• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III: METODE PENELITIAN

2.2 Kerangka Konseptual

2.2.2 Non-Governmental Organization

World Bank (1992, dalam Kim, Y., 2011) memberikan definisi mengenai Non-Governmental Organization sebagai kelompok dan lembaga yang seluruh atau sebagian besar independen dari pemerintah dan memiliki tujuan utama yakni kemanusiaan atau kooperatif. Willetts (2001) juga memberikan definisi mengenai NGO secara umum berdasarkan karakteristiknya, yang pertama bahwa NGO bukan

17

sebagai partai politik atau lembaga pemerintah, sehingga tidak harus memiliki tujuan mencapai kekuasaan politik. Kedua, NGO tidak harus menghasilkan keuntungan terutama dari pihak swasta. Ketiga, bahwa tidak ada keikutsertaan kelompok kriminal di dalam NGO walaupun mereka bukan berasal dari pemerintah atau swasta.

World Bank (1995) mendefinisikan NGO dalam dua kategori berdasarkan tujuannya yakni operasional dan advokasi. NGO operasional memiliki tujuan utama yakni merancang dan melaksanakan proyek-proyek yang berkaitan dengan pembangunan. Tujuan pembangunan dimaksudkan untuk meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi di negara-negara berkembang dengan cara memberikan layanan kesehatan, program pendidikan dan kredit mikro bagi masyarakat. NGO operasional biasanya melakukan kontrak atau kesepakatan dengan negara untuk program pembangunan. NGO advokasi memiliki tujuan mempertahankan atau mengangkat secara spesifik mengenai kebijakan ataupun penyebab kebijakan tertentu. Kedua tipe tersebut tidak menjadi eksklusif karena NGO operasional dapat melakukan kegiatan advokasi dan sebaliknya, seperti yang dilakukan NGO kemanusiaan.

Terdapat pendekatan untuk melihat arah hubungan NGO dengan aktor negara, yakni Top-down dan Bottom-up. Penelitian ini menggunakan pendekatan Bottom-up yang merupakan hubungan pengaruh NGO kepada negara dengan tujuan meningkatkan kehidupan manusia. Landasan utama NGO adalah misi yang dijalankan oleh masyarakat sipil untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Misi yang dijalankan adalah menangani masalah-masalah tertentu yang dialami masyarakat lokal. NGO memiliki program yang dikerjakan bersama masyarakat

18

untuk pengembangan kemampuan atau kapasitas mereka sebagai fokus dalam proses pendekatan Bottom-up (Ulleberg, 2009). Menurut Sutomo (1998), intervensi lebih difokuskan sebagai bagian enabling process atau upaya pengembangan kapasitas masyarakat. Menurut Sumodiningrat (2002) Enabling process merupakan upaya pemberdayaan masyarakat untuk membangun daya atau kemampuan melalui pengembangan potensi. Pemberdayaan tersebut dilakukan dengan cara peningkatan kesadaran masyarakat. Ife (1995) mengungkapkan bahwa pemberdayaan juga merupakan proses membantu masyarakat tertinggal dengan cara mendidik, menggunakan lobi, memakai media dan terlibat dalam aksi politik dan sebagainya. Pengertian diatas bahwa intervensi NGO dilakukan melalui pengembangan kapasitas masyarakat lokal dengan cara peningkatan kesadaran masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dan merupakan proses pendekatan Bottom-up.

UNESCAP / United Nation Economic and Social Commission for Asia and Pasific (2000) menjelaskan bahwa NGO memiliki fungsi penting untuk meningkatkan kepedulian lingkungan melalui kesadaran terhadap isu lingkungan serta menjalankan program pembangunan berkelanjutan. Berikut fungsi yang dijalankan dari NGO:

1. Awareness – Raising, Campaigning and Advocacy a. Peningkatan Kesadaran

Organsasi non-pemerintah (NGO) melakukan kegiatan peningkatan kepedulian masyarakat terhadap permasalahan agar menjadi sadar terhadap

19

lingkungan dan terlibat dalam pembangunan berkelanjutan. Finnemore dan Sikkink (1998, dalam Kim, Y., 2011) menjelaskan NGO sebagai Norm Generator berupaya membangkitkan kesadaran norma kepada publik. Terdapat tiga tahap yang dilakukan yakni NGO memberikan perhatian kepada suatu kondisi kritis negara supaya menerima norma-norma baru (norm emergence); mensosialisasikan norma baru melalui penyuaraan isu penting untuk membujuk masyarakat menerima norma tersebut (Norm cascade); menyebarkan norma baru di antara masyarakat (internalization norm). Tahap internalisasi norma, dilakukan untuk mensinkronkan norma internasional ke dalam praktik-praktik domestik.

b. Kampanye

Penyuaraan (kampanye) dilakukan melalui pendekatan kepada masyarakat. NGO memainkan fungsinya untuk membangun hubungan antara masyarakat dengan proses politik. NGO membujuk masyarakat untuk ikut mendukung program kemanusiaan melalui media seperti televisi, surat kabar dan majalah. Apabila media di batasi oleh negara maka NGO juga dapat melakukan pengiklanan mengenai suatu isu masalah kepada publik dengan cara mengirim pesan singkat. NGO dalam kegiatan ini dapat mengubah pandangan publik supaya merespon dan mempengaruhi keputusan pemerintah. Menurut Bouget dan Prouteau (2002, dalam Kim, Y., 2011) Melalui fungsi tersebut, NGO dapat dikatakan berperan sebagai Agenda Setters.

c. Advokasi

NGO melakukan lobi kepada pemerintah untuk mendorong perubahan kebijakan dan adanya program pembangunan yang berdampak pada kesejahteraan

20

masyarakat. NGO melakukan lobi kepada pemerintah karena kemampuan dalam mengakses informasi tanpa batas. Lobi dilakukan guna perubahan kebijakan melalui laporan data yang dikumpulkan dari kondisi masyarakat ataupun pengorganisasian masyarakat. NGO juga berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan melalui penyebaran informasi. NGO sebagai jaringan transnasional masyarakat sipil dapat memberikan informasi ke luar negeri tentang realita yang terjadi di suatu negara sehingga bisa menekan pemerintah untuk mempertimbangkan isu-isu yang terjadi (Demars, 2005 dalam Kim, Y., 2011).

World Vision melakukan penyadaran kepedulian, kampanye dan advokasi untuk mempengaruhi penduduk dan pemerintah di Kabupaten Sambas agar sadar terhadap permasalahan. Hal ini merupakan upaya yang dilakukan agar masyarakat di Sambas untuk mendukung program sekolah hijau. NGO juga memiliki maksud untuk menyadarkan pemerintah di Kabupaten Sambas, untuk menemukan solusi peningkatan kualitas pendidikan yang berkarakter sesuai lingkungan hutan agar kesejahteraan masyarakat meningkat.

2. Education, Training and Capacity Building

NGO berupaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman terkait isu lingkungan agar terdapat komitmen dalam pembangunan yang berkelanjutan. kemampuan dan keterlibatan masyarakat lokal untuk melestarikan sumber daya yang dimiliki secara berkelanjutan merupakan upaya yang dilakukan NGO. NGO bekerja untuk membantu pemerintah untuk mengembangkan dan implementasi pendidikan

21

lingkungan. Pendidikan lingkungan menjadi faktor penting di dalam memberikan kesadaran untuk melindungi lingkungan dimulai dari tingkat pendidikan dasar. Pelatihan kepada tenaga pengajar mengenai pendidikan lingkungan dimulai dari memperkenalkan perencanaan kurikulum dan metode pengajaran melalui pengembangan keterampilan dan lokakarya (UNESCAP, 2000).

3. Government and NGO Partnership

Kemampuan NGO yang tidak dimiliki oleh aktor negara dalam menjangkau masyarakat di berbagai daerah menjadi hal yang diperlukan bagi pemerintah untuk mengadakan kerjasama antar aktor tersebut. Rekomendasi dapat diberikan oleh NGO untuk mengembangkan program melalui pengkajian dari informasi pemerintah. Pemerintah sebagai mitra dapat mendanai program NGO dalam bidang pelestarian lingkungan. NGO dapat berpartisipasi dengan pemerintah daerah melalui pendekatan yang inovatif seperti strategi pendidikan (Ulleberg, 2009). Salah satu strategi yang diberikan oleh World Vision adalah pendidikan lingkungan melalui sekolah hijau.

Melalui penjelasan mengenai hubungan NGO dengan masyarakat dan pemerintah dapat melihat posisi NGO sebagai dasar tujuan kegiatannya dan pengaruh yang dilakukan NGO kepada negara. Hal ini akan memperlihatkan upaya yang dilakukan NGO dalam konteks ini adalah World Vision untuk pelestarian hutan di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Program pengembangan wilayah yang dipersiapkan World Vision di Indonesia kepada Kabupaten Sambas sebagai bentuk pendekatan bottom-up untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat

22

melalui sekolah hijau yang diadopsi dari program adiwiyata. Sekolah hijau menjadi bentuk upaya pendekatan dan pengaruh kepada masyarakat dan kebijakan pemeritah yang menyesuaikan kebutuhan masyarakat Sambas, Kalimantan Barat agar pembangunan berkelanjutan melalui pendidikan lingkungan untuk melestarikan hutan dapat diterapkan di sekolah-sekolah wilayah tersebut.

Dokumen terkait