• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.5. Nilai Perusahaan

Secara normatif, tujuan keputusan keuangan adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Menurut Suad dan Enny (1994:7), nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Memaksimumkan nilai perusahaan tidak identik dengan memaksimumkan laba, apabila laba diartikan sebagai laba akuntansi tetapi dengan memaksimumkan laba dalam pengertian ekonomi. Hal ini disebabkan karena laba ekonomi diartikan sebagai jumlah kekayaan yang bisa dikonsumsi tanpa membuat pemilik kekayaan tersebut menjadi lebih miskin.

Nilai perusahaan merupakan kondisi tertentu yang telah dicapaioleh suatu perusahaan sebagai gambaran dari kepercayaan masyarakatterhadap perusahaan setelah melalui suatu proses kegiatan selamabeberapa tahun, yaitu sejak perusahaan tersebut didirikan sampaidengan saat ini. Meningkatnya nilai perusahaan adalah sebuah prestasi,yang sesuai dengan keinginan para pemiliknya, karena denganmeningkatnya nilai perusahaan, maka kesejahteraan para pemilik jugaakan meningkat. Semakin tinggi nilai perusahaan, semakin besar kemakmuran yang akan diterima oleh pemilik perusahaan.

Nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya. Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual disaat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai aset perusahaan sesungguhnya. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang- peluang investasi. Semakin tinggi harga saham semakin tinggi pula nilai

perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukan kemakmuran pemegang saham juga tinggi.

Dalam penelitian ini, untuk mengukur nilai perusahaan menggunakanPrice to Book Value (PBV), rasio ini berfungsi untuk mengidentifikasi sahammana yang harganya wajar, terlalu rendah (Undervalued) dan terlalu tinggi(Overvalued). Cara ini mungkin mengaitkan rasio PBV dengan nilai intrinsik saham yang diperkirakan berdasarkan model penilaian saham.

2.1.6. Keputusan Investasi

Suatu investasi dikatakan menguntungkan (profitable) jika investasi tersebut dapat membuat pemodal menjadi lebih kaya. Dengan kata lain, kemakmuran pemodal menjadi lebih besar setelah melakukan investasi.

Menurut Tandelilin (2001:3), investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa datang. Tujuan invetasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan investor. Kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan moneter, yang bisa diukur dengan penjumlahan pendapatan saat ini ditambah nilai saat ini pendapatan masa datang. Tujuan lain dalam berinvestasi adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang. Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya bagaimana berusaha untuk

mempertahankan tingkat pendapatan yang ada agar tidak berkurang di masa yang akan datang.

2. Mengurangi tekanan inflasi. Dengan melakukan investasi dalam pemilihan perusahaan atau objek lain, seseorang dapat menghindarkan diri agar kekayaan atau harta miliknya tidak merosot nilainya kerena digerogoti oleh inflasi.

3. Dorongan untuk menghemat pajak. Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang sifatnya mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang usaha tertentu.

Esensi pertumbuhan bagi suatu perusahaan adalah adanya kesempatan investasi yang menghasilkan keuntungan. Jika terdapatkesempatan investasi yang menguntungkan, maka manajer berusaha mengambil peluang-peluang tersebut untuk memaksimalkankesejahteraan pemegang saham karena semakin besar kesempataninvestasi yang menguntungkan maka investasi yang dilakukan akan semakin besar.

Menurut Tandelilin (2001:5), keputusan investasi adalah pemahaman hubungan antara return yang diharapkan dan risiko suatu investasi. Artinya, semakin besar risiko yang harus ditanggung, semakin besar pula tingkat return yang diharapkan.

Menurut Martono dan Harjito (2001:137), keputusan investasi yang dilakukan perusahaan yang bersangkutan. Hal ini karena keputusan investasi menyangkut dana yang digunakan untuk investasi, jenis investasi yang akan dilakukan, pengembalian investasi dan risiko investasi yang mungkin timbul.

Myers (1977) memperkenalkan investment opportunity set (IOS) pada studi yang dilakukan dalam hubungannya dengan keputusan investasi. IOS memberi petunjuk yang lebih luas dimana nilai perusahaan tergantung pada pengeluaran perusahaan dimasa yang akan datang. Prospek perusahaan dapat ditaksir dari investment opportunity set (IOS), yang didefinisikan sebagai kombinasi antara aktiva yang dimiliki (assets in place) dan pilihan investasi dimasa akan datang dengan net present value positif.

Secara umum dapat dikatakan bahwa IOS menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan, namun sangat tergantung pada pilihan expenditure perusahaan untuk kepentingan di masa yang akan datang. Dengan demikian IOS bersifat tidak dapat diobservasi, sehingga perlu dipilih suatu proksi yang dapat dihubungkan dengan variabel lain dalam perusahaan, misalnya variabel pertumbuhan, variabel kebijkan dan lain-lain.

Proksi-proksi IOS dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu : a. Proksi IOS berdasar harga (price-based proxies)

IOS berdasar harga (price-based proxies), merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga saham. Proksi yang didasari pada suatu ide yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Proksi yang didasari pada suatu ide yang menyataan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam harga saham dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aktiva-

aktiva yang dimiliki. IOS yang didasari pada harga akan berbentuk suatu rasio sebagai suatu ukuran aktiva yang dimiliki dan nilai pasar perusahaan.

b. Proksi IOS berdasar investasi (investment-based proxies)

Proksi IOS berbasis pada investasi (investment-based proxies), merupakan proksi yang percaya pada gagasan bahwa suatu level kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara positif dengan nilai IOS suatu perusahaan.

c. Proksi IOS berdasar pada varian (variance measures).

Proksi IOS berbasis pada varian (variance measurement) merupakan proksi yang mengungkapkan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh seperti variabilitasreturn yang mendasari peningkatan aset.

Proksi IOS yang digunakan dalam penelitian ini adalah Price Earning Ratio (PER), dimana ratio ini menunjukkan perbandingan antara closing price dengan laba per lembar saham (earning per share).

2.1.7. Kebijakan Hutang

Hutang merupakan salah satu sumber pembiayaan eksternal yang digunakan oleh perusahaanuntuk membiayai kebutuhan dananya. Dalam pengambilan keputusan akan penggunaan hutang iniharus mempertimbangkan besarnya biaya tetap yang muncul dari hutang berupa bunga yang akanmenyebabkan semakin meningkatnya leverage keuangan dan semakin tidak pastinya tingkatpengembalian bagi para pemegang saham biasa.

Menurut Sadalia (2010:60), posisi hutang suatu badan usaha menunjukkan jumlah uang orang lain yang digunakan dalam upaya memperoleh laba. Secara

umum, semakin banyak hutang yang digunakan perusahaan dalam hubungannya dengan aktiva totalnya, semakin besar pula tuas keuangannya (financial leverage). Tuas keuangan adalah besarnya risiko dan hasil yang diharapkan melalui penggunaan pembiayaan dengan beban tetap seperti hutang dan saham preferen. Semakin banyak hutang dengan beban tetap, atau tuas keuangan yang digunakan perusahaan maka semakin besar risiko dan hasil yang diharapkannya.

Hutang merupakan jumlah uang yang dinyatakan atas kewajiban- kewajibanuntuk menyerahkanuang, barang dan jasa-jasakepada pihak lain di masa yang akan datang. Komponen hutang antara lain :

1. Hutang lancar (jangka pendek)

Adalah hutang-hutangyang akan diselesaikan pembayaranya dengan menggunakan aktiva lancar ataudengan menciptakan hutang (lancar) yang baru. Yang termasuk dalam hutang lancar adalah hutangyang timbul dari pembelian barangbarangdan jasa (hutang dagang, hutang gaji dan upah), sertapenerimaan uang dimuka atas barang-barangyang digunakan atau jasa yang akan diserahkan(pendapatan sewa yang diterima).

2. Hutang Jangka Panjang

Adalah semua hutang yang jatuh tempo pembayarannya melampaui batas waktu satu tahun sejaktanggal neraca atau pembayarannya tidak akan dilakukan dalam periode siklus operasi perusahaan,tetapi lebih panjang dari batas waktu tersebut. Misalnya : hutang obligasi, hutang bank (kredit investasi).

Pada penelitian ini rasio yang digunakan untuk mengukur struktur pendanaan adalah Debt to Equity Ratio (DER). Debt to Equity Ratio (DER) menunjukkan perbandingan antara pembiayaan dan pendanaan melalui hutang dengan pendanaan melalui ekuitas (Brigham dan Houston, 2009:103).

Menurut Syahyunan (2012:93), Debt to Equity Ratio (DER) merupakan perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya.

2.1.8. Kebijakan Dividen

Kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham. Pada dasarnya, laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali.

Menurut Martono dan Harjito (2001:253), kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah dana yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang.

Beberapa faktor yang dapat dan harus dianalisis perusahaan dalam melakukan pendekatan terhadap keputusan dividen adalah sebagai berikut:

1. Kebutuhan dana bagi perusahaan

Semakin besar kebutuhan dana perusahaan berarti semakin kecil kemampuan untuk membayar dividen. Penghasilan perusahaan akan digunakan terlebih dahulu unutk memenuhi kebutuhan dananya (semua proyek investasi yang menguntungkan) baru sisanya untuk pembayaran dividen

2. Likuiditas perusahaan

Likuiditas perusahaan merupakan salah satu pertimbangan utama dalam kebijakan dividen. Dividen merupakan arus kas keluar, semakin besar jumlah kas yang tersedia dan likuiditas perusahaan, semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Apabila manajemen ingin memelihara likuiditas dalam mengantisipasi adanya ketidakpastian dan agar mempunyai fleksibilitas keuangan, kemungkinan perusahaan tidak akan membayar dividen dalam jumlah yang besar.

3. Kemampuan untuk meminjam

Posisi likuiditas bukanlah satu-satunya cara untuk menunjukkan fleksibilitas dan perlindungan terhadap ketidakpastian. Apabila perusahaan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mendapatkan pinjaman, hal ini juga merupakan fleksibilitas keuangan yang tinggi sehingga kemampuan untuk membayar dividen juga tinggi. Jika perusahaan memerlukan pendanaan melalui hutang, manajemen tidak perlu mengkhawatirkan pengaruh dividen kas terhadap likuiditas perusahaan.

4. Pembatasan-pembatasan dalam perjanjian hutang

Ketentuan perlindungan (protective covenant) dalam suatu perjanjian hutang sering mencantumkan pembatasan terhadap pembayaran dividen. Pembatasan ini digunakan oleh para kreditur untuk menjaga kemampuan perusahaan tersebut membayar hutangnya. Biasanya, pembatasan ini dinyatakan dalam

presentase maksimum dari laba kumulatif. Apabila pembatasan ini dilakukan, maka manajemen perusahaan dapat menyambut baik pembatasan dividen yang dikenakan para kreditur, karena dengan demikian manajemen tidak harus mempertanggungjawabkan penahanan laba kepada para pemegang saham. Manajemen hanya perlu mentaati pembatasan tersebut.

5. Pengendalian perusahaan

Apabila suatu perusahaan membayar dividn yang sangat besar, maka perusahaan mungkin menaikkan modal di waktu yang akan datang melalui penjualan sahamnya untuk membiayai kesempatan investasi yang menguntungkan. Dengan bertambahnya jumlah saham yang beredar, ada kemungkinan kelompok pemegang saham tertentu tidak lagi dapat mengendalikan perusahaan karena jumlah saham yang mereka kuasai menjadi berkurang dari seluruh saham yang beredar. Oleh karena itu dianggap berbahaya bila perusahaan terlalu besar membayar dividennya, sehingga pengendalian perusahaan menjadi berpindah tangan.

Menurut Brigham dan Houston (2001:66) terdapat beberapa teori yang dapat dipergunakansebagai landasan untuk membuat kebijakan dividen yang tetap bagi perusahaan, antara lain:

1. Dividend irrelevance theory adalah suatu teori yang menyatakanbahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh baik terhadapnilai perusahaan maupun biaya modalnya. Teori ini mengikutipendapat Modigliani dan Miller (MM) yang menyatakan bahwanilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnyaDividend Payout Ratio (DPR) tetapi ditentukan oleh laba

bersihsebelum pajak (EBIT) dan risiko bisnis. Dengan demikiankebijakan dividen sebenarnya tidak relevan untuk dipersoalkan.

2. Bird-in-the-hand theory, sependapat dengan Gordon dan Lintneryang menyatakan bahwa biaya modal sendiri akan naik jikaDividend Payout Ratio (DPR) rendah. Hal ini dikarenakan investorlebih suka menerima dividen daripada capital gains.

3. Tax preference theory adalah suatu teori yang menyatakan bahwakarena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capitalgains maka para investor lebih menyukai capital gains karenadapat menunda pembayaran pajak.

Kebijakan dividen dalam penelitian ini dikonfirmasi dalam bentuk Dividend Payout Ratio (DPR). Menurut Martono dan Harjito (2001:253), rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) menentukan jumlah laba di bagi dalam bentuk dividen kas dan laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Rasio ini menunjukkan persentase laba perusahaan yang dibayarkan kepada pemegang saham biasa perusahaan berupa dividen kas. Apabila laba perusahaan yang ditahan dalam jumlah besar, berarti laba yang dibayarkan sebagai dividen menjadi lebih kecil. Dengan demikian, aspek penting dari kebijakan dividen adalah menentukan alokasi laba yang sesuai diantara pembayaran laba sebagai dividen dengan laba yang ditahan perusahaan.

2.1.9. Kepemilikan Manajerial

Dalam agency theory, hubungan antara pemegang saham denganmanajer digambarkan sebagai hubungan antara agen dengan principal.Manajer sebagai

agen dan pemilik perusahaan sebagai principal. Agendiberikan mandat atau kepercayaan oleh principal untuk menjalankanbisnis perusahaan demi kepentingan principal. Dengan demikian,keputusan manajer adalah keputusan yang bertujuan untukmemaksimalkan sumber daya perusahaan.

Perusahaan akan dirugikan jika manajer bertindak untukkepentingannya sendiri dan bukan untuk kepentingan pemegang saham.Keadaan inilah yang memunculkan konflik keagenan antara manajerdengan pemilik perusahaan. Masing-masing pihak memiliki tujuan danmemiliki risiko yang berbeda berkaitan dengan perilakunya. Manajerapabila gagal menjalankan fungsinya akan berisiko tidak ditunjuk lagisebagai manajer perusahaan, sementara pemegang saham akan berisikokehilangan modalnya kalau salah memilih manajer. Hal ini merupakankonsekuensi dari pemisahan antara fungsi kepemilikan denganpengelolaan.

Konflik keagenan akan dapat diminimalkan jika manajer jugasebagai pemilik perusahaan atau sebaliknya pemilik sebagai manajer. Manajer sekaligus sebagai pemilik perusahaan akan menselaraskan kepentingannya dengan kepentingan pemegang saham.

Menurut Jensen (1986) dalam Riske (2013), kepemilikan manjerial adalah kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan. Kepemilikan saham manajerial dapat mensejajarkan antara kepentingan pemegang saham dengan manajer, karena manajer ikut merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan manajer yang menanggung risiko apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Hal tersebut

menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan manajemen pada perusahaan akan dapat menyatukan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham, sehingga kinerja perusahaan semakin bagus.

Ketika kepemilikan saham oleh manajemen rendah maka ada kecenderungan akan terjadinya perilaku opportunistic manajer yang meningkat akan juga. Dengan adanya kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan maka dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham lainnya sehingga permasalahan antara agen dan principal diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham.

Kepemilikan manajerial dihitung dengan menggunakan persentase sahamyang dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan yang secara aktif ikutserta dalam pengambilan keputusan perusahaan (komisaris dan direksi).

2.2. .Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian empiris mengenai nilai perusahaan antara lain :

1. Tedi dan Farid (2008) meneliti pengaruh hutang dan kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Hasil penelitian ini menunjukkan hutang dan kepemilikan manajerial secara simultan berpengaruh terhadap nilai perusahaan, dan secara parsial hutang berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, sedangkan kepemilikan manajerial tidak memiliki pengaruh positif terhadap nilai perusahaan.

2. Leli dan Barbara (2011) meneliti pengaruh keputusan investasi, keputusan pendanaan, kebijakan dividen dan tingkat suku bunga terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dengan tahun periode 2005 – 2009. Keputusan investasi diproksikan dengan Price Earning Ratio (PER), keputusan pendanaan diproksikan dengan Debt to Equity Ratio (DER), kebijakan dividen diproksikan dengan Dividend Payout Ratio (DPR), dan tingkat suku bunga diperoleh dari rata-rata suku bunga BI rate. Hasil penelitian ini menunjukkan keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, keputusan pendanaan tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, kebijakan dividen berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, dan suku bunga tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

3. Yulia, Djumilah, Ubud, dan Mintarti (2012) meneliti pengaruh keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan Propertydan Real Estatedi Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) perubahan pola pembiayaan investasi di perusahaan-perusahaan di sektor Property dan Real Estate yang semula bersumber dari pinjaman dana jangka pendek dari luar negeri dan sekarang bersumber dari penjualan produk secara preselling dan modal sendiri yang berasal dari internal perusahaan dapat memperbaiki keputusan investasi yang dilakukan oleh perusahaan menjadi lebih baik dan dapat meningkatkan nilai perusahaan. (2) Keputusan pendanaan yang baik hanya mampu meningkatkan

nilai perusahaan bila keputusan pendanaan tersebut mampu menurunkan risiko perusahaan. (3) Kebijakan dividen tidak mampu meningkatkan nilai perusahaan pada perusahaan di sektor Property dan Real Estate baik dengan mediasi risiko perusahaan. Hal ini disebabkan bahwa present value dari aliran kas di masa mendatang tetap sama.

4. Umi, Gatot, dan Ria (2012) meneliti pengaruh kebijakan dividen, kebijakan hutang, dan profitabilitas terhadap nilai perusahaan dengan kepemilikan manajerial sebagai variabel kontrol. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dengan tahun periode 2005 – 2010. Hasil penelitian ini menunjukkan kebijakan dividen dan kebijakan hutang berpengaruh positif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

5. Silvia Lailiyah Qodariyah (2012) meneliti pengaruh keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dengan tahun periode 2008 – 2011. Hasil penelitian ini menunjukkan keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

6. Amanda Wongso (2013) meneliti pengaruh kebijakan dividen, struktur kepemilikan, dan kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan dalam perspektif teori agensi dan teori signaling. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan LQ 45 yang terdaftar di BEI. Hasil penelitian ini menunjukkan kebijakan dividen berpengaruh positif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, kepemilikan

manajerial berpengaruh positif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, kepemilikan institusional berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, dan kebijakan dividen berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan.

Tabel 2.1

Penelitian-Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian

Tedi dan Farid (2008)

Pengaruh hutang dan kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan Variabel dependen : nilai perusahaan Variabel independen : hutang dan kepemilikan manajerial

Hutang dan kepemilikan manajerial secara simultan berpengaruh terhadap nilai perusahaan, dan secara parsial hutang berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, sedangkan kepemilikan manajerial tidak memiliki pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Leli dan Barbara (2011) Pengaruh keputusan investasi, keputusan pendanaan, kebijakan dividen dan tingkat suku bunga terhadap nilai perusahaan Variabel dependen : nilai perusahaan (PBV) Variabel independen : keputusan investasi (PER), keputusan pendanaan (DER), kebijakan dividen (DPR), dan tingkat suku bunga

Keputusan investasi (PER) berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan

(PBV), keputusan pendanaan (DER) tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan (PBV), kebijakan dividen (DPR) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan (PBV), dan suku bunga tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan (PBV). Yulia, Djumilah, Ubud, dan Mintarti (2012) Pengaruh keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan Variabel dependen : nilai perusahaan Variabel independen : keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen 1) perubahan pola pembiayaan investasi di perusahaan-perusahaan di sektor Property dan Real

Estate yang semula

bersumber dari pinjaman dana jangka pendek dari luar negeri dan sekarang bersumber dari penjualan produk secara preselling dan modal sendiri yang berasal dari internal perusahaan dapat memperbaiki keputusan investasi yang dilakukan

oleh perusahaan menjadi lebih baik dan dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian

(2) Keputusan pendanaan yang baik hanya mampu meningkatkan nilai perusahaan bila keputusan pendanaan tersebut mampu

menurunkan risiko perusahaan. (3) Kebijakan

dividen tidak mampu

meningkatkan nilai perusahaan pada perusahaan di sektor

Property dan Real Estate baik dengan mediasi risiko perusahaan. Hal ini disebabkan bahwa present value dari aliran kas di masa mendatang tetap sama. Umi, Gatot, dan Ria (2012) Pengaruh kebijakan dividen, kebijakan hutang, dan profitabilitas terhadap nilai perusahaan Variabel dependen : nilai perusahaan Variabel independen : kebijakan dividen, kebijakan hutang, dan profitabilitas

Kebijakan dividen dan

kebijakan hutang

berpengaruh positif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Amanda Wongso (2013) pengaruh kebijakan dividen, struktur kepemilikan, dan kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan dalam perspektif teori agensi dan teori signaling Variabel dependen : nilai perusahaan Variabel independen : kebijakan dividen, struktur kepemilikan, dan kebijakan hutang kebijakan dividen berpengaruh positif tidak

signifikan terhadap nilai perusahaan, kepemilikan manajerial berpengaruh positif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, kepemilikan institusional berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, dan kebijakan dividen berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan.

2.3. Kerangka Konseptual

Dokumen terkait