• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA

C. Nyeri

Adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering dialami. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkandan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang tidak mengenakan, kebanyakan menyiksa dan karena itu berusaha untuk bebas darinya. Pada beberapa penyakit, misalnya pada tumor ganas dalam fase akhir,

meringankan nyeri kadang–kadang merupakan satu–satunya tindakan yang berharga (Mutschler, 1991).

Menurut terjadinya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri somatik dan nyeri dalam (visceral). Nyeri somatik dibagi lagi berdasarkan kualitasnya menjadi nyeri permukaan dan nyeri dalam. Rangsang pada nyeri permukaan bertempat di kulit sedangkan pada nyeri dalam rangsangnya bertempat di otot persendian, tulang dan jaringan ikat (Mutschler, 1991).

Contoh nyeri permukaan : tusukan jarum

Contoh nyeri dalaman : kejang otot, sakit kepala

Contoh nyeri visceral : kolik empedu, nyeri lambung, appendikitis Nyeri

Somatik

Nyeri permukaan

Nyeri dalaman

Nyeri kesatu

Nyeri kedua Kulit

Otot, jaringan ikat, tulang dan sendi

Nyeri Visceral

Perut

Gambar 2. Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi (Mutschler, 1991)

Nyeri permukaan mempunyai karakter ringan, sehingga dapat dilokalisasikan dengan baik dan hilang dengan cepat setelah berakhirnya rangsang. Nyeri permukaan yang juga disebut nyeri pertama ini menyebabkan refleks menghindar dan dengan demikian dapat menglindungi dari kerusakan lebih lanjut. Nyeri pertama ini sering diikuti nyeri kedua yang bersifat seperti

menekan dan membakar. Nyeri kedua ini yang sukar untuk dilokalisasikan dan kebanyakan menyebar ke sekitarnya. Nyeri kedua atau nyeri dalam sering kali diikuti oleh reaksi afektif dan vegetatif seperti tidak bergairah, mual, berkeringat, dan penurunan tekanan darah. Nyeri visceral juga memiliki sifat menekan dan reaksi vegetatif yang menyertai nyeri dalam. Nyeri visceral terjadi antara lain pada tegangan organ perut, kurangnya aliran darah, dan penyakit yang disertai radang (Mutschler, 1991).

Mediator nyeri adalah senyawa dalam tubuh yang dibebaskan dari sel – sel tubuh yang mengalami kerusakan yang menyebabkan perangsangan reseptor nyeri. Mediator nyeri yang penting adalah histamin, serotonin (5-HT), plasmakinin (bradikinin), prostaglandin, ion kalium, asam dan enzim proteolitik (Tjay dan Rahardja, 2002; Guyton, 1996). Mediator yang memiliki potensi kecil dalam perangsangan reseptor nyeri adalah ion hidrogen dan ion kalium. Pada kenaikan konsentrasi ion H+ dan penurunan pH dibawah 6 akan menyebabkan terjadinya nyeri. Demikian juga pada keluarnya ion kalium dari ruang intrasel dengan konsentrasi lebih dari 20 mmol/L setelah terjadi kerusakan sel. Bradikinin dan prostaglandin dapat menyebabkan stimulasi pada ujung serat saraf nyeri tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada serat saraf, sedangkan enzim proteolitik menimbulkan nyeri karena menyebabkan kerusakan pada ujung saraf nyeri (Mutschler, 1991; Guyton, 1996).

Gambar 3. Mediator yang dapat menimbulkan rangsang nyeri setelah kerusakan jaringan. (Mutschler, 1991)

Pelepasan mediator nyeri ini dapat disebabkan oleh berbagai macam hal,

sangan fisik, m kanis Noksius Kerusakan jaringan : dikinin) reseptor

yer pertama Nyeri lama

Pembebasan : Pembentukan + (pH < 6) Kinin (Bra H K+(> 20 mmol/L) Prostaglandin Asetilkolin Serotonin Histamin N Sensibilitas i

dapat berupa rangsangan mekanis, fisis (kalor dan listrik), atau kimiawi. Setelah mediator–mediator nyeri dilepaskan, maka mediator ini akan diterima oleh reseptor nyeri yang spesifik (Mustchler, 1991; Tjay dan Rahardja, 2002).

Bila membran sel mengalami kerusakan karena suatu rang

e atau kimiawi, maka enzim fosfolipase A2 akan dilepaskan dan bereaksi dengan fosfolipida yang ada disitu, membentuk asam arakhidonat. Asam arakhidonat kemudian akan dimetabolisme melalui dua jalur, yaitu jalur siklooksigenase dan jalur lipooksigenase. Enzim siklooksigenase mempunyai dua isoenzim yang terlibat pada metabolisme asam arakhidonat, yaitu

siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2) (Tjay dan Rahardja, 2002).

Gambar 4. Diagram perombakan asam arakhidonat menjadi prostaglandin dan leukotrien (Tjay dan Rahardja, 2002).

Enzim COX-1 ra lain di pelat–pelat

darah,

ortikosteroida

SAID`s

Fosfolipida (membran sel)

terdapat di kebanyakan jaringan anta

ginjal dan saluran cerna (Tjay dan Rahardja, 2002). Enzim ini bersifat konstitutif (pokok dan selalu ada) dan cenderung menjadi homeostatis dalam

k

N

Fosfolipase A2

Asam Arakhidonat

Cyclooxygenase Lipooxygenase

Endoperoksida O2- Asam Hidroperoksida

Radikal bebas Trom TXA boksan 2 Prostasiklin PGI2 Prostaglandin PGE2/F2 Leukotrien LTA LTB2 LTC4-LTF4-LTE4 COX-1 COX-2

fungsinya. Enzim COX-2 normalnya tidak terdapat di jaringan, namun terbentuk selama proses peradangan (Tjay dan Rahardja, 2002).

Asam arakhidonat diubah oleh enzim siklooksigenase menjadi

dimetabolisme oleh enzim lipooksigenase enjad

endoperoksida, dan seterusnya menjadi prostaglandin. Peroksida melepaskan radikal bebas oksigen yang juga memegang peranan dalam timbulnya rasa nyeri. Prostaglandin yang dibentuk dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu prostaglandin (PG), prostasiklin (PGI2), dan tromboksan (TXA2, TXB2). Prostaglandin dapat dibentuk oleh seluruh jaringan. Prostaglandin yang paling penting adalah PGE2 dan PGF2, yang mempunyai daya vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh dan membran sinovial, yang menyebabkan terjadinya radang dan nyeri. Prostasiklin, yang dibentuk terutama di dinding pembuluh, mempunyai daya vasodilatasi (bronchi, lambung, rahim, dan lain–lain), antitrombotis dan juga efek protektif terhadap mukosa lambung. Tromboksan, yang khusus dibentuk dalam trombosit, mempunyai daya

vasokonstriksi (antara lain di jantung) dan dapat menstimulasi agregasi pelat darah (trombotis) (Tjay dan Rahardja, 2002).

Sebagian dari asam arakhidonat

m i leukotrien (LT). LTC4, LTD4 dan LTE4 dibentuk dalam granulosit eusinofil dan mempunyai daya vasokonstriksi di bronchi dan mukosa lambung, selain itu juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler. LTBB4, yang khusus dibentuk di makrofag dan neutrofil alveoler, bekerja secara kemotaksis, yaitu merangsang migrasi leukosit dengan cara meningkatkan mobilitas dan

fungsinya. Penghambatan COX dapat secara tidak langsung meningkatkan sintesis leukotrien (Tjay dan Rahardja, 2002).

Reseptor nyeri (nosiseptor) merupakan ujung saraf bebas yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Reseptor ini tersebar luas dalam lapisan interstitial kulit dan juga dalam jaringan dalam tertentu, seperti dinding arteri dan permukaan sendi. Reseptor nyeri dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu mekanoreseptor, termoreseptor, dan kemoreseptor (Mutschler, 1991).

Nyeri timbul apabila suatu rangsang, apakah itu fisik, termal, ataupun kimiawi, melampui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena itu menyebabkan kerusakan pada jaringan dengan disertai pembebasan mediator nyeri.

Terdapat beberapa kemungkinan mekanisme suatu obat dalam mempengaruhi rasa nyeri, antara lain :

1. mencegah sensibilitas reseptor nyeri dengan cara penghambatan sintesis prostaglandin dengan analgetika yang bekerja perifer

2. mencegah pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri dengan memakai anestetika permukaan atau anestetika infiltrasi

3. menghambat penerusan rangsang dalam serabut saraf sensorik dengan anestetika konduksi

4. mempengaruhi pengalaman nyeri dengan psikofarmaka (transkuilansia, neuroleptika, antidepresif)

(Mustschler, 1991)

Dokumen terkait