• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya analgesik sari buah jeruk lemon [citrus limon [L.] Burm. F.] pada mencit putih betina.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Daya analgesik sari buah jeruk lemon [citrus limon [L.] Burm. F.] pada mencit putih betina."

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Jeruk lemon merupakan salah satu tanaman yang potensial untuk dikembangkan sebagai obat tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui khasiat sari buah jeruk lemon (Citrus limon L.) sebagai analgetika dan mengetahui besarnya khasiat tersebut. Penelitian ini juga bertujuan untuk membandingkan profil geliat sari buah jeruk lemon dengan parasetamol.

Penelitian ini termasuk uji penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak pola searah. Metode efek analgesik yang digunakan adalah rangsang kimia. Empat puluh lima ekor mencit dikelompokkan secara acak menjadi delapan kelompok, kelompok I merupakan kelompok kontrol negatif dengan pemberian akuades, kelompok II merupakan kelompok kontrol negatif dengan pemberian CMC Na, kelompok III merupakan kelompok kontrol positif dengan pemberian parasetamol dosis 91 mg/kg BB, kelompok IV–VIII merupakan kelompok perlakuan dengan pemberian sari buah jeruk lemon dengan dosis 2; 3,33; 6,67; 13,33; 26,67 ml/kg BB. Pemberian bahan uji dilakukan 10 menit sebelum disuntikkan asam asetat sebagai rangsang nyeri secara peritonial. Waktu pengamatannya 60 menit dengan mencatat jumlah geliat setiap 5 menit. Data yang diperoleh dari pengamatan geliat pada masing–masing kelompok dianalisis dengan Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan dengan analisis variasi searah dengan taraf kepercayaan 95 % untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antarkelompok. Selanjutnya dilakukan uji Scheffe untuk mengetahui perbedaan tersebut bermakna atau tidak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sari buah jeruk lemon (Citrus limon

(L.) Burm. f.) mempunyai daya analgesik. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan untuk mengurangi nyeri pada kelompok perlakuan sari buah jeruk lemon. Persentase proteksi terhadap geliat dosis 2; 3,33; 6,67; 13,33; 26,67 ml/kg BB berturut–turut adalah 60,91%; 51,77%; 70,55%; 69,03%; 74,11%. Dari data tersebut diketahui bahwa daya analgesik kelompok sari buah jeruk lemon berbeda tidak bermakna dengan parasetamol. Perbedaan profil geliat yang paling nyata terjadi antara parasetamol dengan sari buah jeruk lemon dosis 26,67 ml/kg BB. Kata kunci : analgesik, jeruk lemon, rangsang kimia, mencit putih betina

(2)

ABSTRACT

Lemon (Citrus limon L.) were one of plant which potentially for developed into traditional medicine. This research has a purpose to know the effect of lemon juice (Citrus limon L.) as an analgesic and to know how far its capability to relieve pain sensation. This research also has a purpose to compare the profile of lemon juice and parasetamol.

This research was a pure experiment research type with one-way randomized design. This research used a method called writhing test method. Forty two white mice was randomized into seven groups. The first group was negative control group, the second group was positive control, and the rest was treatment groups. The negative control used aquadest, which was the solvent of lemon juice, and the positive control used paracetamol with dose 91 mg/kg BW. The treatment groups used lemon juice. The samples were given ten minutes before acetic acid injection, which was the chemical agent induced writhing on mice. Acetic acid, as the pain stimulator, was interperitonially injected. The observation time was sixty minutes with writhing reflects recorded every five minutes.

The result was analyzed with Kolmogorov-Smirnov, continued with one-way ANOVA with 95 % significance level to know if there was a difference between groups. Then continued with Scheffe test to know that difference was valueable or not.

The result of this research shows that lemon juice has analgesic effects. It was proven with capability to relieve pain in treatment groups. The protection percentage from writhing reflects in dose 2; 3,33; 6,67; 13,33; 26,67 ml/kg BW were 60,91%; 51,77%; 70,55%; 69,03%; 74,11%. The siginificant profile`s differences happens between parasetamol and lemon juice dose 26,67 ml/kg BW. Key word : analgesic, lemon, writhing test method, female white mouse

(3)

DAYA ANALGESIK SARI BUAH JERUK LEMON (Citrus limon (L.) Burm. F.) PADA MENCIT PUTIH BETINA

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Diajukan oleh : Yohanes Andi Wijaya

NIM : 028114035

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008

(4)
(5)
(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dedicated to

My Jesus

My Family

My Love

(7)
(8)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Yohanes Andi Wijaya

Nomor Mahasiswa : 028114035

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Daya Analgesik Sari Buah Jeruk Lemon (Citrus limon L.) pada Mencit Putih Betina

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 21 November 2008

Yang menyatakan

(Yohanes Andi Wijaya)

(9)

INTISARI

Jeruk lemon merupakan salah satu tanaman yang potensial untuk dikembangkan sebagai obat tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui khasiat sari buah jeruk lemon (Citrus limon L.) sebagai analgetika dan mengetahui besarnya khasiat tersebut. Penelitian ini juga bertujuan untuk membandingkan profil geliat sari buah jeruk lemon dengan parasetamol.

Penelitian ini termasuk uji penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak pola searah. Metode efek analgesik yang digunakan adalah rangsang kimia. Empat puluh lima ekor mencit dikelompokkan secara acak menjadi delapan kelompok, kelompok I merupakan kelompok kontrol negatif dengan pemberian akuades, kelompok II merupakan kelompok kontrol negatif dengan pemberian CMC Na, kelompok III merupakan kelompok kontrol positif dengan pemberian parasetamol dosis 91 mg/kg BB, kelompok IV–VIII merupakan kelompok perlakuan dengan pemberian sari buah jeruk lemon dengan dosis 2; 3,33; 6,67; 13,33; 26,67 ml/kg BB. Pemberian bahan uji dilakukan 10 menit sebelum disuntikkan asam asetat sebagai rangsang nyeri secara peritonial. Waktu pengamatannya 60 menit dengan mencatat jumlah geliat setiap 5 menit. Data yang diperoleh dari pengamatan geliat pada masing–masing kelompok dianalisis dengan Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan dengan analisis variasi searah dengan taraf kepercayaan 95 % untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antarkelompok. Selanjutnya dilakukan uji Scheffe untuk mengetahui perbedaan tersebut bermakna atau tidak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sari buah jeruk lemon (Citrus limon

(L.) Burm. f.) mempunyai daya analgesik. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan untuk mengurangi nyeri pada kelompok perlakuan sari buah jeruk lemon. Persentase proteksi terhadap geliat dosis 2; 3,33; 6,67; 13,33; 26,67 ml/kg BB berturut–turut adalah 60,91%; 51,77%; 70,55%; 69,03%; 74,11%. Dari data tersebut diketahui bahwa daya analgesik kelompok sari buah jeruk lemon berbeda tidak bermakna dengan parasetamol. Perbedaan profil geliat yang paling nyata terjadi antara parasetamol dengan sari buah jeruk lemon dosis 26,67 ml/kg BB. Kata kunci : analgesik, jeruk lemon, rangsang kimia, mencit putih betina

(10)

ABSTRACT

Lemon (Citrus limon L.) were one of plant which potentially for developed into traditional medicine. This research has a purpose to know the effect of lemon juice (Citrus limon L.) as an analgesic and to know how far its capability to relieve pain sensation. This research also has a purpose to compare the profile of lemon juice and parasetamol.

This research was a pure experiment research type with one-way randomized design. This research used a method called writhing test method. Forty two white mice was randomized into seven groups. The first group was negative control group, the second group was positive control, and the rest was treatment groups. The negative control used aquadest, which was the solvent of lemon juice, and the positive control used paracetamol with dose 91 mg/kg BW. The treatment groups used lemon juice. The samples were given ten minutes before acetic acid injection, which was the chemical agent induced writhing on mice. Acetic acid, as the pain stimulator, was interperitonially injected. The observation time was sixty minutes with writhing reflects recorded every five minutes.

The result was analyzed with Kolmogorov-Smirnov, continued with one-way ANOVA with 95 % significance level to know if there was a difference between groups. Then continued with Scheffe test to know that difference was valueable or not.

The result of this research shows that lemon juice has analgesic effects. It was proven with capability to relieve pain in treatment groups. The protection percentage from writhing reflects in dose 2; 3,33; 6,67; 13,33; 26,67 ml/kg BW were 60,91%; 51,77%; 70,55%; 69,03%; 74,11%. The siginificant profile`s differences happens between parasetamol and lemon juice dose 26,67 ml/kg BW. Key word : analgesic, lemon, writhing test method, female white mouse

(11)

PRAKATA

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa

atas berkat dan rahmatNya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Daya Analgesik Sari Buah Jeruk Lemon (Citrus limon L.) pada Mencit Putih Betina” ini dengan baik.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Rita Suhadi, M.Si, Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

2. Yosef Wijoyo, M.Si, Apt, selaku pembimbing utama skripsi ini, atas segala masukan yang diberikan kepada penulis, kesabaran dan

dukungannya dalam membimbing penulis menyusun skripsi ini.

3. Ipang Djunarko S.Si, Apt, selaku penguji skripsi atas kritik dan masukkan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

4. dr. Fenty, M.Kes, Sp.PK, selaku penguji skripsi atas kritik dan masukkan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

5. dr. Luciana Kuswibawati selaku pembimbing akademik penulis, atas segala pendampingan dan bimbingannya selama penulis masih kuliah

(12)

6. Ign. Kristio Budiasmoro, M.Si selaku pembimbing skripsi penulis

terdahulu, atas segala bimbingan dan dukungan semangatnya selama masa penyusunan skripsi, juga dalam mendeterminasi tanaman, maafkan penulis bila tidak mampu mewujudkan harapan Bapak.

7. Romo Sunu, atas bantuannya dan penjelasannya dalam mengolah data secara statistik dengan menggunakan SPSS.

8. Mas Sigit dan mas Andre, atas bantuannya dalam pembuatan herbarium dan mendeterminasi tanaman.

9. Mas Parjiman, mas Heru dan mas Kayat selaku laboran di bagian

farmakologi, atas segala bantuannya selama penulis melakukan penelitian di laboratorium.

10.Bpk Fredy Handoko dan Ibu Sulastri, Orangtuaku yang melahirkanku, atas segala doa, yang selalu mendukung dalam segala keadaan, menyemangatiku dikala aku jatuh dengan kasih sayangnya, yang

memberikan bantuan baik material maupun immaterial.

11.Kedua kakakku tercinta, terima kasih atas dukungannya selama ini.

12.Natalia Dwi Hartono, yang selalu disampingku untuk mendukungku dengan semangat dan kasih sayangnya, yang menyadarkan penulis atas kemalasannya dan membangkitkan penulis saat kegagalannya.

13.Teman–teman di kos penulis, Yogi, Chris, Ari, Supri, Hendra, Bambang, dan Heru, atas segala bantuannya.

14.Kelas A dan kelompok praktikum B angkatan 2002, atas persahabatan, suka dan duka selama masa kuliah.

(13)

15.Christin, Agnes, dan Riasa, terima kasih atas persahabatannya selama

kuliah, dan juga dorongan semangatnya.

16.Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam segala aspek dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan

saran yang membangun demi kemajuan penulis dan para pembaca sekalian. Sekian dan terima kasih.

Penulis

(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v

PUBLIKASI... vi

INTISARI... vii

ABSTRACT... viii

PRAKATA... ix

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I. PENGANTAR... 1

A. Latar Belakang... 1

1. Permasalahan penelitian... 3

2. Keaslian penelitian... 3

3. Manfaat penelitian... 4

B. Tujuan Penelitian... 4

BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA... 5

A. Jeruk Lemon... 5

(15)

B. Vitamin C... 9

C. Nyeri... 10

D. Analgetika... 17

E. Parasetamol... 19

F. Metode Pengujian Analgesik... 20

G. Landasan Teori... 24

H. Hipotesis... 25

BAB III. METODE PENELITIAN... 26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 26

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 26

C. Alat... 27

D. Bahan... 27

E. Tata Cara Penelitian... 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 33

A. Determinasi Tanaman... 33

B. Uji Pendahuluan... 33

C. Pengujian Daya Analgesik... 40

D. Perbandingan Daya Analgesik Sari Buah Jeruk Lemon Dengan Parasetamol... 44

E. Perbandingan Profil Parasetamol Dengan Sari Buah Jeruk Lemon... 48

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 51

A. Kesimpulan... 51

(16)

B. Saran... 51

DAFTAR PUSTAKA... 53

LAMPIRAN... 55

BIOGRAFI PENULIS... 95

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Rata–rata jumlah geliat pada orientasi

dosis asam asetat... 34

Tabel II. Hasil analisis variansi satu arah penetapan

dosis asam asetat... 35 Tabel III. Rata–rata geliat orientasi selang waktu

pemberian asam asetat... 36 Tabel IV. Hasil analisis variansi satu arah

penetapan selang waktu... 37 Tabel V. Rata–rata geliat pada penetapan dosis parasetamol... 38 Tabel VI. Hasil analisis variansi satu arah penetapan

dosis parasetamol... 39 Tabel VII. Rata–rata kumulatif geliat pada kelompok perlakuan... 40

Tabel VIII. Persen proteksi nyeri kelompok perlakuan... 42 Tabel IX. Hasil analisis variansi satu arah persen proteksi nyeri.... 43 Tabel X. Hasil uji Scheffe persen proteksi nyeri

kelompok perlakuan... 44 Tabel XI. Perubahan persen penghambatan nyeri... 47

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur vitamin C dan dehydro vitamin C... 9 Gambar 2. Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi... 11

Gambar 3. Mediator yang dapat menimbulkan rangsang nyeri setelah kerusakan jaringan... 13 Gambar 4. Diagram perombakan asam arakhidonat menjadi prostaglandin

dan leukotrien... 14 Gambar 5. Bagan kemungkinan pengaruh macam–macam obat

terhadap nyeri... 18 Gambar 6. Struktur kimia dari parasetamol... 20 Gambar 7. Grafik rata–rata geliat pada orientasi dosis asam asetat. 35

Gambar 8. Grafik penetapan selang waktu pemberian asam asetat.... 37 Gambar 9. Grafik orientasi penetapan dosis parasetamol... 39

Gambar 10. Rata–rata kumulatif jumlah geliat kelompok perlakuan... 41 Gambar 11. Grafik persen proteksi nyeri... 42 Gambar 12. Grafik perubahan persen proteksi nyeri... 47

Gambar 13. Grafik perbandingan profil parasetamol dengan

sari buah jeruk lemon... 49

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Pengesahan Determinasi... 55

Lampiran 2. Foto buah jeruk lemon... 56

Lampiran 3. Foto buah jeruk lemon yang sudah dipotong... 56

Lampiran 4. Gambar buah jeruk lemon dari internet... 56

Lampiran 5. Gambar buah jeruk lemon beserta daun dan bunganya yang berasal dari internet... 57

Lampiran 6. Foto larutan sari buah jeruk lemon tanpa pengenceran... 57

Lampiran 7. Foto geliat mencit yang dipakai... 58

Lampiran 8. Foto geliat mencit yang tidak dipakai... 58

Lampiran 9. Penetapan peringkat dosis sari buah jeruk lemon pada kelompok perlakuan... 60

Lampiran 10. Data orientasi penetapan dosis asam asetat... 61

Lampiran 11. Data geliat penetapan selang waktu pemberian asam asetat……….. 61

Lampiran 12. Data orientasi penetapan dosis parasetamol... 62

Lampiran 13. Data penetapan daya analgesik... 62

Lampiran 14. Data analisis statistik penetapan dosis asam asetat... 64

Lampiran 15. Analisis statistik data penetapan selang waktu pemberian asam asetat... 65

(20)

Lampiran 16. Analisis statistik data penetapan dosis parasetamol... 67

Lampiran 17. Analisis statistik data persen penghambatan nyeri... 69 Lampiran 18. Analisis statistik data perubahan

persen penghambatan nyeri... 71

Lampiran 19. Analisis statistik data perbandingan profil geliat... 74 Lampiran 20. Analisis statistik geliat per menit... 83

(21)

BAB I. PENGANTAR

A. Latar Belakang

Setiap orang pasti pernah mengalami nyeri semasa hidupnya. Nyeri sebenarnya memberikan pertanda bahwa terdapat kerusakan di suatu tempat di

tubuh kita, baik itu kita sadar atau tidak. Nyeri berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi, dan sering kali memudahkan diagnosis penyakit (Mutschler, 1991). Walaupun banyak orang sudah mengetahui fungsi–fungsi tersebut, tetap saja

orang lebih memilih untuk tidak mengalaminya atau mengenyahkannya secepat mungkin, yang salah satu caranya adalah dengan memakai obat yang biasa kita

sebut analgetika. Hal ini menyebabkan obat pengurang rasa nyeri atau biasa disebut analgetika menjadi salah satu obat yang paling banyak digunakan di masyarakat.

Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan tumbuhan obat. Bahkan dari 40.000 spesies tanaman obat yang ada di dunia, Indonesia

menyumbang 30.000 spesies. Sejak ratusan tahun lalu nenek moyang bangsa kita menggunakan tumbuhan sebagai obat tradisional. Konsep back to nature atau pengobatan dengan menggunakan bahan yang berasal dari alam seperti contohnya

tumbuhan, saat ini sedang diminati kembali. Pengobatan dengan menggunakan bahan alam atau obat tradisional mempunyai kelebihan jika dibandingkan dengan

(22)

Saat ini banyak tumbuhan obat yang dikembangkan industri farmasi

menjadi obat tradisional. Berbagai jenis tumbuhan bisa dimanfaatkan untuk pembuatan obat. Salah satu tanaman yang potensial dimanfaatkan untuk obat tradisional adalah jeruk lemon (Citrus limon L.). Jenis jeruk ini memang belum populer di Indonesia sebagai obat tradisional karena memang jeruk lemon bukan tanaman asli Indonesia. Asal usul dari jeruk lemon sendiri masih belum diketahui

secara pasti, namun jeruk lemon sudah digunakan untuk kesehatan sejak jaman dahulu, yaitu untuk mengobati para pelaut yang kekurangan vitamin pada tahun 1600 di dataran Eropa. Jeruk lemon kemudian mulai diproduksi pada skala

industri pada tahun 1849 di California, USA. Jeruk lemon sebenarnya mempunyai banyak kegunaan tetapi masyarakat Indonesia belum banyak mengetahuinya.

Jeruk lemon merupakan sumber vitamin C dan kalsium yang sangat baik. Jeruk lemon juga bisa digunakan sebagai cooling drink jika mengalami demam, serta jusnya digunakan dalam kasus diaphoretic dan diuretic draughts. Jus jeruk lemon sangat dianjurkan dalam pengobatan acute rheumatism. Lemon juga merupakan

astringent yang bagus dan bisa digunakan untuk lotion dalam kasus sunburn. Minyak dari kulit jeruk lemon dapat digunakan untuk perasa dan aroma, seperti pada deterjen, shampoo, sabun, dan parfum. Minyak atsiri jeruk lemon diketahui mempunyai nilai impor yang paling tinggi dibandingkan semua minyak atsiri

yang diimpor oleh Amerika Serikat (Anonim (c), 2008). Dari sekian banyak manfaat yang disediakan oleh jeruk lemon, masyarakat Indonesia hanya mengenal

(23)

Belum ada data empiris tentang penggunaan jeruk lemon sebagai obat tradisional

di Indonesia.

Buah jeruk lemon secara garis besar mengandung gula, polisakarida, asam organik, lemak, karotenoid, vitamin dan mineral, flavonoid, limonoid dan

komponen yang bersifat volatile (Anonim (a), 2007). Salah satu kandungan kimia yang terdapat dalam sari buah jeruk lemon adalah vitamin C. Vitamin C sudah

dikenal sebagai antioksidan yang baik. Vitamin C inilah yang diduga bertanggung jawab atas efek farmakologis dari sari buah jeruk lemon.

1. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut :

1. apakah sari buah jeruk lemon mempunyai daya analgesik ?

2. seberapa besar daya analgesik sari buah jeruk lemon jika dibandingkan dengan parasetamol ?

3. bagaimana perbandingan profil geliat antara parasetamol dengan kelompok perlakuan ?

2. Keaslian penelitian

Setelah dilakukan penelusuran oleh penulis, belum ditemukan penelitian mengenai efek analgesik dari sari buah jeruk lemon (Citrus limon L.). Penelitian yang pernah dilakukan antara lain :

(24)

b. The effect of lemon juice on atherogenic factors (Mika, Chika, Harumi, Mariko, Toshimi, Thu, Masanori, Kazuhiro, Yoshiaki, 2004)

c. Pharmacological properties of citrus and their ancient and medieval uses in the Mediterranean region (Ramón-Laca & Arias, 2004)

3. Manfaat penelitian

a. manfaat teoritis : menambah informasi terutama dalam bidang pengobatan

tradisional mengenai bukti ilmiah khasiat sari buah jeruk lemon

b. manfaat praktis : sebagai sumbangan dalam pengobatan tradisional, yaitu dengan memberikan informasi pada masyarakat tentang khasiat jeruk lemon,

terutama sebagai salah satu alternatif obat pengurang rasa nyeri

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum : secara umum penelitian ini bertujuan untuk menambah informasi mengenai sari buah jeruk lemon yang dapat digunakan sebagai obat

pengurang rasa nyeri 2. Tujuan khusus :

a. membuktikan daya analgetika sari buah jeruk lemon

b. mengetahui besarnya daya analgetika sari buah jeruk lemon jika dibandingkan dengan parasetamol

(25)

BAB II.

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Jeruk Lemon (Citrus limon L.) 1. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub-divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Rutales Famili : Rutaceae

Genus : Citrus

Species : Citrus medica varietas limon Burn sinonim Citrus limonium Risso sinonim Citrus limonia disebut pula True Citroen

(Rukmana, 2001)

2. Daerah asal dan penyebaran

Jeruk lemon bukanlah merupakan tanaman asli Indonesia. Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa daerah asal tanaman jeruk lemon adalah daerah Asia,

tepatnya Birma Utara dan Cina Selatan.

Pada abad ke-11 sampai dengan 13, tanaman jeruk lemon dibawa oleh

(26)

kemudian dikembangkan pula di California (Amerika Serikat), Kepulauan Hindia

Barat, dan Argentina.

Saat ini, jeruk lemon telah banyak ditanam di berbagai negara di dunia. Di Indonesia jeruk lemon dikenal oleh masyarakat pecinta tanaman pada sekitar

tahun 1980-an. (Rukmana, 2001)

Jeruk lemon termasuk dalam kelompok jeruk sitrun atau Citroen (Citrus medica). Dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa jeruk sitrun mempunyai dua varietas sebagai berikut :

a. jeruk lemon (Citrus medica varietas limon sinonim Citrus limonium / True Citroen)

b. jeruk sukade (Citrus medica varietas proper sinonim Citrus odorata Rouseel

sinonim Citrus cedar Link.)

Jeruk lemon menghasilkan jenis jeruk baru setelah dikawin silangkan dengan beberapa jenis jeruk lain, yaitu sebagai berikut :

a. Rough lemon (RL), merupakan hasil persilangan antara Citrus medica

var.limon x Citrus aurantium sub-species sinensis (jeruk manis).

b. Lemonime, merupakan hasil persilangan antara jeruk lemon (Citrus limonium) x jeruk nipis sinonim (Citrus aurantifolia Swingle).

(Rukmana, 2001)

3. Jenis (Varietas) a. Lemon tea

(27)

yang bergerigi, dengan panjang 10–11 cm dan lebar 4–4,5 cm. Lemon tea

berbuah setelah berumur 4 tahun dan selanjutnya akan berbuah terus menerus tanpa mengenal musim. Bentuk buah lemon tea agak lonjong, mirip dengan jeruk nipis, diameternya 3 cm dan panjangnya 3,5 cm. Buah

yang masih muda berwarna hijau kekuning–kuningan, namun setelah matang menjadi kekuning–kuningan dengan permukaan yang halus.

Daging buahnya cukup berair. Rasanya tidak terlalu masam, serta beraroma kurang tajam. Biasanya lemon tea dimanfaatkan untuk minuman teh, bumbu penyedap masakan ikan dan daging (Rukmana, 2001).

b. lemon squash

Batang lemon squash berduri tajam dengan panjang duri 1,5–2 cm. percabangannya banyak dan sangat lentur. Lemon squash berbuah terus menerus tanpa mengenal musim, terutama bila pengairannya cukup. Daun

lemon squash berwarna hijau tua dengan ujung runcing dan tepi daun yang bergerigi. Panjang daun antara 10–12 cm dan lebarnya 4–5 cm. Buah

lemon squash berukurang besar, sehingga sering tergeletak di tanah. Buah

lemon squash berbentuk lonjong menyerupai labu siam, dengan panjang 15 cm dan diameter 5–7 cm. Kulit buahnya tebal, berwarna hijau tua dan akan menguning bila sudah matang. Daging buahnya berair banyak

(28)

c. lemon cui

Batang lemon cui berwarna gelap, mempunyai banyak cabang dan ranting, namun tidak berduri. Daunnya berukuran kecil, dengan panjang 2–3 cm dan lebar 2 cm. Daunnya berwarna hijau tua, berbentuk agak

bulat, tepi daun rata dan cenderung menghadap ke atas. Buah lemon cui, atau yang biasa disebut jeruk manado, berbentuk bulat sebesar ibu jari

tangan dengan ujung agak rata. Warna kulit buahnya hijau tua, dan menjadi kuning kemerahan setelah matang. Daging buahnya berair banyak, rasanya masam dan aromanya tajam. Buah lemon cui biasanya dimanfaatkan sebagai bumbu masakan (Rukmana, 2001).

d. lemon eureka

Tanaman lemon eureka berupa perdu dengan tinggi 1–6 m. Daunnya menyerupai daun jeruk lemon tea. Buahnya tumbuh tunggal atau berkelompok, berbentuk oval dengan ujung berputing yang agak

meruncing. Buahnya mempunyai panjang 5–10 cm dengan diameter 4,5–5,5 cm, kulit buah muda berwarna kuning. Lemon eureka ini banyak dimanfaatkan sebagi penyegar minuman teh dan sari buah (Rukmana, 2001).

4. Manfaat

Jeruk lemon dimanfaatkan di hampir semua rumah tangga di Asia Tengara terutama sebagai penyedap masakan, pembuatan minuman, dan berbagai macam

(29)

B. Vitamin C

Mulai dikenal pada tahun 1928, yaitu setelah dilakukan pemisahan vitamin C dari air jeruk. Vitamin C merupakan suatu asam organik yang berbentuk kristal putih, terasa asam, tetapi tidak berbau. Dalam larutan, vitamin C

mudah rusak karena oksidasi oleh oksigen dari udara, tetapi lebih stabil bila terdapat dalam bentuk kristal kering (Sediaoetama, 2004).

C

3

OH

C

4

OH

OH

O

C

1

O

HO

O

OH

OH

O

O

O

C

2

Dehydro Vitamin C

Vitamin C

Gambar 1. Struktur kimia dari vitamin C dan dehydro vitamin C. (Sediaoetama, 2004)

Gugus hidroksil pada C2 dan C3 mudah dioksidasi, sehingga menjadi dehydro vitamin C. Reaksi ini bersifat reversible dan menyebabkan vitamin C mudah dioksidasi dan direduksi. Dengan demikian, vitamin C bersifat mudah

mereduksi ikatan organik lain (Sediaoetama, 2004).

Vitamin C bekerja sebagai suatu koenzim dan pada keadaan tertentu

merupakan reduktor dan antioksidan. Vitamin ini dapat secara langsung memberikan elektron ke enzim yang membutuhkan ion-ion logam tereduksi, dan bekerja sebagai kofaktor untuk prolil dan lisil hidroksilase dalam biosintesis

(30)

besi dan juga berperan pada pembentukan steroid adrenal. Fungsi utama

vitamin C adalah berperan dalam sintesis kolagen, proteoglikan, dan zat organik lainnya misalnya pada tulang, gigi, dan endotel kapiler (Rosmiati, 1995).

Sumber vitamin C yaitu di dalam bahan makanan terutama buah-buahan

segar dan terdapat juga dalam sayuran segar dengan kadar yang lebih rendah. Di dalam buah, vitamin C terdapat dengan konsentrasi tinggi di bagian kulit buah,

agak lebih rendah terdapat dalam daging buah dan lebih rendah lagi dalam bijinya (Sediaoetama, 2004). Vitamin C juga terdapat dalam berbagai preparat, baik dalam bentuk tablet yang mengandung 50-1500 mg maupun dalam bentuk larutan.

Sebagian besar sediaan multivitamin mengandung vitamin C. Air jeruk mengandung vitamin C yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk terapi

menggantikan sediaan vitamin C. Vitamin C diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan skorbut. Vitamin C juga digunakan untuk berbagai penyakit yang tidak ada hubungannya dengan defisiensi vitamin C dan sering kali digunakan

dalam dosis besar, akan tetapi efektifitasnya tidak jelas atau tidak terbukti (Rosmiati, 1995).

C. Nyeri

Adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering dialami.

Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkandan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang tidak

(31)

meringankan nyeri kadang–kadang merupakan satu–satunya tindakan yang

berharga (Mutschler, 1991).

Menurut terjadinya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri somatik dan nyeri dalam (visceral). Nyeri somatik dibagi lagi berdasarkan kualitasnya menjadi nyeri permukaan dan nyeri dalam. Rangsang pada nyeri permukaan bertempat di kulit sedangkan pada nyeri dalam rangsangnya bertempat di otot persendian,

tulang dan jaringan ikat (Mutschler, 1991).

Contoh nyeri permukaan : tusukan jarum

Contoh nyeri dalaman : kejang otot, sakit kepala

Contoh nyeri visceral : kolik empedu, nyeri lambung, appendikitis Nyeri

Somatik

Nyeri permukaan

Nyeri dalaman

Nyeri kesatu

Nyeri kedua Kulit

Otot, jaringan ikat, tulang dan sendi

Nyeri Visceral

Perut

Gambar 2. Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi (Mutschler, 1991)

Nyeri permukaan mempunyai karakter ringan, sehingga dapat dilokalisasikan dengan baik dan hilang dengan cepat setelah berakhirnya

rangsang. Nyeri permukaan yang juga disebut nyeri pertama ini menyebabkan refleks menghindar dan dengan demikian dapat menglindungi dari kerusakan

(32)

menekan dan membakar. Nyeri kedua ini yang sukar untuk dilokalisasikan dan

kebanyakan menyebar ke sekitarnya. Nyeri kedua atau nyeri dalam sering kali diikuti oleh reaksi afektif dan vegetatif seperti tidak bergairah, mual, berkeringat, dan penurunan tekanan darah. Nyeri visceral juga memiliki sifat menekan dan reaksi vegetatif yang menyertai nyeri dalam. Nyeri visceral terjadi antara lain pada tegangan organ perut, kurangnya aliran darah, dan penyakit yang disertai

radang (Mutschler, 1991).

Mediator nyeri adalah senyawa dalam tubuh yang dibebaskan dari sel – sel tubuh yang mengalami kerusakan yang menyebabkan perangsangan reseptor

nyeri. Mediator nyeri yang penting adalah histamin, serotonin (5-HT), plasmakinin (bradikinin), prostaglandin, ion kalium, asam dan enzim proteolitik

(Tjay dan Rahardja, 2002; Guyton, 1996). Mediator yang memiliki potensi kecil dalam perangsangan reseptor nyeri adalah ion hidrogen dan ion kalium. Pada kenaikan konsentrasi ion H+ dan penurunan pH dibawah 6 akan menyebabkan

terjadinya nyeri. Demikian juga pada keluarnya ion kalium dari ruang intrasel dengan konsentrasi lebih dari 20 mmol/L setelah terjadi kerusakan sel. Bradikinin

dan prostaglandin dapat menyebabkan stimulasi pada ujung serat saraf nyeri tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada serat saraf, sedangkan enzim proteolitik menimbulkan nyeri karena menyebabkan kerusakan pada ujung saraf

(33)

Gambar 3. Mediator yang dapat menimbulkan rangsang nyeri setelah kerusakan jaringan. (Mutschler, 1991)

Pelepasan mediator nyeri ini dapat disebabkan oleh berbagai macam hal,

sangan fisik, m kanis

Noksius

Kerusakan jaringan

: dikinin)

reseptor

yer pertama Nyeri lama

Pembebasan : Pembentukan

+

(pH < 6) Kinin (Bra

H

K+(> 20 mmol/L) Prostaglandin

Asetilkolin Serotonin Histamin

N

Sensibilitas

i

dapat berupa rangsangan mekanis, fisis (kalor dan listrik), atau kimiawi. Setelah

mediator–mediator nyeri dilepaskan, maka mediator ini akan diterima oleh reseptor nyeri yang spesifik (Mustchler, 1991; Tjay dan Rahardja, 2002).

Bila membran sel mengalami kerusakan karena suatu rang

e atau kimiawi, maka enzim fosfolipase A2 akan dilepaskan dan

bereaksi dengan fosfolipida yang ada disitu, membentuk asam arakhidonat. Asam

arakhidonat kemudian akan dimetabolisme melalui dua jalur, yaitu jalur siklooksigenase dan jalur lipooksigenase. Enzim siklooksigenase mempunyai dua

(34)

siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2) (Tjay dan Rahardja,

2002).

Gambar 4. Diagram perombakan asam arakhidonat menjadi prostaglandin dan leukotrien (Tjay dan Rahardja, 2002).

Enzim COX-1 ra lain di pelat–pelat

darah,

ortikosteroida

SAID`s

Fosfolipida (membran sel)

terdapat di kebanyakan jaringan anta

ginjal dan saluran cerna (Tjay dan Rahardja, 2002). Enzim ini bersifat konstitutif (pokok dan selalu ada) dan cenderung menjadi homeostatis dalam

k

N

Fosfolipase A2

Asam Arakhidonat

Cyclooxygenase Lipooxygenase

Endoperoksida O2- Asam Hidroperoksida

Radikal bebas

Trom TXA

boksan

2

Prostasiklin PGI2

Prostaglandin PGE2/F2

Leukotrien LTA

LTB2 LTC4-LTF4-LTE4

COX-1

(35)

fungsinya. Enzim COX-2 normalnya tidak terdapat di jaringan, namun terbentuk

selama proses peradangan (Tjay dan Rahardja, 2002).

Asam arakhidonat diubah oleh enzim siklooksigenase menjadi

dimetabolisme oleh enzim lipooksigenase enjad

endoperoksida, dan seterusnya menjadi prostaglandin. Peroksida melepaskan

radikal bebas oksigen yang juga memegang peranan dalam timbulnya rasa nyeri. Prostaglandin yang dibentuk dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu

prostaglandin (PG), prostasiklin (PGI2), dan tromboksan (TXA2, TXB2).

Prostaglandin dapat dibentuk oleh seluruh jaringan. Prostaglandin yang paling penting adalah PGE2 dan PGF2, yang mempunyai daya vasodilatasi dan

meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh dan membran sinovial, yang menyebabkan terjadinya radang dan nyeri. Prostasiklin, yang dibentuk terutama di

dinding pembuluh, mempunyai daya vasodilatasi (bronchi, lambung, rahim, dan lain–lain), antitrombotis dan juga efek protektif terhadap mukosa lambung. Tromboksan, yang khusus dibentuk dalam trombosit, mempunyai daya

vasokonstriksi (antara lain di jantung) dan dapat menstimulasi agregasi pelat darah (trombotis) (Tjay dan Rahardja, 2002).

Sebagian dari asam arakhidonat

m i leukotrien (LT). LTC4, LTD4 dan LTE4 dibentuk dalam granulosit

eusinofil dan mempunyai daya vasokonstriksi di bronchi dan mukosa lambung, selain itu juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler. LTBB4, yang

(36)

fungsinya. Penghambatan COX dapat secara tidak langsung meningkatkan

sintesis leukotrien (Tjay dan Rahardja, 2002).

Reseptor nyeri (nosiseptor) merupakan ujung saraf bebas yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Reseptor ini tersebar luas dalam lapisan

interstitial kulit dan juga dalam jaringan dalam tertentu, seperti dinding arteri dan permukaan sendi. Reseptor nyeri dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu

mekanoreseptor, termoreseptor, dan kemoreseptor (Mutschler, 1991).

Nyeri timbul apabila suatu rangsang, apakah itu fisik, termal, ataupun kimiawi, melampui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena

itu menyebabkan kerusakan pada jaringan dengan disertai pembebasan mediator nyeri.

Terdapat beberapa kemungkinan mekanisme suatu obat dalam mempengaruhi rasa nyeri, antara lain :

1. mencegah sensibilitas reseptor nyeri dengan cara penghambatan sintesis

prostaglandin dengan analgetika yang bekerja perifer

2. mencegah pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri dengan memakai

anestetika permukaan atau anestetika infiltrasi

3. menghambat penerusan rangsang dalam serabut saraf sensorik dengan anestetika konduksi

4. mempengaruhi pengalaman nyeri dengan psikofarmaka (transkuilansia, neuroleptika, antidepresif)

(Mustschler, 1991)

(37)

Adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik dapat meringankan atau

menekan rasa nyeri, tanpa memiliki efek anastesi umum. Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja dan efek sampingnya, analgetika dibedakan menjadi dua kelompok :

1. Analgesik opioid (narkotik)

Analgesik narkotik adalah kelompok obat analgesik yang memiliki sifat –

sifat seperti opium dan morfin. Walaupun golongan obat ini memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik lain, analgesik narkotik digunakan terutama untuk meringankan atau menghilangkan rasa nyeri. Akan tetapi semua analgesik

narkotik (sesuai namanya) menimbulkan gejala adiksi/ketergantungan, maka usaha untuk mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap diteruskan

dengan tujuan mendapatkan analgesik yang sama kuat dengan morfin namun tidak menimbulkan ketergantungan (Anonim, 1995).

2. Analgesik non narkotik

Kebanyakan analgesik non narkotik mempunyai aktivitas antipiretik, antirematik dan antiinfalamasi disamping meringankan rasa nyeri (Mutschler,

1991). Obat–obatan golongan ini sudah terbukti mempengaruhi metabolisme atau kerja sejumlah mediator pada proses peradangan. Mekanisme kerjanya yaitu menghambat atau menghalangi pembentukan prostaglandin dan metabolisme

yang bersangkutan yang menyebabkan terjadinya nyeri, demam dan radang. Analgesik non narkotik mempunyai mekanisme perifer maupun sentral dalam

(38)

Analgesik golongan ini diabsorbsi dengan baik dan cepat. Kebanyakan

berdaya antipiretik dan atau antiinflamasi. Oleh karena itu obat ini tidak hanya digunakan sebagai anti nyeri saja tetapi juga pada gangguan demam dan peradangan. Obat ini banyak digunakan pada kasus nyeri ringan sampai sedang,

seperti sakit kepala, sakit gigi, otot, perut, masalah menstruasi, dan lain-lain (Tjay dan Rahardja, 2002).

Menurut Tjay dan Rahardja (2002), terdapat beberapa cara mengurangi rasa nyeri dengan menggunakan obat, yaitu :

a. merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer

dengan analgetika perifer

b. merintangi penyaluran rangsangan di saraf–saraf sensoris, misalnya

dengan anestetika lokal

c. blokade pusat di sistem saraf pusat (SSP) dengan analgetika sentral (narkotika) atau dengan anastetika umum.

Psikofarmaka Otak Anastetika

Analgetika yang bekerja sentral

Sumsum tulang belakang

Saraf Anastetika konduksi

Reseptor nyeri Anastetika permukaan

(39)

Gambar 5. Bagan kemungkinan pengaruh macam–macam obat terhadap nyeri (Mutschler, 1991)

E. Parasetamol

Mempunyai efek analgesik yang serupa dengan salisilat, yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol juga

dapat menurunkan suhu dengan mekanisme yanbg diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik karena efek antiinflamasi dari parasetamol sangat lemah. Parasetamol merupakan

penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah, oleh karena itu efek samping seperti iritasi, erosi, perdarahan lambung, gangguan pernapasan dan

keseimbangan asam basa tidak terlihat (Wilmana, 1995).

Parasetamol diabsorpsi dengan cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah jam dan masa

paruh plasma antara 1–3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh, 25% terikat protein plasma, dan dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagaian

parasetamol (80%) dikonjugasi oleh asam glukorunat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu parasetamol dapat mengalami hidroksilasi. Parasetamol diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil dalam bentuk parasetamol

utuh (3%) dan lainnya dalam bentuk parasetamol terkonjugasi (Wilmana, 1995). Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik

(40)

nefropati analgesik. Jika dosis terapi tidak memberikan manfaat, biasanya pemberian dengan dosis besar tidak lebih menolong. Penggunaannya sebagai antipiretik tidak seluas penggunaannya sebagai analgesik (Wilmana, 1995).

Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500 mg atau

sirup yang mengandung 120 mg/5 ml. Dosis parasetamol untuk dewasa adalah 300 mg sampai 1 gram setiap kali pemberian, dengan maksimum 4 gram per hari;

untuk anak 6 sampai 12 tahun : 150-300 mg/kali dan bayi dibawah 1 tahun : 60 mg/kali; pada keduanya diberikan maksimum 6 kali sehari. Reaksi alergi terhadapat derivat para-aminofenol jarang terjadi. Manifestasinya berupa eritema

atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa. Akibat dosis toksik yang paling serius adalah nekrosis hati, yang terjadi pada pemberian 10 sampai 15 gram (200-250 mg/kg BB) (Wilmana, 1995).

H3COCHN OH

Gambar 6. Struktur kimia dari parasetamol (Anonim, 1995)

F. Metode Pengujian Analgesik

Metode pengujian daya analgesik dibagi menjadi 2, yaitu berdasarkan jenis analgesiknya sebagai berikut :

1. Golongan analgetik narkotik

a. Metode jepitan ekor

Sekelompok mencit disuntik dengan larutan yang akan di uji

(41)

dijepit, yang dibuat dengan mengatupkan lengan di klip arteri dalam

karet yang tipis, diletakkan/dijepitkan pada ekor tikus selama 80 detik. Mencit yang telah disuntik akan membuat tingkah laku mencoba melepaskan klip itu. Obat analgetik akan menyebabkan perlakuan yang

berbeda terhadap yang tidak disuntik terhadap klip. b. Metode pengukuran tekanan

Tekanan pada akar adalah penting untuk membuat mencit meronta. Test dilakukan dengan menyuntikkan substansi secara s.c 0,2 ml saline per 20 g BB. Tekanan akan terjadi dalam 6 kali dalam

interval 10 menit. Rata-rata dari 6 indikasi digunakan untuk perbandingan. Tekanan yang paling tinggi digunakan 3 kali sebagai

nilai kontrol rata-rata. c. Metode rangsang panas

Mencit albino jantan dengan berat tubuh antara 20–30 gram

diletakkan diatas plat panas. Plat panas bersuhu antara 55°-55,5° C dengan wadah air mengandung larutan yang mendidih yang

merupakan aseton dan metil format. Waktu reaksi diambil pada interval saat hewan uji mencapai plat panas sampai mencit itu menjilat kakinya atau melompat keluar. Test ini potensial/efektif untuk morfin

hidroklorid 0,5mg/kgBB. d. Metode potensi petidin

(42)

menjadi 3 dosid petidin 2, 4, 8 mg/kgBB. Setengah kelompok lainnya

diberik senyawa uji dengan dosis 25 % dari LD50. Persen daya

analgesik dihitung dengan metode rangsang panas. e. Metode antagonis nalorfin

Mencit, tikus, atau anjing diberikan dosis toksik dari obat, diikuti dengan 0,5–10 mg/kgBB nalorfin secara i.v sesegera setelah efek terlihat. Obat vizpirinitramide dapat menyebebkan hewan uji kehilangan wrighting reflex, corneal reflex, dan pinna reflex sebaik

bradypnea, efek antagonis akan ditunjukkan dalam 1 menit dengan menginjeksikan 1,25 mg/kgBB nalorfin.

f. Metode kejang oksitosin

Tikus betina dengan berat 120-140 gram diterapi dengan estrogen dengan menanamkan 15 mg pellet dari dietilscilbestrol s.c , selama 15 menit sebelum i.p. 2 unit dosis dari oksitosin (ED 50 dosis).

Responnya berupa konstraksi abdominal, sehingga menarik pinggang dan kaki ke belakang. Penurunan jumlah kejang diamati dan ED50

dapat diperkirakan.

g. Metode pencelupan pada air panas

Setelah disuntik dengan i.p dengan substansi yang mau diuji, 10 ekor tikus diletakkan sendiri-sendiri. Amati ekor dari satu sisi. Pada interval tertentu tikus akan merasa kepanasan pada suhu 58° C. Pada

(43)

2. Metode non narkotik

a. Metode Rangsang Kimia

Dalam metode ini, rangsang nyeri yang timbul berasal dari

rangsangan kimia yang disebabkan zat kimia yang diberikan secara i.p

pada hewan uji. Beberapa zat yang sering digunakan untuk metode ini yaitu asam asetat dan fenil kuinon. Metode ini cukup peka untuk

pengujian senyawa yang mengandung daya analgesik lemah. Pemberian analgesik akan mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri

dengan jumlah geliat berkurang sampai hilang sama sekali tergantung pada senyawa yang digunakan. Hewan uji yang digunakan pada metode ini bermacam–macam, antara lain : anjing, marmut, tikus,

merpati, dan mencit. Untuk mencit, yang sering digunakan adalah mencit betina. Hal ini dikarenakan kepekaan terhadap rangsang lebih

besar jika dibandingkan dengan yang jantan. Respon mencit yang biasa diamati adalah lompatan dan kontraksi perut dengan disertai tarikan kaki belakang (rentangan) yang disebut geliat.

b. Metode pododolorimetri

Metode ini menggunakan aliran listrik untuk mengukur

(44)

kemudian dialiri listrik. Respon ditandai dengan teriakan tikus

tersebut.

c. Metode rektodolorimetri

Tikus diletakan dalam sebuah kandang yang dibuat khusus dengan alat tembaga yang dihubungkan dengan sebuah penginduksi

yang berupa gulungan. Ujung lain dari gulungan tersebut kemudian dihubungkan dengan silinder elektroda tembaga. Sebuah voltameter yang sensitif untuk mengubah 0,1 volt dihubungkan dengan konduktor

yang berada pada gulungan diatas. Tegangan yang sering digunakan untuk menimbulkan teriakan menjerit adalah 1-2 volt.

(Turner, 1965)

G. Landasan Teori

Jeruk lemon merupakan sumber vitamin C dan kalsium yang sangat baik.

Selain itu jeruk lemon juga bisa digunakan sebagai cooling drink jika mengalami demam, serta jusnya digunakan dalam kasus diaphoretic dan diuretic draughts. Jeruk lemon sangat dianjurkan dalam pengobatan acute rheumatism. Lemon juga merupakan astringent yang bagus dan bisa digunakan untuk lotion dalam kasus

sunburn. Selain digunakan untuk kesehatan, minyak dari kulit jeruk lemon dapat digunakan untuk perasa dan aroma, seperti pada deterjen, shampoo, sabun, dan parfum (Anonim (c), 2008).

(45)

mudah menguap (Anonim (a), 2007). Buah jeruk lemon banyak mengandung

vitamin C, yang juga terdapat dalam sari buahnya. Vitamin C dikenal sebagai suatu antioksidan yang baik dan juga mempunyai aktivitas sebagai analgesik. Dengan demikian sari buah jeruk lemon yang mengandung vitamin C, yang

mempunyai aktivitas sebagai antioksidan dan analgesik, diduga dapat mengurangi nyeri atau mempunyai aktivitas sebagai analgesik.

H. Hipotesis

(46)

BAB III.

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang daya analgesik sari buah jeruk lemon (Citrus limon L.) pada mencit betina ini termasuk dalam penelitian eksperimental murni dengan

rancangan acak pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel utama

a. Variabel bebas : dosis dari sari buah jeruk lemon

Dosis sari buah jeruk lemon adalah jumlah milliliter sari buah jeruk lemon tiap kilogram berat badan hewan uji.

b. Variabel tergantung : jumlah geliat mencit tiap 1 jam

Daya analgesik sari buah jeruk lemon adalah kemampuan sari buah jeruk lemon dalam mengurangi rasa nyeri dengan ditandai adanya

penurunan jumlah geliat pada hewan uji. 2. Variabel pengacau terkendali :

a. galur mencit (galur Swiss)

b. Berat badan mencit (20–30 gram) c. Jenis kelamin mencit (betina)

d. Umur mencit (2–3 bulan)

(47)

3. Variabel pengacau tidak terkendali

a. kondisi patologis mencit

C. Alat

a. Alat pembuat sari buah : pisau dan penyaring

b. Stopwatch

c. Spuit injeksi ukuran 1 ml dan spuit per oral ukuran 1 ml

d. Alat gelas : labu takar, beker glass, pengaduk, Erlenmeyer, gelas ukur, pipet tetes

e. Neraca analitik merek Mettler Toledo f. Bejana

g. Kamera digital merek Canon

D. Bahan

a. Mencit betina galur Swiss, usia 2–3 bulan dengan berat badan 20-30 gram, yang diperoleh dari Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta

b. Jeruk lemon USA, didapatkan dari Carrefour Ambarukmo Plaza Yogyakarta pada bulan April sampai dengan bulan Agustus 2008.

c. Asam asetat glasial kualitas teknis dengan merek Asia Lab

d. Parasetamol dari Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta

(48)

E. Tata Cara Penelitian

1. Pengumpulan dan determinasi tanaman

Buah jeruk lemon penulis dapat dari Carrefour Ambarukmo Plaza

Yogyakarta, yang didatangkan dari luar negeri. Buah jeruk lemon dipilih yang berwarna kuning cerah dan tidak mempunyai bercak. Determinasi

tanaman dilakukan dengan membandingkan foto buah jeruk lemon yang penulis beli dengan gambar jeruk lemon yang penulis dapat dari internet. 2. Pembuatan sari buah jeruk lemon

Buah jeruk lemon dipilih yang berwarna kuning cerah dan permukaan kulitnya bersih. Buah jeruk lemon segar dengan berat sekitar

141 gram dibelah dua, dan kemudian diperas sarinya. Sarinya sebanyak kira-kira 60 ml kemudian disaring sehingga tidak mengandung ampas. Air perasan ini kemudian diencerkan dengan variasi konsentrasi yang didapat

dari hasil orientasi.

3. Penentuan dosis sari buah jeruk lemon

Dosis sari jeruk lemon ditentukan pada saat orientasi, dengan perbandingan dosis terbesar dan terkecil ± 1 : 100. Perhitungan dosis sari buah jeruk lemon dapat dilihat pada lampiran 9.

4. Pemilihan dosis asam asetat

Pemilihan konsentrasi asam asetat dilakukan dengan menguji tiga

variasi dosis yaitu 25 mg/kg BB; 50 mg/kg BB; 100 mg/kg BB. Larutan ini dibuat dengan cara mengencerkan asam asetat glasial. Konsentrasi

(49)

yang digunakan sebesar 1%. Berdasarkan penelitian terdahulu yang pernah

dilakukan, pada dosis ini sudah dapat menimbulkan respon nyeri berupa geliat yang tidak terlalu banyak sehingga lebih mudah dalam pengamatan selama satu jam.

5. Penetapan kriteria geliat

Respon geliat merupakan hal yang sangat subyektif. Penilaian

krteria geliat berbeda pada setiap orang. Oleh karena itu dilakukan penentuan kriteria geliat agar kriteria geliat dalam penelitian ini lebih spesifik. Respon geliat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

gerakan 2 kaki belakang mencit yang tertarik memanjang ke belakang dan disertai perut mencit menempel ke alas/dasar. Foto geliat yang sah dan

yang tidak sah terlampir pada lampiran 7 dan 8. Respon geliat timbul setelah mencit diberi asam asetat secara intraperitonial (i.p), asam asetat ini akan menimbulkan rasa sakit pada perut mencit sehingga mencit akan

menyesuaikan keadaan dengan menggeliat. Banyaknya geliat pada tiap-tiap mencit berbeda, karena perbedaan ketahanan dari mencit itu sendiri

dan faktor patologis mencit.

6. Penentuan waktu pemberian rangsang

Diharapkan pada selang waktu pemberian bahan uji dengan asam

asetat telah terjadi absorbsi, sehingga dapat segera menimbulkan efek. Selang waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 5; 10; dan 15

menit. Efek yang timbul berupa geliat setelah pemberian asam asetat dalam selang waktu yang ditentukan setelah orientasi. Pada uji ini

(50)

digunakan Parasetamol dengan dosis terapi sebagai zat aktif yang berdaya

analgesik.

7. Pembuatan larutan CMC Na 1%

Larutan CMC Na 1% dibuat dengan cara melarutkan serbuk CMC

Na sebanyak 1 gram dalam air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga mengembang kemudian ditambahkan air sampai 100 ml.

8. Pembuatan suspensi parasetamol 1%

Suspensi parasetamol 1% dibuat dengan cara menimbang 1 gram parasetamol kemudian digerus dan ditambahkan CMC Na 1% sedikit demi

sedikit hingga volume 100 ml di labu takar. 9. Penentuan dosis parasetamol

Dosis parasetamol yang biasa digunakan sebesar 500 mg/50 kg BB. Dosis ini kemudian dikonversikan ke mencit, sehingga diperoleh dosis 91 mg/kg BB. Perhitungan konversi dosis yaitu :

(70/50) x 500 = 700 mg Konversi manusia 70 kg ke mencit 20 g :

0,0026 x 700 = 1,82 mg/20 g BB Dosis untuk per kg BB :

1000/20 x 1,82 = 91,00 mg/kg BB

Kedua dosis lainnya diperoleh dengan menaikkan dosis 91 mg/kg BB sebesar satu setengah dan dua kalinya. Hasil orientasi dosis parasetamol

ini digunakan sebagai kontrol positif.

(51)

10.Perlakuan pada hewan uji

Mencit sebelum diperlakukan terlebih dahulu dipuasakan selama

18 jam tetapi tetap diberi minum. Mencit sebanyak 45 ekor dalam keadaan sehat dibagi menjadi 8 kelompok, tiap kelompok terdiri atas 6 ekor dengan

pembagian secara acak. Kelompok I dan II merupakan kelompok kontrol negatif dengan pemberian akuadest dan CMC Na 1%, sedangkan kelompok III merupakan kelompok kontrol positif dengan pemberian

suspensi parasetamol 1% dalam CMC Na dengan dosis orientasi. Kelompok IV–VIII merupakan kelompok perlakuan dengan pemberian

sari jeruk lemon secara oral. Beberapa menit kemudian diberi asam asetat 1% dengan dosis orientasi secara i.p. kemudian respon geliat diamati selang waktu 5 menit selama 1 jam.

11.Perhitungan proteksi geliat

Besarnya penghambatan jumlah geliat dihitung dengan

menggunakan persamaan Handerson dan Forsaith, yaitu : % proteksi geliat = (100 – ( P/K x 100 ) %

Keterangan :

P = Jumlah kumulatif geliat hewan uji setelah pemberian sari jeruk lemon K = Jumlah rata–rata kumulatif geliat hewan kontrol negatif

Data kuantitatif prosentase proteksi geliat dianalisis menggunakan analisis variansi satu arah dengan taraf kepercayaan 95 %.

(52)

Perubahan % proteksi geliat terhadap kontrol positif dihitung

menggunakan rumus :

Perubahan % proteksi geliat = ( Kp – P ) x 100% Kp

Keterangan :

P = % proteksi geliat pada tiap kelompok perlakuan Kp = rata–rata % proteksi kontrol positif

(Utami, 2002) 12.Analisis data

Data yang diperoleh dari pengamatan geliat selama 1 jam pada

masing–masing kelompok dianalisis dengan Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data. Apabila setelah menganalisis diketahui distribusi

data tidak normal maka data tersebut tidak digunakan dan dilakukan pengambilan data kembali. Setelah diketahui data terdistribusi normal maka analisis dilanjutkan dengan anova satu arah dengan taraf

kepercayaan 95 % untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antar kelompok. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan tersebut bermakna

atau tidak, dilakukan uji Scheffe.

Untuk mengetahui perbedaan profil geliat antara parasetamol dan kelompok perlakuan sari buah jeruk lemon, dilakukan analisis statistik

geliat per menit dengan menggunakan General Linear Model (GLM)

Repeated Measure. Setelah diketahui adanya perbedaan, analisis dilanjutkan dengan anova satu arah untuk mengetahui di menit berapa terdapat perbedaan tersebut.

(53)

BAB IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman

Dilakukan untuk memastikan tanaman dan bagian tanaman yang

digunakan dalam penelitian memang benar dan sesuai yang dirujuk dalam

penelahaan pustaka. Determinasi dari jeruk lemon tidak bisa dilakukan dengan

menggunakan buku kunci determinasi, karena tanaman ini tidak tercantum di

dalam buku kunci determinasi (Flora of Java). Hal itu dikarenakan jeruk lemon

merupakan bukan tanaman asli Indonesia, dan karena hal itu pula penulis

memutuskan untuk tidak memakai jeruk lemon yang berasal dari Indonesia.

Determinasi dilakukan dengan membandingkan foto/gambar jeruk lemon yang

digunakan dengan foto/gambar jeruk lemon yang penulis dapatkan dari internet.

Foto terlampir pada lampiran 2 sampai lampiran 5, sedangkan alamat website

terlampir pada daftar pustaka.

B. Uji Pendahuluan

Orientasi dilakukan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang nantinya

diperlukan dalam pengambilan data sebenarnya. Uji ini meliputi : penentuan

kriteria geliat, pemilihan dosis asam asetat, penentuan selang waktu pemberian

(54)

1. Pemilihan dosis asam asetat

Orientasi ini dilakukan untuk mendapatkan dosis asam asetat yang

memberikan respon geliat dalam jumlah yang optimal. Asam asetat sendiri

merupakan suatu iritan yang akan merusak jaringan secara lokal yang apabila di

injeksikan secara intraperitonial akan memberikan rasa nyeri pada perut. Rasa

nyeri tersebut timbul karena kenaikan ion H+ atau penurunan pH yang

mengakibatkan luka pada membran sel. Rasa nyeri ini ditanggapi oleh mencit

dengan menggeliatkan badan.

Konsentrasi asam asetat yang digunakan adalah konsentrasi yang biasa

digunakan di penelitian–penelitian sebelumnya, yaitu 1%. Dosis yang digunakan

dalam orientasi adalah 25; 50; dan 75 mg/kg BB. Hasil orientasi berupa rata–rata

geliat pada ketiga peringkat dosis adalah sebagai berikut :

Tabel I. Rata–rata jumlah geliat pada orientasi dosis asam asetat

Kelompok perlakuan (mg/kg BB) Rata – rata geliat ( X ± SE)

25 70 ± 22,87

50 81 ± 7,23

75 92,7 ± 15,86

Keterangan :

(55)

70 81

Grafik orientasi penetapan dosis asam asetat

Gambar 7. Grafik rata–rata geliat pada orientasi dosis asam asetat

Keterangan :

1 = kelompok perlakuan asam asetat dosis 25 mg/kg BB 2 = kelompok perlakuan asam asetat dosis 50 mg/kg BB 3 = kelompok perlakuan asam asetat dosis 75 mg/kg BB

Tabel II. Hasil analisis variansi satu arah penetapan dosis asam asetat

ANOVA

geliat

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 770,889 2 385,444 ,466 ,648

Within Groups 4960,667 6 826,778

Total 5731,556 8

Dari data analisis satu arah diketahui bahwa nilai probabilitasnya 0,648

(> 0,05), ini menunjukkan bahwa pada ketiga kelompok berbeda tidak bermakna.

Dosis ini juga dipakai pada penelitian lain (Mardiani, 2005). Penulis memutuskan

(56)

2. Penentuan selang waktu pemberian asam asetat

Setelah dilakukan pemberian sari jeruk lemon secara per oral dilakukan

pemberian asam asetat secara i.p. Di antara keduanya terdapat selang waktu, yang

memberikan kesempatan untuk mengabsorbsi zat aktif yang ada dalam sari buah

jeruk lemon. Selang waktu ini perlu diorientasi untuk mengetahui waktu yang

paling tepat di mana zat aktif dapat diabsorbsi dengan optimal. Orientasi ini

dilakukan dengan menyuntikkan parasetamol secara per oral dan kemudian selang

beberapa menit kemudian mencit disuntik dengan asam asetat secara i.p. Dosis

parasetamol yang digunakan adalah dosis terapi dari parasetamol (500 mg) yang

apabila dikonversikan ke mencit menjadi 91 mg/kg BB. Selang waktu yang

digunakan dalam orientasi ini yaitu 5, 10, dan 15 menit. Berikut merupakan hasil

geliat dari orientasi tersebut :

Tabel III. Rata–Rata geliat orientasi selang waktu pemberian asam asetat

Selang waktu (menit) Rata – Rata geliat ( X ± SE )

5 25,7 ± 4,63

10 25 ± 4,58

15 32,7 ± 1,20

Keterangan :

(57)

25,7 25

Grafik penetapan selang waktu pemberian asam asetat

Gambar 8. Grafik penetapan selang waktu pemberian asam asetat

Keterangan

1 = selang waktu 5 menit 2 = selang waktu 10 menit 3 = selang waktu 15 menit

Dari data di atas diketahui bahwa rata–rata geliat kelompok 2 lebih sedikit

daripada kelompok 1 dan 3. Untuk melihat adanya perbedaan pada ketiga

kelompok tersebut maka dilakukan analisis variansi satu arah. Hasilnya dapat

dilihat sebagai berikut :

Tabel IV. Hasil analisis variansi satu arah penetapan selang waktu pemberian asam asetat

ANOVA

geliat

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 97,556 2 48,778 1,111 ,389

Within Groups 263,333 6 43,889

Total 360,889 8

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai signifikansinya lebih besar

(58)

berbeda tidak bermakna, sehingga tidak perlu dilakukan uji Scheffe. Pada

penelitian terdahulu (Widhianata, 2007) juga dipilih selang waktu 10 menit, maka

penulis memutuskan untuk memakai 10 menit sebagai selang waktu.

3. Pemilihan dosis parasetamol

Parasetamol di sini digunakan sebagai kontrol positif karena sudah

terbukti mempunyai daya analgesik sehingga digunakan sebagai pembanding.

Dosis parasetamol perlu diorientasi guna mengetahui dosis mana yang

menghasilkan geliat yang optimal, tidak terlalu banyak namun juga tidak terlalu

sedikit, untuk memudahkan pengamatan. Parasetamol di sini digunakan dalam

bentuk suspensinya dengan menggunakan pelarut CMC Na. Dosis yang

digunakan adalah 91; 136,75; dan 182,5 mg/kg BB. Ketiga dosis tersebut

merupakan dosis yang sudah dikonversikan dari dosis terapi pada manusia. Data

geliat yang dihasilkan ketiga peringkat dosis dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel V. Rata–rata jumlah geliat pada penetapan dosis parasetamol

Dosis Parasetamol (mg/kg BB) Rata – Rata geliat ( X ± SE )

91 25 ± 4,58

136,5 14,3 ± 1,45

182 13,7 ± 2,67

Keterangan :

(59)

25

Grafik penetapan dosis parasetamol

Gambar 9. Grafik rata-rata jumlah geliat pada orientasi penetapan dosis parasetamol

Keterangan :

1 = kelompok dosis parasetamol 91 mg/kg BB 2 = kelompok dosis parasetamol 136.5 mg/kg BB 3 = kelompok dosis parasetamol 182 mg/kg BB

Dari data di atas dapat dilihat bahwa kelompok dosis parasetamol 91

mg/kg BB mempunyai rata–rata geliat yang paling banyak dibandingkan dua

kelompok yang lainnya. Untuk mengetahui perbedaan tersebut maka dilakukan

analisis variansi satu arah. Hasilnya dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel VI. Hasil analisis variansi satu arah penetapan dosis parasetamol

ANOVA

geliat

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 242,667 2 121,333 4,015 ,078

Within Groups 181,333 6 30,222

Total 424,000 8

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai signifikansinya lebih besar

(60)

kelompok tersebut. Dosis 91 mg/kg BB juga dipakai pada penelitian terdahulu

(Mardiani, 2005). Penulis memutuskan untuk memakai dosis 91 mg/kg BB.

C. Pengujian Daya Analgesik

Dari hasil orientasi diperoleh bahwa zat perangsang nyeri yang digunakan

adalah asam asetat konsentrasi 1% dengan dosis 50 mg/kg BB, kontrol positif

adalah suspensi parasetamol dosis 91 mg/kg BB. Dengan menggunakan hasil

orientasi tersebut, diperoleh data kumulatif pada kelompok perlakuan dengan sari

buah jeruk lemon beserta kelompok kontrol negatif dan kontrol positif. Dosis sari

buah jeruk lemon yang diuji adalah 26,67; 13,33; 6,67; 3,33; dan 2 ml/kg BB.

Hasilnya dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel VII. Rata–rata kumulatif geliat pada penetapan daya analgesik sari buah jeruk lemon (SBJL)

Kelompok uji Jumlah

subyek uji

Rata- rata jumlah

geliat (X ± SE )

Kontrol negatif CMC Na 1% 3 32,7 ± 1,67

Kontrol negatif akuades 0,03 ml/g BB 6 32,8 ± 3,93

Kontrol positif (parasetamol) 91 mg/kg BB 6 18 ± 0.73

SBJL dosis 2 ml/kg BB 6 12,8 ± 2,90

SBJL dosis 3,33 ml/kg BB 6 15,8 ± 2,21

SBJL dosis 6,67 ml/kg BB 6 9,7 ± 1,17

SBJL dosis 13,33 ml/kg BB 6 10,1 ± 0,83

SBJL dosis 26,667 ml/kg BB 6 8,5 ± 0,62

Keterangan :

X = Mean (rata–rata) SE = Standard Error

(61)

32,7 32,8 18

12,8 15,8

9,7 10,1 8,5

0 5 10 15 20 25 30 35

rata - rata geliat

1 2 3 4 5 6 7 8

kelompok

Grafik penetapan daya analgesik sari buah jeruk lemon

Gambar 10. rata–rata kumulatif jumlah geliat penetapan daya analgesik sari buah jeruk lemon

Keterangan :

1 = kelompok kontrol negatif CMC Na 1%

2 = kelompok kontrol negatif akuades dosis 0,03 ml/g BB 3 = kelompok kontrol positif parasetamol dosis 91 mg/kg BB 4 = kelompok perlakuan sari buah jeruk lemon dosis 2 ml/kg BB 5 = kelompok perlakuan sari buah jeruk lemon dosis 3,33 ml/kg BB 6 = kelompok perlakuan sari buah jeruk lemon dosis 6,67 ml/kg BB 7 = kelompok perlakuan sari buah jeruk lemon dosis 13,33 ml/kg BB 8 = kelompok perlakuan sari buah jeruk lemon dosis 26,67 ml/kg BB

Setelah didapatkan jumlah kumulatif geliat tiap–tiap kelompok perlakuan,

maka data tersebut diolah secara statistik, dan didapatkan persen proteksi terhadap

nyeri yang dibandingkan dengan kontrol negatif, dan perubahan persen daya

(62)

Tabel VIII. Persen proteksi nyeri pada penetapan daya analgesik sari buah jeruk lemon

Kelompok uji Jumlah subyek uji

Persen proteksi nyeri ( X ± SE ) Kontrol negatif (akuades 0,03 ml/g BB) 6 -0,01 ± 11,963

Kontrol negatif (CMC Na 1%) 3 0,10 ± 5,097

Kontrol positif (parasetamol 91 mg/kg BB) 6 45,18 ± 2,224

SBJL dosis 26,67 ml/kg BB 6 74,11 ± 1,885

SBJL dosis 13,33 ml/kg BB 6 69,03 ± 2,538

SBJL dosis 6,67 ml/kg BB 6 70,56 ± 3,575

SBJL dosis 3,33 ml/kg BB 6 51,77 ± 6,738

SBJL dosis 2 ml/kg BB 6 60,91 ± 8,842

Keterangan :

X = Mean (rata–rata) SE = Standard Error

SBJL = sari buah jeruk lemon

0,1 -0,01 45,18

74,1169,03 70,56

51,77

Grafik persen proteksi nyeri

Gambar 11. Grafik persen proteksi nyeri pada penetapan daya analgesik sari buah jeruk lemon

Keterangan :

1 = kelompok kontrol negatif CMC Na 1%

2 = kelompok kontrol negatif akuades 0,3 ml/g BB 3 = kelompok kontrol positif parasetamol 91 mg/kg BB

(63)

Persen proteksi dari masing–masing kelompok kemudian dianalisis

menggunakan analisis variansi satu arah dengan taraf kepercayaan 95 % dan

dilanjutkan dengan uji Scheffe. Hasilnya dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel IX. Hasil analisis variansi satu arah persen proteksi nyeri pada penetapan daya analgesik sari buah jeruk lemon

ANOVA

persen

31531,582 7 4504,512 18,542 ,000 8988,515 37 242,933

40520,097 44 Between Groups

Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Dapat dilihat pada tabel di atas bahwa nilai signifikansinya 0,000 yang

berarti lebih kecil daripada 0,05, sehingga menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan pada kelompok uji perlakuan. Untuk melihat perbedaan tesebut

bermakna atau tidak, dilakukan uji Scheffe. Hasilnya dapat dilihat pada tabel X.

Dari tabel X dapat dilihat bahwa kelompok kontrol negatif mempunyai

perbedaan yang bermakna terhadap kontrol positif dan semua kelompok sari buah

jeruk lemon. Hal ini dikarenakan perbedaan jumlah geliat yang terlalu besar

dengan semua kelompok perlakuan. Hal ini menunjukkan tidak adanya daya

analgesik pada kontrol negatif, dan sebaliknya, menunjukkan adanya daya

analgesik pada kelompok kontrol positif dan semua kelompok sari buah jeruk

Gambar

Gambar buah jeruk lemon dari internet.............................
Gambar 1. Struktur kimia dari vitamin C dan dehydro vitamin C.
Gambar 2. Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi (Mutschler, 1991)
Gambar 3. Mediator yang dapat menimbulkan rangsang nyeri setelah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan di atas maka Indeks Harga Saham Gabungan (^JKSE) dan Indeks Indeks Philippine Stock Exchange (^PSE) memiliki hubungan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi, hambatan, dan solusi yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pemanfaatan laboratorium IPA di SMP Negeri

Pada pembelajaran siswa diarahkan untuk mengisi “kagepe” ke dalam tabung yang memiliki diameter dan tinggi yang sama dengan kerucut, kemudian diisi kembali ke

Padahal nilai ekologi memiliki cakupan yang sangat kompleks, dapat juga luas dan lengkap, dan memungkinkan dapat membuat pengelola tidak puas

Peningkatan  awareness  dan  pemahaman masyarakat  terhadap SNI melalui 6  kegiatan promosi  3.. Peningkatan partisipasi 

segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu

Setelah menerapkan laporan arus kas sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik dapat dilihat pengeluaran dan penerimaan

Pet Center memiliki prospek ke depan yang baik khusunya untuk kota Manado, akan menjadi daya tarik para pecinta hewan dan Pet Center akan menjadi sebuah tempat