca Karma dan ketiga dengan "kaya" atau berupa perbuatan yang diiakukan secara fisik dan disebut Kaya Karma.33 Jadi disini buah pikiran, perkataan dan perbuatan yang dilakukan oleh manusia merupakan suatu karma.; Perbuatan yang baik (subhakarma) akan memberikan pahala yang baik, perbuatan yang buruk

(asubhakarma) akan menghasilkan buah yang tidak baik.34

Jenis-jenis Karmaphala yang didasarkan kepada waktu karma dibuat dan waktu karma itu diterima merupakan jenis karma yang sangat luas dikenal oleh masyarakat. Cudamani dalam buku berjudul "Karmaphala dan Reinkarnasi" menjelaskan bahwa jenis karmaphala ini ada tiga macam, yaitu;

a. Prarabda Karma adalah perbuatan yang dilakukan pada waktu hidup sekarang dan diterima dalam waktu hidup sekarang juga. b. Kriyamana Karma adalah perbuatan yang dibuat sekarang di

dunia ini tetapi hasilnya akan diterima setelah mati di alam baka.

c. Sancita Karma adalah perbuatan yang dilakukan sekarang di

dunia ini yang hasilnya akan diterima pada kelahiran yang akan datang.35

33 Nala I Gusti ngurai dan Adia Wiratmadja, I GK, Murdha Agama

Hindu, Upada Sastra, Denpasar, 1991, h. 102.

34 Komang Suhardana, Loc.Cit.

35 Cudamani, 1999, Karmaphala dan Reinkarnasi, Paramita, Surabaya, h.13.

20

Konsep dunia Timur tentang karma dilandasi oleh prinsip sebab akibat. Setiap tindakan pasti ada reaksi yang sama dan berlawanan. Karmaphala menyatakan bahwa kita sebenarnya adalah tuan bagi nasib kita sendiri, artinya bahwa kita sendirilah yang sebenarnya membentuk nasib itu. Demikianlah menurut Nevill Drury dalam bukunya "Creating Good Karma. "Dia menulis pula pendapat swami Vivekananda yang menyatakan bahwa "Karma adalah

tuntunan abadi dari kebebasan manusia. Pikiran, ucapan dan perbuatan kita merupakan jalinan tali dari jaring yang kita lilitkan ke sekeliling diri kita sendiri. " Dijelaskan pula bahwa karma bukanlah

sekedar hukum spiritual, tetapi juga suatu prinsip yang pada dasarnya menuntut tujuan baik dan perbuatan berdasarkan etika. Filosofi karma mengajarkan agar kita tidak sekedar memperhatikan tindakan, tetapi juga pikiran dan emosi kita. Setiap manusia harus menyadari hubungan sebab akibat itu dan bagaimana cara memurusnya. Kita hanya dapat mencapai suatu kondisi sejati dari keharmonisan di dalam dan di luar diri dengan usaha pribadi secara sungguh-sungguh yang ditujukan kepada transformasi diri secara spiritual.36

Menurut Cudamani dan Anadas Ra, Karmaphala atau Hukum Karma itu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

a. Bersifat abadi, artinya sudah ada sejak penciptaan alam semesta ini dan tetap berlaku sampai kiamat. Jadi hukum ini dimulai pada

36

saat alam semesta ini berfungsi dan akan berakhir ketika alam semesta ini musnah.

b. Bersifat universal, artinya bukan saja berlaku untuk manusia, tetapi juga untuk semua makhluk lain dan semua isi alam semesta. Dengan kata lain hukum ini berlaku bagi siapa saja dan apa saja, baik besar maupun kecil, yang tampak maupun tidak.

c. Berlaku sepanjang masa, sejak zaman pertama penciptaan, zaman sekarang dan zaman yang akan datang, apakah zaman Sathya Yuga, Treta Yuga, Dwapara Yuga maupun Kali Yuga.

d. Sangat sempurna, adil dan tidak ada yang dapat menghindarinya. Hukum ini tidak dapat diganggu gugat, tidak dapat dihalangi atau diubah, karena sifatnya yang tetap atau konstan.

e. Tidak ada pengecualian, artinya berlaku terhadap siapapun. Dengan kata lain tidak seorangpun dapat lolos atau bebas dari Hukum Karma itu. Semua makhluk, bahkan alam semesta inipun tidak dapat lolos dari hukum termaksud.37

Hukum Karma (Karmaphala) itu adalah merupakan hukum yang ditetapkan oleh Tuhan, yang kebenarannya hanya Tuhan yang mengetahui. Tuhan sebagai yang maha tahu, tentu akan memberikan hukuman pada manusia yang seadil-adilnya sesuai dengan perbuatanya. Dalam konteks karmaphala manusia akan meneri ma

37 Komang Suhardana, Op.cit, h. 26. Lihat juga Cudamani, Op.Cit, h. 21, dan Anadas Ra, 2007, Hukum Karmaphala dan Cara Menghadapinya, Paramita, Surabaya, h. 49-50.

22

hasil perbuatannya secara adil yang ditetapkan oleh kebenaran dari Tuhan.

Hukum Karma adalah hukum sebab akibat, hukum aksi reaksi, hukum usaha dan hasil atau nasib. Hukum itu berlaku untuk seluruh alam semesta, binatang, tumbuh-tumbuhan dan manusia. Jika ditimpakan pada manusia, hukum itu dinamakan Hukum Karma. Jika hukum itu ditujukan untuk alam semesta, maka hukum itu disebut Rta. Gunadha, menyatakan bahwa hukum tertinggi adalah Kemahakuasaan Tuhan yang mengatur alam dengan segala isinya, yang juga disebut “Rta”. Rta adalah hukum dari Tuhan.

Seperti telah disampaikan pada uraian sebelumnya, Sancita Karma adalah perbuatan yang dilakukan sekarang di dunia ini yang hasilnya akan diterima pada kelahiran yang akan datang. Dalam konteks ini seringkali manusia menyesali dan bertanya-tanya dalam dirinya dimasa sekarang atas suatu fakta seperti ada “ketidak adilan dari Tuhan”. Fakta menunjukkan ada orang-orang yang tidak pernah berbuat jahat selama hidupnya, ternyata mengalami nasib sial, hidup sengsara dan ditimpa bermacam-macam kesusahan, sementara banyak orang-orang yang nyata-nyata hidup berdosa, malahan hidup nyaman dan senang. Inilah yang merupakan masalah “ketidakadilan” yang disebut “problem of evil” yang sering dirasakan oleh orang-orang atau manusia yang hidup di dunia ini.

Apabila manusia memahami tentang konsep hukum Karma (Karmaphala), tentu tidak akan mempunyai pikiran bahwa nasib yang diterimanya sekarang di dunia ini adalah sesuatu ketidakadilan dari Tuhan. Hal itu justru terbalik bahwasanya apa yang diterimanya sebagai kenyataan hidup di masa sekarang adalah merupakan hasil perbuatan dimasa lampau atau di kehidupan terdahulu sebagai sesuatu yang adil menurut pandangan Tuhan sebagai yang Maha Tahu dan Maha Adil. Tindakan Tuhan yang Maha Arif, Maha Bijaksana, Maha Benar dan Maha Adil adalah sudah tepat, sebab bagaimanapun juga Tuhan Yang Maha Bijak, Maha Benar dan Maha Adil, tidak mungkin membuat hidup seseorang sengsara tanpa sebab dan alasan yang jelas.

Dalam kehidupan sehari-hari secara material atau fisik Nampak jelas bahwa orang dihukum dan menderita karena ada sebab dan alasannya. Begitu pula, secara spiritual atau metafisik, seseorang lahir cacat atau abnormal, hidup dalam kemiskinan dan menderita, pasti ada sebab-musababnya dan tidak mungkin terjadi secara kebetulan. Dan Tuhan tidak mungkin menetapkan kehidupan seseorang sengsara atau bahagia secara sewenang-wenang tanpa sebab dan alasan yang pasti dan benar.

Hukum Karma adalah hukum yang adil dan tidak dapat diganggu gugat sebagai kebenaran yang obyektif dari Tuhan. Hukum Karma bersifat adil, obyektif, dan akumulatif, yang artinya ;

24

Hukum Karma itu tidak memandang derajat, pangkat, gelar, suku bangsa, agama ataupun kekayaan seseorang. Hukum Karma itu berlaku bagi semua orang dan berjalan sesuai dengan hukum alam, hukum sebab akibat. Dari segi ini Hukum Karma dapat dikatakan adil dan obyektif. Disamping itu Hukum Karma bersifat akumulatif, artinya pikiran, perkataan dan perbuatan yang telah dilakukan itu dihimpun menjadi satu kesatuan untuk dapat menerima pahala yang baik atau buruk tergantung dari pikiran, perkataan dan tindakan kita. Pikiran, perkataan dan tindakan yang baik akan menerima pahala yang baik, sedangkan pikiran, perkataan dan perbuatan yang buruk akan memperoleh pahala yang buruk pula.

Bila dicermati dalam Hukum Karma, baik dalam kaitannya dengan Prarabda Karma, Kriyamana Karma, maupun Sancita Karma nampak nilai-nilai keadilan yang ditetapkan oleh Tuhan dari perbuatan manusia. Hukum Karmaphala tidaklah sesederhana seperti yang didengar. Sebab setiap orang melaukan beraneka-macam perbuatan (karma) setiap hari yang menimbulkan akibat (phala) yang juga bermacam-macam. Dan oleh karena setiap orang melakukan jutaan karma dengan jutaan phala yang berlain-lain, maka timbullah jutaan kondisi kehidupan yang berbeda-beda dalam masyarakat manusia. Phala yang ditimbulkan oleh jutaan karma berbeda-beda yang dilakukan oleh seseorang da menentukan kondisi kehidupan dirinya sebagai sang Jiva individual dalam penjelmaan

berikutnya, hanya bisa diputuskan secara benar, adil dan bijaksana oleh Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna dalam aspekNya sebagai Paramatma (Bg.13.23 dan 18.61).

26

BAB VI PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari uraian pembahasan sebagaimana dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut :

1. Keadilan merupakan tema utama dalam hukum sejak jaman Yunani Kuno hingga sekarang ini, karena salah satu tujuan hukum adalah keadilan. Keadilan demikian relevan dengan hukum, karena tujuan hukum tidak bisa dilepaskan dari tujuan akhir dari nilai-nilai dan fasilitas hidup masyarakat itu sendiri, yakni keadilan. Dengan demikian, keberadaan hukum merupakan sarana untuk mewujudkan keadilan.

2. Hukum Karma (Karmaphala) adalah merupakan hukum yang ditetapkan oleh Tuhan sebagai sesuatu yang paling adil. Sesuai dengan konsep hukum karma, setiap manusia akan menerima sesuatu dari hasil perbuatannya. Kalau perbuatannya buruk, maka buruk akan diterimanya, dan begitu sebaliknya. Dari segi ini hukum karma dapat dikatakan adil, dan obyektif. Menerima hasil dari perbuatan adalah merupakan keadilan yang berasal dari Tuhan melalui Hukum Karma (Karmphala).

5.2. Saran-saran

1. Dalam memahami konsep keadilan dan hukum, maka perlu dipahami tujuan dan fungsi hukum dalam masyarakat. Memahami hubungan hukum dan keadilan, maka penting memaknai secara lebih dalam tentang 3 (tiga) ide dasar hukum, yaitu; kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.

2. Memahami nilai keadilan dalam Hukum Karma (Karmaphala), tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan pemahaman tentang Hukum Karma (Karmaphala) dalam ajaran agama Hindu, karena konsep keadilan dalam Hukum Karma adalah merupakan keadilan yang berasal atau diberikan oleh Tuhan sebagai penguasa alam semesta.

28

Dokumen terkait