• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN

B. Nilai-Nilai Spiritual Majelis Dzikir Tahlil RW. 07

Berkaitan dengan bahasan pada tulisan ini yang diantaranya adalah nilai-nilai spiritual apa saja yang terkandung didalam majelis dzikir dan tahliL dalam hal ini adalah majelis dzikir tahlil di RW. 07 Kelurahan Siswodipuran. Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali. Timbulnya ketenarikan seorang pada sesuatu pasti ada sebab, begitu juga dengan seseorang yang tenarik untuk mengikuti spiritual dzikir tahlil secara berjama’ah pasti terdapat nilai- nilai atau kandungan nilai lebih di dalam majelis dzikir dan tahliL

Banyak nilai-nilai yang menjadi penyebab ketertarikan seseorang atau warga RW. 07 Kelurahan Siswodipuran. Kecamatan Boyolali. Kabupaten

47 Boyolali untuk mengikuti atau menjadi jama’ah majelis dzikir dan tahlil di daerah ini. Dalam hal ini KH. Taman Sboimuii seorang ulama sepuh di Boyolali mengatakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalam majelis dzikir dan tahlil adalah sebagai berikut:

1. Tauhidullah / Mengesakan Allah

2. Ungkapan rasa syukur atas nikmat-nikmat Allah 3. Mendekatkan diri kepada Allah

4. Media bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah SWT 5. Meningkatkan kwalitas iman dan taqwa

Pertama, tauhidullah ialah mengesakan Allah sebagai saru-sanmya dzat yang berhak untuk disembah dan dimintai pertolongan. Di dalam dzikir banyak di ungkapkan bacaan-bacaan kalimah tauhid seperti kalimah syahadaL kalimah tahlil dan surah A1 Ikhlas yang disitu mengandung isi dan maksud mengesakan Allah dan menghindarkan jama'ah dan kemusyrikan.

Menurut Kyai Tamam Shoimuri, majelis dzikir tahlil adalah sebuah kelompok kultural yang di dalam kegiatannya dihiasi dengan ungkapan- ungkapan yang mengagungkan Allah, mengesakan Allah, penghambaan diri hanya kepada Allah dan majelis dzikir tahlil tidak mengajarkan untuk menyekutukan Allah.

Bapak Fikri Kamal ketua sekaligus imam majelis dzikir RW. 07 Siswodipuran menambahkan apa yang telah disampaikan Kyai Taman Shoimuri bahwa nilai spiritual pada tingkatan pertama yang harus ditonjolkan adalah menancapkan keyakinan bahwa hanya Allah SWT yang pamas

disembah dan tempat memohon pertolongan. Itu diungkapkan oleh beliau karena sekarang ini masih terdapat orang-orang yang rela mengorbankan keimanan demi mendapatkan apa yang mereka inginkan, contoh-contoh pesugihan, kungkum di umbul Pengging dan sebagainya.

Kedua, syukur nikmat ialah majelis dzikir tahlil dengan rangkaian bacaan- bacaan tersusun rapi juga mengajarkan kepada jama’ah agar banyak- banyak bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepada hambanya. Ungkapan syukur ini diwujudkan dengan banyaknya kalimat tahmid, dan surah Al-Fatihah juga infak dan shodaqoh yang diberikan oleh jama’ah.

Seperti halnya apa yang diungkapkan oleh Bapak Slamet Suroto, 61 tahun, beliau adalah kepala keluarga jama’ah majelis dzikir tahlil RW. 07 Siswodipuran, Boyolali, beliau menceritakan bahwa :

“Saya dan keluarga dahulu adalah orang yang serba kecukupan dari faktor ekonomi, saya mempunyai tiga rumah, tanah juga banyak yang berada di berbagai kota. Keadaan yang seperti itu membuat kami sekeluarga lupa bahwa semua yang kami miliki adalah titipan Allah SWT, kami bergaya hidup hedonis, suka foya-foya dan yang lebih saya sesalkan adalah saya sangat menggemari judi. Hingga saat ini apa yang kami miliki habis tinggal 1 rumah ini yang kami miliki. Kami tidak pemah mensyukuri apa yang telah diberikan Allah SWT kepada kami, kami sombong dan seperti inilah hasil yang kami peroleh saat ini.

Beliau menambahkan saat ini beliau dan keluarga berusaha kembali ke jalan Allah, walau dengan keadaan hidup yang apa adanya kami sangat mensyukuri apa yang kami miliki dan saya sangat berterima kasih kepada Allah karena diberi kesempatan untuk memperbaiki hidup dengan mensyukuri nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kami.

49 Pak Slamet Suroto juga mengungkapkan, saat ini dia dan keluarga semuanya aktif beribadah walau dengan bekal ilmu agama yang pas-pasan tetapi kami berusaha untuk mendapat ampunan dan kenikmatan abadi yaitu surga Allah SWT. Saya dipercaya sebagai kepala keluarga majelis dzikir tahlil di RW. 07 Siswodipuran yang bertugas mengontrol apa ada permasalahan- permasalahan di tubuh majelis. Contoh, disaat ada keluarga jama’ah yang terkena musibah saya langsung berkoordinasi dengan pengurus dan sesegera mungkin ikut meringankan beban keluarga yang terkena musibah.

Lain hal lagi diungkapkan oleh Bapak Haji Slamet Pramono, 45 tahun, beliau adalah salah satu jama’ah majelis dzikir dan tahlil di RW. 07 Siswodipuran Boyolali. Majelis dzikir dan tahlil saya gunakan sebagai media mendekatkan diri kepada Allah dan yang lebih penting lagi sebagai sarana untuk mengungkapkan rasa syukur saya kepada Allah atas nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada saya dan keluarga.

Berawal dari hampir seluruh keluarga beragama Nasrani, Pak Slamet Pramono yang berprofesi sebagai penjual bakso temama di Boyolali, hijrah kepada Agama Allah yaitu Islam diikuti oleh ketiga anaknya dari keseluruhan 4 orang anak kandung beliau. Istri dan anak pertama masih tetap memeluk agama Nasrani. Pada tahun 2004 Pak Slamet Pramono semakin bersemangat dalam beribadah dan bergabung dengan majelis dzikir dan tahlil, penulis juga mengamati bahwa beliau adalah donatur yang paling besar membantu setiap ada kegiatan dalam majelis, baik itu pengajian akbar, kemasyarakatan dan lain sebagainya.

kepada seluruh keluarga alhamdulillah istri saya masuk Islam pada tahun 2005 akhir. Saya sangat bersyukur kepada Allah dan pada tahun 2006 kemarin saya bersama istri menunaikan ibadah haii dan alhamdulillah selamat karena Allah'*.

Saat ini beliau dan istri juga aktif didalam kegiatan majelis dzikir tahlil RW. 07 Kelurahan Siswodipuran baik kegiatan spiritual maupun sosial masyarakat. Beliau menambahkan dzikir dan tahlil secara berjama'ah benar- benar mengajarkan orang untuk saling menghargai. toleransi dan bagi saya ini adalah media agar hati ini langgeng dalam bers>oikur kepada Allah karena jujur saya sulit melakukannya sendirian, dengan berjama ah ada dorongan

yang kuat untuk menjalani dzikir dan tahlil.

Hampir sama dengan yang dirasakan Pak Slamet Pramono. salah satu jama'ah majelis dzikir dan tahlil RW. 07 Kelurahan Siswodipuran Keeamatar- Boyolali yang bernama Bapak Indra Yuliarto. 43 tahun. Beliau adalah seorang PNS di pemerintah Kabupaten Boyolali, beliau juga seorang muallaf bersama istrinya, ibu Endang, 39 tahun. Beliau baru + 1 tahun aktif di dalam kegiatan majelis dzikir dan tahlil RW. 07 Kelurahn Siswodipuran, Kecamatan Boyolali. Kabupaten Boyolali.

“Sudah sangat lama saya merasakan keraguan dengan agama yang saat itu (Nasrani) tetapi saya juga masih ragu kalau harus segera pindah kepada agama Islam. Istri saya 2 tahun lebih dahulu masuk agama Islam, sampai pada satu acara peringatan Isro* Mi'roj yang diselenggarakan oleh majelis dzikir RW. 07 Kelurahan Siswodipuran. saya diundang oleh panitia. Waktu itu saya belum menjadi bagian dari majelis dzikir. Kebetulan saat itu panitia mendatangkan mubaligh wanita yaitu ibu Dra. Dewi Purnamawati dari Surakarta. Ibu Dewi adalah seorang muallaf yang hijrah kepada agama Islam pada tahun 1997. Didalam ceramahnya ibu Dewi banvak mengisahkan perjalanan dan tantangan yang berat selama hijrah menuju agama Islam dan saya

51 jadi salut dan semakin bersemangat untuk segera mengakhiri

keraguan dan kegelisahan di dalam hati saya. Dan sejak saat itu pula saya menetapkan hati saya untuk hijrah ke agama Islam. Ini adalah berkah dari majelis dzikir”.

Sejak saat itu saya mulai menata seluruh aktivitas saya. Majelis dzikir tahlil sudah mulai menjadi bagian dari aktivitas saya dan melalui majelis dzikir yang disitu juga dihiasi dengan majelis ‘ilmi menjadi jembatan bagi saya dari kegelapan dunia menuju hidup yang terang sesuai tuntunan Nabi Muhammad. Saya juga sangan mensyukuri nikmat iman dan Islam ini karena perantara majelis dzikir dan tahlil saya menjadi mantab beragama Islam dan hilang seluruh keragu-raguan di dalam hati saya.

Ketiga, mendekatkan diri kepada Allah, ini adalah bagian dari banyak tujuan dari majelis dzikir dan tahlil. Seperti yang sudah penulis utarakan di muka bahwa, manusia di jaman sekarang sudah banyak yang hidup menyimpang dari garis lurus yang akan membawa kepada kenikmatan hidup yang kekal mereka tidak lagi memperdulikan syariat Islam, tidak lagi memperdulikan norma-norma, tidak lagi peduli dengan akhlak dan sebagainya. Hidup dengan cara yang demikian secara otomatis akan menimbulkan "jarak pemisah" antara Tuhan dengan makhluknya sebagai hamba. Sebagai solusinya majelis dzikir dan tahlil bisa menjadi pengurai link atau dinding pemisah tadi agar di tengah-tengah hiruk-pikuk kehidupan manusia dengan bermacam-macam aktivitasnya manusia tetap ada waktu- waktu khusus untuk menjaga keharmonisan dengan Allah SWT sang penguasa menjaga keharmonisan dengan Allah SWT sang penguasa jagad dan pemberi segala kebutuhan hambaNya.

Bapak Fikri Kamal, 45 tahun, beliau adalah ketua sekaligus imam majelis dzikir dan tahlil RW. 07 Kelurahan Siswodipuran. Bapak Fikri Kamal adalah seorang pedagang pakaian di pasar Boyoiali, yang sudah pasti selalu bersinggungan dengan berbagai macam perilaku orang yang mungkin saja bisa mempengaruhi perilaku beliau, baik dari segi bicara, tingkah laku, bahkan mungkin kejiwaan beliau. Namun penulis melihat dari cara beliau bicara, dan perilaku beliau, penulis yakin beliau adalah orang yang taat beragama.

“Secara pribadi saya adalah orang yang sangat senang aengat kegiatan dzikir berjama’ah. Seperti majelis dzikir dan tahlil di kampung ini. Dengan durasi satu kali dalam seminggu kita berdzikir kepda Allah, memuji Allah kita akan merasakan kedekatan yang sesungguhnya dengan Allah, apalagi jika setiap saat kita mampu berdzikir kepada-Nya walau di dalam hati. Tetapi minimal sekali dalam seminggu daripada tidak sama sekali dan apabila dilakukan dengan ikhlas dan mencari ridho dari Allah, saya yakin Allah sangat dekat dengan kita. Secara spiritual saya aktif dalam majelis dzikir dan tahlil semata-mata hanya ingin dekat dengan Allah, karena jika seseorang telah dekat dengan Tuhannya apapun yang diminta, pasti akan dikabulkan.

Senada dengan apa yang diutarakan Bapak Fikri Kamal, salah seorang jama’ah majelis dzikir dan tahlil RW. 07 Kelurahan Siswodipuran yang berposisi sebagai sekretaris, beliau bernama Bapak Tri Wahyu Daryanto, 40 tahun. Profesi beliau adalah penjual bibit tanaman yang hari-harinya harus berkeliling kesana-kemari, dan jangkauannya sangat luas hampir seluruh Jawa Tengah telah dijelajahi.

Dengan alasan kesibukan tadi Bapak Tri Wahyu Dariyanto menjadikan majelis dzikir dan tahlil sebagai media untuk menjaga kedekatan hamba dengan Tuhan “Alhamdulillah, walau hanya sekali dalam seminggu

53 saya tetap bisa berdzikir dan mengagungkan Allah yang telah memberi saya rizki. Mungkin saya jika di kampung ini tidak ada majelis seperti ini orang- orang disini akan jauh dari Allah. Saya sendiri tidak yakin dan tidak percaya kalau orang-orang yang hidup di jaman sekarang mampu setiap saat berdzikir kepada Allah walau hanya dengan hati sekalipun. Di tengah-tengah kehidupan yang serba sulit seperti saat ini yang ada adalah banyaknya godaan syetan agar tergelincir ke jurang kesesatan. Majelis dzikir dan tahlil menjadi jawaban sekaligus benteng kokoh yang akan tetap menjaga hati ini dekat dan malu kepada Allah.

Lain lagi dengan yang diraskan Bapak Saryadi, 30 tahun, beliau adalah salah satu jama’ah yang tergolong masih muda. Dia mengungkapkan bam sekitar setahun aktif di majelis dzikir dan tahlil. Pak Saryadi adalah salah satu bekas pemuda yang tidak begitu mengenal masjid, pengajian dan dia hidup dengan gaya seperti layaknya pemuda-pemuda dengan gaya seperti layaknya pemuda-pemuda kota yang tidak karuan. Itu yang beliau ungkapkan kepada penulis. Selanjutnya cerita beliau, disaat usia beliau + 25 tahun beliau menikah dengan gadis Jakarta yang taat beragama, mulai saat itulah beliau mulai dapat teguran dari istri, tanpa merasa malu beliau banyak belajar dari istri. Tahun 2004 bersama keluarga beliau pindah ke Boyolali dan kontrak mmah di Siswodipuran.

Pak Saryadi bersama istri lalu membaur dengan masyarakat Siswodipuran dan ± 1 tahun yang lalu beliau bergabung didalam majelis dzikir dan tahlil. Beliau ingin berdebat, dan yang lebih penting saya hams

berusaha untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah agar hidup saya setelah beristri dan mempunyai anak mendapat barokah dan ridho Allah. Benar saja setelah aktif di dalam majelis saya merasa ada yang membimbing dan saya semakin ringan beribadah.

Nilai ritual dari majelis dzikir dan tahlil yang keempat, adalah sebagai media bertaubat kepada Allah SWT., tidak bisa dipungkiri bahwa jama’ah majelis dzikir dan tahlil belum tentu terdiri dari keluarga yang religius, santri dan sebagainya. Tetapi di dalam masyarakat majelis dzikir dan tahlil adalah wadah atau tempat untuk menggembleng diri dalam hal ketakwaan setiap orang tanpa terkecuali. Siapapun orangnya asal mempunyai tekad yang kuat akan dapat tempat di dalam majelis. Baik itu orang baik, orang jahat, orang kaya, miskin atau bahkan bekas-bekas penjahat dan ahli maksiat semua diterima dengan baik asal mempunyai niat tulus dan ikhlas.

Istighfar adalah salah satu kalimat yang dibaca dalam majelis dzikir. Istighfar adalah ungakapan penyesalan dan permohonan ampunan atas dosa- dosa yang telah dilakukan oleh manusia. Bacaan dzikir dan tahlil adalah rangkaian bacaan yang apabila dilakukan dengan tulus ikhlas akan menjadikan hati bergetar, takut akan azab Allah dan hati akan lebih bersih walau pelan- pelan. Jadi pada dasarnya majelis dzikir dan tahlil yang dilakukan dengan khusyuk akan membawa manusia kepada pintu taubat kepada Allah. Yang selanjutnya Allah akan membuka hati setiap manusia agar menuju hidup yang lebih baik, beradab, berahlak, dan orang akan lebih mampu mengendalikan diri dari menuruti hawa nafsu belaka.

55 Hal di atas tercermin dari ungkapan Bapak Subagiyono, 52 tahun, jama’ah dzikir dan tahlil RW. 07 Kelurahan Siswodipuran yang berprofesi sebagi penjual jamu tradisional. Beliau menceritakan sejarah hidupnya sejak masih keci, beliau mengatakan terlahir di lingkungan pesantren secara otomatis masa kecilnya dan menjelang remaja kehidupnnya selalu dihiasi dengan hal-hal yang berbau religius. Pada saat remaja menjelang dewasa beliau pindah ke Semarang dengan harapan merubah kehidupan terutama di bidang ekonomi. Beliau berjualan jamu tradisional:

“Saya di Semarang mencari uang sangat mudah, di saat kemudahan selalu menyertai saya, mungkin Allah menguji saya dengan pergaulan kelewat batas yang selalu dihiasi dengan maksiat. Bentuk maksiat apapun sudah saya lakukan mas, judi minuman keras, main perempuan dan lain sebagainya. Seingat saya hanya satu yang saya tidak lakukan yaitu merampok, ini semua jujur saya katakan. mas”. Namun lambat laun beliau merasakan kegelisahan yang luar biasa dengan kehidupan yang beliau jalani. Kurang lebih 20 tahun lalu beliau memutuskan untuk pindah ke Boyolali, bersama keluarga, namun lagi-lagi lingkungan yang beliau tempati masih banyak diwamai dengan judi dan minum-minuman keras. Beliau selalu kasar dengan istri dan anak. Ringkasnya pada saat tetangganya ada yang berangkat yasinan beliau bertanya, apakah yasinan dan tahlilan juga diisi dengan ceramah keagamaan? Disamping itu disaat sedang judi beliau bercerita mendengar kalimat adzan subuh dan tubuhnya bergetar dan merasakan dingin yang luar biasa.

Mulai saat itulah saya begitu takut akan azab Allah, tidak lama kemudian Pak Subagiyono bergabung di dalam majelis dzikir dan tahlil. Saya ingin bertaubat, dzikir dan tahlil menuntun saya melupakan masa lalu buruk

yang saya lakukan. Alhamdulillah, Allah masih mengasihi saya mas, saya berusaha tekun dan selalu hadir setia jadwal anjangsana yasinan. Itu sebagai media bertaubat bagi saya agar Allah mengampuni semua dosa-dosa saya. Itu adalah harapan saya satu-satunya kenapa saya aktif dalam jama’ah dzikir.

Hampir sama dengan apa yang dialami Pak Subagiyono, salah seorang jama’ah majelis dzikir dan tahlil lainnya bernama Bapak Sunarto, 45 tahun. Beliau bekerja di Bank BPD Jateng Cabang Boyolali. Kisah beliau, sebelum mengikuti majelis dzikir dan tahlil beliau sering menerima tip/fee dari relasi kerja, nasabah dan lain sebagainya yang sebenarnya itu bukan haknya. Mendapat itu semua beliau merasakan senang sebagai uang tambahan pendapatan. Namun setelah ± 2 tahun aktif mengikuti majelis dzikir dan tahlil tiap kali beliau menerima tip/fee dari relasi/nasabah merasakan ada getaran dan kegelisahan dihatinya. Lantas beliau mulai sedikit demi sedikit menolak setiap pemberian fee tadi. Beliau menambahkan bahwa beliau juga seorang penjudi seperti halnya Pak Bagiyo. Beliau merasaskan ketakutan disaat mendengar ceramah salah seorang ustadz yang isinya “Barang siapa berjudi satu kali maka Allah tidak akan menerima ibadahnya selama 40 hari”. Itu yang menyebabkan beliau lebih giat dan aktif dalam majelis dzikir dan tahlil yang oleh beliau dijadikan media bertaubat kepada Allah dan mengharap ketentraman dari Allah SWT.

Selain dari beberapa orang narasumber di atas, penulis juga melakukan wawancara dengan salah seorang sesepuh yang masih aktif didalam majelis dzikir tahlil RW. 07 Kelurahan Siswodipuran, yakni Bapak

57 Bantu Sunaryo, 73 tahun. Beliau adalah salah seorang jama’ah yang penulis amati sangat tekun dan bersemangat walau sudah dimakan usia. Penulis menjadi tertarik untuk lebih mengetahui motivasi dan perasaan beliau.

“Saya dahulu adalah orang yang sangat jauh dari agama. Pada jaman pemerintahan Suharto saya adalah salah satu anggota dewan (DPR Ri Pusat) dari partai PDI Suryadi yang beliau katakan memang banyak dihuni oleh orang-orang nasionalis dan hidup jauh dari agama. Begitu Suharto jatuh dan PDI berganti PDIP saya tetap pada pendirian berada di PDI Suryadi yang akhirnya bubar. Dari situlah temyata saya menemukan hakikat hidup yang sebenamya, harta, jabatan dan hidup mewah bukanlah sesuatu yang langgeng”.

Selanjutnya beliau menceritakan bagaimana beliau mengharap sebuah kehidupan yang damai tenang dan tentram bersama keluarga. Hari-hari beliau selalu dihadapkan dengan banyak persoalan, dari ekonomi yang cenderung pas-pasan, anak-anaknya belum mendapatkan jodoh walau sudah berumur sampai dengan seringnya mengalami sakit-sakitan.

“Saya mantabkan hati saya untuk menyerahkan segala urusan saya kepada Allah seraya selalu memohon ampunan atas dosa-dosa saya pada masa lampau. Saya mengikuti majelis dzikir dan tahlil dengan pengharapan agar lebih terbiasa melakukan dzikir, memohon ampun dan majelis ini adalah media bagi orang-orang seperti saya untuk menuju taubat kepada Allah. Saya harus sering membiasakan lisan untuk berdzikir demi mempersiapkan kematian dan alhamdulillah saya benar-benar ringan dalam menlaksanakan ibadah hidup menjadi lebih tenang walau dalam kondisi seadanya”.

Nilai ritual dari majelis dzikir dan tahlil yang kelima, adalah meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Seluruh aktivitas dari majelis dzikir dan tahlil baik dari segi bacaan, do’a, ceramah dan sebagainya adalah ritual yang apabila dilakukan dengan kesungguhan, penghayatan dan hanya mengharap ridho dari Allah SWT, akan meningkatkan kwalitas taqwa seseorang kepada sang pencipta.

Bapak Drs. Juneidi, MZ, 48 tahun, salah satu jama’ah yang juga seorang mubaligh yang berprofesi sebagai guru PNS menyatakan bahwa dzikir dan tahiil adalah syariat yang jelas-jelas diperintakan oleh Allah SWT., didalam Al-Qur’an yang ditujukan kepada orang-orang yang beriman. Beliau mencontohkan saat ini banyak yang menyatakan bahwa tahiil atau tahlilan tidak disyariatkan, apa itu tidak terbalik, apakah itu bukan pengkaburan terhadap syariat agama? Padahal jelas orang-orang yang beriman diperintahkan agar banyak-banyak berdzikir kepada Allah entah itu dilakukan sendirian ataupun berjama’ah.

“Saya pribadi aktif di dalam majelis dzikir dan tahiil dengan tujuan melatih diri dan hati agar lebih mampu mengendalikan diri dan hati saya dari nafsu, hal-hal yang tidak bermanfaat karena itu adalah bagian dari ketaqwaan kepada Allah SWT., dengan selalu berusaha melakukan perintah-perintah Allah dan meninggalkan semua larangan Allah SWT. Majelis dzikir dan tahiil sangat membantu semua itu. Karena seseorang yang aktif dzikir berjama’ah akan lebih terkontrol dan malu melakukan maksiat karena dijaga oleh Allah, teman sejama’ah dan malaikat Allah”.

Hal senada diungkapkan oleh Bapak Muh. Thoyyibi, 63 tahun. Beliau adalah seorang pensiunan guru yang kebetulan rumahnya berjajar dengan Masjid Al-Anwar. Beliau mengatakan :

“Saya memang orang yang tidak begitu mengerti tentang agama, sebab orang tua saya mendidik saya dan saudara-saudara saya untuk mencari nalkah / rizki. Namun karena rumah kami kebetulan berjajar dengan masjid alhamdulillah dari semula karena malu, saya jadi tekun beribadah. Saya selalu berusaha untuk tidak meninggalkan sholat

Dokumen terkait