• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengenai nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan ahli, sepintas lalu sudah disinggung di atas. Pada prinsipnya alat bukti keterangan ahli tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan. Dengan demikian nilai kekuatan pembuktian keterangan ahli sama

halnya dengan nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan saksi. Oleh karena itu, nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan ahli yaitu:76

2. Disamping itu, sesuai dengan prinsip minimum pembuktian yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP, keterangan ahli yang berdiri sendiri saja tanpa didukung oleh salah satu alat bukti yang lain, tidak cukup dan tidak memadai membuktikan kesalahan terdakwa. Apalagi jika Pasal 183 KUHAP 1. Mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas atau vrij bewijskracht

Di dalam dirinya tidak ada melekat nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan. Terserah pada penilaian hakim. Hakim bebas menilainya dan tidak terikat kepadanya. Tidak ada keharusan bagi hakim untuk harus menerima kebenaran keterangan ahli yang dimaksud. Hakim berhak pula untuk megambil alih pendapat ahli dan menjadikannya sebagai pendapatnya sendiri sesuai dengan istilah-istilah yang tertera dalam pendapatnya dan atau kesimpulan atau yang dikemukakan dalam sidang dalam Berita Acara Pemeriksaan di sidang. Bilamana hakim tidak setuju dan sependapat dengan apa yang menjadi pendapat ahli tersebut, maka hakim tersebut wajib mempertimbangkan di dalam putusannya, mengapa ia tidak sependapat disertai dengan alasan-alasannya. Akan tetapi, hakim dalam mempergunakan wewenang kebebasannya itu dalam penilaian pembuktian, harus benar-benar bertanggung-jawab atas landasan moral demi terwujudnya kebenaran sejati dan demi tegaknya hukum serta kepastian hukum.

76

dihubungkan dengan ketentuan Pasal 185 ayat (2) KUHAP, yang menegaskan bahwa seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Prinsip ini juga berlaku untuk alat bukti keterangan ahli. Bahwa keterangan seorang ahli saja tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa. Oleh karena itu, agar keterangan ahli dapat dianggap cukup membuktikan kesalahan terdakwa harus disertai dengan alat bukti yang lain.

Mengenai hal tersebut terdapat permasalahan yaitu bagaimana apabila dalam pemeriksaan suatu perkara, alat buktinya semata-mata terdiri dari beberapa keterangan ahli. Misalnya yang satu keterangan ahli berupa laporan, dan yang satu lagi berupa keterangan ahli di sidang pengadilan. Tetapi kedua alat bukti ahli tersebut hanya menerangkan suatu hal keadaan tertentu, yang menjelaskan matinya korban adalah akibat keracunan. Mengenai contoh ini maka kedua alat bukti ahli tersebut harus dianggap hanya satu alat bukti saja. Keduanya hanya bernilai satu pembuktian dan belum memenuhi prinsip minimum pembuktian yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP. Jalan pemikirannya dapat diuraikan sebagai berikut:77

1. apa yang diungkap dan diterangkan kedua alat bukti keterangan ahli itu, hanya berupa penjelasan suatu hal atau keadaan tertentu, yaitu matinya korban disebabkan keracunan,

2. sedang mengenai siapa pelaku kejahatan, sama sekali tidak terungkap dalam kedua keterangna ahli tersebut,

77

3. selain itu, pada umumnya keterangan ahli hanyalah merupakan pendapat ahli mengenai hal atau keadaan tertentu menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

Ditinjau dari segi itu, memberi gambaran bahwa keterangan ahli pada umumnya hanya bersifat melengkapi dan mencukupi nilai pembuktian alat bukti yang lain. Keterangan ahli sebagai alat bukti pada umumnya, tidak menyangkut pokok perkara pidana yang diperiksa. Sifatnya lebih ditujukan untuk menjelaskan sesuatu hal yang masih kurang terang tentang seseuatau hal atau keadaan. Misalnya apakah korban mati karena diracun atau dicekik. Tetapi mengenai siapa pelakunya tidak dapat diungkapkan oleh keterangan ahli. Jadi, kalau beberapa keterangan ahli hanya mengungkap suatu keadaan atau suatu hal yang sama, sekalipun diberikan oleh beberapa ahli, tetapi dalam bidang keahliannya yang sama maka berapa banyak pun keterangan ahli yang demikian tetap dianggap hanya bernilai satu alat bukti saja.78

Tetapi dalam keadaan tertentu, keterangan beberapa orang ahli dapat dinilai sebagai dua atau berapa alat bukti yang dapat dianggap memenuhi prinsip minimum pembuktian yang ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP. Oleh karena itu, secara kasuistis dua atau lebih alat bukti keterangan ahli dapat dinilai merupakan dua atau beberapa alat bukti, yang harus dinilai telah cukup membuktikan kesalahan terdakwa. Misalnya menurut keterangan ahli A sebagai ahli kedokteran kehakiman, kematian korban adalah karena dicekik dengan tangan. Kemudian menurut keterangan ahli sidik jari, bekas cekikan yang terdapat pada leher korban

78

sama dengan sidik jari terdakwa. Dalam kasus ini, masing-masing keterangan ahli tadi harus dinilai sebagai alat bukti yang saling bersesuaian. Oleh karena itu, harus dinilai merupakan dua alat buti yang telah memenuhi batas minimum pembuktian yang ditentukan Pasal 183 KUHAP. Alasan lain yang memperkuat pendapat diatas, kedua keterangan ahli tersebut jelas merupakan dua keterangan ahli yang diberikan masing-masing ahli “dalam bidang keahlian yang berbeda”. Apa yang diterangkan oleh kedua ahli itu, bukan mengenai satu hal atau keadaaan yang sama, tetapi mengenai dua hal atau keadaan yang berbeda, namun antara satu dengan yang lain saling bersesuaian. Ahli kedokteran kehakiman mengungkapkan hal atau keadaan kematian korban adalah akibat cekikan pada leher. Sedang keterangan ahli sidik jari, mengungkapkan satu hal atau keadaan lain yang menjelaskan, bekas cekikan pada leher korban, sesuai dengan sidik jari terdakwa. Dalam keadaan seperti itu, kedua keterangan ahli tersebut dapat dinilai merupakan dua alat bukti keterangan ahli yang sah. Dengan demikian, dapat dinilai telah cukup memenuhi prinsip batas minimum pembuktian yang ditentukan Pasal 183 KUHAP dan sekaligus telah dapat dinilai cukup untuk. pembuktikan kesalahan terdakwa.79

Apa yang diuraikan ini mungkin bersifat teoritis tapi sering dijumpai dalam praktek, karena dalam keadaan tertentu sangat sulit mencari dan menemukan pembuktian suatu peristiwa pidana. Tidak jarang penyidik dan persidangan menghadapi jalan buntu menemukan alat bukti saksi, sehingga mencari alat bukti keterangan ahli. Apabila demikian halnya penyidik atau

79

pengadilan harus berhati-hati, jangan hanya mengumpulkan dan meminta keterangan dari para ahli yang mempunyai keahlian di bidang keahlain yang sama. Nilai pembuktian mereka akan tetap dianggap satu saja apabila yang mereka terangkan hanya tentang suatu keadaan yang sama. Oleh karena itu, diusahakan meminta keterangan dari beberapa ahli yang berbeda bidang keahliannya, sehingga apa yang mereka terangkan adalah mengenai hal atau keadaan yang berbeda. Jika demikian halnya, barulah keterangan ahli yang berbeda bidang keahliannya, dapat dinilai sebagai alat bukti yang masing-masing berdiri sendiri. Dan dapat dinilai telah memenuhi prinsip batas minimum pembuktian yang mampu atau memadai membuktikan kesalahan terdakwa.80

80

Dokumen terkait