• Tidak ada hasil yang ditemukan

IBU NOME MENEMUI PUTRI RAJA

Dalam dokumen Buku Bahan Bacaan Literasi untuk SD SMP SMA (Halaman 44-50)

Pagi-pagi sekali ibu Nome sudah bangun. Meskipun sebenarnya ibu Nome

enggan untuk menemui putri raja, ia tetap berusaha memenuhi permintaan anak yang sangat disayanginya itu. Ia membuka lemari pakaiannya dan mencari pakaiannya yang paling bagus. Pakaian itu akan dikenakannya untuk pergi ke istana.

Ibu Nome mengeluarkan beberapa pakaian dari dalam lemari. Beberapa pakaian sudah tampak begitu usang. Selain pakaian itu sudah usang, pakaian itu juga sudah ditambal di beberapa bagiannya. Ibu Nome kembali mencari sebuah pakaian yang lebih pantas dikenakannya untuk bertemu dengan putri raja. Kemudian, ibu Nome menemukan sebuah baju kurung berwarna hijau dan satu selendang yang berwarna putih.

“Pakaian ini pakaian yang paling bagus yang aku miliki. Semoga putri raja berkenan menerima kehadiranku dengan menggunakan pakaian ini,” harap ibu Nome.

“Sekarang aku sudah siap untuk berangkat ke istana,” gumam ibu Nome. Nome pun sudah bersiap-siap untuk berangkat bekerja. Hari ini ia akan bekerja memetik kopi di kebun seorang petani.

“Apakah aku perlu mengantarkan ibu ke istana?” tanya Nome. “Tidak usah, Nome. Ibu dapat pergi sendiri,” kata ibu Nome.

Ibu Nome segera berangkat ke istana untuk menemui raja. Kedatangannya disambut dengan baik oleh raja. Ibu Nome menyampaikan maksud kedatangannya kepada raja. Setelah mendengar penjelasan dari ibu Nome, raja menyuruh ibu Nome untuk menjumpai putrinya.

“Putriku semuanya berjumlah tujuh orang. Hari ini kau dapat menemui putri yang pertama. Bicaralah padanya dan sampaikanlah keinginan putramu itu pada putriku yang pertama,” kata raja.

Seorang pengawal mengantarkan ibu Nome untuk menemui putri pertama raja yang menunggu kedatangan ibu Nome di ruang belakang istana. Seorang putri cantik berpakaian bagus menyambut kedatangannya.

36

“Ada keperluan apa Bibi datang untuk menemuiku?” tanya putri pertama. Rasa tidak suka pada ibu Nome mulai muncul di dalam dirinya. Ia melihat ibu Nome yang berpakaian sangat sederhana dan hanya bersandal jepit.

“Sebelum bibi mengatakan maksud kedatangan bibi padamu, duduklah di dekat bibi. Bibi membawakanmu beberapa macam kue yang bibi buat sendiri. Bibi bangun pagi-pagi sekali dan langsung memasak kue-kue ini. Ayo,

duduklah di sini di dekat bibi! Mari kita berbicara sambil makan kue,” ajak ibu

Nome pada putri pertama.

Putri pertama duduk dengan enggan di samping ibu Nome yang berpakaian lusuh. Ia menolak ketika ibu Nome menyodorkan kue yang dibuatnya sendiri yang dibungkusnya di dalam daun ke hadapan putri pertama.

“Aku sudah kenyang, Bibi. Apa keperluan Bibi datang kemari? Cepat katakanlah, Bibi!” kata putri pertama.

“Putri, bersediakah putri menjadi menantu bibi? Bibi memiliki seorang anak laki-laki yang bernama Nome. Sekarang dia sudah menjadi pemuda yang sangat tampan. Dia pasti sangat serasi untuk menjadi pendamping putri,” kata ibu Nome.

“Bibi dan anak bibi hidup dalam keadaan miskin. Aku melihat keadaan Bibi saja, aku langsung mengetahui betapa miskinnya kehidupan kalian. Apalagi, anak Bibi itu kerjanya hanya tidur dan makan. Aku tidak mau menjadi menantu Bibi,” kata putri pertama.

Ibu Nome diam sejenak. Ia sudah dapat menduga jawaban yang akan diberikan oleh putri raja. Ia mau datang ke istana raja karena rasa sayangnya yang sangat besar kepada anaknya, Nome.

“Bibi tidak akan memaksamu, Putri. Kau berhak menentukan pilihanmu sendiri,” kata ibu Nome.

Ibu Nome berpamitan pada raja dan putri pertama. Ia juga mengatakan bahwa ia akan datang lagi besok hari untuk menanyakan hal yang sama kepada putri kedua. Setelah ibu Nome pulang, putri kedua dan putri ketiga datang menemui putri pertama. Putri-putri yang lain sedang berada di luar istana untuk berjalan-jalan. Putri kedua dan putri ketiga ingin mengetahui yang dikatakan ibu Nome pada putri pertama. Putri pertama menceritakan mengenai maksud kedatangan ibu Nome ke istana pada kedua saudaranya.

“Aku mengenal Nome. Aku pernah melihatnya ketika ada perayaan di istana. Semua penduduk kampung datang ke istana untuk ikut membantu. Ketika itu pemuda-pemuda yang lain sibuk dengan berbagai pekerjaan untuk

membantu pelayan-pelayan di istana untuk menyiapkan berbagai keperluan. Sementara itu, ia hanya duduk-duduk saja. Ia benar-benar malas. Lalu apa yang mampu dihasilkan oleh seorang pemuda yang tidak memiliki keahlian di bidang apa pun?” kata putri kedua. Putri pertama dan putri ketiga pun membenarkan pendapat putri kedua.

Keesokan harinya ibu Nome bersiap-siap untuk datang lagi ke istana. Hari ini ia membawakan sekeranjang buah kesemek yang dipetiknya dari sebatang pohon kesemek yang tumbuh di halaman rumahnya. Setelah bertemu raja, ibu Nome diantar oleh seorang pelayan untuk menjumpai putri kedua yang sedang duduk di dekat kolam ikan.

“Putri, bibi membawakan sekeranjang buah kesemek untukmu. Buah kesemek ini berasal dari pohon kesemek yang bibi tanam sendiri. Ayo ambillah dan makanlah buah ini. Rasanya sangat manis. Kau pasti suka untuk memakannya,” kata ibu Nome sambil menyerahkan dua buah kesemek yang baru saja dikupasnya dengan pisau.

Putri kedua menerima buah kesemek yang disodorkan oleh ibu Nome padanya. Ia memang sangat menyukai buah kesemek yang merupakan salah satu buah-buahan yang mudah ditemui di dataran tinggi Gayo. Putri kedua mulai mengunyah buah kesemek itu dengan lahap.

“Phuuhh...,” putri kedua menyemburkan buah kesemek yang sedang dikunyahnya.

“Ada apa, Putri? Apa buah kesemek itu rasanya tidak enak?” tanya ibu Nome.

“Bibi membohongiku. Buah kesemek yang bibi berikan padaku rasanya sangat kelat. Cobalah Bibi mencobanya supaya mengetahui rasa buah kesemek ini,“ kata putri kedua.

Ibu Nome mencoba mencicipi seiris buah kesemek. Benar yang dikatakan putri kedua. Buah kesemek yang dibawanya sangat kelat dan tidak enak untuk dimakan. Sesaat kemudian ibu Nome tersenyum.

“Maafkan bibi, Putri. Bibi belum merendam buah kesemek ini dengan air

kapur atau air garam. Sebelum dimakan, buah kesemek harus direndam air kapur atau air garam selama beberapa hari supaya rasa kelatnya hilang. Pada waktu yang lain bibi akan membawakanmu buah kesemek yang lain. Sekali lagi

maafkan bibi ya, Putri!” kata ibu Nome.

“Bibi tidak perlu membawakanku buah kesemek lagi. Di istana juga tersedia buah kesemek. Aku tinggal mengatakannya pada pelayan istana

38

dan berkarung-karung buah kesemek akan tersedia. Sekarang langsung saja katakan maksud kedatangan Bibi untuk menjumpaiku,” kata putri kedua meskipun ia sudah mengetahui maksud kedatangan ibu Nome dari putri pertama.

“Bibi ingin memintamu untuk menjadi istri anak bibi,” kata ibu Nome. “Bibi, jawabanku sama seperti jawaban putri pertama, aku tidak mau menjadi istri anak Bibi. Aku yakin putri-putri yang lain juga akan memberikan jawaban yang sama. Jadi, lebih baik bibi pulang saja. Kemudian, Bibi tidak perlu kembali lagi ke istana untuk menanyakan hal yang sama kepada putri- putri yang lain,” kata putri kedua.

“Bibi menerima keputusanmu Putri, bibi permisi pulang,” kata ibu Nome berpamitan.

“Bibi pulanglah dan sampaikan yang aku katakan kepada Nome. Semoga dia dapat mengerti,” kata putri kedua.

Sesampainya di rumah, ibu Nome menyampaikan yang dikatakan putri kedua kepada Nome. Kemarin ibu Nome juga sudah menyampaikan jawaban putri pertama. Akan tetapi, Nome tetap menyuruhnya untuk menemui putri- putri yang lain.

“Ibu belum menemui semua putri raja. Masih ada lima orang putri lagi.

Temuilah mereka, Ibu,” kata Nome.

Keesokan harinya ibu Nome kembali lagi ke istana. Kali ini ia menemui putri ketiga. Jawaban yang ia dapatkan dari putri ketiga sama seperti jawaban putri-putri sebelumnya. Begitu seterusnya yang terjadi pada hari- hari berikutnya ketika ia menemui putri keempat, putri kelima, dan putri keenam. Jawaban yang mereka berikan tidak berbeda jauh isinya.

“Ibu sudah menemui enam orang putri dan tidak ada seorang pun di antara mereka yang mau untuk menjadi istrimu, Nome,” kata ibu Nome setelah selesai menemui putri keenam.

“Ibu, masih ada satu orang putri lagi, yaitu putri ketujuh. Coba ibu temui dia,” pinta Nome pada ibunya.

“Ini untuk terakhir kalinya ibu menemui putri raja apabila putri ketujuh juga memberikan jawaban yang sama,” kata ibu Nome.

Ibu Nome menyiapkan segelas air tebu yang akan dibawanya untuk putri ketujuh. Air tebu itu dimasukkannya ke dalam ruas bambu. Setelah itu, ia bergegas pergi ke istana.

Putri ketujuh menantikan kedatangan ibu Nome di taman istana setelah mendapatkan pesan dari ayahnya untuk menemui ibu Nome. Ketika itu putri ketujuh sedang membantu pelayan istana untuk memetik bunga-bunga yang digunakan untuk menghiasi istana.

“Putri ketujuh sangat rajin. Semoga dia mau menjadi menantuku,” harap ibu Nome.

“Bibi, apa maksud kedatanganmu kemari? Katakanlah, Bibi!” kata putri ketujuh ketika melihat kedatangan ibu Nome.

“Sebelum aku menyampaikan maksud kedatanganku padamu Putri, minumlah air tebu ini. Air tebu ini aku buat khusus untukmu,” kata ibu Nome.

“Terima kasih, Bibi. Aku akan meminumnya,” kata putri ketujuh yang segera meneguk air tebu yang dibawakan oleh ibu Nome untuknya.

“Bagaimana rasanya?” tanya ibu Nome.

“Rasa air tebu ini sangat manis, Bibi. Aku sangat menyukainya. Anak Bibi pasti sangat senang memiliki ibu yang baik seperti Bibi,” kata putri ketujuh.

“Jika begitu, maukah Putri menjadi menantu bibi? Bibi senang apabila dapat mempunyai menantu yang baik dan rajin sepertimu,” kata ibu Nome.

“Aku mau menjadi menantu Bibi. Aku mengenal Nome dan aku mengetahui bahwa sikap dan perilakunya baik. Lagipula dia sekarang sudah menjadi pemuda yang rajin. Aku yakin dia dapat menjadi orang yang berhasil,” kata putri ketujuh.

Setelah mendengar jawaban dari putri ketujuh, ibu Nome menemui raja dan menyampaikan jawaban putri ketujuh kepada raja.

“Jika putri ketujuh sudah setuju, aku pun menerima keputusannya. Beberapa hari lagi kau dan anakmu dapat datang melamar dengan membawa berbagai perlengkapan. Bawalah barang-barang yang pantas untuk melamar putriku,” kata raja.

Ibu Nome mengucapkan terima kasih atas kesediaan raja untuk menerima anaknya sebagai menantu raja. Setelah itu ia berpamitan untuk kembali ke kampungnya. Ia ingin segera menyampaikan kabar gembira itu kepada Nome. Meskipun ada kegundahan di dalam hati ibu Nome karena ia mengetahui bahwa Nome tidak memiliki harta dan barang berharga yang dapat digunakan untuk melamar putri raja.

40

Nome kemudian menuju ke tempat ia menyimpan sarung ular. Alangkah terkejutnya ia ketika mengetahui bahwa sarung ular yang disimpannya tidak berada lagi di tempatnya.

“Ke mana sarung ular yang pernah aku simpan? Apa aku lupa tempat aku menyimpannya?” tanya Nome pada dirinya sendiri. Nome kemudian sibuk mencari sarung ular itu di setiap tempat di rumahnya. Kucing yang memperhatikan apa yang dilakukan Nome segera mendekatinya.

“Apakah kau sedang mencari sarung ular, Nome?” tanya kucing.

“Ya, kucing. Aku sedang mencarinya. Kucing, dapatkah kau membantuku untuk mencarinya?” tanya Nome.

“Nome, sarung ular itu telah dicuri oleh seseorang beberapa hari yang lalu. Ketika itu aku mengikuti orang tersebut sampai ke tepi danau. Ketika orang tersebut menuju ke suatu pulau dengan menggunakan perahu, aku tidak dapat mengikutinya lagi,” kata kucing.

“Kita harus mendapatkan kembali sarung ular itu,” kata Nome.

“Kami akan membantumu Nome. Aku dan anjing akan menemukan kembali sarung ular milikmu,” kata kucing.

“Aku akan menjumpai anjing. Aku akan mengajaknya untuk pergi bersama- sama ke pulau itu,” lanjut kucing yang segera berjalan ke luar untuk menemui anjing yang berada di luar rumah.

“Anjing, kita harus membantu Nome,“ kata kucing setelah ia menjumpai si anjing.

“Ada apa? Apa yang terjadi?” tanya anjing yang belum mengetahui bahwa sarung ular milik Nome telah hilang.

“Sarung ular milik Nome hilang. Kita harus membantu untuk mencarinya.

Maukah kau menemaniku untuk mencari sarung ular milik Nome?” tanya kucing.

“Tentu saja aku mau membantu mencari sarung ular milik Nome. Dia telah menyelamatkan kita. Selain itu, dia juga memperlakukan kita dengan baik,” kata anjing.

“Sekarang hari sudah malam, sebaiknya kita melakukan perjalanan besok hari. Sekarang kita harus beristirahat agar kita kuat untuk melakukan perjalanan yang jauh esok hari,” kata kucing sebelum meninggalkan anjing yang tidur di dalam kandangnya di luar rumah.

6

Dalam dokumen Buku Bahan Bacaan Literasi untuk SD SMP SMA (Halaman 44-50)

Dokumen terkait