• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEOR

2.1.4 Nilai

2.1.4.1 Pengertian Nilai

Scheler berpendapat bahwa nilai merupakan suatu kualitas yang tidak tergantung pada pembawanya, merupakan kualitas apriori (yang telah dapat dirasakan manusia tanpa melalui pengalaman indrawi terlebih dahulu). Nilai merupakan kualitas yang tidak tergantung, dan tidak berubah seiring perubahan barang (dalam Wahana, 2004: 51).

Newcomb mengutarakan bahwa nilai apabila dipandang secara psikologi sosial dapat diartikan sebagai tujuan terpisah yang terjadi secara luar biasa dan disekelilingnya terdapat pola-pola tingkah yang diorganisasi (Elmubarok, 2006: 53).

Berdasar atas dua pengertian tersebut kita dapat menarik kesimpulan bawasannya nilai adalah kualitas yang tidak tergantung pada pembawanya, merupakan kualitas apriori yang didalamnya terdapat tingkah yang diorganisasi.

2.1.4.2 Macam-macam Nilai

Nilai dibedakan atas 3 macam yaitu nilai positif dan nilai negatif, nilai baik dan nilai jahat, serta nilai pribadi dan nilai barang. Berikut ini merupakan penjabaran tentang macam-macam nilai (Wahana, 2004: 55-59).

1. Nilai positif dan nilai negatif

Semua nilai seperti etika dan estetika berada dalam dua kelompok yaitu yang positif dan yang negatif. Nilai positif merupakan suatu yang harus ada dan terwujud dalam realitas kehidupan, suatu ada sebagai yang secara positif harus ada dan harus terwujud realitas kehidupan adalah benar. Segala ketiadaan dari yang harus tidak ada dan tidak terwujud dalam realitas kehidupan adalah benar.

Nilai negatif adalah suatu yang harusnya tidak ada dan tidak terwujud dalam realitas kehidupan, suatu ada sebagai yang harus tidak ada dan harus tidak terwujud dalam realitas kehidupan adalah salah. Segala ketiadaan dari yang harus ada dan harus terwujud dalam realitas kehidupan adalah salah.

2. Nilai baik dan Nilai Jahat

Nilai kebaikan adalah nilai yang tampak pada tindakan mewujudkan nilai yang tertinggi. Nilai baik adalah nilai yang melekatpada tindakan mewujudkan nilai positif.

Nilai kejahatan adalah nilai yang tampak pada tindakan mewujudkan nilai yang terendah. Nilai jahat adalah nilai yang melekat pada tindakan yang mewujudkan suatu nilai negatif, yang melekat pada tindakan mewujudkan nilai dalam tingkatan yang lebih rendah atau terendah dalam susunan nilai

19

3. Nilai Pribadi dan nilai Barang

Hanya pribadi yang dapat dinilai secara moral baik atau jahat, sedangkan barang lain thaya dapat menjadi baik atau jahat sejauh mengacu pada pribadi. Seluruh milik pribadi yang sesuai dengan aturan serta dapat mempengaruhi kebaikan pribadi disebut keutamaan, sedangkan yang dapat mempengaruhi kejahatan pribadi disebut sifat jahat.seorang pribadi tidak pernah hanya dapat dinilai dan diperlakukan sebagai yang menyenagkan atau berguna; nilai-nilai ini (kesenangan dan kegunaan) secara hakiki merupakan nilai barang dan nilai kejadian. Sebaliknya, tidak ada barang dan kejadian ang dinilai sebagai baik atau jahat secara moral.

Nilai etis adalah nilai yang pembawanya tidak pernah sebagai objek, sebab secara hakiki berada dalam dunia pribadi. Nilai pribadi berkaitan dengan pribadi sendiri tanpa perantara apapun. Terdapat dua jenis nilai yang dimiliki dan melekat pada pribadi manusia, yaitu nilai pribadi itu sendiri dan nilai keutamaan.

Nilai estetik pada dasarnya adalah nilai objek (nilai barang) yang merupakan nilai yang melekat pada realias bersangkutan, realitas estetik semacam itu ada sebagai suatu yang tampak (schein). Nilai barang adalah nilai yang menyangkut kehadiran nilai dalam hal bernilai., nilai-nilai barang-barang tersebut melekat pada barang bernilai.

2.1.5. Demokrasi

2.1.5.1 Pengertian Demokrasi

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani “demos” yang berarti rakyat, dan kratos “ kratos/kratein” yang berarti kekuasaan. Sehingga

konsep dasar demokrasi adalah ”rakyat berkuasa” (government of the

rule by the people). Demokrasi adalah “pemerintahan dari rakyat,

PLAGIAT MEUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kekuasaan tertinggi berada tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemerintahan bebas (Nurtjajhjo, 2006: 125 )”

Dalam perspektif teoritis, demokrasi sering dipahami sebaga mayoritarianisme, yaitu kekuasaan oleh mayoritas rakyat lewat wakil- wakilnya yang dipilih melalui proses pemilihan demokrasi (Nurtjajhjo, 2006: 125)

Dari gambaran pemahaman tersebut dapat ditarik pengertian umum dari demokrasi yaitu pemerintahan dari rakyat yang mana kekuasaan tertinggi berada tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih melalui proses pemilihan demokrasi di bawah sistem pemerintahan bebas.

2.1.5.2 Perkembangan Demokrasi

Rauf mengungkapkan bahwa demokrasi dipercayai sebagai gagagsan universal yang dapat diterima dalam ragam perspektif. Demokrasi telah menjadi obsesi sejumlah masyarakat non-Barat semenjak awal abad ke-20. Banyak wilayah jajahan Barat di Asia dan Afrika mulai bergerak untuk mewujudkan nilai-nilai demokrasi di dalam masyarakat. Melalui demokrasi yang diperoleh melalui pendidikan Barat, para pemuka masyarakat wilayah jajahan ingin mengembangkan nilai-nilai demokrasi yang akan digunakan untuk membebasakan diri dari belenggu penjajahan. Pada zaman Hindia- Belanda, gejala ini dinamakan Kebangkitan Nasional (Nurtjajhjo, 2006: 2).

Sumarsono berpendapat bahwa pada zaman modern ini ketika kehidupan mamasuki skala luas, demokrasi tidak lagi berformat lokal, ketika Negara sudah berskala nasional, ketika demokrasi tidak mungkin lagi direalisasikan dalam wujud partisipasi langsung, masalah diskriminasi dan kegiatan politik tetap saja berlangsung walaupun berbeda dengan pengalaman yang terjadi pada masa polis Yunani kuno. Pada kenyataannya tidak semua warganegara

21

mendapatkan haknya untuk dapat terlibat langsung dalam perwakilan, dan hanya mereka yang memiliki pengaruh dan menguasai suara politik terpilih sebagai wakil. Sementara sebagian besar rakyat hanya dapat puas jika kepentingannya terwakili, tetapi tidak memiliki kemampuan dan kesempatan yang sama untuk mengefektifkan hak- haknya sebagai warganegara (dalam Taniredja, Muis, Sutrisno, Ridha, Suswanto, 2010: 126).

2.1.5.3 Macam-macam Demokrasi

Demokrasi memiliki 3 macam jenis yang dibedakan atas dasar dari bagaimana demokrasi tersebut diterapkan, yaitu demokrasi atas dasar fungsinya atau cara menyalurkan kehendak rakyat, demokrasi berdasar titik berat yang menjadi perhatiannya, dan demokrasi yang berdasarkan tugas-tugas serta hubungan antar alat-alat perlengkapan Negara(Wiharyanto, 2006: 62). Berikut ini merupakan penjabaran dari macam-macam demokrasi.

1. Demokrasi atas dasar fungsinya atau cara menyalurkan kehendak rakyat

Berdasarkan fungsinya atau cara menyalurkan kehendak rakyat, demokrasi dibedakan atas tiga macam yaitu demokrasi langsung, demokrasi perwakilan, dan demokrasi gabungan. Demokrasi langsung dilakukan pada Athena kuno yang mana memiliki warga yang sedikit sehingga demokrasi ini dapat dilakukan (Wiharyanto, 2006: 62-63).

Demokrasi perwakilan ialah demokrasi yang saat ini masing dilakukan. Demokrasi semacam ini dilakukan karena warga yang dimiliki sangat besar dan memiliki permasalahan kompleks sehingga demokrasi dilakukan melalui parpol, asosiasi profesi, dan sosial.

Demokrasi gabungan adalah demokrasi yang berasal dari gabungan demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan yang mana rakyat memilih wakilnya di DPR kemudian dewan itu dikontrol rakyat dengan sistem referendum.

2. Demokrasi berdasar titik berat yang menjadi perhatiannya

Demokrasi berdasar titik berat yang menjadi perhatiannya ada tiga macam demokrasi yaitu demokrasi formal, demokrasi material, dan demokrasi gabungan (Wiharyanto, 2006: 63- 64),.

Demokrasi formal (liberal) adalah suatu demokrasi yang menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik tanpa disertai upaya untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan dalam bidang ekonomi. Demokrasi material (komunis) adalah demokrasi yang dititik beratkan pada upaya menghilangkan perbedaan dalam bidang ekonomi, sedangkan persamaan dibidang politik kurang diperhatikan, bahkan kadang-kadang dihilangkan. Demokrasi gabungan (Negara-negara gerakan non-Blok) adalah demokrasi yang mengambil kebaikan derta membuang keburukan dari demokrasi formal dan demokrasi material.

3. Demokrasi yang berdasarkan tugas-tugas serta hubungan antar alat-alat perlengkapan Negara

Berdasarkan tugas-tugas serta hubungan antar alat-alat perlengkapan Negara (Wiharyanto, 2006: 64), demokrasi dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu demokrasi dengan sistem parlementer, demokrasi dengan sistem pemisahan kekuasaan, dan demokrasi dengan sistem referendum.

Demokrasi dalam sistem parlemter adalah sistem demokrasi dalam suautu pemerintahan negara yang menuju kepada bidang perwakilan atau parlemen. Demokrasi dalam sistem pemisahan kekuasaan adalah system demokrasi dimana kekuasaan dalam negara dipisahkan dalam tiga bidang yang keberadaannya saling terpisah satu sama lain, yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif,

23

dan yudikatif. Demokrasi sistem referendum adalah sistem dimana rakyat diminta pendapatnya tentang persoalan-persoalan terutama mengenai pemerintah. Pada Negara demokrasi sistem referendum tugas badan legislatif selalu dibawah pengawasan rakyat. Demokrasi sistem referendum dibagi menjadi dua yaitu referendum obligator dan referendum fakultatif.

2.1.5.4 Nilai-Nilai Demokrasi

Cipto menjelaskan bahwa terdapat 6 nilai yang ada dalam demokrasi yaitu kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan berkelompok, kebebasan berpartisipasi, kesetaraan antarwarga, rasa percaya, dan kerjasama. Berikut ini merupakan penjabaran nilai-nilai yang ada dalam demokrasi (dalam Taniredja, dkk., 2010:126-130). a. Kebebasan menyatakan pendapat

Dahl mengungkapkan bahwa kebebasan menyatakan pendapat adalah sebuah hak dari warga Negara biasa yang wajib dijamin dengan undang-undang dalam sebuah sistem politik demokrasi. Dalam era pemerintahan terbuka kebebasan dalam mengungkapkan pendapat sangat penting hal ini dikarenakan adanya kebutuhan dari warga anegara yang ingin selalu menyatakan pendapatnya. Dalam masa transisi menuju demokrasi perubahan-perubahan lingkungan politik sosial, ekonomi, budaya, agama, dan tehnologi seringkali menimbulkan banyak persoalan bagi warganegara ataupun masyarakat pada umumnya. Apabila persoalan-persoalan tersebut merugikan hak-hak dari warganegara ataupun kepentingan yang diharapkan dipenuhi oleh Negara, dengan sendirinya warganegara berhak untuk menyampaikan keluan tersebut secara langsung maupun tidak langsung kepada pemerintah.

b. Kebebasan berkelompok

Nilai dasar dari demokrasi yang diperlukan bagi setiap warganegara adalah berkelompok dalam suatu organisasi. Kebutuhan berkelompok yang dilaksanakan secara bebas diperlukan untuk membentuk organisasi mahasiswa, partai politik, organisasi massa, perusahaan, dan kelompok-kelompok lain. Kebutuhan berkelompok merupakan kebutuhan yang secara naluriah ada dalam diri warganegara.

Berbagai persoalan yang ada pada masyarakat era ini terkadang membutuhkan jalan keluar yang dapat ditemukan dalam organisasi. Demokrasi sangat menjamin kebebasan warganegara dalam kebebasan berkelompok. Demokrasi memberikan alternatif yang lebih banyak dan lebih sehat bagi warganegara karena demokrasi menjamin adanya kebebasan dalam berkelompok. c. Kebebasan berpartisipasi

Kebebasan dalam berpartisipasi sesungguhnya merupakan gabungan dari kebebasan berkelompok dan berpendapat. Kebebasan berpartisipasi sendiri dibedakan atas 4 jenis. Pertama, adalah pemberian suara dalam pemilihan umum. Dinegara-negara demokrasi yang tengah berkembang seperti Indonesia pemberian suara sering dipersepsikan sebagai wujud kebebasan berpartisipasi politik yang paling utama.

Kedua, adalah bentuk partisipasi yang melakukan kontak atau hubungan dengan pejabat. Bentuk dari partisipasi ini masih belum berkembang luas di Negara demokrasi baru.

Ketiga, adalah bentuk partisipasi dengan cara melakukan protes terhadap lembaga-lembaga masyarakat atau pemerintah. Hal ini sangat diperlukan oleh Negara demokrasi agar sistem politik bekerja lebih baik. Pernyataan protes terhadap lembaga masyarakat atau pemerintah ini sejatinya adalah bagian dari proses demokrasi sejauh diarahkan untuk memperbaiki kebijakan

25

pemerintah atau swasta dan tidak menciptakan gangguan bagi kehidupan politik

Keempat, adalah bentuk partisipasi dengan cara mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan publik.

d. Kesetaraan antar warga

Kesetaraan atau egalitarianism merupakan salah satu nilai fundamental yang diperlukan bagi perkembanagn demokrasi di Indonesia. Kesetaraan disini diartikan sebagai adanya kesempatan yang sama bagi setiap warganegara. Bagi masyarakat Indonesia khususnya yang merupakan masyarakat multietnis, multibahasa, multidaerah, dan multiagama, kesetaraan ini sangat penting karena kesetaraan memberikan ruang bagi setiap warganegara tanpa membedakan etnis, bahasa agama, ras untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat dan diperlakukan sama didepan hukum tanpa kecuali kedaulatan rakyat.

e. Rasa percaya

Rasa percaya antara politisi merupakan nilai dasar lain yang diperlukan agar demokrasi dapat terbentuk. Sebuah pemerintahan demokrasi akan sulit berkembang bila rasa percaya satu sama lain tidak tumbuh. Bila yang ada hanyalah ketakutan, kecurigaan, kekkhawatiran, dan permusuhan maka hubungan antara politisi akan terganggu secara permanen. Agar pemerintah dipercaya maka iapun harus mampu menumbuhkan rasa percaya diri masyarakat luas terhadap pemerintah.

f. Kerjasama

Kerjasama diperlukan untuk mengatasi persoalan yang muncul dalam masyarat. Kerjasama yang dimaksudkan disini adalah kerjasama dalam hal kebajikan.

2.1.6 Kesadaran Akan Nilai Demokrasi

2.1.6.1 Pengertian Kesadaran Akan Nilai Demokrasi

Pengertian dari kesadaran akan nilai demokrasi dapat disimpulkan dari beberapa pengertian para ahli mengenai apa itu kesadaran, nilai, dan demokrasi itu sendiri.

Suhatman (2009: 27) mendefinisikan kesadaran sebagai keadaan sadar akan perbuatan. Sadar berarti merasakan atau ingat (pada keadaan yang sebenarnya), tahu dan mengerti. Kesadaran merupakan unsur dalam manusia dalam memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi suatu realitas. Refleksi merupakan bentuk dari pengungkapan kesadaran yang mana ia dapat memberikan atau bertahan dalam situasi dan kondisi tertentu dalam lingkungan. Kesadaran manusia sendiri dibagi menjadi tiga yaitu kesadaran magis, naïf, dan kritis Freire (dalam Yunus, 2004: 49-50). Dari ketiga kesadaran tersebut kesadaran kritislah yang dapat ditingkatkan melalui pendidikan (Suhatman, 2009: 67).

Scheler berpendapat bahwa nilai merupakan suatu kualitas yang tidak tergantung pada pembawanya, merupakan kualitas apriori (yang telah dapat dirasakan manusia tanpa melalui pengalaman indrawi terlebih dahulu). Nilai merupakan kualitas yang tidak tergantung, dan tidak berubah seiring perubahan barang (dalam Wahana, 2004: 51).

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani “demos” yang berarti rakyat, dan kratos “ kratos/kratein” yang berarti kekuasaan. Sehingga

konsep dasar demokrasi adalah ”rakyat berkuasa” (government of the

rule by the people). Demokrasi adalah “pemerintahan dari rakyat, kekuasaan tertinggi berada tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem

pemerintahan bebas (Nurtjajhjo, 2006: 125 )”. Didalam demokrasi terkandung enam nilai yaitu kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan berkelompok, kebebasan berpartisipasi, kesetaraan

27

antarwarga, rasa percaya, dan kerjasama (dalam Taniredja, dkk., 2010:126-130).

Berdasarkan pengetian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kesadaran akan nilai demokrasi adalah unsur dalam manusia dalam memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi suatu nilai, dalam hal ini nilai demokrasi adalah nilai kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan berkelompok, kebebasan berpartisipasi, kesetaraan antarwarga, rasa percaya, dan kerjasama. 2.1.6.2 Indikator Kesadaran Akan Nilai Demokrasi

Kesadaran memiliki lima indikator yang dapat dipergunakan sebagai salah satu cara untuk melihat kesadaran seseorang akan suatu nilai. Lima indikator tersebut ialah menyadari akan adanya nilai sebagai kualitas yang perlu diusahakan, menyadari akan peranan nilai yang menjadi daya tarik manusia untuk mewujudkannya, menyadari akan sarana-sarana serta cara-cara yang perlu diusahakan demi terwujudnya nilai yang diharapkan, menyadari sikap yang diperlukan demi terwjudnya nilai yang diharapkan, dan menyadari tindakan yang perlu dilakukan demi terwujudnya nilai yang menjadi tujuan (Wahana, 2013).

Dokumen terkait