• Tidak ada hasil yang ditemukan

NUSA TENGGARA 242.307 3.246 655.310 69.194 33.982 1.249 797

Dalam dokumen Policy Paper (Halaman 170-175)

PDRB Menurut Lapangan Usaha

TAHUN RATA-RATA 2007-

P. NUSA TENGGARA 242.307 3.246 655.310 69.194 33.982 1.249 797

Sumber :BPS, 2013

3.5.

INFRASTRUKTUR WILAYAH

Infrastruktur Jalan

. Perkembangan kondisi jalan di Wilayah Nusa Tenggara ditunjukan dengan panjang jalan berdasarkan status pembinaannya, rasio panjang jalan dengan luas wilayah yang mengindikasikan kerapatan jalan (Road Density), dan kondisi kualitas jalan menurut kriteria IRI (International Roughness Index, Departemen PU), dengan kriteria tidak mantap dan mantap.

 Perkembangan total panjang jalan dalam periode 2008-2010 berkurang sepanjang 674 Km, dengan penurunan panjang jalan berasal dari jalan provinsi dan jalan kabupaten (Tabel 3- 49), dengan tingkat kerapatan jalan sebesar 0,40 Km/Km², lebih tinggi dari kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25 Km/Km² (Gambar 3-6).

 Kualitas jalan di Wilayah Nusa Tenggara jalan sebagian besar dengan kondisi mantap, sementara dengan kategori Tidak Mantap sebesar 12,41 km yang terdiri dari 63,12 persen dengan kondisi rusak ringan dan 36,88 persen tergolong Rusak Berat (Gambar 3-7).

Tabel 3-49:

Perkembangan Panjang Jalan Menurut Status Kewenangan di Wilayah Nusa Tenggara 2008 dan 2010

PROVINSI

Panjang Jalan (Km)

Jalan Nasional Jalan Provinsi Jalan Kabupaten/

Kota Total 2008 2010 2008 2010 2008 2010 2008 2010

Nusa Tenggara Barat 602 632 1.416 1.843 5.333 4.959 7.351 7.434 Nusa Tenggara Timur 1.273 1.407 2.627 1.737 16.497 16.496 20.397 19.640

P. NUSA TENGGARA 1.875 2.039 4.043 3.580 21.830 21.455 27.748 27.074

Sumber Data: Ditjen Bina Marga, Kementerian PU

Gambar 3-6:

Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi Di Wilayah Nusa Tenggara

Sumber Data: Ditjen Bina Marga, Kementerian PU

7 .4 3 4 1 9 .6 4 0 0,40 0,40 - 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 - 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50

Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur

K m /K m 2 ) Km

Gambar 3-7:

Perkembangan Kondisi Kualitas Jalan di Wilayah Nusa Tenggara

Sumber :Kementerian PU

Tabel 3-50:

Kondisi Jalan Nasional Tidak Mantap antarprovinsi, Tahun 2010.

Sumber: Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness TahunAnggaran 2010. DirektoratJenderalBinaMarga (Status 18 Agustus 2010)

Energi Listrik.

Perkembangan kondisi listrik di Wilayah Nusa Tenggara ditunjukan dengan jumlah kapasitas terpasang, jumlah pelanngan listrik, rasio elektrifikasi, dan konsumsi listrik perkapita.

 Kapasitas terpasang energy listrik PLN padatahun 2011 di wilayah Nusa Tenggara mencapai 284,95 Mw. Sumber energi listrik sebagian besar bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), yakni mencapai 99,08 persen (Tabel 3-51).

 Rasio Elektrifikasi wilayah Nusa Tenggara masih tegolong rendah dibandingkan rasio elektrifikasi nasioanl. Perkembangan rasio elektrifikasi dalam periode 2009-2011, terjadi peningakan, di NTB meningkat sebesar 17,92 persen, dan NTT sekitar sebesar 11,71 persen (Tabel 3-52).

 Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011 untuk Provinsi NTB lebih tinggi dibanding Provinsi NTT (Tabel 3-53).

Tabel 3-51:

Kapasitas Terpasang Menurut Jenis Pembangkit (Mw) di Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2011.

SATUAN PLN/PROVINSI

kapasitasterpasangmenurutjenispembangkit (MW)

PLTA PLTD PLT Surya Jumlah %

Nusa Tenggara Barat 0,92 144,82 0,26 146 51,24

Nusa Tenggara Timur 1,08 137,5 0,37 138,95 48,76

P. NUSA TENGGARA 2,00 282,32 0,63 284,95 100,00

% 0,70 99,08 0,22 100,00

Sumber: HasilPengolahan data PT. PLN 2012

1.677,30 118,52 1.715,37 159,48 1.424,88 449,97 1.596,45 278,40 1.651,10 223,75 1.778,55 252,03 Mantap Tdk Mantap Mantap Tdk Mantap Mantap Tdk Mantap Mantap Tdk Mantap Mantap Tdk Mantap Mantap Tdk Mantap 2005 2006 2007 2008 2009 2010 PROVINSI Panjang Jalan Nasional (Km) KUALITAS JALAN Panjang Jalan Mantap Panjang Jalan Tidak Mantap Komposisi Jalan Tidak Mantap (Km) % (Km) % % Rusak Ringan % Rusak Berat

Nusa Tenggara Barat 623,90 522,44 83,74 101,46 16,26 38,31 61,69 Nusa Tenggara Timur 1.406,68 1.256,11 89,30 150,57 10,70 79,83 20,17

P. NUSA TENGGARA 2.030,58 1.778,55 87,59 252,03 12,41 63,12 36,88 INDONESIA 38.189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72

Tabel 3-52:

Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita.

SATUAN PLN/PROVINSI

PelangganRumahTangga

(RT) Rasio Elektrifikasi (%) kWh jual/kapita 2009 2011 Laju (%) 2009 2011 (11-09) 2009 2011 (11-09)

Nusa Tenggara Barat 336.805 569.042 69 29,28 47,2 17,92 155,37 184,17 28,8 Nusa Tenggara Timur 224.869 343.144 53 22,81 34,52 11,71 82,84 101,63 18,79

Sumber: HasilPengolahan data PT. PLN 2012

Telekomunikasi.

Perkembangan kondisi telekomunikasi di Wilayah Nusa Tenggara digambarkan dengan persentase jumlah desa yang memperoleh pelayanan telepon kabel dan kemampuan menerima sinyal telepon seluler

.

 Ketersediaan infrastruktur telekomunikasi memiliki peran penting dalam mendukung interaksi social dan ekonomi masyarakat. Namun demikian, distribusi infrastruktur telekomunikasi tersebut masih belum merata, sehingga masih banyak desa-desa yang belum terlayani.

 Penyebaran BTS di desa/kelurahan (PODES 2011) di wilayah Nusa Tenggara, terbanyak di Provinsi NTB (545 desa) ataumencapai 50 persen dari total desa/kelurahannya (Gambar 3- 8). Hingga saat jumlah desa yang telah terlayani sinyal telp seluler dengan sinyal lemah-kuat sebanyak 90 persen (Tabel 3-53).

Gambar 3-8:

JumlahdanPersentaseDesa yang Terdapat BTS MenurutProvinsi Di Wilayah Nusa Tenggara.

Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)

Tabel 3-53:

Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler Tahun 2011.

PROVINSI Ada Pelanggan Telpon Kabel PenerimaanSinyal HP Jumlah Desa/kel Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat

Desa % Desa % Desa % Desa %

Nusa Tenggara Barat 283 26,1 115 10,6 926 85,4 1041 96,0 1084 Nusa Tenggara Timur 248 8,4 1225 41,3 1456 49,1 2681 90,4 2966

NUSA TENGGARA 531 13,1 1.340 33,1 2.382 58,8 3.722 91,9 4.050

Air Bersih.

Ketersediaan infrastruktur air bersih merupakan aspek penting bagi masyarakat untuk mendukung penyediaan air bersih bagi kehidupan sehari-hari. Kondisi perkembangan pelayanan air bersih untuk kebutuhan masyarakat di Wilayah Nusa Tenggara ditunjukan dengan persentase jumlah desa/kelurahan dengan pemenuhan kebutuhan air bersih bersumber dari PDAM/PAM, air sumur, sungai/danau, air hujan, dan air kemasan

.

 Berdasarkan data PODES 2011, penyediaan kebutuhan air bersih masyarakat sebagian besar bersumber dari mata air dan air sumur, sementara jangkauan PDAM /PAM baru mencapai 11 persen dari total desa/kelurahan (Tabel 5-54).

 Kondisi yang paling memprihatinkan dalam memperoleh air bersih adalah bagi masyarakat yang tergantung terhadap air hujan. Kondisi ini, paling banyak dihadapi oleh masyarakat di NTT yaitu mencapai 148 Desa atau mencapai 5 persen dari total desa/kelurahan (Tabel 3- 54).

Tabel 3-54:

Sumber Air BersihUntukKebutuhanDomestikMasyarakatMenurutProvinsi di Wilayah Nusa Tenggara, Tahun 2010. PROVINSI PAM/PDAM Pompa ListriK/ Tangan/ Sumur Mata Air Sungai/ Danau/ Kolam Air hujan Air Kemasan / Lainnya TOTAL

∑ Desa % ∑ Desa % ∑ Desa % ∑ Desa % ∑ Desa % ∑ Desa % ∑ Desa %

Nusa Tenggara Barat 174 16 666 61 204 19 18 2 4 0 18 2 1.084 100 Nusa Tenggara Timur 258 9 724 24 1679 57 139 5 144 5 22 1 2.966 100

P. NUSA TENGGARA 432 11 1390 34 1883 46 157 4 148 4 40 1 4.050 100

Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)

3.6.

SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

Sumberdaya Alam:

 Luas Kawasan Hutan dan perairan di Wilayah Nusa Tenggara berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan kawasan hutan dan kawasan konservasi perairan 2009. Luas kawasan hutan dan perairan di Wilayah Nusa Tenggara sekitar 2.855.949 hektar atau 2,09 persen dari total nasional, dengan proporsi penggunaan kawasan hutan dan perairan terluas adalah hutan lindung seluas (40,68%) dan Hutan Produksi (20,27%).

 Penyebaran kawasan hutan lindung huta produksi terluas di Provinsi Nusa Tenggara Timur, sementara hutan produksi terbatas di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Gambar 3-8:

Proporsi Luas Kawasan Hutan di Wilayah Nusa Tenggara Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan 2009.

Sumber: Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, 2009

18,10 40,68 16,95 20,27 3,57 0,44 Nusa Tenggara

Kawasan hutan konservasi

Hutan Lindung

Hutan Produksi Terbatas

Hutan Produksi

Hutan Produksi yang dapat dikonversi

Tabel 3-55:

Luas Lahan Hutan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Per Provinsi (s.d. September 2009) di Wilayah Nusa Tenggara

URAIAN NTB NTT NUSA TENGGARA (Ha) NUSA TENGGARA 1) (%) Kawasan Perairan - 253.922 253.922 9,06 Kawasan Hutan 179.165 83.846 263.011 1,34

Kawasan Suaka Alam+Kawasan Pelestarian Alam (ha) 179.165 337.768 516.933 2,20

Hutan Lindung (ha) 430.485 731.220 1.161.705 3,68

Hutan Produksi Terbatas (ha) 286.700 197.250 483.950 2,16

Hutan Produksi (ha) 150.609 428.360 578.969 1,58

Hutan Produksi yang dapat dikonversi (ha) - 101.830 101.830 0,45

Taman Buru (ha) - 12.562 12.562 7.49

Jumlah Kawasan Hutan (ha) 1.046.959 1.555.068 2.602.027 1,94

Jumlah Kawasan Hutan dan Perairan (ha) 1.046.959 1.808.990 2.855.949 2,09

Sumber : Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, 2009 Keterangan:

- 1)= Persen terhadap nasional; 2) =Luas Kawasan alam +Pelestarian Alam tidak diketahui perinciannya - 3)= Belum ada SK Penunjukan dan data masih berdasarkan TGHK

- Data dasar dari citra landsat yang disempurnakan dengan citra orthorectified dan SRTM serta ground check - Data digital penutupan lahan (skala 1:250.000) hasil penafsiran Citra Landsat 7 ETM+ Tahun 2005/2006 - Data digital kawasan hutan hasil digitasi peta lampiran SK Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi

kecuali Provinsi Riau, Kepulauan Riau dan Kalimantan Tengah berdasarkan TGHK

Lingkungan Hidup.

Kondisi lingkungan hidup digambarkan dari beberapa indikator, antara lain yaitu gangguan lingkungan hidup akibat pencemaran (air, udara, dan tanah), tingkat kerusakan hutan dan lahan, pencemaran akibat kebakaran hutan dan lahan, tingkat kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS), dan tingkat kekritisan lahan.

 Tingkat gangguan lingkungan akibat pencemaran air, udara, dan tanah perkembangannya semakin menurun dari tahun 2005-2011 dan rata-rata lebih rendah dari nasional, dengan kondisi pencemaran lingkungan di Provinsi NTB lebih tinggi dibandingkan di Provinsi NTT(Tabel 3-56).

 Luas lahan kritis di wilayah Nusa Tenggara tahun 2010 mencapai 4.695.745,90 hektar atau sekitar 5,71 persen dari luas lahan kritis nasional, dengan luasan lahan kritis terbesar adalah kategori kritis seluas 2.228.395,30 hektar sebagian besar terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Tabel 3-57).

 Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Nusa Tenggara perkembangannya hingga tahun 2007 berkurang menjadi 37 DAS dari 39 DAS. Berdasarkan kategori prioritas penanganan, pada tahun 2007 DAS dengan kategori DAS super prioritas bertambah 6 DAS dan 26 DAS termasuk kategori DAS prioritas. Sebagian besar penyebaran DAS super prioritas sebanyak 5 DAS dan 22 DAS prioritas terdapat di Nusa Tenggara Timur (Tabel 3-58).

 Perkembangan jumlah desa/kelurahan megalami gangguan lingkungan akibat bencana alam longsor dalam periode tahun 2005-2008 meningkat, pada tahun 2008 tercatat sekitar 649 desa/keluran dan sebagian besar terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu mencapai 621 desa/kelurahan (Gambar 3-9).

Tabel 3-56:

Persentase Desa/Kelurahan yang Mengalami Gangguan Lingkungan menurut Provinsi dan Jenis Gangguan Tahun 2005, 2008, dan 2011.

PROVINSI Air Tanah Udara

2005 2008 2011 2005 2008 2011 2005 2008 2011

Nusa Tenggara Barat 8,17 7,67 7,01 1,22 0,66 0,65 5,37 5,81 2,4

Nusa Tenggara Timur 3,43 1,75 1,31 0,8 0,07 0,27 2,78 0,86 0,98

P. NUSA TENGGARA 5,80 4,71 4,16 1,01 0,37 0,46 4,08 3,34 1,69

NASIONAL 8,3 5,57 5,4 1,47 0,77 0,83 6,24 3,95 3,78

Sumber : Badan Pusat Statistik, Statistk Potensi Desa Tahun 2005 & 2008

Tabel 3-57:

Luas dan Penyebaran Lahan Kritis di Nusa Tenggara Menurut Provinsi Tahun 2010. (dalam hektar).

PROVINSI

Tingkat Kekritisan Lahan

JUMLAH

Dalam dokumen Policy Paper (Halaman 170-175)

Dokumen terkait