• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Nyeri Punggung Bawah

Nyeri punggung bawah ialah perasaan nyeri di daerah lumbosakral dan sakroiliakal. Nyeri punggung bawah sering disertai penjalaran ke tungkai sampai kaki (Harsono dan Soeharso, 2009).

2.2.2. Etiologi

Menurut Engstrom (2006), penyebab nyeri punggung bawah yaitu sebagai berikut.

Tabel 2.1 Etiologi Nyeri Punggung Bawah 1. Kongenital atau

perkembangan

 Spondilolisis dan spondilolistesis  Kifoskoliosis

Spina bifida occulta

2. Trauma minor  Strain (cedera akibat peregangan yang berlebihan) atau sprain (keseleo)

3. Fraktur  Traumatik: jatuh, kecelakaan lalu lintas  Atraumatik: osteoporosis, neoplastic

infiltration, steroid eksogen 4. Herniasi diskus intervertebral

5. Degeneratif  Disk-osteophyte complex

 Gangguan pada diskus internal

Spinal stenosis with neurogenic claudication

 Penyakit sendi atlantoaxial (misalnya, artritis reumatoid)

6. Artritis  Spondilosis

Facet or sacroiliac arthropathy

 Autoimun (misalnya spondilitis ankilosa, Reiter’s syndrome)

7. Neoplasma  Metastasis, hematologis, tumor tulang primer 8. Infeksi atau inflamasi  Osteomielitis vertebral

 Abses epidural spinal  Septik diskus

 Meningitis

 Araknoiditis lumbal

9. Metabolik  Osteoporosis – hiperparatiroidisme, imobilitas

 Osteosklerosis (misalnya Paget’s disease) 10. Lainnya  Referred pain dari penyakit viseral

 Postural

 Psikiatrik, malingering, chronic pain syndromes

 Diseksi arteri vertebral

2.2.3. Faktor Risiko

Banyak artikel yang telah dipublikasikan membahas tentang faktor risiko nyeri punggung bawah dari segi fisik, psikososial, dan faktor individu. Faktor-faktor tersebut berinteraksi dalam jalan yang berbeda sehingga dapat menimbulkan nyeri punggung bawah. Dalam satu kondisi, faktor risiko psikososial mungkin menjadi kontributor utama, sementara pada kondisi yang lain faktor risiko fisik mungkin menjadi penyebab utama (Op De Beeck dan Hermans, 2000).

Ringkasan mengenai hubungan antara nyeri punggung bawah dan faktor risikonya dimuat dalam tabel di bawah. Sistem klasifikasi Bernard et al (1997) dan klasifikasi Hoogendoorn et al (2000) digunakan untuk menggolongkan kekuatan bukti dari keterkaitan kerja (work-relatedness), memeriksa kontribusi dari setiap faktor risiko fisik terhadap nyeri punggung bawah (Op De Beeck dan Hermans, 2000). Bukti dari keterkaitan tersebut diklasifikasikan sebagai berikut.  Bukti yang kuat dari keterkaitan kerja (+++) : terdapat dalam

temuan-temuan yang konsisten pada banyak studi yang berkualitas tinggi.

 Ada bukti (++) : terdapat dalam temuan-temuan yang konsisten pada satu studi yang berkualitas tinggi dan satu atau lebih studi yang berkualitas rendah, atau pada banyak studi yang berkualitas rendah.

 Bukti tidak cukup (+/0) : hanya terdapat dalam satu studi atau temuan yang tidak konsisten pada banyak studi.

Tabel 2.2 The work relatedness of low back disorders: overview of the risk factors

Category of risk factor Risk factor Evidence Physical factors

Heavy manual labour ++ Manual material handling +++

Awkward postures ++

Static work +/0

Whole-body-vibration +++ Slipping and falling +

Psychosocial/work-organisational factors Job content +/0 Work/time pressure +/0 Job control +/0 Social support +++ Job dissatisfaction +++ Individual factors Age +/0 Socio-economic status +++ Smoking ++ Medical history +++ Gender +/0 Anthropometry +/0 Physical activity +/0

Sumber: Op De Beeck dan Hermans, 2000

2.2.4. Subtipe

Nyeri punggung bawah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori yaitu sebagai berikut (Duthey, 2013).

1. Kronik, yaitu nyeri punggung bawah yang dialami selama lebih dari 7-12 minggu, atau setelah masa penyembuhan atau nyeri punggung berulang yang secara intermiten memengaruhi individu selama periode waktu yang panjang.

2. Akut, yaitu nyeri punggung bawah yang dialami selama kurang dari 12 minggu.

3. Subakut, yaitu nyeri punggung bawah yang dialami selama 6 minggu sampai 3 bulan.

2.2.5. Patofisiologi

Menurut Harsono dan Soeharso (2009), salah satu karakteristik nyeri punggung bawah adalah nyeri punggung bawah miogenik, yaitu yang disebabkan oleh ketegangan otot, spasme otot, defisiensi otot, dan hipersensitif. Ketegangan otot, disebabkan oleh sikap tegang yang konstan atau berulang-ulang pada posisi yang sama akan memendekkan otot yang akhirnya akan menimbulkan perasaan nyeri. Keadaan ini tidak akan terlepas dari kebiasaan buruk atau sikap tubuh yang tidak atau kurang fisiologik. Pada struktur yang normal, kontraksi otot mengurangi beban pada ligamentum dalam waktu yang wajar. Apabila otot-otot menjadi lelah, maka ligamentum yang kurang elastis akan menerima beban yang lebih berat. Rasa nyeri timbul oleh karena iskemia ringan pada jaringan otot, regangan yang berlebihan pada perlekatan miofasial terhadap tulang, serta regangan pada kapsula (Harsono dan Soeharso, 2009).

Spasme otot atau kejang otot, disebabkan oleh gerakan yang tiba-tiba di mana jaringan otot sebelumnya dalam kondisi yang tegang atau kaku atau kurang pemanasan. Spasme otot ini memberi gejala yang khas, ialah dengan adanya kontraksi otot yang disertai dengan nyeri yang hebat. Setiap gerakan akan memperberat rasa nyeri sekaligus menambah kontraksi. Akan terjadi suatu lingkaran antara nyeri, kejang atau spasme dan ketidakmampuan bergerak (Harsono dan Soeharso, 2009).

Defisiensi otot, dapat disebabkan oleh kurang latihan sebagai akibat dari mekanisasi yang berlebihan. Tirah baring yang terlalu lama maupun karena imobilisasi. Otot yang hipersensitif akan’menciptakan’ satu daerah kecil yang apabila dirangsang akan menimbulkan rasa nyeri dan menjalar ke daerah tertentu (target area). Daerah kecil tadi disebut sebagai noktah picu (trigger point). Dalam pemeriksaan klinik terhadap penderita nyeri punggung bawah, tidak jarang dijumpai adanya noktah picu ini. Titik ini apabila ditekan dapat menimbulkan rasa nyeri bercampur rasa sedikit nyaman (Harsono dan Soeharso, 2009).

Pasien umumnya menceritakan riwayat serangan-serangan nyeri transien dan berkurangnya mobilitas tulang belakang secara bertahap. Walaupun pasien cenderung mengaitkan masalahnya dengan kejadian mengangkat barang atau

membungkuk, herniasi adalah suatu proses bertahap yang ditandai dengan serangan-serangan penekanan akar saraf (yang menimbulkan berbagai gejala dan periode penyesuaian anatomik) (Hartwig dan Wilson, 2012).

Regio lumbalis merupakan bagian yang tersering mengalami herniasi nukleus pulposus. Kandungan air diskus berkurang seiring bertambahnya usia (dari 90% pada masa bayi menjadi 70% pada lanjut usia; Schwartz, 1998). Selain itu, serat-serat menjadi lebih kasar dan mengalami hialinisasi, yang ikut berperan menimbulkan perubahan yang menyebabkan herniasi nukleus pulposus melalui anulus disertai penekanan akar saraf spinalis. Umumnya herniasi paling besar kemungkinannya terjadi di daerah kolumna vertebralis tempat terjadinya transisi dari segmen yang lebih banyak bergerak ke yang kurang bergerak (hubungan lumbosakral dan servikotorakalis) (Hartwig dan Wilson, 2012).

Gambar 2.5 Compression of L5 and S1 roots by herniated disks

Sumber: Engstrom, 2006

Sebagian besar herniasi diskus terjadi di daerah lumbal di antar-ruang lumbal IV ke V (L4 ke L5) atau lumbal kelima ke sakral pertama (L5 ke S1). Arah tersering herniasi bahan nukleus pulposus adalah posterolateral. Karena akar saraf di daerah lumbal miring ke bawah sewaktu keluar melalui foramen saraf, herniasi diskus antara L5 dan S1 lebih mempengaruhi akar saraf S1 daripada L5 seperti yang diperhitungkan. Herniasi diskus antara L4 dan L5 menekan akar saraf L5 (Hartwig dan Wilson, 2012).

2.2.6. Gejala

Menurut Bull dan Archard (2007), nyeri merupakan perasaan yang sangat subjektif dan tingkat keparahannya sangat dipengaruhi oleh pendapat pribadi dan keadaan saat nyeri tersebut terjadi. Gejala-gejala nyeri punggung dapat sangat bervariasi dari satu orang ke orang yang lain. Gejala tersebut meliputi:

 sakit  kekakuan

 rasa baal (mati rasa)  kelemahan

 rasa kesemutan (seperti ditusuk peniti dan jarum).

Batuk atau bersin seringkali dapat memperberat nyeri punggung dengan menyebabkan spasme (kontraksi) otot punggung yang terasa sangat nyeri.

2.2.7. Penegakkan Diagnosa 1. Anamnesis

Anamnesis nyeri punggung bawah mempunyai kerangka acuan tertentu, minimal harus meliputi hal-hal sebagai berikut (Harsono dan Soeharso, 2009):

 Letak atau lokasi nyeri  Penyebaran nyeri

 Sifat nyeri, seperti ditusuk-tusuk, disayat, mendenyut, kena api, nyeri tumpul, dan sebagainya.

 Pengaruh aktivitas terhadap nyeri

 Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh  Trauma

 Proses terjadinya dan perkembangannya  Obat-obat analgetika yang pernah diminum  Kemungkinan adanya proses keganasan  Riwayat menstruasi

 Kondisi mental/emosional 2. Pemeriksaan Fisik

 Inspeksi

Mengobservasi pasien saat berdiri, duduk, bersandar maupun berbaring dan bangun dari berbaring. Observasi punggung, pelvis dan tungkai selama bergerak apakah ada hambatan selama melakukan gerakan.

 Palpasi dan perkusi

Palpasi dan perkusi harus dilakukan dengan hati-hati. Pada palpasi, terlebih dahulu diraba daerah yang sekitarnya paling ringan rasa nyerinya, kemudian menuju ke arah daerah yang terasa paling nyeri.

 Pemeriksaan tanda vital  Pemeriksaan neurologik

Pemeriksaan neurologik menurut Harsono dan Soeharso (2009) meliputi pemeriksaan motorik, sensorik, refleks fisiologik dan patologik, serta percobaan-percobaan atau test untuk menentukan apakah sarafnya ada yang mengalami kelainan, misalnya pemeriksaan range of movement (ROM) dan

Lasegue test.

3. Pemeriksaan penunjang

Ketika nyeri yang dirasakan berat dan tidak hilang dalam waktu 6 sampai 12 minggu, diagnosis spesifik menjadi lebih penting untuk menentukan penatalaksanaannya (Ullrich, 2012). Pemeriksaan tambahannya yaitu:

X-ray

CT scan

Myelogram

MRI scan

2.2.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk nyeri punggung bawah tergantung pada riwayat pasien dan tipe serta keparahan dari nyerinya. Kebanyakan kasus nyeri punggung bawah akan baik dalam waktu enam minggu tanpa operasi, dan latihan (exercises) untuk nyeri punggung bawah hampir selalu menjadi rencana dari penatalaksanaannya. Jika nyeri tetap ada ataupun memburuk, prosedur diagnostik dan operasi mungkin dianjurkan (Ullrich, 2012).

 Istirahat. Menghentikan aktivitas selama beberapa hari akan memberikan kesempatan untuk jaringan yang cedera dan bahkan saraf agar sembuh, yang akan meringankan nyeri punggung bawah. Namun, istirahat yang berlebihan dapat melemahkan otot, sehingga otot tersebut harus berusaha untuk menyangga tulang belakang. Pasien yang tidak melakukan olahraga teratur biasanya mengalami nyeri punggung bawah berulang atau berkepanjangan.

Heat and Ice Packs membantu meringankan nyeri punggung bawah dengan mengurangi inflamasi. Kebanyakan pasien menggunakan es (ice), tetapi yang lain memilih panas (heat). Keduanya dapat digunakan bergantian.  Obat-obatan yang digunakan seperti analgesik (acetaminophen, duloxetine),

obat anti inflamatori non-steroid (aspirin, naprosyn), cyclooxygenase II inhibitors (celecoxib), muscle relaxant (cyclobenzaprine, orphenadrine, carisoprodol), opioid (oxycodone) (Hills, 2014).

2.3. Ergonomi dan Manual Handling

Dokumen terkait