Dakwah sekolah memiliki idealisme yang tinggi, target-target yang komprehensif, perangkat-perangkat program dan sarana yang integratif, sebagaimana yang telah panjang lebar dijelaskan di muka. Hal ini berangkat dari keyakinan akan urgensi dan peran dakwah sekolah yang sangat besar; menyiapkan generasi baru yang cerdas, taqwa dan kuat. Merekalah yang akan menjadi pelopor perubahan kelak, generasi yang akan memikul beban dakwah ini untuk mencapai tujuan-tujuannya.
Namun, dalam kenyataannya tidaklah mudah segenap konsep dakwah sekolah ini untuk diterapkan. Apakah konsep dakwah sekolah ini sekedar teori belaka atau konsep yang dapat –atau bahkan pernah- diimplementasi.
Pertanyaan-pertanyaan ini adalah hal yang wajar. Sebagaimana Allah Swt pun telah menjadikan Rosulullah Saw sebagai “ contoh hidup” bagaimana segenap nilai-nilai Islam terimplementasi dalam diri
seorang manusia agar mudah dan menimbulkan optimisme bagi manusia untuk mencontohnya.
Berikut ini adalah kisah perjalanan seorang aktifis dakwah sekolah di SMA (sekarang SMU) Negeri di bilangan Pasar Minggu Jakarta Selatan di era 90-an.
GITA DA KW A H DA RI SM A
Masih ingat film “Gita Cinta dari SMA” -nya Yessy Gusman di era 80-an? Tentu saja film tersebut tidak ada hubungannya dengan dakwah sekolah yang kita angkat.
Namun, judul film tersebut menginspirasikan saya bahwa bukan hanya “ cinta” saja yang bermekaran semasa SMA. Tetapi kader-kader dakwah nan belia pun dapat tumbuh subur sejak bangku sekolah. “Gita Dakwah dari SMA” barangkali judul yang cocok bagi mereka.
Pesantren kilat yang ramai pesertanya,
Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) yang meriah dan sumringah, Tafakkur Alam yang heboh dan berkesan, jilbab-jilbab yang tumbuh subur bagai cendawan di musim hujan, ucapan salam yang banyak bertebaran, hingga rame-rame kerja bakti membersihkan musholla - termasuk mencuci karpet dan sajadah-, menjadi kenangan manis yang sulit terlupakan. “ Masa yang paling indah, masa-masa di sekolah..” demikian barangkali liriknya Obbie Messakh dapat dianalogikan.
A wal Bersentuhan dengan Dakwah Sekolah
Pada suatu hari di bulan Juli 1989, saya resmi mulai memasuki SMA yang cukup favorit di Jakarta. Rasa senang, bahagia sekaligus bangga menyelimuti
hati saya dalam menapaki hari-hari yang indah untuk mewujudkan cita-cita. Sebenarnya saya agak minder juga memasuki dunia yang serba baru ini, bergaul dengan “ orang umum” , lingkungan yang campur baur antara laki-laki dan wanita, vocabulary gaul yang banyak ‘nggak nyambung; maklumlah saya berasal dari pesantren dan cenderung ‘kuper’ (kurang pergaulan). Apalagi selaku siswa baru, mereka menggunakan seragam “ kebesaran” SMP-nya masing-masing yang bercelana pendek, sementara saya sendirian bercelana panjang; menjadi pusat perhatian senior-senior dan juga kawan seangkatan.
Pada hari Minggu, kira-kira pekan kedua masuk sekolah, saya mengikuti kegiatan penyambutan siswa baru yang diadakan oleh Rohis atau istilah lainnya “ Pengurus Mushalla” . Kegiatan utamanya rujakan bareng bersama kakak-kakak kelas yang baek-baek itu lho.. Bentuknya seperti mentoring, satu kelompok sekitar 7 orang, di halaman sekolah yang rindang. Sambil kepedesan makan rujak mulailah kakak-kakak itu bercuap-cuap tentang Rohis, kegiatan-kegiatannya, keuntungannya, dan seterusnya. Kesan saya cukup baik, bahkan saya merasa at home di Rohis. Mereka orang baik, pintar dan care dengan adik-adik kelasnya. Begitulah interaksi saya yang pertama dengan dakwah sekolah..
Tahap Pembentukan A khir
Dakwah di sekolah kami ketika itu sebenarnya mulai berkembang. Namun masih terbilang embrio, walaupun embrio dakwah sudah mulai ada pada angkatan-angkatan sebelumnya. Barangkali semacam fase akhir dari “ Tahap Pembentukan” dalam dakwah
sekolah, karena jumlah kader secara perlahan tapi pasti mulai tumbuh dalam jumlah yang lumayan.
Angkatan saya adalah angkatan ’92. Pada awalnya, angkatan saya -para alumni ‘rujakan’- yang menjadi penggerak dakwah di angkatan hanya sekitar 6 orang saja, yang kemudian berkembang menjadi sekitar 25 orang penggerak inti dalam satu tahun.
Kegiatan pun masih sederhana namun cukup variatif. Kultum menjelang shalat zhuhur berjama’ah di mushalla, majalah dinding, perpustakaan, ceramah setelah shalat jum’at, PHBI dan sebagainya.
Rekrutmen kader dan dakwah dilakukan secara fardiyah. Satu-satunya kegiatan rekrutmen yang cukup besar adalah Studi Islam Ramadhan (SIR) yang biasa diadakan setahun sekali di sekolah. Itu pun tidak begitu efektif menjaring kader karena program yang terlalu umum dan pengkondisian yang belum efektif. Walau pun demikian, kader-kader dakwah tetap bermunculan walaupun relatif agak lambat.
Tahap Pertumbuhan
Pada tahun 1990, saat menjelang kenaikan ke kelas II, saya ditunjuk menjadi ketua panitia Tafakkur Alam (TA). Ini adalah kegiatan baru dan ide yang kreatif memecah kebekuan dan kejenuhan program- program dakwah yang selama ini ada. Kegiatan TA pada waktu itu betul-betul “tafakkur alam” yang sesungguhnya; berkemah di lereng gunung, medan yang terjal, kabut yang tebal dan –tentu saja- air terjun yang indah. Lokasi yang dipilih adalah Curug Nangka, sebuah lereng air terjun di sebuah Gunung di Bogor, Jawa Barat. Walhasil, kegiatan ini banyak menyedot
minat para peserta yang sebelumnya tidak begitu berminat dengan kegiatan dakwah.
Pada hari yang ditentukan, berangkatlah kami menuju tempat yang ditentukan. Dengan menggunakan bus Metromini kami berangkat dari halaman sekolah. Karena peserta membludak, maka banyak yang berdiri tidak kebagian tempat duduk. Bus tersebut –dulu masih beratap pendek- tentu saja sangat “ nyaman” bagi peserta yang berdiri karena harus membungkuk berjam- jam..
Karena jarak yang jauh dan medan yang terjal, akhirnya kami tiba malam hari -sangat terlambat dari yang ditentukan. Itupun masih harus berjalan kaki sekitar 1 jam lagi menuju lokasi perkemahan, mendaki di tengah rintik hujan, jalan becek dan curam, serta di kegelapan malam. Letih, capek, dingin, lapar dan mual mulai dirasakan peserta –terutama para wanita. Wah.., betul-betul perjalanan yang melelahkan..
Kabut yang tebal dan udara yang dingin menusuk tulang masih pekat menyelimuti kami di keheningan dini hari. Taburan gugusan bintang-bintang di langit yang cerah dan amat indah, ditingkahi dengan
berbagai bunyi-bunyian zikir serangga-serangga
gunung menambah khidmat tahajjud kami. Ya Allah.., betapa kecil dan kerdilnya hamba-Mu ini di tengah lautan ciptaan-Mu yang amat hebat dan luas.
“ (Dia) yang telah menciptakan 7 lapis langit bertingkat-tingkat. Engkau tidak akan mendapati dari ciptaaan Ar-Rahman itu sesuatu yang cacat..” (Al Mulk : 3)
“ Apakah kalian lebih sulit penciptaannya dari pada langit? Padahal langit telah kami tegakkan.” (An Nazi’ at:27).
Betapa lalai dan sombongnya kami dalam kesibukan dunia hingga melalaikan dzikir dan taat
kepada-Mu selama ini. Tanpa terasa, air mata menitik. Semakin lama semakin deras membasahi pipi dan sajadah tempat bersujud. Jiwa menengadah ke langit, memohon ampun dan taubat-Nya yang amat luas tidak terbatas.
W ahai Allah Pemilik segala dan Penguasa jagad raya. Dosa-dosa kami amatlah banyak bagaikan pasir di pantai dan taburan bintang yang tiada terbilang. Dengan kasih sayang- Mu, hamba memohon ampunan dari-Mu yang amat luas tidak terbatas… .
Hawa sejuk kerinduan dan kecintaan merasuki jiwa secara perlahan. Menumbuhkan keimanan dan menepiskan kepalsuan. Menyalakan keberanian dan membuang kepengecutan. Sinar hidayah yang terang benderang baru saja mengusir awan gelap kejahiliyahan ….
Sebenarnya, kegiatan TA ini cenderung gagal bila dilihat dari pencapaian target-target materi dan mata acara kegiatan yang telah disusun. Betapa tidak, baru semenit kegiatan mentoring di pinggir atau batu- batuan sungai yang indah langsung bubar gara-gara mulai banyak pendaki gunung yang lain –laki dan perempuan- tanpa sungkan membuka baju dan mandi di sungai. Astaghfirullahal ‘ adzim.
Ceramah hanya berhasil ba’da subuh.
Sedangkan siang harinya tenda diguyur hujan lebat. Belum lagi minimnya sarana MCK (mandi, cuci dan kakus), karena tidak disediakan khusus, kecuali di sungai yang serba terbuka tadi. W ah…
Namun, rupanya alam secara alami telah mentarbiyah kami. Mengajarkan banyak hal tentang hakikat kehidupan dan perjuangan tanpa harus memberikan materi di papan tulis yang lama dan
panjang-panjang. Jauhnya perjalanan, sulit dan terjalnya medan, beratnya perlengkapan, hawa dingin bahkan hujan yang menusuk tulang, pengorbanan waktu dan uang, hingga pelajaran dari keheningan malam adalah pelajaran yang lebih mahal dan berkesan.
Walhasil, pengalaman TA pertama ini juga membuat kami semakin kompak dan solid dalam ber- ‘amal jama’i di sekolah. Kami merasakan bahwa kegiatan baru ini betul-betul efektif membina jiwa dan ukhuwah islamiyah. Sejak saat itu, kegiatan Tafakkur Alam adalah kegiatan primadona kami khususnya dalam mengkader para calon-calon aktifis dakwah sekolah yang sangat efektif.
Kegiatan TA berikutnya semakin menarik dan variatif dan –tentu saja lebih nyaman, karena kita mulai menggunakan villa-villa yang banyak bertebaran di jalur Puncak, Jawa Barat. Bayangkan, villa-villa yang dahulu identik dengan hunian elit dan berbau maksiyat, sekarang berubah menjadi tempat favorit pengajian- pengajian. Ceramah agama, hiking, pemutaran film,
nasyid, games, mentoring, olah raga, hingga
muhasabah. Subhanallah.
Maka, pertumbuhan jumlah kader semakin pesat
di angkatan-angkatan berikutnya. Pertumbuhan
kuantitas ini pun dapat diimbangi pula dengan perkembangan kualitasnya melalui perangkat tarbiyah yang intensif yang dilakukan oleh para alumni. Hal ini bisa dilihat dari kemandirian dan kreatifitas mereka dalam melakukan berbagai manuver dakwah sekolah. Mulai dari dakwah fardiyah, aktif sebagai pengurus rohis, menjual majalah-majalah Islam atau bulletin gratis, hingga yang paling fenomenal dan inovatif : Pengajian Kelas!
Ya, Pengajian Kelas (PK) adalah kegiatan favorit kami berikutnya setelah TA. Bayangkan, para aktifis dakwah sekolah secara serentak berinisiatif mendorong
teman-teman sekelasnya mengadakan pengajian
sepekan sekali di kelasnya sendiri. Mula-mula program ini tentu saja ditanggapi dengan ragu. Namun, semangat yang tinggi dan niat yang suci membuat kegiatan ini cukup sukses ditanggapi para peserta. Bayangkan, setiap kelas sepekan sekali mengadakan pengajian kelas secara mandiri. Yang lebih hebat lagi, pengisi materi adalah teman-teman sekelasnya sendiri para aktifis dakwah sekolah!
Tentu saja reaksi positif ini tidaklah datang dengan tiba-tiba. Bukanlah kebetulan bila pada umumnya para aktifis dakwah itu adalah para jagoan akademis dan mendominasi 10 besar di kelasnya
masing-masing. Jadi, ajakan mereka mendapat
sambutan karena mereka adalah figur yang disegani : jujur, berakhlak mulia, berjiwa kepemimpinan dan … pintar.
Maka, mulailah terjadi gelombang pertumbuhan kader dan simpatisan sekaligus. Jilbab mulai marak. Ucapan salam menjadi budaya. Dakwah mulai menjadi kebutuhan bersama bahkan bagi para pegawai, guru dan kepala sekolah.
Tahap Pematangan & Perluasan
Para aktifis dakwah dan simpatisan mulai tersebar di berbagai ekstra kurikuler: Kelompok Ilmiah Remaja (KIR), Palang Merah Remaja (PMR), Pecinta Alam, Taekwondo, Peminat Fotografi hingga Kesenian.
Bahkan ketua OSIS dijabat oleh aktifis Rohis 12 angkatan berturut-turut (sampai sekarang)!
Pengaruh dakwah cukup dirasakan oleh seluruh kalangan sekolah. Karena dakwah telah menyebar, menembus sekat-sekat musholla dan ekslusifisme, menembus ruang kelas dan ruang guru, bahkan pojokan kantin dan posko satpam. Kegiatan-kegiatan Rohis berarti keberkahan dan rejeki baru buat pegawai- pegawai kecil itu. Setidaknya ada pesanan nasi bungkus untuk para panitia kegiatan yang mabit malam hari. Atau sebaliknya, nasi bungkus dan snack justru akan banyak mampir ke tempat mereka bila ada kegiatan besar. Atau bahkan uang tambahan karena banyak membantu kita membereskan ruangan dan menjaga keamanan…
Pengajian guru pun mulai diaktifkan.
Kesadaran pun tumbuh perlahan tapi pasti. Guru-guru wanita mulai berkerudung satu demi satu. Dukungan kepala sekolah dan guru-guru pun semakin tinggi. Mereka menganggap dakwah ini adalah program yang sangat positif; tidak hanya meningkatkan moralitas, melainkan juga meningkatkan kinerja guru dan prestasi siswa.
Beberapa siswa pun mulai menggarap adik-adik kelasnya di SMP almamaternya. Mereka mulai rajin berkunjung, menyambangi guru dan membina pelajar- pelajar di mantan sekolahnya tersebut. Diharapkan, ketika mereka tamat dan masuk SMU, sudah memiliki kesiapan langsung menjadi aktifis dakwah sekolah.
Setelah tetap mendominasi prestasi belajar di kelas, para aktifis dakwah sekolah pun banyak yang diterima di perguruan tinggi favorit, khususnya UI dan ITB, bahkan program beasiswa di luar negeri. Beberapa
angkatan bahkan memiliki prestasi 10 besar sekolah dan NEM tertinggi dari kalangan aktifis dakwah sekolah.
Kelanjutan Kiprah Dakwah dan Peran A lumni
Saat ini kami memiliki alumni mantan aktifis dakwah sekolah sekitar 500 orang tersebar di 12 angkatan. Mereka tersebar dan kuliah di berbagai kampus seperti UI, ITB, IPB, UNJ, UGM, Unpad, hingga program paska sarjana di berbagai perguruan tinggi luar negeri seperti Jepang, Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Australia, Malaysia hingga Mesir.
Tak pelak lagi, mobilitas mantan aktifis dakwah sekolah ke dalam kampus telah memberikan gairah baru bagi dakwah disana. Karena mereka telah memiliki kesiapan fikroh dan pengalaman sejak sekolah. Terbukti kemudian, diantara alumni tersebut banyak yang
berkiprah bahkan menjadi pemimpin-pemimpin
gerakan Islam di kampus. Mulai dari Rohis tingkat jurusan, fakultas hingga universitas. Mulai dari ikatan mahasiswa jurusan, senat fakultas hingga badan eksekutif tingkat universitas.
Setidaknya ada 4 alumni yang pernah menjabat menjadi Ketua Senat/ Badan Eksekutif Mahasiswa tingkat universitas dan dianggap berperan besar dalam mendorong gerbong reformasi tahun 1998 yang lalu: Ketua BEM UI (2 orang), Ketua Keluarga Mahasiswa (KM) ITB), dan Ketua BEM IPB.
Juga pimpinan organisasi dakwah tingkat universitas seperti Ketua SALAM UI, Ketua Rohis UI, Ketua Keluarga Mahasiswa Islam (Gamais) ITB, dsb.
Selain itu juga puluhan alumni pernah
rohis/ sejenisnya dan ketua keputrian di berbagai fakultas di UI seperti Fakultas Kedokteran Gigi, Ilmu Keperawatan, Ilmu Komputer, Teknik, Ekonomi, MIPA, FISIP, FKM, Sastra, dsb. Belum termasuk yang berkiprah di berbagai kampus lainnya di dalam dan luar negeri.
Banyak juga alumni yang sudah lulus kuliah dan mulai berkiprah yang sesungguhnya di masyarakat. Ada yang menjadi dosen, karyawan swasta, pegawai pemerintah, wiraswasta hingga aktifis partai politik..
Mudah-mudahan mereka semua tetap menjadi
penggerak-penggerak dakwah dan agen perubahan di lahan profesinya masing-masing…insya Allah.
Saat ini kami tengah mengkonsolidasikan kembali potensi-potensi alumni yang besar ini, baik untuk kepentingan dakwah sekolah maupun untuk mendukung kiprah mereka di profesinya masing- masing.