• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. PERUBAHAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN

3. Nilai pH

Hasil pengukuran nilai pH minuman dengan masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6. Nilai pH minuman tanpa natrium benzoat (A), dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm (B), dan 400 ppm (C), baik yang dijemur ataupun tidak dijemur berkisar antara 3,6 – 4,1. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5. Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen yang menggambarkan tingkat keasaman. Semakin tinggi nilai pH berarti tingkat keasaman produk semakin rendah dan sebaliknya, semakin rendah nilai pH tingkat keasaman produk semakin tinggi.

3 3.5 4 4.5

0 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70

Lama Pe nyimpanan (hari)

N ila i p H A 25 A 30 A 40 B 25 B 30 B40 C25 C 30 C 40

Keterangan : A = minuman tanpa natrium benzoat.

B = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm. C = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm. 25 = suhu penyimpanan 25oC

30 = suhu penyimpanan 30oC 40 = suhu penyimpanan 40oC

Gambar 5. Grafik hubungan lama penyimpanan dengan perubahan nilai pH minuman yang dijemur.

3 3.5 4 4.5

0 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70

lama Penyimpanan (hari)

N ila i p H A 25 A 30 A 40 B 25 B 30 B 40 C 25 C 30 C 40

Keterangan : A = minuman tanpa natrium benzoat.

B = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm. C = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm. 25 = disimpan pada suhu 25oC

30 = disimpan pada suhu 30oC 40 = disimpan pada suhu 40oC

Gambar 6. Grafik hubungan lama penyimpanan dengan perubahan nilai pH minuman yang tidak dijemur.

Berdasarkan Gambar 5 dan 6, nilai pH minuman A (minuman tanpa natrium benzoat) mengalami penurunan nilai pH yang lebih besar selama penyimpanan dibandingkan dengan minuman B (minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm) dan C (minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm), baik yang dijemur maupun yang tidak dijemur pada masing-masing suhu penyimpanan. Minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm dan 400 ppm , nilai pH-nya relatif stabil.

Penurunan nilai pH disebabkan asam yang terbentuk semakin banyak sebagai hasil aktivitas mikroorganisme selama penyimpanan. Peningkatan total asam akan mengakibatkan turunnya nilai pH. Pada pH yang rendah sukrosa akan terinversi menjadi gula invert. Inversi adalah pemecahan sukrosa menjadi gula invert yang terdiri dari glukosa dan fruktosa dalam perbandingan yang sama (Muchtadi, 1992).

Glukosa dan Fruktosa akan difermentasi oleh mikroorganisme. Proses fermentasi tersebut akan dihasilkan asam dan alkohol. Glukosa yang dipecah akan menghasilkan asam piruvat. Jika tidak ada oksigen, asam pivurat tersebut akan diubah menjadi asam asetat dan alkohol. Pembentukan senyawa asam tergantung dari bakteri yang memfermentasi. Menurut Fardiaz (1989) jika glukosa dipecah oleh bakteri asam laktat homofermentatif, maka akan menghasilkan 2 asam laktat. Jika glukosa dipecah oleh bakteri asam laktat heterofermentatif, maka akan menghasilkan asam laktat, asam asetat, alkohol/etanol dan CO2..

Pembentukan asam inilah yang menyebabkan pH minuman terus menurun. Konsentrasi natrium benzoat berpengaruh terhadap penurunan nilai pH, karena fungsi natrium benzoat sebagai bahan pengawet pangan yang dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Natrium benzoat akan merusak sel dan mengganggu nutrisi mikroorganisme, sehingga pertumbuhannya akan terhambat. Semakin banyak jumlah natrium benzoat yang ditambahkan, proses penghambatan mikroorganisme semakin efektif. Pada minuman A terbentuk kapang. Kapang mempunyai pH optimum 5 – 7, tetapi kapang masih dapat hidup pada pH 3 – 8,5 (Fardiaz, 1989). Natrium benzoat lebih efektif terhadap khamir dan bakteri daripada kapang, tetapi pada konsentrasi di atas 25mg/l akan menghambat pertumbuhan kapang (Buckle et al., (1985).

Penurunan nilai pH selain dipengaruhi oleh bahan pengawet (natrium benzoat), suhu penyimpanan dan penjemuran juga mempengaruhi. Nilai pH minuman yang disimpan pada suhu 40oC dan mendapat perlakuan penjemuran lebih menurun jika dibandingkan dengan minuman yang disimpan pada suhu 25oC dan 30oC, dan tidak dijemur. Hal ini terjadi karena sukrosa (gula) yang digunakan pada minuman ini diinversi menjadi glukosa dan fruktosa. Sukrosa merupakan diskarida yang dapat diuraikan (diinversi) menjadi dua monosakarida, yaitu glukosa dan fruktosa. Proses ini dipercepat dengan adanya panas, sehingga proses fermentasi semakin cepat dan asam yang terbentuk semakin banyak.

Meningkatnya kadar asam akan menyebabkan nilai pH cenderung menurun.

Penjemuran oleh sinar matahari (UV) akan menyebabkan suhu minuman meningkat (panas), sehingga perlakuan penjemuran akan mempercepat proses pemecahan sukrosa. Selain itu juga, sinar matahari merupakan katalis yang dapat mempercepat terjadinya reaksi pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Dengan meningkatnya total asam hasil fermentasi glukosa dan fruktosa, maka nilai pH semakin turun. Turunnya nilai pH minuman selama penyimpanan dapat dijadikan indikator kerusakan minuman.

4. Vitamin C

Perubahan kadar vitamin C dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8. Data perubahan kadar vitaminC dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7. Selama Penyimpanan kadar vitamin C cenderung menurun.

0 1 2 3

0 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70

Lama Penyimpanan (hari)

m g asam asko rb at /100 m l sa m p el A 25 A 30 A 40 B 25 B 30 B 40 C 25 C 30 C 40

Keterangan : A = minuman tanpa natrium benzoat.

B = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm. C = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm. 25 = suhu penyimpanan 25oC

30 = suhu penyimpanan 30oC 40 = suhu penyimpanan 40oC

Gambar 7. Grafik hubungan antara lama penyimpanan terhadap perubahan kadar vitamin C minuman yang dijemur.

0 1 2 3

0 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70

Lama Penyimpanan (hari)

m g asam a sko rb at /1 00 ml samp e l A 25 A 30 A 40 B 25 B 30 B 40 C 25 C 30 C 40

Keterangan : A = minuman tanpa natrium benzoat.

B = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm. C = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm. 25 = disimpan pada suhu 25oC

30 = disimpan pada suhu 30oC 40 = disimpan pada suhu 40oC

Gambar 8. Grafik hubungan antara lama penyimpanan terhadap perubahan kadar vitamin C minuman yang tidak dijemur.

Berdasarkan gambar 7 dan 8 terjadi penurunan kadar vitamin C selama penyimpanan. Penurunan kadar vitamin C dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dan penjemuran. Minuman yang mendapat perlakuan penjemuran dan disimpan pada suhu 40oC, kadar vitamin C-nya lebih menurun dibandingkan dengan minuman yang tidak dijemur. Cahaya/sinar matahari menyebabkan kerusakan vitamin C. Suhu penyimpanan yang tinggi juga menyebabkan teroksidasinya vitamin C.

Menurut Winarno et al., (1984), vitamin C adalah vitamin yang paling tidak stabil di antara semua vitamin yang mudah mengalami kerusakan selama proses pengolahan dan penyimpanan. Vitamin ini memiliki sifat sangat mudah larut dalam air, mudah teroksidasi dalam proses ini dipercepat oleh panas, sinar, alkali, serta oleh katalis tembaga dan besi. Asam askorbat mudah menjadi asam dehidro-askorbat, tetapi reaksi tersebut reversible (dapat balik). Pada reaksi oksidasi, anion dari asam askorbat akan diserang oleh molekul oksigen, menghasilkan radikal anion askorbat, air, dan terjadi pembentukan asam dehidro askorbat dan

hidrogen peroksida. Asam dehidro-askorbat tersebut tidak dapat berubah kembali menjadi asam askorbat. Proses ini distimulus oleh suhu dan cahaya/sinar matahari.

Suhardjo dan Kusharto (1992) menyatakan bahwa vitamin C adalah derivat heksosa dan cocok digolongkan sebagai suatu karbohidrat. Vitamin C stabil dalam keadaan kering, tetapi mudah teroksidasi dalam keadaan larutan. Asam askorbat mudah teroksidasi menjadi asam dehidro- askorbat. O = C O = C HO C - 2H O = C HO C O O = C O H C + 2H H C HO C H HO C H CH2OH CH2OH

As.askorbat As. dihidroksiaskorbat

Gambar 9. Perubahan Asam Askorbat menjadi Asam Dehidro-askorbat (Suharjo dan Kusharto, 1992).

Asam dehidro-askorbat hasil oksidasi asam askorbat akan kehilangan aktivitas vitamin C.

Penurunan kadar vitamin C juga secara tidak langsung dipengaruhi oleh jenis kemasan. Kemasan yang digunakan untuk minuman beraroma apel ini adalah botol plastik jenis PET (polyethylen tereftalat). PET mempunyai densitas 1,363 g/cm3 dan transmisi rata-rata terhadap air dan udara (O2) adalah 2,206 g/m2/24 jam dan 31,0 cm3/m2/24 jam (Giles dan

David, 2001). Kemampuan bahan kemasan untuk melewatkan udara (O2)

akan menyebabkan proses oksidasi yang mengakibatkan kerusakan vitamin C. Penggunaan kemasan jenis plastik sangat terbatas karena plastik tidak tahan panas dan mudah terjadi pengembunan uap air di dalamnya jika suhu diturunkan akan mengalami perembesan udara melalui

pori-pori plastik. Kemampuan bahan kemasan melewatkan oksigen dapat merusak vitamin A dan vitamin C, warna bahan pangan, cita rasa, dan pertumbuhan kapang meningkat. Selain itu kelemahan plastik yaitu mudah tembus cahaya. Cahaya dapat merusak beberapa vitamin terutama riboflavin, vitamin A dan C serta warna pangan (Winarno et al., 1984). Botol plastik yang digunakan untuk kemasan minuman beraroma apel ini adalah botol plastik bening, sehingga sinar matahari (UV) mudah dilewatkan.

5. Warna

Pengukuran warna yang dilakukan pada penelitian ini meliputi nilai L, a, dan b. Nilai a dan b selanjutnya diubah ke dalam oHue dan Chroma. oHue menunjukkan warna yang terlihat dan Chroma (saturation) menunjukan intensitas warna. Nilai L adalah nilai yang menunjukkan kecerahan bahan. L mempunyai kisaran nilai antara 0 sampai 100. Nilai 0 untuk bahan yang hitam mutlak dan 100 untuk putih mutlak. Semakin tinggi nilai L, warna bahan semakin cerah. Minuman beraroma apel memiliki nilai L yang berada pada kisaran nilai 25 – 33.

Grafik perubahan warna minuman beraroma apel berdasarkan tingkat kecerahannya (Lightness) dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11. Data hasil pengukuran selama pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 8 sampai 13.

Hasil pengamatan terhadap parameter warna minuman beraroma apel menunjukkan bahwa selama penyimpanan, produk mengalami kecenderungan peningkatan kecerahan. Peningkatan suhu penyimpanan dan perlakuan penjemuran memberikan pengaruh kecenderungan peningkatan nilai L pada minuman beraroma apel. Menurut Winarno et al., (1984), kemampuan bahan kemasan untuk melewatkan oksigen dan cahaya dapat merusak warna bahan pangan.

20 25 30 35

0 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70

Lama Penyimpanan (hari)

N

ila

i L

A 25 A 30 A 30 B 25 B 30

B 40 C 25 C 30 C 40

Keterangan : A = minuman tanpa natrium benzoat.

B = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm. C = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm. 25 = suhu penyimpanan 25oC

30 = suhu penyimpanan 30oC 40 = suhu penyimpanan 40oC

Gambar 10. Grafik hubungan antara lama penyimpanan terhadap perubahan kecerahan minuman yang dijemur.

20 25 30 35

0 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70

Lama Penyimpanan (hari)

Ni

la

i L

A 25 A 30 A 40 B 25 B 30

B 40 C 25 C 30 C 40

Keterangan : A = minuman tanpa natrium benzoat.

B = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm. C = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm. 25 = suhu penyimpanan 25oC

30 = suhu penyimpanan 30oC 40 = suhu penyimpanan 40oC

Gambar 11. Grafik hubungan antara lama penyimpanan terhadap perubahan kecerahan minuman yang tidak dijemur.

Pewarna yang digunakan pada minuman ini adalah tartazine, carmoisine, sunset yellow, brown HT dan indigotine. Hampir semua zat warna yang digunakan pada minuman ini tidak tahan terhadap cahaya dan panas. Peningkatan nilai tersebut disebabkan kepekaan pewarna yang terdapat pada minuman tersebut terhadap cahaya dan oksidator. Oleh karena itu, berdasarkan Gambar 9 dan 10 warna (tingkat kecerahan) dari minuman ini cenderung naik selama penyimpanan, terutama yang mendapat perlakuan penjemuran dan disimpan pada suhu 30oC dan 40oC.

Menurut Gosetti et al. (2005), kehilangan warna pada makanan dan minuman yang mengandung bahan pewarna sunset yellow disebabkan karena perpecahan ikatan rangkap dimer dari 5-amino-6-hydroxy-2- naphthalene sulfonate dan kemungkinan juga dari p-amino- benzensulfonate. Perpecahan struktur ini diduga akibat reaksi oksidasi yang distimulasi oleh adanya sinar ultra violet dan panas dari sinar matahari serta panas ruang penyimpanan, dimana oksigen menyerang ikatan rangkap dari pewarna sunset yellow.

Jenis kemasan yang digunakan juga mempengaruhi terhadap kerusakan warna bahan pangan. Kemasan plastik merupakan kemasan yang memiliki permeabilitas terhadap udara dan oksigen yang kurang baik dibandingkan dengan gelas. Permeabilitas PET (polyethylen tereftalat) terhadap udara (O2) adalah 31,0 cm3/m2/24 jam (Giles dan David, 2001). Botol plastik yang digunakan adalah botol plastik bening yang mudah melewatkan cahaya (UV), sehingga dapat mempercepat pudarnya warna minuman.

Pengukuran warna juga dilakukan dalam oHue. Nilai hue didefinisikan sebagai warna-warna yang terlihat seperti merah, hijau, kuning, biru dan lain-lain. Pada penelitian ini minuman beraroma apel memiliki kisaran oHue 66 – 70, yaitu termasuk kelompok warna yellow red (merah kekuningan). Nilai chroma (saturation) menunjukkan tingkat ketajaman warna dari sampel. Ketajaman warna minuman beraroma apel berkisar 81 – 91. Perubahan warna berdasarkan oHue dan ketajaman warna dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Perubahan warna minuman selama penyimpanan.

6. Organoleptik

Penilaian organoleptik adalah parameter untuk menentukan penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik. Uji hedonik dilakukan selama penyimpanan dengan parameter warna dan aroma menggunakan skala 1-5 (1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral, 4 = suka, 5 = sangat suka). Hal ini karena kedua parameter tersebut merupakan parameter yang pertama diterima saat konsumen membeli produk minuman. Hasil penilaian kualitas organoleptik parameter warna dan aroma dapat dilihat pada Gambar 13, 14, 15, dan 16. Pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran 14 sampai 17.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 0 7 14 21 28 35 42 48 56 63 70

Lama Penyimpanan (hari)

Ti

ng

ka

t kesukaan

A 25 A 30 A 40 B 25 B 30 B 30 C 25 C 30 C 40

Keterangan : A = minuman tanpa natrium benzoat.

B = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm. C = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm. 25 = disimpan pada suhu 25oC

30 = disimpan pada suhu 30oC 40 = disimpan pada suhu 40oC

Gambar 13. Grafik uji organoleptik perubahan warna minuman beraroma apel yang dijemur.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 0 7 14 21 28 35 42 48 56 63 70

Lama Penyimpanan (hari)

T in g k at kesu ka an A 25 A 30 A 40 B 25 B 30 B 40 C 25 C 30 C 40

Keterangan : A = minuman tanpa natrium.

B = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm. C = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm. 25 = suhu penyimpanan 25oC

30 = suhu penyimpanan 30oC 40 = suhu penyimpanan 40oC

Gambar 14. Grafik uji organoleptik perubahan warna minuman beraroma apel yang tidak dijemur.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 0 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70

Lama Penyimpanan (hari)

T in g kat K esu kaan A 25 A 30 A 40 B 25 B 30 B 40 C 25 C 30 C 40

Keterangan : A = minuman tanpa natrium benzoat.

B = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm. C = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm. 25 = disimpan pada suhu 25oC

30 = disimpan pada suhu 30oC 40 = disimpan pada suhu 40oC

Gambar 15. Grafik uji organoleptik perubahan aroma minuman beraroma apel yang dijemur.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 0 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70

Lama penyimpanan (hari)

T in g kat kes u kaan A 25 A 30 A 40 B 25 B 30 B 40 C 25 C 30 C 40

Keterangan : A = minuman tanpa natrium benzoat.

B = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm. C = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm. 25 = disimpan pada suhu 25oC

30 = disimpan pada suhu 30oC 40 = disimpan pada suhu 40oC

Gambar 16. Grafik uji organoleptik perubahan aroma minuman beraroma apel yang tidak dijemur.

Hasil penilain organoleptik menunjukkan bahwa selama penyimpanan, penilaian panelis terhadap parameter warna mengalami penurunan. Warna minuman beraroma apel menjadi pudar. Hal ini sebanding dengan hasil pengujian warna menggunakan colortec, nilai kecerahan minuman mengalami kenaikan, semakin tinggi nilai kecerahan minuman maka warnanya akan semakin cerah (putih). Berdasarkan Gambar 13 dan 14, minuman beraroma apel yang dijemur penurunan warnanya lebih besar dibandingkan dengan minuman yang tidak dijemur, karena warna minuman yang dijemur warnanya lebih pudar akibat degradasi warna oleh sinar matahari (UV). Selain itu juga terdapat endapan berwarna coklat yang diduga merupakan residu dari pewarna yang pudar.

Hasil penilaian organoleptik terhadap parameter aroma minuman beraroma apel mengalami penurunan. Berdasarkan Gambar 15 dan 16, panelis memberikan penilaian terhadap aroma minuman A di bawah 3 (netral). Aroma yang tercium dari minuman A adalah aroma alkohol dan asam. Hal ini dikarenakan pertumbuhan mikroorganisme pada minuman A meningkat dengan cepat, sehingga mempercepat terjadinya proses fermentasi. Gula yang difermentasi akan diubah menjadi asam dan etanol oleh mikrooganisme yang tumbuh pada minuman A. Perlakuan penjemuran dan tidak dijemur tidak terlalu berpengaruh terhadap penilaian aroma oleh panelis.

C. Umur Simpan

Penentuan umur simpan suatu produk dilakukan dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Penentuan umur simpan dilakukan dengan mengamati perubahan yang terjadi pada produk selama selang waktu tertentu. Menurut Syarief dan Halid (1993), penurunan mutu makanan terutama dapat diketahui dari perubahan faktor mutu tersebut, oleh karenanya dalam menentukan daya simpan suatu produk perlu dilakukan pengukuran terhadap atribut mutu produk tersebut. Hasil atau akibat berbagai reaksi kimiawi yang terjadi di dalam produk makanan bersifat akumulatif dan irreversible (tidak

dapat dipulihkan kembali) selama penyimpanan sehingga pada saat tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu makanan tidak dapat diterima lagi.

Berdasarkan data, pertumbuhan E. coli dan total mikroba nilai kritisnya lebih cepat tercapai. Batas maksimum untuk total mikroba dan E. coli adalah 2,0 x 102 sel/ml dan < 2,2 APM/100 ml yang ditetapkan oleh SNI 01-3143-1992. Besarnya angka pertumbuhan total mikroba dan E. Coli dipengaruhi oleh keberhasilan proses produksi (proses produksi yang higienis). Pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi oleh suhu, tetapi jenis mikroorganisme yang terkandung beragam jenisnya, sehingga suhu optimum untuk pertumbuhannya pun berbeda pula. Pada suhu optimum yang berbeda, jumlah total mikroba (TPC) tidak langsung menunjukkan laju kerusakan karena jenis mikroba yang tumbuh juga berbeda, sehingga parameter mikrobiologi tidak dapat digunakan sebagai parameter kritis untuk simulasi perhitungan umur simpan. Pada penelitian ini parameter kritis yang digunakan adalah warna. Pemilihan parameter warna sebagai parameter kritis karena laju perubahan mutunya lebih besar, selain parameter mikrobiologi, sehingga nilai kritisnya lebih cepat tercapai.

Parameter warna merupakan parameter yang menarik perhatian konsumen dan yang pertama memberikan kesan disukai atau tidak disukai suatu produk. Panelis memberikan penilaian yang berbeda terhadap kepudaran warna ketiga minuman. Nilai kritis diperoleh dari hasil pengukuran tingkat kecerahan (lightness) parameter bersangkutan terhadap produk yang dinilai rusak/tidak layak oleh panelis. Nilai kritis produk yang dianggap rusak atau tidak diterima oleh konsumen dapat dilihat pada tabel 9, 10, dan 11.

Tabel 9. Karakteristik minuman beraroma apel tanpa natrium benzoat yang tidak diterima konsumen

Parameter Nilai

Warna L 28,35

a 32,56 b 76,06

pH 3,36

Total asam tertitrasi 7,04 ml NaOH/100 ml sampel

Tabel 10. Karakteristik minuman beraroma apel konsentrasi natrium benzoat 200 ppm yang tidak diterima konsumen

Parameter Nilai

Warna L 30,12

a 33,78 b 79,60

pH 3,625

Total asam tertitrasi 6,6 ml NaOH/100 ml sampel

Vitamin C 1,408 mg asam askorbat/100 ml sampel

Tabel 11. Karakteristik minuman beraroma apel konsentrasi natrium benzoat 400 ppm yang tidak diterima konsumen

Parameter Nilai

Warna L 32,21

a 32,32 b 83,25

pH 3,95

Total asam tertitrasi 6,6 ml NaOH/100 ml sampel

Vitamin 1,76 mg asam askorbat/100 ml sampel

Setelah diketahui parameter dan nilai kritis dari masing-masing minuman, kemudian dilakukan penghitungan umur simpan menggunakan metode Arrhenius/akelerasi.

Langkah-langkah perhitungan pendugaan umur simpan dengan menggunakan persamaan Arrhenius tersebut adalah :

Contoh perhitungan pendugaan umur simpan minuman beraroma apel dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm adalah sebagai berikut :

a. Menghitung laju perubahan mutu minuman dari parameter warna/kecerahan (k). Nilai k didapat dari nilai slope grafik perubahan nilai L. Nilai k untuk minuman beraroma apel pada masing-masing suhu dan penjemuran dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Laju perubahan mutu minuman beraroma apel

Perlakuan Suhu

25oC 30oC 40oC

Jemur 0,0761 0,0808 0,088

b. Dibuat grafik hubungan ln k dengan 1/T (suhu mutlak(oC + 273)) y = -891.06x + 0.4186 R2 = 0.9941 -2.6 -2.58 -2.56 -2.54 -2.52 -2.5 -2.48 -2.46 -2.44 -2.42 0.00315 0.0032 0.00325 0.0033 0.00335 0.0034

Gambar 17. Grafik hubungan ln k dengan 1/T minuman yang dijemur.

Dari grafik didapatkan persamaan regresi linear: Y = -891,06 X + 0,4186 atau

ln k = -891,06 (1/T) + 0,4186 sehingga nilai ko = е0,4186

= 1,5198

Analisis regresi linier dari Gambar 17 akan menghasilkan persamaan regresi linier y = ax + b. Nilai a merupakan nilai –Ea/R dari persamaan Arrhenius. Nilai b merupakan nilai ln k0 dari persamaan Arrhenius. Setelah

nilai –Ea/R dan ln k0 diketahui, maka akan diperoleh nilai k (konstanta laju

penurunan parameter mutu) pada persamaan Arrhenius.

c. Menghitung nilai k dengan persamaan Arrhenius k = k0 x e(-Ea/RT)

k = 1,5198 x е-891,06 (1/T)

sehingga didapat nilai k untuk masing-masing suhu penyimpanan: k25 = 0,0764

k30 = 0,0803

d. Umur simpan minuman beraroma apel dapat diketahui, yaitu:

Tabel 13. Umur simpan minuman beraroma apel dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm.

Dengan cara yang sama, umur simpan minuman beraroma apel dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm dan 0 ppm dapat dihitung. Umur simpan kedua minuman tersebut dapat dilihat pada Tabel 14 dan 15.

Tabel 14. Umur simpan minuman beraroma apel dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm.

Tabel 15. Umur simpan minuman beraroma apel dengan konsentrasi natrium benzoat 0 ppm.

Umur simpan tersebut hanya didasarkan pada parameter warna. Masa kadaluarsa minuman tersebut tidak selalu tepat, karena ada parameter mutu lain yang juga mempengaruhi. Misalnya pada minuman beraroma apel dengan konsentrasi natrium benzoat 0 ppm, berdasarkan parameter warna minuman tersebut mempunyai umur simpan sekitar 23 hari (minuman yang dijemur) dan 29 hari (minuman yang tidak dijemur), tetapi pada kenyataanya minuman tersebut sudah rusak pada hari ke-21 karena terjadi pertumbuhan kapang.

Suhu Umur simpan

Jemur Tidak 25oC 72,2014 hari 87,0761 hari

30oC 68,7253 hari 80,1818 hari 40oC 62,5622 hari 68,5272 hari

Suhu Umur simpan

Jemur Tidak 25oC 54,8087 hari 73,6022 hari

30oC 50,4831 hari 68,4070 hari 40oC 43,1680 hari 59,5068 hari

Suhu Umur simpan

Jemur Tidak 25oC 22,6386 hari 29,2299 hari

30oC 21,6252 hari 27,8776 hari 40oC 19,8192 hari 25,4733 hari

D. Pembahasan Umum

Berdasarkan konsentrasi pengawet (natrium benzoat) yang ditambahkan pada minuman beraroma apel, minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm mempunyai umur simpan paling lama dibandingkan dengan minuman yang mengandung natrium benzoat 200 ppm dan 0 ppm. Hal ini terjadi karena natrium benzoat zat pengawet yang efektif menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang menyebabkan penurunan mutu minuman. Misalnya pada minuman tanpa natrium benzoat (konsentrasi natrium benzoat 0 ppm), terjadi pembentukan kapang yang mulai terlihat pada hari ke-21. Pertumbuhan mikroorganisme mengakibatkan nilai pH menurun dan nilai total asam meningkat, karena adanya proses fermentasi oleh mikroorganisme, sehingga rasa minuman menjadi lebih asam dan aroma minuman berbau alkohol. Selain itu, pertumbuhan kapang pada minuman beraroma apel menyebabkan warna minuman tidak jernih lagi karena pembentukan miselium kapang, sehingga mempengaruhi penilaian panelis terhadap parameter warna.

Natrium benzoat juga dapat menghambat terjadinya reaksi-reaksi yang mempengaruhi terhadap stabilitas minuman. Misalnya pada minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm terbentuk endapan berwarna coklat pada hari penyimpanan ke-56, sedangkan pada minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm, endapan mulai terlihat jelas pada hari penyimpanan ke-70. Endapan tersebut juga mempengaruhi penilaian panelis terhadap parameter warna. Hal ini juga menyebabkan perbedaan penilaian produk yang dianggap sudah rusak oleh konsumen pada minuman beraroma apel dengan masing-masing konsentrasi natrium benzoat yang ditambahkan.

Proses produksi yang kurang steril juga dapat mempengaruhi umur simpan suatu produk. Proses produksi yang kurang steril dapat mempercepat terjadinya kerusakan karena kontaminan. Produksi minuman beraroma apel ini masih skala rumah tangga, proses produksi masih dilakukan secara manual, sehingga terdapat beberapa kelemahan/kekurangan pada saat proses produksi. Pada saat pencucian, botol dicuci menggunakan air tanpa ditambahkan disinfektan. Proses pencucian tersebut memungkinkan kontaminan yang ada pada botol masih aktif. Pada saat proses produksi, karyawan/pekerja tidak

memakai sarung tangan dan penutup rambut. Saat strelisasi produk, minuman yang sudah dikemas dalam botol disterilisasi menggunakan sterilisasi UV tapi produk tersebut hanya dilewatkan beberapa detik saja, sehingga mikroorganisme/kontaminan yang terdapat pada minuman tersebut masih aktif. Beberapa kelemahan tersebut menyebabkan minuman yang diproduksi cepat rusak, misalnya minuman beraroma apel dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm yang disimpan pada suhu 25oC dan mendapat perlakuan

Dokumen terkait