• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. METODE PENELITIAN

3.4. Analisis Data

3.4.1 Nisbah kelamin

Nisbah kelamin digunakan untuk melihat perbandingan ikan jantan dan ikan betina yang ada pada suatu perairan. Untuk mencari nisbah kelamin dapat menggunakan rumus berikut:

 

(1)  P adalah proporsi ikan (jantan atau betina), n adalah jumlah ikan (jantan atau betina) dan N adalah jumlah total ikan (jantan dan betina).

3.4.2. Sebaran frekuensi panjang

Data yang digunakan dalam penentuan distribusi frekuensi panjang adalah panjang total dari ikan kurisi yang didaratkan di PPN Karangantu. Tahapan untuk menganalisa frekuensi panjang adalah sebagai berikut :

a) Menentukan banyaknya kelas dengan menggunakan rumus :

kelas=1+3.32logn

Keterangan :

n = Jumlah keseluruhan data

b) Menentukan lebar selang kelas dengan menggunakan rumus :

= kelas X X SK max min

c) Menentukan frekuensi setiap kelas dan memasukkan frekuensi masing-masing kelas dengan memasukkan panjang dan masing-masing ikan contoh pada selang kelas yang telah ditentukan.

Distribusi frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas yang sama kemudian diplotkan kedalam sebuah grafik. Grafik tersebut akan

menggambarkan pergeseran distribusi kelas panjang setiap bulannya. Pergeseran distribusi kelas panjang menggambarkan jumlah kelompok umur yang ada (kohort). Bila terjadi pergeseran modus distribusi frekuensi panjang berarti terdapat lebih dari satu kohort.

3.4.3. Identifikasi kelompok ukuran

Pendugaan kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang ikan kurisi. Data frekuensi panjang dianalisis dengan menggunakan salah satu metode yang terdapat di dalam program FISAT II (FAO-ICLARM Stock Assesment Tool) yaitu metode NORMSEP (Normal Separation). Sebaran frekuensi panjang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur yang diasumsikan menyebar normal, masing-masing dicirikan oleh rata-rata panjang dan simpangan baku.

Boer (1996) menyatakan jika fi adalah frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i (i = 1, 2, …, N), µj adalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j, σj adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan pj adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j= 1, 2, …, G) maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga {µj, σj, pj) adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likelihood function) dengan persamaan sebagai berikut :

= = = G j ij j N i i p q f L 1 1 log (2) Dengan ketentuan 2 ) ( 2 1 exp 2 1 xi j j ij j q σ μ π σ

= yang merupakan fungsi kepekatan

peluang sebaran normal dengan nilai tengah µj dan simpangan baku σj. xi

merupakan titik tengah dari kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µj, σj, pj sehingga diperoleh dugaan µj, σj, pj yang akan digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan.

Dalam penggunaan metode NORMSEP sangat diperhatikan nilai indeks separasi. Menurut Hasselblad (1996), McNew & Summerfelt (1978) serta Clark (1981) in Sparre & Venema (1999) menjelaskan bahwa indeks separasi merupakan

kuantitas yang relevan terhadap studi bila dilakukan kemungkinan bagi suatu pemisahan yang berhasil dari dua komponen yang berdekatan. Apabila indeks separasi kurang dari dua (<2) maka tidak mungkin dilakukan pemisahan kelompok ukuran karena akan terjadi tumpang tindih dengan kedua kelompok ukuran tersebut.

3.4.4. Tingkat kematangan gonad

Pengamatan gonad ikan contoh dapat menduga jenis kelamin ikan. Tingkat kematangan gonad ialah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan itu memijah. Menentukan tingkat kematangan gonad (TKG) pada ikan ada dua cara yaitu secara morfologi dan histologi. Secara morfologi berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, serta perkembangan isi gonad. Sedangkan secara histologi berdasarkan anatomi gonad secara mikroskopik. Berikut ini adalah tabel penentuan TKG ikan menggunakan modifikasi dari Cassie (Effendie 1979) yang disajikan pada Tabel 3 :

Tabel 3. Penentuan TKG secara morfologi

TKG Betina Jantan

I Ovari seperti benang, panjangnya sampai ke depan rongga tubuh, serta permukaannya licin

Testes seperti benang,warna jernih, dan ujungnya terlihat di rongga tubuh

II Ukuran ovari lebih besar, warna ovari kekuning-kuningan, dan telur belum terlihat jelas

Ukuran testes lebih besar pewarnaan seperti susu

III Ovari berwarna kuning dan secara morfologi telur mulai terlihat Permukaan testes tampak bergerigi, warna makin putih dan ukuran makin besar IV

Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga perut

Dalam keadaan diawet mudah putus, testes semakin pejal

3.4.5. Pertumbuhan

3.4.5.1. Hubungan panjang bobot

Analisis pola pertumbuhan ikan kurisi menggunakan hubungan panjang bobot masing-masing spesies dengan rumus sebagai berikut (Effendie 2002):

W adalah bobot, L adalah panjang, a adalah intersep (Perpotongan kurva hubungan panjang berat dengan sumbu y), b adalah penduga pola pertumbuhan panjang-bobot.

Untuk mendapatkan persamaan linear atau garis lurus di gunakan persamaan sebagai berikut :

Log W = Log a + b Log L (4)

Untuk mendapatkan parameter a dan b digunakan analisis regresi dengan Log W sebagai ‘y’ dan Log L sebagai ‘x’, maka dapat didapatkan regresi sebagai berikut:

y = b0 + b1x (5)

Untuk menguji nilai b = 3 atau b ≠ 3 dilakukan uji-t (uji parsial) dengan hipotetis :

H0 : b = 3, hubungan panjang dengan bobot adalah isometrik H1 : b ≠ 3, hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik

Hipotesis yang digunakan adalah bila b = 3 maka disebut isometrik (pola pertumbuhan panjang sama dengan pola pertumbuhan bobot). Jika b < 3 disebut allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih dominan). Dan bila b > 3 allometrik positif (pola pertumbuhan bobot lebih dominan).

1 0 1 sb b b thitung − = (6)                             (7)  

b1 adalah Nilai b (dari hubungan panjang bobot), b0 adalah 3, Sb1 adalah simpangan koefisien b

Bandingkan nilai thitung dan nilai ttabel pada selang kepercayaan 95%. Selanjutnya untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan kurisi, maka kaidah keputusan yang diambil adalah :

thitung > ttabel : tolak hipotesis H0

thitung < ttabel : gagal tolak hipotesis H0

3.4.5.2. Plot Ford Walford (L∞, K dan t0)

Plot Ford Walford merupakan salah satu metode yang paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan dari persamaan Von Bartalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang tetap. Berikut ini adalah persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy (King 1995).

Lt = L (1 - exp[-K(t-t0)])

Lt = L - L exp[-K(t-t0)] (8)

atau,

L - Lt = L exp[-K(t-t0)] (9) Lt adalah panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu), L adalah panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per satuan waktu), t0 adalah umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol. Untuk t sama dengan t+1, persamaaan menjadi:

Lt+1 = L (1 - exp[-K(t+1-t0)])

Lt+1 = L - L exp[-K(t-t0)] exp[-K] (10)

sehingga,

Lt+1 - Lt = L - L exp[-K(t-t0)] exp-K - L - Lexp[-K(t-t0)]

Lt+1 - Lt = Lexp[-K(t-t0)] (1 - exp[-K]) (11) Persamaan (9) didistribusikan kedalam persamaan (11) sehingga di peroleh persamaan berikut.

atau,

Lt+1 = Lt + L (1 - exp[-K]) - Lt + Lt exp[-K]

Lt+1 = L (1 - exp[-K]) + Lt exp[-K] (13) Lt dan Lt+1 merupakan panjang ikan pada saat t dan t+1 yang merupakan panjang ikan yang dipisahkan oleh interval waktu yang konstan (Pauly 1984). Persamaan (13) dapat diduga dengan persamaan regresi linear y = b0 + b1x, jika Lt

sebagai absis (x) di plotkan terhadap Lt+1 sebagai ordinat (y) sehingga terbentuk kemiringan (slope) sama dengan exp[-K] dan titik potong dengan absis sama dengan L(1-exp[-K]). Nilai K dan L di peroleh dengan cara sebagai berikut:

K = -ln (b) (14)

dan

L = a / (1 - b) (15)

Umur secara teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris pauly sebagai berikut.

Log (-t0) = 0,3922 - 0,2752 (Log L∞) – 1,038 (Log K) (16)

3.4.5.3. Faktor kondisi

Faktor kondisi yaitu keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan pada data panjang dan bobot. Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup maupun reproduksi. Jika pertumbuhan ikan kurisi termasuk pertumbuhan allometrik (b≠3), maka nilai faktor kondisi (K) dapat dihitung dengan rumus berikut (Effendie 2002):

       K = W/ aLb (17)

K adalah faktor kondisi, W adalah bobot ikan contoh (gram), L adalah panjang ikan contoh (mm), a dan b adalah konstanta regresi. Jika pertumbuhan bersifat allometrik positif umumnya ikan diamati lebih gemuk dibandingkan ikan yang bertipe allometrik negatif.

Dokumen terkait