• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peta arahan KKOP

2.2.3 Nilai Lahan

Nilai lahan merupakan pengukuran nilai lahan yang didasarkan kepada kemampuan lahan secara ekonomis dalam hubungannya dengan produktivitas dan strategi ekonomis. Nilai lahan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu (Sukanto, 1981: 22) :

· Lahan yang diusahakan (Improved Land)

Harga lahan ditambah dengan harga bangunan yang terdapat diatasnya

· Lahan yang tidak diusahakan (Unimproved Land).

Struktur nilai lahan menurut Chapin dapat dibagi sebagai berikut (Jayadinata, 1992:22):

· Pusat wilayah perdagangan mempunyai nilai tertinggi dibandingkan dengan wilayah lain

· Wilayah tempat pusat kerja, pusat perkotaan terletak di sekeliling perbatasan pusat kota mempunyai nilai tertinggi setelah CBD

· Makin jauh keluar keliling kawasan tersebut terdapat kawasan perumahan dengan nilai lahan makin murah jika makin jauh dari pusat kota

· Pusat-pusat pengelompokkan industri dan perdagangan yang menyebar mempunyai nilai lahan tinggi dibanding dengan sekeliling, biasanya kawasan ini di lokasi perumahan.

Berdasarkan Urdi (2005), nilai lahan adalah tingkat sewa lahan yang paling mahal di pusat pasar dan makin rendah apabila semakin jauh dari pasar. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan maka makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin menurun apabila makin jauh dari pusat kota. Selain itu, adanya pembangunan mengakibatkan harga lahan tidak dapat terjangkau oleh kelompok strata menengah kebawah.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan lahan digunakan sebagai investasi :

commit to user

TINJAUAN PUSTAKA | 17

· Adanya kecenderungan orang terhadap pemilikan lahan sebagai kekayaan yang layak

· Karakteristik lahan yang merupakan investasi jangka panjang

· Investor mengetahui keadaan pasar lahan dan barang tak bergerak

· Investor dapat mengawasi sendiri investasinya

· Kepercayaan bahwa dengan investasi barang tak bergerak maka akan terhindar dari inflasi (Cahyono, 1982:26).

Nilai lahan ditentukan oleh kemampuan lahan tersebut secara kualitatif maupun strategis dalam penggunaannya, misalnya untuk kegiatan fungsional tertentu. Secara teoritis nilai ekonomis lahan perkotaan akan semakin tinggi jika lokasinya mendekati kawasan pusat kota. Karena pada umumnya semakin mendekati pusat kota akan semakin tinggi aksesibilitas terhadap fasilitas. Sebaliknya semakin jauh dari pusat kota nilai lahan perkotaan akan semakin berkurang. Pada hakekatnya harga lahan merupakan refleksi dari nilai lahan. Harga sebidang lahan akan ditentukan oleh jenis kegiatan yang akan ditempatkan di atasnya, yang akan terwujud dalam bentuk penggunaan lahan tersebut. Tinggi rendahnya nilai lahan dipengaruhi oleh produktivitas lahan tersebut. Bidang lahan yang potensial untuk menghasilkan produktivitas yang maksimum (misalnya perdagangan, industri, perkantoran) akan dinilai lebih tinggi daripada lahan yang dipakai untuk kegiatan yang kurang produktif (misalnya perumahan).

Menurut Chappin (1979) dalam Hendarto (2005), penentuan nilai sebidang lahan tidak terlepas dari nilai keseluruhan lahan dimana lahan tersebut berlokasi. Sehingga penentuan nilai lahan memiliki kaitan dengan pola penggunaan lahan secara keseluruhan dari suatu bagian kota. Apabila dapat dianggap/diasumsikan pola harga lahan memang secara nyata mengikuti kecenderungan demikian, maka karakteristik harga lahan ini akan menunjukkan suatu pola dimana harga lahan akan semakin tinggi ke wilayah yang mendekati lokasi kegiatan fungsional kota.

commit to user

TINJAUAN PUSTAKA | 18

2.2.4Pusat Pertumbuhan

Pusat pertumbuhan (Growth Pole) dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara fungsional dan secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur- unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah belakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di wilayah tersebut dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada di kota tersebut, walaupun kemungkinan tidak ada pola interaksi antara usaha-usaha tersebut(Tarigan, 2009 : 128-130).

Suatu kota dikatakan sebagai pusat pertumbuhan harus bercirikan(Tarigan,2004):

1. Adanya hubungan intern dari berbagai macam kegiatan hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota. Ada keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya sehingga apabila ada satu sektor yang tumbuh akan mendorong pertumbuhan sektor lainnya, karena saling terkait. Dengan demikian kehidupan kota menciptakan sinergi untuk saling mendukung terciptanya pertumbuhan.

2. Adanya unsur pengganda (multiplier effect) keberadaan sektor- sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan menciptakan efek pengganda. Maknanya bila ada permintaan satu sektor dari luar wilayah, peningkatan produksi sektor tersebut akan berpengaruh pada peningkatan sektor lain. Peningkatan ini akan terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan sehingga total kenaikan produksi dapat beberapa kali lipat dibandingkan dengan kenaikan permintaan di luar untuk sektor tersebut. Unsur efek pengganda memiliki peran yang signifikan terhadap pertumbuhan kota

commit to user

TINJAUAN PUSTAKA | 19

belakangnya. Hal ini terjadi karena peningkatan berbagai sektor di kota pusat pertumbuhan akan membutuhkan berbagai pasokan baik tenaga kerja maupun bahan baku dari kota belakangnya.

3. Adanya konsentrasi geografis konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang saling membutuhkan, juga meningkatkan daya tarik (attraciveness) dari kota tersebut. Orang yang datang ke kota tersebut bisa mendapatkan berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan. Jadi kebutuhan dapat diperoleh dengan lebih hemat waktu, biaya, dan tenaga. Hal ini membuat kota tersebut menarik untuk dikunjungi dan karena volume transaksi yang makin meningkat akan menciptakan economic of scale sehingga tercipta efisiensi lebih lanjut.

4. Bersifat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya sepanjang terdapat hubungan yang harmonis di antara kota sebagai pusat pertumbuhan dengan kota belakangnya maka pertumbuhan kota pusat akan mendorong pertumbuhan kota belakangnya. Kota membutuhkan bahan baku dari wilayah belakangnya dan menyediakan berbagai fasilitas atau kebutuhan wilayah belakangnya untuk dapat mengembangkan diri.

Pemikiran dasar dari konsep titik pertumbuhan ini adalah bahwa kegiatan ekonomi di dalam suatu daerah cenderung beraglomerasi di sekitar sejumlah kecil titik fokal (pusat). Di dalam suatu daerah arus polarisasi akan bergravitasi kearah titik-titik fokal ini, yang walaupun karena jarak arus tersebut akan berkurang. Di sekitar titik fokal ini dapat ditentukan garis perbatasan dimana kepadatan arus turun sampai suatu tingkat kritis minimum, pusat tersebut dapat dikatakan titik pertumbuhan sedangkan daerah di dalam garis perbatasan adalah daerah pengaruhnya.

commit to user

Dokumen terkait