• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Nilai Tukar

2.5.1 Pengertian Nilai Tukar atau Kurs (Exchange Rate)

Nilai tukar atau kurs valuta asing menunjukkan harga atau nilai mata uang

suatu negara yang dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain (Supriana, 2008 : 201). Kurs (exchange rate) antara dua negara merupakan

tingkat harga yang telah disepakati oleh penduduk kedua negara tersebut, dan akan digunakan dalam melakukan perdagangan (Mankiw, 2006 : 128).

2.5.2Jenis Nilai Tukar atau Kurs (Exchange Rate)

Kurs dibedakan menjadi dua jenis (Mankiw, 2006 : 128) , yaitu : 1. Kurs Nominal (Nominal Exchange Rate)

2. Kurs Riil (Real Exchange Rate)

Kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang kedua negara, yaitu kurs riil menyatakan tingkat di mana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari negara lain. Kurs riil kadang-kadang disebut terms of trade.

2.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar

Perubahan dalam permintaan dan penawaran valuta asing menyebabkan perubahan dalam nilai tukar valuta asing. Berikut ini adalah faktor-faktor yang

dapat mempengaruhi penawaran dan permintaan valuta asing (Supriana, 2008 : 205) :

1. Perubahan dalam permintaan dan penawaran valuta asing 2. Perubahan prefensi masyarakat

3. Perubahan harga barang ekspor dan impor 4. Kenaikan harga umum (inflasi)

5. Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi 6. Pertumbuhan ekonomi

2.5.4 Sistem Nilai Tukar

Sistem nilai tukar dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan seberapa kuat pengawasan pemerintah pada nilai tukar. Secara umum nilai tukar dapat dibagi menjadi :

1. Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate System)

Dalam sistem ini, nilai tukar mata uang dibuat konstan ataupun hanya diperbolehkan berfluktuasi dalam kisaran yang sempit. Bila nilai tukar mulai berfluktuasi terlalu besar, maka pemerintah akan melakukan intervensi untuk

menjaga agar fluktuasi tetap berada dalam kisaran yang diinginkan. Pada kondisi tertentu bila diperlukan pemerintah akan melakukan pemotongan nilai mata uang- nya (devalue) terhadap mata uang negara lain. Pada kondisi lain, pemerintah dapat mengembalikan nilai mata uang (revalue) atau meningkatkan nilai mata uangnya terhadap mata uang lain (Madura, 2006 : 220).

2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (Freely Floating Exchange Rate System)

Pada sistem nilai tukar mengambang bebas, nilai tukar ditentukan sepenuhnya oleh pasar tanpa intervensi dari pemerintah. Pada kondisi nilai tukar yang mengambang, nilai tukar akan disesuaikan secara terus-menerus, sesuai dengan kondisi penawaran dan permintaan dari mata uang tersebut (Madura, 2006 : 222).

3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Managed Float Exchange Rate System)

Pada sistem nilai tukar mengambang, fluktuasi nilai tukar dibiarkan mengambang dari hari ke hari dan tidak ada batasan-batasan resmi. Hal ini sama dengan sistem tetap, dalam hal pemerintah sewaktu-waktu dapat melakukan intervensi untuk menghindarkan fluktuasi yang terlalu jauh dari mata uangnya (Madura, 2006 : 224).

4. Sistem Nilai Tukar Terikat (Pegged Exchange Rate System)

Dengan menggunakan sistem nilai tukar terikat, negara akan mengaitkan mata uangnya kepada sebuah valuta asing atau pada mata uang tertentu. Nilai

mata uang lokal akan mengikuti fluktuasi dari nilai mata uang yang dijadikan ikatan tersebut (Madura, 2006 : 224).

2.5.5 Hubungan Nilai Tukar Dengan Harga Saham

Data-data transaksi perdagangan di bursa efek, menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara pergerakan fluktuasi nilai mata uang dengan fluktuasi harga-harga saham yang diperdagangkan di bursa (Simatupang, 2010 : 76). Kenaikan kurs dolar Amerika yang tajam terhadap rupiah akan berdampak negatif terhadap emiten yang memiliki utang dalam dolar, sementara produknya dijual secara lokal. Di lain pihak, emiten yang berorientasi ekspor akan menerima dampak positif dari kenaikan dolar tersebut. Hal ini berarti harga saham emiten yang terkena dampak negatif akan mengalami penurunan di Bursa Efek, sementara emiten yang terkena dampak positif akan meningkat harga sahamnya (Samsul, 2006 : 202).

2.6Penelitian Terdahulu

Penelitian dilakukan oleh Kewal pada tahun 2012. Penelitian ini berjudul “Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs, dan Pertumbuhan PDB terhadap Indeks Harga Saham Gabungan”. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis berganda, dan memberikan hasil bahwa hanya kurs yang berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Hal ini berarti semakin kuat rupiah terhadap USD (rupiah terapresiasi) maka akan meningkatkan harga saham, dan sebaliknya. Sedangkan tingkat inflasi, suku bunga SBI, dan pertumbuhan PDB tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG.

Penelitian dilakukan oleh Sitepu pada tahun 2011 dengan judul “Pengaruh Nilai Tukar dan Suku Bunga Terhadap Harga Saham pada Industri Tekstil di Bursa Efek Indonesia”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel nilai tukar berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham industri tekstil di Bursa efek Indonesia, sementara suku bunga mempunyai pengaruh negatif tidak signifikan terhadap harga saham industri tekstil di Bursa efek Indonesia.

Penelitian oleh Tarigan (2009) dengan judul “Pengaruh Tingkat Inflasi, Suku Bunga, dan Nilai Tukar Terhadap Harga Saham Perusahaan Perbankan yang Listing Di Bursa Efek Indonesia”. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan regresi linear berganda. Adapun hasil pengujian hipotesis secara parsial (uji t) adalah variabel suku bunga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham, sedangkan variabel tingkat inflasi dan nilai tukar tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Hasil pengujian secara serempak (uji F) menunjukkan bahwa tingkat inflasi, suku bunga, dan nilai tukar secara bersama-sama memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap harga saham. Koefisien determinasi (R2

Penelitian yang dilakukan oleh Thobarry pada tahun 2009.Judul penelitian ini adalah “Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Suku Bunga, Laju Inflasi dan Pertumbuhan GDP Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti (Kajian Empiris pada Bursa Efek Indonesia Periode Pengamatan Tahun 2000-2008). Penelitian ini memberikan hasil bahwa variabel nilai tukar memiliki pengaruh ) dari hasil penelitian menunjukkan 18,7% variasi dari harga saham dijelaskan oleh ketiga variabel bebas. Sedangkan sisanya 81,3% dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model.

positif signifikan dan variabel inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap indeks harga saham sektor properti, sedangkan variabel suku bunga dan pertumbuhan GDP hanya signifikan bila diuji secara bersamaan dan tidak berpengaruh signifikan bila diuji secara parsial.

2.7 Kerangka Konseptual

Adapun kerangka konseptual dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Kinerja perusahaan akan mempengaruhi harga saham di pasar. Kinerja perusahaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor makro ekonomi. Pada penelitian ini, faktor makro ekonomi yang akan diteliti adalah inflasi, suku bunga, dan nilai tukar.

Tingkat inflasi dinilai memberi pengaruh positif maupun negatif, tergantung pada tingkat inflasi itu sendiri. Inflasi yang tinggi akan menjatuhkan harga saham di pasar, sementara inflasi yang sangat rendah akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi menjadi sangat lamban, sehingga pada akhirnya menyebabkan lambannya pergerakan harga saham (Samsul, 2006 : 201).

Perubahan suku bunga akan mempengaruhi harga saham secara terbalik,

cateris paribus. Artinya, jika suku bunga meningkat, maka harga saham akan turun, cateris paribus. Demikian sebaliknya, jika suku bunga turun, maka harga saham akan naik ( Tandelilin, 2010 : 103).

Kenaikan tingkat bunga pinjaman, akan meningkatkan beban bunga kredit dan menurunkan laba bersih. Penurunan laba bersih akan mengakibatkan laba per saham juga menurun dan akhirnya akan berakibat pada turunnya harga saham di pasar. Disisi lain, kenaikan suku bunga deposito akan mendorong investor

menjual saham, dan menabung uangnya dalam deposito. Penjualan saham secara besar-besaran akan menjatuhkan harga saham di pasar (Samsul, 2006 : 201).

Sebaliknya, penurunan tingkat bunga pinjaman atau tingkat bunga deposito akan menaikkan laba bersih per saham, dan mendorong para investor mengalihkan investasinya dari perbankan ke pasar modal. Hal ini akan meningkatkan permintaan saham di pasar modal, sehingga harga saham terdorong naik (Samsul, 2006 : 201). Tingkat suku bunga diukur dengan menggunakan suku bunga yang ditentukan oleh Bank Indonesia melalui Sertifikat bank Indonesia (SBI).

Kenaikan kurs dolar Amerika yang tajam terhadap rupiah akan berdampak negatif terhadap emiten yang memiliki utang dalam dolar, sementara produknya dijual secara lokal. Di lain pihak, emiten yang berorientasi ekspor akan menerima dampak positif dari kenaikan dolar tersebut. Hal ini berarti harga saham emiten yang terkena dampak negatif akan mengalami penurunan di Bursa Efek, sementara emiten yang terkena dampak positif akan meningkat harga sahamnya (Samsul, 2006 : 202).

Sumber : Samsul (2006) (Data Dimodifikasi)

Gambar 2.2. : Kerangka Pemikiran Tingkat Inflasi (X1) Harga Saham (Y) Suku Bunga (X2) Nilai Tukar (X3)

2.8 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara yang disusun oleh peneliti, yang

akan diuji kebenarannya melalui penelitian yang akan dilakukan (Kuncoro, 2009 : 59). Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual

yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah

“Tingkat inflasi, suku bunga, dan nilai tukar, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham Perusahaan Properti dan Real Estat di Bursa Efek Indonesia ”.

Dokumen terkait