• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat Terhadap Umur Simpan Minuman Beraroma Apel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat Terhadap Umur Simpan Minuman Beraroma Apel"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM BENZOAT

TERHADAP UMUR SIMPAN MINUMAN BERAROMA APEL

Oleh :

DEWI RATIH PUJIHASTUTI

F34103016

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM BENZOAT

TERHADAP UMUR SIMPAN MINUMAN BERAROMA APEL

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

DEWI RATIH PUJIHASTUTI F34103016

Tanggal lulus : November 2007

Disetujui,

Dr. Ir. Krisnani Setyowati Dosen Pembimbing I

(3)

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM BENZOAT

TERHADAP UMUR SIMPAN MINUMAN BERAROMA APEL

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

DEWI RATIH PUJIHASTUTI F34103016

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Banjar pada tanggal 7 Oktober 1984. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Bambang Sudjarjo, SH dan Nunung Kentarsih. Penulis mengeyam pendidikan di Taman Kanak-kanak Sejahtera pada tahun 1989-1991, kemudian penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SDN VII

Banjar dan lulus tahun 1997. Setelah itu penulis menempuh pendidikan menengah di SLTPN 1 Banjar dan melanjutkan ke SMUN 1 Banjar pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Penulis melaksanakan Praktek Lapang pada bulan Juli – Agustus 2006 di PT PG Rajawali II Unit PG Subang dengan judul “Mempelajari Proses Produksi dan Teknologi Pengemasan Gula Kristal di PT PG Rajawali II Unit PG Subang, Jawa Barat”. Pada bulan Maret 2007, penulis melaksanakan penelitian di laboratorium Pengemasan Teknologi Industri Pertanian dengan judul “Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat Terhadap Umur Simpan Minuman Beraroma Apel”.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, karunia dan hidayah-Nya kepada umat-Nya. Semoga Shalawat dan Salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menghantarkan nikmat Iman dan Islam. Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Industri Pertanian di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang telah membantu. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Krisnani Setyowati selaku Dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan, saran dan pengarahan kepada penulis selama menjalani studi hingga menyelesaikan skripsi di Departemen Teknologi Industri Pertanian.

2. Ir. Sugiarto, MSi selaku Dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis selama penelitian hingga menyelesaikan skripsi di Departemen Teknologi Industri Pertanian.

3. Drs. Purwoko, Msi selaku Dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.

4. Ibu, Ayah, Teteh dan Ade yang selalu memberikan doa, kasih sayang, semangat dan motivasi kepada penulis.

5. Kukuh Anggoro Wicaksono atas kesabaran, doa, dan bantuan yang tulus. 6. Teman-teman seperjuangan di lab. TIN (Riyani, Niken, Puryani, Kosi,

K’Tarwin, Sylvi, Marxue dan Tim Tupperware) atas kerjasama selama penelitian.

7. Seluruh staf dan laboran TIN atas bantuannya selama pelaksanaan penelitian. 8. Sahabat-sahabatku: Dhiani, Achie, Arum dan kru Amanah, Kukuh, Kosi,

(6)

10. Anggie, Mbak Mercuy, Nuy, Uthie, Manda, Putri, Rissa, dan Keluarga Besar Pondok Mona atas keceriaan dan kebersamaannya.

11. Mas Arif dan Mbak Dian HKI atas bantuannya (maaf selalu ngerepotin). 12. Keluarga besar TIN 40 yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas

kebersamaan dan persaudaraan yang indah ini.

Bogor, November 2007

(7)

DAFTAR ISI

1. Karakterisasi Minuman Beraroma Apel ... 19

2. Perubahan Mutu Minuman Beraroma Apel selama Penyimpanan ... 20

3. Pendugaan Umur Simpan ... 20

a. Penentuan Nilai Kritis ... 20

b. Perhitungan Umur Simpan ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. KARAKTERISTIK MINUMAN BERAROMA APEL ... 23

B. PERUBAHAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN ... 24

1. Mikrobiologi ... 24

(8)

3. Nilai pH ... 33

4. Vitamin C ... 36

5. Warna ... 39

6. Organoleptik ... 42

C. UMUR SIMPAN ... 45

D. PEMBAHASAN UMUM ... 50

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Standar Air untuk Minuman Ringan ... 6

Tabel 2. Sifat-sifat Bahan Pewarna Alami ... 9

Tabel 3. Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia ... 11

Tabel 4. Karakteristik Minuman Beraroma apel ... 22

Tabel 5. Jumlah Sel Mikroba/ml Minuman yang Dijemur ... 24

Tabel 6. Jumlah Sel Mikroba/ml Minuman yang Tidak Dijemur………..24

Tabel 7. Jumlah Sel E. coli/100 ml Minuman yang Dijemur……….29

Tabel 8. Jumlah Sel E. coli/100 ml Minuman yang Tidak Dijemur…………..29

Tabel 9. Karakteristik minuman beraroma apel tanpa natrium benzoat yang tidak diterima konsumen ... 46

Tabel 10. Karakteristik minuman beraroma apel konsentrasi natrium benzoat 200 ppm yang tidak diterima konsumen ... 47

Tabel 11. Karakteristik minuman beraroma apel konsentrasi natrium benzoat 400 ppm yang tidak diterima konsumen ... 47

Tabel 12. Laju perubahan mutu minuman beraroma apel ... 48

Tabel 13. Umur simpan minuman beraroma apel dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm. ... 49

Tabel 14. Umur simpan minuman beraroma apel dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm ... 49

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Diagram Alir Penelitian………22

Gambar 2. Kapang yang Tumbuh pada Minuman Beraroma

Apel Tanpa Natrium Benzoat pada Hari Penyimpanan ke-21……..26 Gambar 3. Grafik Hubungan Antara Lama Penyimpanan Terhadap

Nilai Total Asam Tertitrasi Minuman yang Dijemur ... 30 Gambar 4. Grafik Hubungan Antara Lama Penyimpanan Terhadap

Nilai Total Asam Tertitrasi Minuman yang Tidak Dijemur. ... 31 Gambar 5. Grafik Hubungan Antara Lama Penyimpanan Terhadap

Nilai pH Minuman yang Dijemur. ... 33 Gambar 6. Grafik Hubungan Antara Lama Penyimpanan Terhadap

Nilai pH Minuman yang Tidak Dijemur ... 34 Gambar 7. Grafik Hubungan Antara Lama Penyimpanan Terhadap

Kadar Vitamin C Minuman yang Dijemur ... 36 Gambar 8. Grafik Hubungan Antara Lama Penyimpanan Terhadap

Kadar Vitamin C Minuman yang Tidak Dijemur. ... 37 Gambar 9. Perubahan Asam Askorbat Menjadi Asam Dehidro-Askorbat. ... 38 Gambar 10. Grafik Hubungan Antara Lama Penyimpanan Terhadap

Kecerahan yang Dijemur... 40 Gambar 11. Grafik Hubungan Antara Lama Penyimpanan Terhadap

Kecerahan yang Tidak Dijemur. ... 40 Gambar 12. Perubahan Warna Minuman Selama Penyimpanan. ... 42 Gambar 13. Grafik Uji Organoleptik Perubahan Warna Minuman

Beraroma Apel yang Dijemur. ... 43 Gambar 14. Grafik Uji Organoleptik Perubahan Warna Minuman

Beraroma Apel yang Tidak Dijemur. ... 43 Gambar 15. Grafik Uji Organoleptik Perubahan Aroma Minuman

Beraroma Apel yang Dijemur. ... 44 Gambar 16. Grafik Uji Organoleptik Perubahan Aroma Minuman

(11)

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM BENZOAT

TERHADAP UMUR SIMPAN MINUMAN BERAROMA APEL

Oleh :

DEWI RATIH PUJIHASTUTI

F34103016

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM BENZOAT

TERHADAP UMUR SIMPAN MINUMAN BERAROMA APEL

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

DEWI RATIH PUJIHASTUTI F34103016

Tanggal lulus : November 2007

Disetujui,

Dr. Ir. Krisnani Setyowati Dosen Pembimbing I

(13)

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM BENZOAT

TERHADAP UMUR SIMPAN MINUMAN BERAROMA APEL

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

DEWI RATIH PUJIHASTUTI F34103016

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Banjar pada tanggal 7 Oktober 1984. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Bambang Sudjarjo, SH dan Nunung Kentarsih. Penulis mengeyam pendidikan di Taman Kanak-kanak Sejahtera pada tahun 1989-1991, kemudian penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SDN VII

Banjar dan lulus tahun 1997. Setelah itu penulis menempuh pendidikan menengah di SLTPN 1 Banjar dan melanjutkan ke SMUN 1 Banjar pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Penulis melaksanakan Praktek Lapang pada bulan Juli – Agustus 2006 di PT PG Rajawali II Unit PG Subang dengan judul “Mempelajari Proses Produksi dan Teknologi Pengemasan Gula Kristal di PT PG Rajawali II Unit PG Subang, Jawa Barat”. Pada bulan Maret 2007, penulis melaksanakan penelitian di laboratorium Pengemasan Teknologi Industri Pertanian dengan judul “Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat Terhadap Umur Simpan Minuman Beraroma Apel”.

(15)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, karunia dan hidayah-Nya kepada umat-Nya. Semoga Shalawat dan Salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menghantarkan nikmat Iman dan Islam. Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Industri Pertanian di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang telah membantu. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Krisnani Setyowati selaku Dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan, saran dan pengarahan kepada penulis selama menjalani studi hingga menyelesaikan skripsi di Departemen Teknologi Industri Pertanian.

2. Ir. Sugiarto, MSi selaku Dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis selama penelitian hingga menyelesaikan skripsi di Departemen Teknologi Industri Pertanian.

3. Drs. Purwoko, Msi selaku Dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.

4. Ibu, Ayah, Teteh dan Ade yang selalu memberikan doa, kasih sayang, semangat dan motivasi kepada penulis.

5. Kukuh Anggoro Wicaksono atas kesabaran, doa, dan bantuan yang tulus. 6. Teman-teman seperjuangan di lab. TIN (Riyani, Niken, Puryani, Kosi,

K’Tarwin, Sylvi, Marxue dan Tim Tupperware) atas kerjasama selama penelitian.

7. Seluruh staf dan laboran TIN atas bantuannya selama pelaksanaan penelitian. 8. Sahabat-sahabatku: Dhiani, Achie, Arum dan kru Amanah, Kukuh, Kosi,

(16)

10. Anggie, Mbak Mercuy, Nuy, Uthie, Manda, Putri, Rissa, dan Keluarga Besar Pondok Mona atas keceriaan dan kebersamaannya.

11. Mas Arif dan Mbak Dian HKI atas bantuannya (maaf selalu ngerepotin). 12. Keluarga besar TIN 40 yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas

kebersamaan dan persaudaraan yang indah ini.

Bogor, November 2007

(17)

DAFTAR ISI

1. Karakterisasi Minuman Beraroma Apel ... 19

2. Perubahan Mutu Minuman Beraroma Apel selama Penyimpanan ... 20

3. Pendugaan Umur Simpan ... 20

a. Penentuan Nilai Kritis ... 20

b. Perhitungan Umur Simpan ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. KARAKTERISTIK MINUMAN BERAROMA APEL ... 23

B. PERUBAHAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN ... 24

1. Mikrobiologi ... 24

(18)

3. Nilai pH ... 33

4. Vitamin C ... 36

5. Warna ... 39

6. Organoleptik ... 42

C. UMUR SIMPAN ... 45

D. PEMBAHASAN UMUM ... 50

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Standar Air untuk Minuman Ringan ... 6

Tabel 2. Sifat-sifat Bahan Pewarna Alami ... 9

Tabel 3. Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia ... 11

Tabel 4. Karakteristik Minuman Beraroma apel ... 22

Tabel 5. Jumlah Sel Mikroba/ml Minuman yang Dijemur ... 24

Tabel 6. Jumlah Sel Mikroba/ml Minuman yang Tidak Dijemur………..24

Tabel 7. Jumlah Sel E. coli/100 ml Minuman yang Dijemur……….29

Tabel 8. Jumlah Sel E. coli/100 ml Minuman yang Tidak Dijemur…………..29

Tabel 9. Karakteristik minuman beraroma apel tanpa natrium benzoat yang tidak diterima konsumen ... 46

Tabel 10. Karakteristik minuman beraroma apel konsentrasi natrium benzoat 200 ppm yang tidak diterima konsumen ... 47

Tabel 11. Karakteristik minuman beraroma apel konsentrasi natrium benzoat 400 ppm yang tidak diterima konsumen ... 47

Tabel 12. Laju perubahan mutu minuman beraroma apel ... 48

Tabel 13. Umur simpan minuman beraroma apel dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm. ... 49

Tabel 14. Umur simpan minuman beraroma apel dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm ... 49

(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Diagram Alir Penelitian………22

Gambar 2. Kapang yang Tumbuh pada Minuman Beraroma

Apel Tanpa Natrium Benzoat pada Hari Penyimpanan ke-21……..26 Gambar 3. Grafik Hubungan Antara Lama Penyimpanan Terhadap

Nilai Total Asam Tertitrasi Minuman yang Dijemur ... 30 Gambar 4. Grafik Hubungan Antara Lama Penyimpanan Terhadap

Nilai Total Asam Tertitrasi Minuman yang Tidak Dijemur. ... 31 Gambar 5. Grafik Hubungan Antara Lama Penyimpanan Terhadap

Nilai pH Minuman yang Dijemur. ... 33 Gambar 6. Grafik Hubungan Antara Lama Penyimpanan Terhadap

Nilai pH Minuman yang Tidak Dijemur ... 34 Gambar 7. Grafik Hubungan Antara Lama Penyimpanan Terhadap

Kadar Vitamin C Minuman yang Dijemur ... 36 Gambar 8. Grafik Hubungan Antara Lama Penyimpanan Terhadap

Kadar Vitamin C Minuman yang Tidak Dijemur. ... 37 Gambar 9. Perubahan Asam Askorbat Menjadi Asam Dehidro-Askorbat. ... 38 Gambar 10. Grafik Hubungan Antara Lama Penyimpanan Terhadap

Kecerahan yang Dijemur... 40 Gambar 11. Grafik Hubungan Antara Lama Penyimpanan Terhadap

Kecerahan yang Tidak Dijemur. ... 40 Gambar 12. Perubahan Warna Minuman Selama Penyimpanan. ... 42 Gambar 13. Grafik Uji Organoleptik Perubahan Warna Minuman

Beraroma Apel yang Dijemur. ... 43 Gambar 14. Grafik Uji Organoleptik Perubahan Warna Minuman

Beraroma Apel yang Tidak Dijemur. ... 43 Gambar 15. Grafik Uji Organoleptik Perubahan Aroma Minuman

Beraroma Apel yang Dijemur. ... 44 Gambar 16. Grafik Uji Organoleptik Perubahan Aroma Minuman

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur Analisa ... 57

Lampiran 2. Total Asam Tertitrasi Minuman yang Dijemur. ... 62

Lampiran 3. Total Asam Tertitrasi Minuman yang Tidak Dijemur. ... 62

Lampiran 4. Data Nilai pH Minuman yang Dijemur. ... 63

Lampiran 5. Data Nilai pH Minuman yang Tidak Dijemur. ... 63

Lampiran 6. Data Kadar Vitamin C Minuman yang Dijemur. ... 64

Lampiran 7. Data Kadar Vitamin C Minuman yang Tidak Dijemur. ... 64

Lampiran 8. Data Tingkat Kecerahan (L) Minuman yang Dijemur. ... 65

Lampiran 9. Data Tingkat Kecerahan (L) Minuman yang Tidak Dijemur. ... 65

Lampiran 10. Data oHue Minuman yang Dijemur. ... 66

Lampiran 11. Data oHue Minuman yang Tidak Dijemur. ... 66

Lampiran 12. Data Saturation Minuman yang Dijemur. ... 67

Lampiran 13. Data Saturation Minuman yang Tidak Dijemur ... 67

Lampiran 14. Hasil Penilaian Pengujian Organoleptik Terhadap Parameter Warna Minuman yang Dijemur. ... 68

Lampiran 15. Hasil Penilaian Pengujian Organoleptik Terhadap Parameter Warna Minuman yang Tidak Dijemur...68

Lampiran 16. Hasil Penilaian Pengujian Organoleptik Terhadap Parameter Aroma Minuman yang Dijemur. ... 69

Lampiran 17. Hasil Penilaian Pengujian Organoleptik Terhadap Parameter Aroma Minuman yang Dijemur. ... 69

(22)

Dewi Ratih Pujihastuti. F34103016. Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat Terhadap Umur Simpan Minuman Beraroma Apel. Di bawah bimbingan Krisnani Setyowati dan Sugiarto. 2007

RINGKASAN

Minuman beraroma apel merupakan salah satu jenis minuman ringan. Minuman ringan merupakan bahan pangan yang mudah mengalami perubahan mutu selama penyimpanan. Oleh karena itu, perlu diketahui umur simpannya. Umur simpan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti suhu, UV/sinar matahari,dan kelembaban.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh konsentrasi natrium benzoat yang terkandung dalam minuman beraroma apel terhadap stabilitas mutu minuman selama penyimpanan. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu menentukan laju perubahan mutu, menentukan parameter kritis, menentukan nilai kritis, dan menduga umur simpan minuman beraroma apel dengan metode akselerasi (Arrhenius) yang disimulasikan pada tiga kondisi penyimpanan pada inkubator (25oC, 30oC, dan 40oC), dan diberi perlakuan penjemuran dan tidak dijemur. Parameter yang diamati selama proses penyimpanan adalah pH, warna, total asam, kadar vitamin C, dan organoleptik.

Karakteristik awal dari parameter-parameter yang diamati, dilakukan terhadap minuman beraroma apel tanpa benzoat (warna; L = 25,855; a = 30,96; b = 75,95; total asam = 5,94 ml NaOH/100 ml sampel; kadar vitamin C = 2,464 mg asam askorbat/100 ml sampel; pH = 3,615), minuman beraroma apel dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm (warna; L = 25,86; a = 31,135; b = 75,30; total asam = 5,72 ml NaOH/100 ml sampel; kadar vitamin C = 2,464 mg asam askorbat/100 ml sampel; pH = 3,752), dan minuman beraroma apel dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm (warna; L = 26,69; a = 31,52; b = 74,64; total asam = 5,72 ml NaOH/100 ml sampel; kadar vitamin C = 2,464 mg asam askorbat/100 ml sampel; pH = 3,752). Parameter warna mengalami perubahan yang signifikan secara visual selama penyimpanan. Selain itu, parameter warna digunakan sebagai parameter kritis, karena parameter warna merupakan parameter yang menarik perhatian konsumen dan yang pertama memberikan kesan disukai dan tidak disukai suatu produk. Data hasil analisis warna produk yang tidak disukai konsumen adalah minuman beraroma apel tanpa benzoat (warna; L = 28,35; a = 32,56; b = 76,06; total asam = 7,04 ml NaOH/100 ml sampel; kadar vitamin C = 0,704 mg asam askorbat/100 ml sampel; pH = 3,36), minuman beraroma apel dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm (warna; L = 30,12; a = 33,78; b = 79,60; total asam = 6,6 ml NaOH/100 ml sampel; kadar vitamin C = 1,408 mg asam askorbat/100 ml sampel; pH = 3,625), dan minuman beraroma apel dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm (warna; L = 32,21; a = 32,32; b = 83,25; total asam = 6,6 ml NaOH/100 ml sampel; kadar vitamin C = 1,76 mg asam askorbat/100 ml sampel; pH = 3,95).

(23)
(24)

Dewi Ratih Pujihastuti. F34103016. The Influence of Sodium Benzoate Concentration On Apple Flavoured Soft Drink Shelf Life. Supervised by Krisnani Setyowati dan Sugiarto. 2007

SUMMARY

Soft drink is a beverage which does not contain alcohol. Soft drink quality is easy to change during storage. Therefore, it is important to know of its shelf life. Shelf life is influenced by environmental conditions like temperature, UV/ of sun ray and others..

General propose of this research is to know the influence of Sodium benzoate concentration which implied in apple flavoured soft drink to stability quality of apple flavoured soft drink during storage. As for special propose of this research is determining accelerate change of quality, determining critical parameter, determining critical value, and approximating shelf life of apple flavoured soft drink with method of acceleration (Arrhenius) which it is simulated at three storage condition on incubator (25oC, 30oC, and 40oC), and given treatments (put to the sun and do not put to the sun). Parameter perceived during storage processes is pH, color, total of acid, vitamin C rate, and organoleptic.

First Characteristic from parameters that perceived as follows: without Sodium benzoate (color; L = 25,855; a = 30,96; b = 75,95; acid total = 5,94 NaoH ml/100 sample ml; vitamin C rate = 2,464 Ascorbat Acid mg/100 ml of sample; pH = 3,615) and with concentration of Sodium benzoate 200 ppm (color; L = 25,86; a = 31,135; b = 75,30; acid total = 5,72 NaoH ml/100 ml of sample; vitamin C rate = 2,464 AscorbatAcid mg/100 ml of sample; pH = 3,752), and with concentration of Sodium benzoate 400 ppm (color; L = 26,69; a = 31,52; b = 74,64; acid total = 5,72 NaoH ml/100 ml of sample; vitamin C rate = 2,464 Ascorbat Acid mg/100 ml of sample; pH = 3,752).

Colors change significantly during storage. There for colors is being the critical parameter. Besides that, colors parameter used as critical parameter because this parameter will make the first consumer impression neither like nor dislike. From result of color analysis show that the most dislike apple flavoured soft drink as follows: flavoured apple sof drink without Sodium benzoate (color; L = 28,35; a = 32,56; b = 76,06; acid total = 7,04 NaoH ml/100 ml of sample; vitamin C rate = 0,704 mg, Ascorbat Acid /100 ml of sample; pH = 3,36), apple flavoured soft drink with concentration of Sodium benzoate 200 ppm (color; L = 30,12; a = 33,78; b = 79,60; acid total = 6,6 NaoH ml/100 ml of sample; vitamin C rate = 1,408 mg, Ascorbat Acid /100 ml of sample; pH = 3,625), and apple flavoured soft drink with concentration of Sodium benzoate 400 ppm (color; L = 32,21; a = 32,32; b = 83,25; acid total = 6,6 NaoH ml/100 ml of sample; vitamin C rate = 1,76 mg, Ascorbat Acid /100 ml of sample; pH = 3,95).

(25)
(26)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Industri minuman di Indonesia dapat dikatakan pesat perkembangannya, mulai dari air minum dalam kemasan sampai minuman yang diperkaya kandungannya, baik aroma, rasa, maupun warna. Salah satu contoh minuman yang diperkaya adalah minuman ringan. Minuman ringan dapat dikelompokan menjadi minuman berkarbonasi dan minuman non-karbonasi. Menurut Varnam dan Jane (1981), minuman ringan adalah suatu cairan yang dapat dikonsumsi manusia dengan atau tanpa pengenceran tetapi tidak termasuk air, jus buah-buahan, teh, kopi, susu, telur, ekstrak sayuran, sop, jus sayuran dan minuman yang memabukan.

Minuman ringan merupakan produk pangan yang mudah mengalami kerusakan selama proses penyimpanan. Pada saat segera selesai diproduksi, usable quality dari suatu produk adalah 100%, kemudian segera setelah itu akan menurun selama penyimpanan, dimana laju penurunan dapat dihitung (Arpah, 2001). Penurunan mutu pangan dapat terjadi pada tahap-tahap bahan mentah dan bahan yang siap dikonsumsi. Penurunan mutu pangan berkaitan erat dengan reaksi-reaksi yang dapat terjadi pada makanan seperti reaksi kimia, reaksi enzimatik, dan reaksi mikrobiologi. Reaksi-reaksi tersebut dapat menyebabkan perubahan warna, rasa, maupun tekstur.

Salah satu teknik untuk memperlambat bahkan menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah dengan penambahan bahan pengawet. Bahan pengawet terdiri dari senyawa-senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam atau garamnya. Zat pengawet organik yang selama ini sering digunakan adalah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat dan epoksida. Zat pengawet anorganik antara lain sulfit, nitrit, dan nitrat (Winarno dan Rahayu, 1994) .

Bahan utama minuman ringan adalah air dan gula, sedangkan bahan tambahannya adalah flavor, pewarna, pengawet, dan gas CO2. Umumnya

(27)

aktivitas mikroorganisme, sehingga minuman akan mudah rusak/tidak layak untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, perlu diketahui umur simpannya. Umur simpan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti suhu, UV/sinar matahari, jenis kemasan dan cara penyimpanan.

Umumnya produsen sudah mencantumkan umur simpan suatu produk sebelum dipasarkan. Umur simpan yang tertera pada kemasan adalah benar, jika kondisi selama penyimpanan sesuai dengan yang disarankan. Akan tetapi, ditingkat pengecer sering kali kondisi penyimpanan tidak sesuai dengan kondisi yang disarankan, seperti disimpan pada suhu yang lebih tinggi. Karena kondisi penyimpanannya tidak sesuai, minuman tersebut lebih cepat rusak. Kasus seperti ini banyak kita jumpai di warung atau kios-kios di pinggir jalan atau pedagang asongan. Jika konsumen hanya memperhatikan tanggal kadaluarsa pada kemasan, sementara kondisi penyimpanan tidak sesuai dengan kondisi yang disarankan, maka hal tersebut dapat membahayakan kesehatan konsumen. Oleh karena itu, perlu diketahui umur simpan pada kondisi tersebut.

Umur simpan suatu produk dapat diukur dengan dua metode yaitu Extended Storage Studies (ESS) atau penentuan umur simpan dan Accelerated Storage Studies (ASS) atau pendugaan umur simpan. Pada penelitian ini, dilakukan analisis penggunaan bahan pengawet (natrium benzoat) dan suhu penyimpanan yang berbeda serta pengaruh UV/sinar matahari terhadap umur simpan minuman beraroma apel.

B. RUANG LINGKUP

(28)

penyimpanan adalah pH, warna, total asam, kadar vitamin C, dan organoleptik.

C. TUJUAN

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi natrium benzoat yang ditambahkan pada minuman beraroma apel terhadap stabilitas mutu minuman beraroma apel selama penyimpanan. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Menentukan laju perubahan mutu minuman beraroma apel selama penyimpanan.

2. Menentukan parameter kritis dari minuman beraroma apel.

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. MINUMAN RINGAN

Minuman ringan atau soft drink mempunyai definisi yang luas. Thorner dan Herzberg (1978), mendefinisikan minuman ringan sebagai minuman tidak beralkohol yang mengandung sirup, esens atau konsentrat buah yang dicampur dengan air atau air berkarbonat. Sedangkan menurut Departemen Perindustrian RI, minuman ringan (soft drink) adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan dan/atau bahan tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap untuk dikonsumsi.

Minuman ringan sudah dikenal sejak jaman Yunani dan Romawi Kuno. Mereka sudah mengkonsumsi air mineral yang diperolehnya langsung dari alam (Thorner dan Herzberg, 1978). Pada perkembangan selanjutnya, air mineral tersebut dicampur dengan sari buah agar memiliki cita rasa yang lebih menyenangkan (Potter, 1978).

Walaupun bervariasi dalam komposisi bahan penyusunnya, umumnya minuman ringan terdiri dari:

1. Air

(30)

Menurut Sudarmadji et al. (1991), sumber air dapat digolongkan menjadi dua, yaitu air permukaan (run off water) misalnya air danau, air sungai, air bendungan, dan air hujan, dan air dalam tanah misalnya air sumur dan artesis. Dilihat dari kandungan organik, jumlah mikroorganisme dan kandungan mineralnya, air yang berasal dari daerah permukaan dan dari dalam tanah dapat berbeda. Kualitas air untuk berbagai keperluan, ditentukan berdasarkan tiga faktor berikut :

1. Sifat fisik: warna, bau, rasa, kekeruhan

2. Sifat kimia: padatan dan gas yang terlarut, pH, kesadahan

3. Kandungan mikrobiologi: algae, bakteri patogen, bakteri non-patogen. Menurut Widyanti dan Ristiati (2004), pengadaan air bersih untuk kepentingan rumah tangga : untuk air minum, air mandi, dan keperluan lainnya, harus memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan sesuai peraturan internasional ataupun peraturan nasional atau setempat. Dalam hal ini kualitas air bersih di Indonesia harus memenuhi persyaratan yang tertulis dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.173/Men.Kes/Per/VIII/77 dimana setiap komponen yang diperkenankan berada di dalamnya harus sesuai. Kualitas air tersebut menyangkut :

a. Kualitas fisik meliputi kekeruhan, temperatur, warna, bau dan rasa. Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan organik dan anorganik yang terkandung di dalam air seperti lumpur dan bahan-bahan yang berasal dari buangan. Dari segi estetika, kekeruhan di dalam air dihubungkan dengan kemungkinan pencemaran oleh air buangan.

(31)

air. Pada saat ini kelompok logam berat seperti Hg, Ag, Pb, Cu, Zn, tidak diharapkan kehadirannya di dalam air.

c. Kualitas biologis, berhubungan dengan kehadiran mikroba patogen (penyebab penyakit, terutama penyakit perut), pencemar (terutama bakteri Coli) dan penghasil toksin.

Tabel 1. Standar Air untuk Minuman Ringan

Karakteritik Maksimum (mg/ml) Total padatan terlarut 500 – 850

Alkalinitas 50

Kholirida 250 – 350

Sulfat 250 – 350

Besi 0,1 – 0,3

Aluminium 0,1 – 0,2

(Houghton dan McDonald, 1978)

2. Pemanis

Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh.

Pemanis pada minuman ringan dapat dibedakan kedalam dua kelompok, yaitu pemanis alami dan pemanis buatan/sintetis. Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman. Beberapa bahan pemanis alam yang sering digunakan adalah sukrosa, laktosa, maltosa, galaktosa, D-glukosa, sorbitol, manitol, gliserol, dan glisin (Cahyadi, 2006).

(32)

juga sering digunakan dalam pembuatan minuman ringan, selain sukrosa, adalah HFCS (High Fructose Corn Sweetener). Intensitas rasa manis dari senyawa ini adalah 1,2 – 1,6 kali sukrosa untuk HFCS 90%, satu untuk HFCS 45%, dan lebih dari satu untuk HFCS 55%. Jika 50 – 100% HFCS digunakan sebagai pengganti sukrosa, maka mutu minuman yang dihasilkan akan lebih baik dan dapat mengurangi biaya. Fruktosa dapat meminimumkan padatan terlarut dan memaksimumkan jumlah air yang diserap (Charalambous dan Inglett, 1982).

Zat pemanis sintetis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkan jauh lebih rendah daripada gula (Winarno, 1997). Sedangkan menurut Cahyadi (2006), pemanis sintetis adalah bahan tambahan yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan tetapi tidak memiliki nilai gizi. Beberapa pemanis sintetis yang dikenal dan banyak digunakan adalah sakarin, siklamat, aspartam, dulsin, sorbitol sintetis, dan nitro-propoksi anilin.

(33)

Siklamat bersifat mudah larut dalam air dan intensitas kemanisannya ±30 kali kemanisan sukrosa. Menurut peraturan Menteri kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, kadar maksimum asam siklamat yang diperbolehkan dalam pangan dan minuman berkalori rendah dan penderita diabetes melitus adalah 3 g/kg bahan pangan dan minuman. Menurut WHO, batas konsumsi harian siklamat yang aman (ADI) adalah 11 mg/kg berat badan.

Aspartam memiliki daya kemanisan 100-200 kali sukrosa. Konsumsi harian yang aman (acceptable daily intake) untuk orang dewasa adalah 40 mg/kg berat badan. Peraturan Menteri Kesehatan No. 722 Tahun 1988 tidak menyebutkan jumlah aspartam yang boleh ditambahkan ke dalam bahan pangan.

Di Indonesia, meskipun ada beberapa pembatasan dalam peredaran dan produksi siklamat, tetapi belum ada larangan dari pemerintah mengenai penggunaannya. Karena itu, masyarakat Indonesia setiap hari juga mengkonsumsi sakarin, siklamat, atau aspartam dalam jumlah tertentu baik secara terpisah ataupun gabungan dari dua atau tiga jenis pemanis sintetis tersebut (Winarno, 1994).

3. Flavor

Flavor mempunyai beberapa fungsi sehingga dapat memperbaiki, membuat produk pangan tersebut lebih bernilai atau diterima dan lebih menarik. Sifat utama flavor adalah memberi ciri khas suatu pangan. Perbedaan pokok berbagai merek minuman ringan yang terdapat di pasaran adalah karena perbedaan profil flavornya, sedangkan komponen lainnya dapat dianggap sama (Potter, 1978).

(34)

Menurut Djubaedah (1980), penambahan esens pada pembuatan minuman ditambahkan sedikit demi sedikit jangan sampai berlebihan. Penambahan yang berlebihan akan menyebabkan rasa pahit.

4. Pewarna

Penggunaan zat warna pada minuman akan meningkatkan daya tarik dan penerimaan produk tersebut. Pewarna yang digunakan dapat berasal dari senyawa alami dan senyawa sintetis. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya (Cahyadi, 2006).

Tabel 2. Sifat-sifat Bahan Pewarna Alami

Kelompok Warna Sumber Kelarutan Stabilitas

Karamel Coklat Gula dipanaskan Air Stabil

Anthosianin

Jingga

Merah

Biru

Tanaman Air Peka terhadap

panas dan pH

Flavonoid Tanpa kuning Tanaman Air Stabil terhadap

panas

Batalain Kuning, merah Tanaman Air Sensitif

terhadap panas

Quinon Kuning-hitam Tanaman

Bakteria lumut Air

Stabil terhadap panas

Xanthon Kuning Tanaman Air Stabil terhadap

panas

Karotenoid Tanpa kuning-

merah Tanaman/Hewan Lipida

Stabil terhadap panas

Klorofil Hijau, cokelat Tanaman Lipida dan air Sensitif terhadap panas

Heme Merah, cokelat Hewan Air Sensitif

terhadap panas

(35)

Winarno (1990) menyatakan bahwa suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan sebagai pewarna pangan. Zat pewarna yang diizinkan penggunaannya dalam pangan disebut sebagai permitted color atau certified color. Pewarna sintetis mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan pewarna alami dalam hal kestabilan warna, intensitasnya, dan keseragaman warna produk, tetapi jika digunakan secara berlebihan akan berbahaya.

Di Indonesia peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan. Seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat warna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna tekstil dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Akibat dari penyalahgunaan ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan bahan pewarna disebabkan karena ketidaktahuan masyarakat mengnai zat warna pangan, zat warna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan, dan warna dari zat pewarna tekstil biasanya lebih menarik (Cahyadi, 2006).

Menurut Joint FAC/WHO Expert Committeeon Food Additivies (JECFA) zat warna buatan dapat digolongkan dalam beberapa kelas berdasarkan rumus kimianya, yaitu azo, triarilmetana, quinolin, xanten, dan indigoid. Sedangkan berdasarkan kelarutannya dikenal dua macam pewarna buatan yaitu, dyes dan lakes.

(36)

pangan terkandung bahan-bahan pereduksi atau diproses pada suhu tinggi, juga jika zat warna tersebut kontak dengan logam. Dalam minuman yang mengandung asam askorbat (bahan pereduksi) perubahan warnanya menjadi pucat. Lakes merupakan pewarna yang dibuat melalui proses pengendapan dan absorpsi dyes pada radikal (Al atau Ca) yang dilapisi dengan aluminium hidrat. Lakes tidak larut pada hampir semua jenis pelarut dan stabil pada pH 3,5-9,5. Dibandingkan dengan dyes, lakes pada umumnya bersifat lebih stabil terhadap cahaya, kimia, dan panas sehingga harga lakes lebih mahal daripada dyes (Cahyadi, 2006).

Tabel 3. Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia Pewarna

Biru berlian Brilliant blue FCF: CI food blue 1

Quineline yellow: CI foodyellow 13

15980 Secukupnya

Kuning FCF Sunset yellow FCF: CI food yellow 6

- secukupnya

Riboflavin Riboflavine 1940 Secukupnya

Tartazine Yellow: CI food yellow 5 - Secukupnya

Sumber: Peraturan Menkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88

(37)

minuman beraroma apel ini adalah adalah tartazine, carmoisine, sunset yellow, brown HT dan indigotine.

Indigotine merupakan pewarna pangan (FD&C Blue No. 2) yang diizinkan digunakan di Indonesia. Indigotine/indigo carmine (C16H8N2O8S2Na2) merupakan garam disodium dari asam

5,5-indigotindisulfonik. Pewarna jenis dyes ini termasuk kedalam kelompok indigoid dari pewarna makanan. Sintetik indigo ini sering digunakan karena komposisinya yang homogen. Indigotine berwarna biru, coklat kemerah-merahan, mudah larut dalam air dan tidak tahan terhadap cahaya sehingga warnanya cepat hilang. Indigotine tidak bereaksi jika kontak dengan alumunium atau tembaga di dalam air ataupun larutan asam (Jacobs, 1951). Menurut Fardiaz et al., (1990) indigo carmine merupakan pewarna pangan sintetik yang bewarna biru, coklat, kemerah-merahan, mudah larut dalam air, dan sedikit larut dalam alkohol 95%, sangat tidak tahan cahaya, karena itu warnanya cepat hilang.

Tartazine termasuk kedalam pewarna pangan (FD&C Yellow No.5) yang diizinkan digunakan. Tartazine (C16H9N4O9S2Na3) berwarna

oranye-kuning, mudah larut dalam air membentuk larutan kuning-emas, sedikit larut dalam alkohol 95%, larut dalam glikol dan gliserol. Tartazine tahan terhadap cahaya, asam asetat, asam hidoklorik, dan larutan sodium hidroksida 10 % (Jacobs, 1951).

Sunset yellow (C16H10N2O7S2Na2) merupakan pewarna pangan

yang diizinkan digunakan (FD&C Yellow No. 6). Zat warna ini mudah larut dalam air membentuk larutan oranye-kuning, sedikit larut dalam alkohol 95%, larut dalam glikol dan gliserol. Sunset yellow tidak tahan terhadap cahaya (Jacobs, 1951).

(38)

5. Pengasam

Asidulan atau pengasam merupakan senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan. Penambahan asam pada minuman tergantung pada rasa dan flavor yang diinginkan, misalnya jika minuman rasa apel maka digunakan asam malat, asam sitrat untuk rasa jeruk, dan asam tartarat untuk rasa anggur (Gafilusi, 1988). Keasaman dalam minuman selain akan meningkatkan cita rasa juga bertindak sebagai pengawet karena penambahan asam akan menurunkan pH sehingga pertumbuhan mikroba pembusuk dapat terhambat. Asam sitrat merupakan asam yang paling banyak digunakan dalam industri minuman ringan. Produk minuman tertentu kadang-kadang membutuhkan asam yang spesifik agar tidak menganggu cita rasanya, misalnya untuk mnuman buah anggur digunakan asam tartarat dan untuk minuman apel digunakan asan malat (Potter, 1978).

Pada minuman ringan, perbedaan rasio asam dengan gula dan jenis flavor dipengaruhi oleh keasaman sari buah. Jumlah asam yang tepat untuk ditambahkan serta rasa asam yang disukai dapat ditentukan secara organoleptik. Umumnya tingkat keasaman yang diizinkan berkisar pH 2,5 – 3,5 (Phillips, 1980).

6. Pengental

Bahan pengental atau penstabil berfungsi untuk menstabilkan, memekatkan, dan mengentalkan (Winarno, 1990). Menurut Cahyadi (2006), bahan-bahan pengental dan pembentu gel yang larut dalam air disebut dengan gom. Beberapa jenis gom dikelompokan menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Gom alami, seperti gom arab dan alginat.

2. Gom termodifikasi atau gom semi-sintetik, seperti turunan selulosa dan pati.

(39)

7. Karbondioksida

Karbondioksida memegang peranan yang paling penting dalam minuman berkarbonat. Di samping kemampuannya untuk meningkatkan flavor, karbondioksida juga mampu menghambat oksidasi sehingga akan memperpanjang masa simpan produk serta menstabilkan warnanya (Potter, 1978). Pada suhu dan tekanan yang normal, karbondioksida berupa gas yang agak asam, tidak berbau, dan tidak mudah terbakar (Thorner dan Herzberg, 1978).

8. Pengawet

Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman/penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan tambahan makanan ini biasanya ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak/makanan yang disukai sebagai medium tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging, buah-buahan, dan lain-lain (Cahyadi, 2006). Bahan pengawet dapat terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam atau garamnya. Aktivitas bahan pengawet tidaklah sama, ada yang efektif terhadap bakteri, khamir maupun kapang. Bahan pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik, karena bahan ini lebih mudah dibuat (Winarno, 1997).

Walaupun keasaman dan karbondioksida yang terkandung dalam minuman ringan dapat memperkecil kemungkinan tumbuhnya mikroba perusak, penambahan bahan pengawet masih diperlukan dalam batas-batas tertentu. Zat pengawet organik yang selama ini sering digunakan adalah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat dan epoksida. Zat pengawet organik antara lain sulfit, nitrit, dan nitrat (Winarno, 1997).

B. NATRIUM BENZOAT

Senyawa benzoat dalam bentuk asam (C6H5COOH) atau garamnya

(40)

Asam benzoat merupakan zat pengawet organik yang luas penggunaannya. Tujuan utama penggunaan bahan pengawet adalah untuk menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme dengan cara mengganggu cairan nutrisi dalam sel mikroorganisme atau merusak membran sel, mengganggu aktivitas enzim dan sistem genetika mikroorganisme (Frazier dan Westhoff, 1978).

Pengawet yang digunakan pada penelitian ini adalah natrium benzoat (C6H5COONa). Karena kelarutan garamnya lebih besar, maka biasanya

digunakan dalam bentuk garam natrium benzoat. Dalam bahan pangan natrium benzoat terurai menjadi bentuk yang lebih efektif, yaitu asam benzoat yang tidak dapat terdisosiasi. Penghambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh asam benzoat efektif pada pH 2,5 – 4,0. Aktivitas anti mikrobial yang paling efektif adalah terhadap khamir dan bakteri dan kurang efektif terhadap jamur/kapang (Winarno, 1997).

Natrium benzoat berupa granula atau serbuk berwarna putih, tidak berbau dan stabil di udara. Mudah larut dalam air dan agak sukar larut dalam etanol. Kelarutan dalam air pada suhu 25oC sebesar 660g/l dengan bentuk yang aktif sebagai pengawet sebesar 84,7% pada range pH 4,8 (Cahyadi, 2006). Benzoat tidak terakumulasi dalam tubuh manusia karena terjadi mekanisme detoksifikasi terhadap asam benzoat. Benzoat akan bereaksi dengan glisin membentuk asam hipurat yang selanjutnya akan diekresikan oleh tubuh (Winarno, 1997).

Senyawa benzoat dapat digunakan untuk mengawetkan minuman ringan, pikel saus, sari buah, dan sirup. Efektivitas (daya guna) dari asam benzoat dapat berkurang jika makanan mengandung lemak. Efektivitas benzoat bertambah jika bahan makanan banyak mengandung garam dapur (NaCl) dan gula pasir (Winarno, 1997).

(41)

mempunyai efek teratogenik (menyebabkan cacat bawaan) jika dikonsumsi melalui mulut, dan juga tidak mempunyai efek karsinogenik (http://www.iptek.net.id). Berdasarkan SNI 01-0222-1995 dan Peraturan Menkes No. 722/Menkes/Per/IX/88, batas maksimum penggunaan natrium benzoat sebagai bahan pengawet dalam minuman ringan adalah 600 mg/kg.

C. UMUR SIMPAN

Definisi umur simpan dari sisi produsen adalah waktu atau masa dari saat komoditi diproduksi sampai ketika kualitasnya turun sampai batas yang telah ditentukan menurut standar atau ketentuan yang berlaku, sedangkan dari sisi konsumen sebagai pengguna adalah saat komoditi yang disimpan tidak dapat dikonsumsi lagi atau tidak dapat memberikan kepuasan yang diharapkan. Menurut Institute of Food Technology (IFT) umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur dan nilai gizi. National Food Association mendefinisikan umur simpan adalah bilamana kualitas produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan oleh konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta memproteksi isi kemasan (Arpah, 2001).

Secara alami produk pangan sudah mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut dapat terjadi pada saat proses produksi dan penyimpanan. Pada masa simpan, satu atau beberapa atribut dari produk dapat mengalami perubahan ke arah yang tidak diinginkan. Pada saat tersebut, produk tidak layak untuk dikonsumsi dan telah mencapai akhir dari masa simpannya (Man dan Jones, 1999).

(42)

makanan), mekanisme berlangsungnya perubahan (kepekaan terhadap air dan oksigen), serta kemungkinan terjadinya perubahan kimia (internal dan eksternal). Faktor lain adalah ukuran kemasan (volume), kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban), serta daya tahan kemasan sebelum transit dan sebelum digunakan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau.

Umumnya produsen akan mencantumkan batas kadaluarsa sekitar dua hingga tiga bulan lebih cepat dari umur simpan produk yang sesungguhnya. Hal ini dilakuakn untuk menghindari dampak-dampak merugikan terhadap konsumen, apabila batas kadaluarsa itu benar-benar terlampaui.

Penentuan umur simpan suatu produk dilakukan dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Penentuan umur simpan dilakukan dengan mengamati perubahan yang terjadi pada produk selama selang waktu tertentu. Menurut Syarief dan Halid (1993), penurunan mutu makanan terutama dapat diketahui dari perubahan faktor mutu tersebut, oleh karenanya dalam menentukan daya simpan suatu produk perlu dilakukan pengukuran terhadap atribut mutu produk tersebut. Hasil atau akibat berbagai reaksi kimiawi yang terjadi di dalam produk makanan bersifat akumulatif dan irreversible (tidak dapat dipulihkan kembali) selama penyimpanan sehingga pada saat tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu makanan tidak dapat diterima lagi.

Menurut Syarief dan Halid (1993), analisis penurunan mutu perlu beberapa pengamatan, yaitu harus ada parameter yang dapat diukur secara kuantitatif dan parameter tersebut mencerminkan keadaan mutu dari produk yang dikemas. Parameter tersebut dapat berupa hasil pengukuran kimiawi, uji organoleptik, uji kadar vitamin C, uji cita rasa, tekstur, warna, total mikroba dan sebagainya. Parameter penurunan mutu didasarkan pada parameter yang paling sensitif terhadap mutu suatu produk.

(43)
(44)

III. BAHAN DAN METODE

A. ALAT DAN BAHAN 1. Alat

Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah inkubator, oven, timbangan analitik, aluminium foil, vorteks, pH-meter, buret, cawan petri, spektrofotometer, refraktometer, colortec, pipet tetes, kertas saring, kapas, dan alat gelas.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minuman beraroma apel yang dikemas di dalam botol plastik tanpa penambahan natrium benzoat, dengan natrium benzoat konsentrasi 200 ppm dan 400 ppm yang diproduksi oleh PT. Z di Bogor, akuades, NaOH 0,1 N, phenolptalein, indikator pati/kanji, larutan asam sulfat, larutan buffer, larutan glukosa, larutan iod 0,01 N, dan media Eosin Methylene BlueAgar dan Plate CountAgar.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pertama adalah karakterisasi minuman beraroma apel, tahap kedua adalah analisis perubahan mutu minuman beraroma apel selama penyimpanan, dan tahap ketiga adalah pendugaan umur simpan minuman beraroma apel. Diagram alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

1. Karakterisasi Minuman Beraroma Apel

(45)

vitamin C, warna, dan kekeruhan. Sementara untuk analisis mikrobiologi dilakukan penetapan jumlah E. coli dan angka lempeng total (TPC).

2. Perubahan Mutu Minuman Beraroma Apel Selama Penyimpanan Minuman beraroma apel disimpan di dalam inkubator bersuhu 25oC, 30oC, dan 40oC, dengan perlakuan penjemuran di bawah sinar matahari 2 jam, dan tidak dilakukan penjemuran setiap hari. Penyimpanan dilakukan selama 3 bulan dengan periode analisis setiap 1 minggu. Setiap perlakuan dilakukan 2 kali ulangan. Pengujian dilakukan 2 kali (duplo). Parameter yang diamati adalah warna, total asam, kadar vitamin C, pH, dan organoleptik. Prosedur analisa disajikan pada Lampiran 1.

3. Pendugaan Umur Simpan a. Penentuan Nilai Kritis

Minuman disimpan pada kondisi ekstrim (dijemur dan disimpan pada suhu tinggi). Kemudian dilakukan pengamatan organoleptik setiap hari meliputi warna dan aroma minuman, sampai minuman tersebut dianggap tidak diterima oleh konsumen. Faktor utama yang mempengaruhi warna adalah nilai L, sedangakan yang berpengaruh terhadap aroma ada beberapa faktor diantaranya nilai total asam, pH, dan terbentuknya gas CO2.

Kemudiaan parameter tersebut dianalisis kuantitatif, misalnya parameter warna diukur tingkat kecerahan minuman (nilai L). Hasil analisis kuantitatif tersebut dijadikan nilai kritis dalam penentuan umur simpan. Akan tetapi untuk parameter yang ada standarnya (SNI), misalnya mikrobiologi, nilai kritis berdasarkan standar yang ada (SNI).

b. Perhitungan Umur Simpan

(46)

suhu penyimpanan tetap atau dianggap tetap. Pada penelitian ini, penyimpanan minuman dilakukan di dalam tiga inkubator yang suhunya terkontrol pada suhu 25oC, 30oC, dan 40oC, sehingga suhu penyimpanan tetap atau dianggap tetap.

Pendugaan umur simpan dengan metode Arrhenius ini dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut:

k = k0 x e(-Ea/RT)

keterangan:

k : konstanta penurunan mutu

ko : konstanta tidak tergantung pada suhu

Ea : energi aktivasi

T : suhu mutlak (oC + 273) R : konstanta gas = 1,986 kal/mol

(47)

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian.

Bahan Baku (minuman beraroma apel)

1. Karakterisasi Minuman Beraroma Apel - Kadar Gula Total - Warna

- Total Padatan Terlarut - pH - Total Asam - Kekeruhan - Kadar Vitamin C - Kadar abu 2. Analisa Mikrobilogi

- E. coli

- TPC

Analisis Perubahan Mutu Minuman Beraroma Apel Selama Penyimpanan

Periode : 1 minggu Waktu : 12 minggu Parameter :

- Warna - Kadar Vitamin C

- pH - Total Asam

- Organoleptik

- Analisis Mikrobiologi (dilakukan pada awal, tengah dan akhir periode)

Penyimpanan

Perlakuan : - Suhu 25oC, 30oC, 40oC - Jemur 2 jam, tanpa jemur

(48)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK MINUMAN BERAROMA APEL

Hasil karakteristik awal minuman ringan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik Minuman Beraroma Apel

No. Parameter SNI

5. Total padatan terlarut (0brik)

(49)

Keterangan: A = minuman tanpa natrium benzoat.

Keterangan: A = minuman tanpa natrium benzoat.

B = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm.

mengandung zat anti bakteri (pengawet) yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme. Jumlah tersebut masih dapat diterima karena tidak melebihi batas maksimal yang ditetapkan SNI 01-3719-1995 sebesar 2,0 x 102 sel/ml.

B. PERUBAHAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN 1. Mikrobiologi

Jumlah total mikroba dan E. coli dapat dilihat pada Tabel 5, 6, 7, dan 8.

Tabel 5. Jumlah Sel Mikroba/ml Minuman yang Dijemur

Minggu A B C

Tabel 6. Jumlah Sel Mikroba/ml Minuman yang Tidak Dijemur

(50)

Pada awal penyimpanan jumlah total mikroba minuman A (minuman tanpa natrium benzoat) sebesar 1,52 x 102 sel/ml ( 2,18 log koloni/ml), minuman B (minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm) dan C (minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm) masing-masing sebesar 0sel/ml. Jumlah total mikroba yang terdapat pada minuman masih di bawah batas maksimum yang ditetapkan SNI 01-31343-1992, yaitu 2,0 x 102 sel/ml. Tingginya jumlah total mikroba pada minuman A pada H-0, menunjukkan bahwa minuman tersebut mudah rusak (umur simpannya pendek). Hal ini terbukti pada hari penyimpanan ke-21, minuman tersebut sudah rusak (terbentuk kapang) yang ditandai dengan tumbuhnya hifa/miselium yang berbentuk seperti kapas. Selama penyimpanan jumlah mikroorganisme terus meningkat. Kecenderungan peningkatan total mikroorganisme menunjukkan bahwa produk mengalami penurunan mutu atau proses kerusakan.

(51)

minuman tanpa natrium benzoat terjadi pembentukan kapang yang ditandai dengan terbentuknya hifa/miselium seperti kapas yang mengambang, dan mulai terlihat jelas pada hari penyimpanan ke-21 (Gambar 2), sehingga minuman tersebut dinyatakan tidak layak untuk dikonsumsi.

Gambar 2. Kapang (berbentuk seperti kapas) yang tumbuh pada minuman beraroma apel tanpa natrium benzoat pada hari penyimpanan ke-21.

Berdasarkan Tabel 5 dan 6, minuman A mengandung total mikroba lebih banyak jika dibandingkan dengan minuman B dan C. Hal ini dipengaruhi oleh natrium benzoat sebagai bahan pengawet. Senyawa benzoat akan menghambat pertumbuhan bakteri dan khamir. Penambahan natrium benzoat akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan menggangu cairan nutrisi, merusak sel dan mengganggu aktivitas enzim (Frazier dan Westhoff, 1978).

Mekanisme kerja benzoat dan garamnya berdasarkan permeabilitas dari membran sel mikroba terhadap molekul asam yang tidak terdisosiasi. Isi sel mikroba mempunyai pH yang selalu netral. Bila sel mikroba menjadi asam/basa maka akan terjadi gangguan pada organ-organ sel sehingga metabolisme terhambat dan akhirnya sebagian sel mati.

(52)

Membran sel hanya permeabel terhadap molekul asam yang tidak terdisosiasi, maka untuk mendapatkan keefektifan yang tinggi sebaiknya asam-asam tersebut digunakan dalam lingkungan yang asam. Hal ini juga disebabkan pada pH netral dan basa, asam-asam organik akan terurai menjadi ion-ionnya (Winarno dan Jane, 1983). Oleh karena itu, pada minuman beraroma apel tanpa natrium benzoat, jumlah total plate count -nya lebih ba-nyak dibandingkan dengan minuman yang mengandung natrium benzoat 200 ppm dan 400 ppm. Dengan penambahan natrium benzoat, maka makin sedikit mikroorganisme yang dapat tumbuh pada minuman. Semakin tinggi konsentrasi natrium benzoat yang ditambahkan, semakin sedikit mikroorganisme yang dapat tumbuh.

Menurut Buckle et al., (1985), senyawa benzoat lebih efektif terhadap khamir dan bakteri daripada kapang dan pada konsentrasi di atas 25 mg/l senyawa benzoat yang tidak terurai akan menghambat pertumbuhan kapang, sedangkan menurut Fardiaz (1989) pertumbuhan kapang berjalan lambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan bakteri dan khamir. Oleh karena itu, jika kondisi pertumbuhan memungkinkan untuk semua mikroorganisme dapat tumbuh, kapang biasanya kalah dalam kompetisi. Akan tetapi, sekali kapang dapat mulai tumbuh, pertumbuhan yang ditandai dengan pembentukan miselium dapat berlangsung cepat. Hal ini yang menyebabkan mikroorganisme jenis kapang lebih terlihat/dominan daripada khamir dan bakteri.

(53)

terhadap pertumbuhan mikroorganisme, karena semakin tinggi konsentrasi yang ditambahkan, perusakan sel dan cairan nutrisi mikroorganisme semakin cepat. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6, pertumbuhan total mikroba minuman B (konsentrasi natrium benzoat 200 ppm) lebih meningkat jika dibandingkan dengan minuman C (konsentrasi natrium benzoat 400 ppm).

Selain konsentrasi natrium benzoat, suhu juga mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Berdasarkan Tabel 5 dan 6, minuman yang disimpan pada suhu 25oC dan 30oC jumlah total mikroba lebih banyak daripada minuman yang disimpan pada suhu 40oC, karena kapang dan khamir dapat tumbuh optimal pada kisaran suhu 25 – 30oC. Kapang dan khamir pada umumnya tergolong dalam mesofil, yaitu tumbuh dengan baik pada suhu 25 – 30oC. Perlakuan penjemuran dan tidak, tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Waktu penjemuran yang dilakukan hanya 2 jam, kemungkinan mikroorganisme tersebut belum mati selama perlakuan penjemuran, sehingga pada saat minuman beraroma apel tersebut disimpan kembali ke dalam inkubator, mikroorganisme yang terdapat pada minuman tersebut menjadi aktif kembali.

(54)

Keterangan: A = minuman tanpa natrium benzoat.

Keterangan: A = minuman tanpa natrium benzoat.

B = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm.

Tabel 7. Jumlah Sel E.coli/100 ml Minuman yang Dijemur

Minggu A B C

Tabel 8. Jumlah sel E.coli/100 ml Minuman yang Tidak Dijemur

Minggu A B C

(55)

terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi makanan atau selama pemasakan makanan (Supardi dan Sukamto 1999).

Pada minuman A pertumbuhan E.coli meningkat dengan cepat, karena tidak ada zat penghambat (natrium benzoat). Peningkatan konsentrasi natrium benzoat, dan suhu penyimpanan, berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Pada minuman C (konsentrasi natrium benzoat 400 ppm), pertumbuhan E.coli relatif terhambat, pada minuman yang disimpan pada suhu 40oC pertumbuhan E.coli relatif cepat. E.coli tumbuh pada suhu 10 – 40oC dengan suhu optimum 37oC. pH optimum untuk pertumbuhannya adalah 7,0 – 7,5, pH minimun pada 4,0 dan maksimun pada pH 9,0 (Supardi dan Sukamto, 1999).

2. Total Asam

Selama penyimpanan nilai total asam cenderung meningkat, dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4. Pada keadaan awal, besarnya total asam berkisar antara 5,28 – 5,72. Setelah penyimpanan terjadi peningkatan menjadi 6,6. Data selengkapnya dapat dilihat pada. Lampiran 2 dan 3.

4

Keterangan : A = minuman tanpa natrium benzoat.

B = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm. C = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm. 25 = suhu penyimpanan 25oC

30 = suhu penyimpanan 30oC 40 = suhu penyimpanan 40oC

(56)

Keterangan : A = minuman tanpa natrium benzoat.

B = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm. C = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm. 25 = suhu penyimpanan 25oC

30 = suhu penyimpanan 30oC 40 = suhu penyimpanan 40oC

Gambar 4. Grafik hubungan antara lama penyimpanan terhadap nilai total asam tertitrasi minuman yang tidak dijemur.

Peningkatan total asam produk sejalan dengan waktu terjadinya kerusakan produk. Peningkatan total asam terjadi akibat fermentasi gula yang terdapat dalam minuman beraroma apel oleh aktivitas mikrooganisme. Sumber energi mikroorganisme terutama didapat dari gula yang ditambahkan ke dalam minuman tersebut. Gula difermentasi menjadi asam oleh mikroorganisme.

(57)

fruktosa. Kemudian glukosa dan fruktosa tersebut akan difermentasi oleh mikroorganisme yang ada dalam minuman.

C12H22O11 C6H12O6 + C6H12O6

Sukrosa glukosa fruktosa

Gula invert ini selanjutnya akan terfermentasi dan terbentuk etanol. C6H12O6 + Saccharomyces ellipsoides 2C2H5OH + CO2

Glukosa/fruktosa etanol

Etanol kemudian mengalami proses oksidasi oleh bakteri asam menjadi asam, misalnya oleh bakteri Acetobacter aceti menjadi asam asetat.

C2H5OH + Acebacter aceti CH3COOH + H2O

Etanol asam asetat

Hal ini akan menyebabkan kadar gula menurun dan kadar asam meningkat sehingga pH cenderung menurun (Muchtadi, 1992). Pembentukan asam inilah yang menyebabkan nilai total asam terus meningkat.

Berdasarkan gambar 3 dan 4, nilai total asam tertitrasi minuman A (minuman tanpa natrium benzoat) meningkat lebih besar dibandingakan dengan minuman B (minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm) dan C (minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm). Hal ini terjadi karena fungsi natrium benzoat sebagai pengawet yang efektif menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme. Semakin tinggi konsentrasi natrium benzoat yang ditambahkan, semakin banyak mikroorganisme yang terhambat aktivitasnya.

Proses hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dipercepat dengan adanya panas, sehingga pada minuman yang disimpan pada suhu 40oC, nilai total asamnya lebih meningkat dibandingkan dengan minuman yang disimpan pada suhu 25oC dan 30oC. Demikian juga pada minuman yang mendapat perlakuan penjemuran, nilai total asamnya relatif lebih meningkat dibandingkan dengan nilai total asam minuman yang tidak dijemur. Hal ini terjadi karena proses penjemuran selain dapat meningkatkan suhu minuman, sinar matahari (UV) diduga merupakan katalis yang mempercepat terjadinya hidrolisis sukrosa.

Kemampuan bahan kemasan untuk melewatkan O2 akan

(58)

menyebabkan tebentuknya asam akibat proses fermentasi. Selain itu, kemampuan bahan kemasan menyerap sinar UV juga mempercepat hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.

3. Nilai pH

Hasil pengukuran nilai pH minuman dengan masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6. Nilai pH minuman tanpa natrium benzoat (A), dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm (B), dan 400 ppm (C), baik yang dijemur ataupun tidak dijemur berkisar antara 3,6 – 4,1. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5. Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen yang menggambarkan tingkat keasaman. Semakin tinggi nilai pH berarti tingkat keasaman produk semakin rendah dan sebaliknya, semakin rendah nilai pH tingkat keasaman produk semakin tinggi.

Keterangan : A = minuman tanpa natrium benzoat.

B = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm. C = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm. 25 = suhu penyimpanan 25oC

30 = suhu penyimpanan 30oC 40 = suhu penyimpanan 40oC

(59)

3

Keterangan : A = minuman tanpa natrium benzoat.

B = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm. C = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm. 25 = disimpan pada suhu 25oC

30 = disimpan pada suhu 30oC 40 = disimpan pada suhu 40oC

Gambar 6. Grafik hubungan lama penyimpanan dengan perubahan nilai pH minuman yang tidak dijemur.

Berdasarkan Gambar 5 dan 6, nilai pH minuman A (minuman tanpa natrium benzoat) mengalami penurunan nilai pH yang lebih besar selama penyimpanan dibandingkan dengan minuman B (minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm) dan C (minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm), baik yang dijemur maupun yang tidak dijemur pada masing-masing suhu penyimpanan. Minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm dan 400 ppm , nilai pH-nya relatif stabil.

(60)

Glukosa dan Fruktosa akan difermentasi oleh mikroorganisme. Proses fermentasi tersebut akan dihasilkan asam dan alkohol. Glukosa yang dipecah akan menghasilkan asam piruvat. Jika tidak ada oksigen, asam pivurat tersebut akan diubah menjadi asam asetat dan alkohol. Pembentukan senyawa asam tergantung dari bakteri yang memfermentasi. Menurut Fardiaz (1989) jika glukosa dipecah oleh bakteri asam laktat homofermentatif, maka akan menghasilkan 2 asam laktat. Jika glukosa dipecah oleh bakteri asam laktat heterofermentatif, maka akan menghasilkan asam laktat, asam asetat, alkohol/etanol dan CO2..

Pembentukan asam inilah yang menyebabkan pH minuman terus menurun. Konsentrasi natrium benzoat berpengaruh terhadap penurunan nilai pH, karena fungsi natrium benzoat sebagai bahan pengawet pangan yang dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Natrium benzoat akan merusak sel dan mengganggu nutrisi mikroorganisme, sehingga pertumbuhannya akan terhambat. Semakin banyak jumlah natrium benzoat yang ditambahkan, proses penghambatan mikroorganisme semakin efektif. Pada minuman A terbentuk kapang. Kapang mempunyai pH optimum 5 – 7, tetapi kapang masih dapat hidup pada pH 3 – 8,5 (Fardiaz, 1989). Natrium benzoat lebih efektif terhadap khamir dan bakteri daripada kapang, tetapi pada konsentrasi di atas 25mg/l akan menghambat pertumbuhan kapang (Buckle et al., (1985).

(61)

Meningkatnya kadar asam akan menyebabkan nilai pH cenderung menurun.

Penjemuran oleh sinar matahari (UV) akan menyebabkan suhu minuman meningkat (panas), sehingga perlakuan penjemuran akan mempercepat proses pemecahan sukrosa. Selain itu juga, sinar matahari merupakan katalis yang dapat mempercepat terjadinya reaksi pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Dengan meningkatnya total asam hasil fermentasi glukosa dan fruktosa, maka nilai pH semakin turun. Turunnya nilai pH minuman selama penyimpanan dapat dijadikan indikator kerusakan minuman.

4. Vitamin C

Perubahan kadar vitamin C dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8. Data perubahan kadar vitaminC dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7. Selama Penyimpanan kadar vitamin C cenderung menurun.

0

Keterangan : A = minuman tanpa natrium benzoat.

B = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm. C = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm. 25 = suhu penyimpanan 25oC

30 = suhu penyimpanan 30oC 40 = suhu penyimpanan 40oC

(62)

0

Keterangan : A = minuman tanpa natrium benzoat.

B = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 200 ppm. C = minuman dengan konsentrasi natrium benzoat 400 ppm. 25 = disimpan pada suhu 25oC

30 = disimpan pada suhu 30oC 40 = disimpan pada suhu 40oC

Gambar 8. Grafik hubungan antara lama penyimpanan terhadap perubahan kadar vitamin C minuman yang tidak dijemur.

Berdasarkan gambar 7 dan 8 terjadi penurunan kadar vitamin C selama penyimpanan. Penurunan kadar vitamin C dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dan penjemuran. Minuman yang mendapat perlakuan penjemuran dan disimpan pada suhu 40oC, kadar vitamin C-nya lebih menurun dibandingkan dengan minuman yang tidak dijemur. Cahaya/sinar matahari menyebabkan kerusakan vitamin C. Suhu penyimpanan yang tinggi juga menyebabkan teroksidasinya vitamin C.

(63)

hidrogen peroksida. Asam dehidro-askorbat tersebut tidak dapat berubah kembali menjadi asam askorbat. Proses ini distimulus oleh suhu dan cahaya/sinar matahari.

Suhardjo dan Kusharto (1992) menyatakan bahwa vitamin C adalah derivat heksosa dan cocok digolongkan sebagai suatu karbohidrat. Vitamin C stabil dalam keadaan kering, tetapi mudah teroksidasi dalam keadaan larutan. Asam askorbat mudah teroksidasi menjadi asam dehidro-askorbat.

O = C O = C HO C - 2H O = C

HO C O O = C O H C + 2H H C

HO C H HO C H CH2OH CH2OH

As.askorbat As. dihidroksiaskorbat

Gambar 9. Perubahan Asam Askorbat menjadi Asam Dehidro-askorbat (Suharjo dan Kusharto, 1992).

Asam dehidro-askorbat hasil oksidasi asam askorbat akan kehilangan aktivitas vitamin C.

Penurunan kadar vitamin C juga secara tidak langsung dipengaruhi oleh jenis kemasan. Kemasan yang digunakan untuk minuman beraroma apel ini adalah botol plastik jenis PET (polyethylen tereftalat). PET mempunyai densitas 1,363 g/cm3 dan transmisi rata-rata terhadap air dan udara (O2) adalah 2,206 g/m2/24 jam dan 31,0 cm3/m2/24 jam (Giles dan

David, 2001). Kemampuan bahan kemasan untuk melewatkan udara (O2)

(64)

pori-pori plastik. Kemampuan bahan kemasan melewatkan oksigen dapat merusak vitamin A dan vitamin C, warna bahan pangan, cita rasa, dan pertumbuhan kapang meningkat. Selain itu kelemahan plastik yaitu mudah tembus cahaya. Cahaya dapat merusak beberapa vitamin terutama riboflavin, vitamin A dan C serta warna pangan (Winarno et al., 1984). Botol plastik yang digunakan untuk kemasan minuman beraroma apel ini adalah botol plastik bening, sehingga sinar matahari (UV) mudah dilewatkan.

5. Warna

Pengukuran warna yang dilakukan pada penelitian ini meliputi nilai L, a, dan b. Nilai a dan b selanjutnya diubah ke dalam oHue dan Chroma. oHue menunjukkan warna yang terlihat dan Chroma (saturation) menunjukan intensitas warna. Nilai L adalah nilai yang menunjukkan kecerahan bahan. L mempunyai kisaran nilai antara 0 sampai 100. Nilai 0 untuk bahan yang hitam mutlak dan 100 untuk putih mutlak. Semakin tinggi nilai L, warna bahan semakin cerah. Minuman beraroma apel memiliki nilai L yang berada pada kisaran nilai 25 – 33.

Grafik perubahan warna minuman beraroma apel berdasarkan tingkat kecerahannya (Lightness) dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11. Data hasil pengukuran selama pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 8 sampai 13.

Gambar

Tabel 2. Sifat-sifat Bahan Pewarna Alami
Tabel 3. Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian.
Tabel 4. Karakteristik Minuman Beraroma Apel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir saya yang berjudul “ Penetapan Kadar Natrium Benzoat pada Minuman Ringan yang Beredar di Wilayah Karanganyar secara

Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi natrium benzoat memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kadar vitamin C, total asam, total soluble solid, kadar air,

Dari uraian yang telah disebutkan diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis kadar natrium benzoat didalam minuman, karena minuman ringan yang beredar dipasaran

PENENTUAN KADAR NATRIUM BENZOAT DALAM SAMPEL MINUMAN YANG BEREDAR DI PASAR KOTA PADANG SECARA.. KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Hasil Uji Perolehan Kembali Kafein dan Natrium Benzoat Setelah Penambahan Masing-Masing Larutan Standar Pada Sampel M- 150 ®. Hasil Analisis Natrium Benzoat Setelah Penambahan

Kadar pengawet natrium benzoatyang terdapat pada sampel masih dalam batasan normal dan memenuhi persyaratan dalam pemakaian pengawet natrium benzoat pada minuman bersoda

Uji LSR efek utama interaksi antara perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuningdan konsentrasi natrium benzoat pada mutu saus belimbing terhadap total mikroba ...

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan disimpulkan bahwa pengawetan menggunakan natrium benzoat dapat memperpanjang masa simpan cabai merah dan juga konsentrasi