• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Kategori OAE

Obat-obat antiepilepsi dapat dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan efeknya yaitu efek langsung pada membran yang eksitabel dan efek melalui perubahan neurotransmitter (Wibowo dan Gofir, 2006).

1.) Efek langsung pada membran yang eksitabel

Gambar 3. Mekanisme Inhibisi Obat Anti Epilepsi

(Wibowo dan Gofir, 2006) Perubahan pada permeabilitas membran merubah fase recovery serta mencegah aliran frekuensi tinggi dan neuron-neuron pada keadaan lepas muatan

25

listrik epilepsi. Efek ini karena adanya perubahan mekanisme pengaturan aliran ion Na+ dan ion Ca2+. Channel Na secara dinamis berada dalam tiga keadaan:

a.) Keadaan istirahat yaitu keadaan selama Na+ berjalan menuju ke sel melalui channel Na.

b.) Keadaan aktif yaitu keadaan dimana terjadi peningkatan Na+ yang masuk ke dalam sel.

c.) Keadaan inaktif yaitu keadaan dimana channel tidak memberikan jalan untuk Na+ masuk ke dalam sel.

Dalam keadaan istirahat, sel-sel neuron mempunyai keseimbangan antara ion ekstraseluler dan intraseluler, yakni ion Ca, Na, dan Cl lebih cenderung berada di luar sel sedangkan ion K cenderung berada di dalam sel. Adanya rangsang mekanik, kimiawi, dan listrik serta rangsangan lain akibat suatu penyakit membuat permeabilitas membran terhadap ion-ion tersebut meningkat. Ion Na, Ca, dan Cl masuk ke dalam sel secara berlebihan. Hal ini mencetuskan pelepasan muatan listrik yang berlebihan sehingga menyebabkan terjadinya epilepsi (Wibowo dan Gofir, 2006).

Obat-obat anti epilepsi dengan mekanisme ini, bekerja dengan memblokade

channel Na sehingga menutup channel ini dan membuat channel Na dalam

keadaan inaktif. Blokade channel Na pada akson pre-post sinaptik menyebabkan stabilisasi membran neuronal, menghambat dan mencegah potensial aksi post tetanik, membatasi perkembangan aktifitas serangan, dan mengurangi penyebaran serangan (Wibowo dan Gofir, 2006). Adapun OAE dengan mekanisme ini antara

26

lain fenitoin, karbamazepin, okskarbazepin, valproat, dan lamotigrin (Ikawati, 2011).

Efek perubahan mekanisme pengaturan aliran ion Ca2+ melalui mekanisme menghambat kanal ion Ca2+ tipe T. Arus Ca2+ kanal tipe T merupakan arus

pacemaker dalam neuron talamus yang bertanggung jawab terjadinya letupan

kortikal ritmik kejang. Obat anti epilepsi yang menurunkan nilai ambang arus ion Ca2+, contohnya yaitu etoksuksimid (Ikawati, 2011).

2.) Efek melalui perubahan neurotransmiter

Gambar 4. Mekanisme Eksitasi Obat Anti Epilepsi

27

Mekanisme obat jenis ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu mekanisme dengan memblokade aksi glutamat (glutamate blockers) dan mekanisme dengan mendorong aksi inhibisi GABA (Gamma Amino ButyricAcid) pada membran post-sinaptik dan neuron (Wibowo dan Gofir, 2006).

a.) Blokade aksi glutamat (glutamate blockers)

Reseptor glutamat mengikat glutamat, suatu neurotransmitter eksitatorik asam amino yang penting dalam otak. Reseptor glutamat mempunyai 5 tempat ikatan yang potensial sehingga menyebabkan respon yang berbeda-beda tergantung tempat yang distimulasi atau dihambat. Tempat pengikatan tersebut diantaranya

kainite site, Alpha-amino-3-hidroxy-5-methylisoxazole-4-propionic acid (AMPA) site, N-methyl-D-aspartate (NMDA) site, glisine site, dan metabotropic site yang

mempunyai 7 subunit (Glu R 1-7). Adapun obat-obat anti epilepsi yang termasuk dalam mekanisme ini diantaranya ialah felbamat dan topiramat (Wibowo dan Gofir, 2006).

b.) Mendorong aksi inhibisi GABA pada membran post sinaptik dan neuron Reaksi kejang merupakan hasil ketidakseimbangan antara aktivitas eksitasidan inhibisi pada otak, dimana aktivitas eksitasinya lebih tinggi daripada inhibisi. Akson melepaskan neurotransmitter, melalui ruang sinaps yang berhubungan dengan dendrit-dendrit dan badan sel neuron lain. Neurotransmitter terbagi menjadi dua bagian yaitu eksitator dan inhibitor. Hasil pengaruh kedua neurotransmitter tersebut dapat bersifat eksitasi atau inhibisi. Jika yang terjadi lebih kuat eksitasi, maka neuron akan lebih mudah melepaskan muatan listrik dan

28

meneruskan impuls ke neuron-neuron lain. Sebaliknya jika inhibisi yang lebih kuat, maka neuron-neuron akan dihambat untuk tidak meneruskan impuls ke neuron lain. Proses inhibisi ini akan menghentikan serangan epilepsi (Wibowo dan Gofir, 2006).

Obat-obat yang bekerja dengan meningkatkan transmisi inhibitori

GABAergik, antara lain:

(1.) agonis reseptor GABA, dengan mekanisme meningkatkan transmisi inhibitori dengan mengaktifkan kerja reseptor GABA. Contohnya benzodiazepin dan barbiturat.

(2.) inhibitor GABA transaminase, dengan mekanisme menghambat GABA

transaminase sehingga konsentrasi GABA meningkat. Contohnya

vigabatrin.

(3.) Inhibitor GABA transporter, dengan mekanisme menghambat GABA transporter sehingga memperlama aksi GABA. Contohnya tiagabin.

(4.) meningkatkan konsentrasi GABA, diperkirakan dengan menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesicular pool pada cairan serebrospinal pasien. Contohnya gabapentin.

29

b. Prinsip Penggunaan OAE

Dalam pemberian OAE pada pasien epilepsi perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

Tabel IX. Prinsip Penggunaan OAE Prinsip Umum

1.) Terapi antiepilepsi dipilih yang sesuai dengan jenis epilepsi, adverse effect dari obat antiepilepsi yang spesifik, dan kondisi pasien

8.) Apabila gagal mencapai target terapi yang diharapkan, obat antiepilepsi dapat dihentikan secara perlahan dan diganti dengan obat lain. Penggunaan obat antiepilepsi secara politerapi sebaiknya dihindari

2.) Monoterapi lebih baik untuk mengurangi potensi adverse effect, meningkatkan kepatuhan pasien, tidak terbukti bahwa politerapi lebih baik dari monoterapi

9.) Jika memungkinkan dapat dilakukan monitoring kadar obat dalam darah sebagai dasar dilakukan penyesuaian dosis disertai dengan pengamatan terhadap kondisi klinis pasien

3.) Menghindari atau meminimalkan penggunaan antiepilepsi sedatif untuk mengurangi toleransi, efek pada intelegensia, memori, kemampuan motorik bisa menetap selama pengobatan

10.) Jika dosis obat yang dapat ditoleransi tidak dapat mengontrol kejang atau efek samping dialami oleh pasien, obat pertama dapat diganti (disubstitusi dengan obat lini pertama lainnya dari obat antiepilepsi)

4.) Penggunaan OAE tidak mempengaruhi status mental

11.) Interval waktu tertentu, perlu memonitoring kemungkinan timbul ketoksikan

5.) Jika memungkinkan, terapi diinisiasi dengan satu antiepilepsi nonsedatif, jika gagal dapat diberikan antiepilepsi sedatif atau dengan politerapi

12.) Terapi OAE dilanjutkan pada pasien bebas kejang hingga 1-2 tahun

6.) Pemberian obat antiepilepsi diinisiasi dengan dosis terkecil dan dapat ditingkatkan sesuai kondisi klinis pasien. Hal ini untuk meningkatkan kepatuhan pasien

13.) Jangan memutus OAE tanpa mengecek EEG pasien

7.) Variasi individual pasien terhadap respon obat antiepilepsi memerlukan pemantauan ketat dan penyesuaian dosis

14.) Penghentian OAE dilakukan dengan menurunkan dosis secara perlahan

30

c. Pedoman penggunaan OAE

Gambar 5. Bagan Pedoman Penggunaan OAE

(Wibowo dan Gofir, 2009)

Tidak efektif Evaluasi hasil

Ganti dengan obat first line lainnya dari group yang berbeda

Tidak efektif Evaluasi hasil

Naikan dosis perlahan sampai serangan terkontrol atau sampai dosis maksimal yang dapat ditoleransi

atau sampai efek samping muncul Pengaturan dosis sesuai karakter individu Pilih obat monoterapi sesuai dengan jenis serangan

Tentukan kapan memulai pengobatan

Evaluasi hasil

Kurang baik Baik

Politerapi dengan kombinasi 2 macam obat

lini pertama Evaluasi diagnosis, ketaatan pasien, tipe serangan, komplikasi,

penyakit lain

Ganti 1 obat lini pertama dengan lini kedua tidak efektif

Epilepsi refrakter, hentikan obat lini ke-2 dan

coba berbagai macam OAE, pembedahan

Tidak efektif

Pertimbangan untuk menarik obat lini 1

sehingga menjadi monoterapi , dengan obat

lini ke-2 efektif Lanjutkan

31

d. Aspek-aspek yang harus diperhitungkan dalam memilih OAE, antara lain: 1.) Efikasi yaitu seberapa baik obat dalam menghentikan bangkitan kejang

pada pasien.

2.) Keamanan yaitu ada tidaknya risiko serius untuk reaksi idiosinkrasi dan sifat teratogenik.

3.) Adverse effects yaitu efek samping yang dapat terjadi.

4.) Kemudahan administrasi, meliputi: frekuensi dosis, inisiasi pengobatan dengan dosis biasa atau titrasi lambat, serta ada tidaknya sediaan parenteral.

5.) Profil farmakokinetika, seperti dimetabolisme oleh hati atau tidak, diekskresikan oleh ginjal atau tidak, dan terikat dengan protein atau tidak, serta penyerapan dipengaruhi oleh makanan/ obat-obatan atau tidak. 6.) Interaksi obat, hal ini dapat dikaitkan dengan banyak OAE yang

menginduksi interaksi obat yang merangsang atau menghambat enzim sitokrom P450.

7.) Biaya, hal ini menjadi masalah tertentu terutama pada pasien miskin dan lansia.

( Venkataraman dan Narayanan, 2005) e. Pemilihan OAE pada pediatrik

Pemberian/ administrasi obat pada pediatrik perlu mendapat perhatian. Pemilihan OAE untuk epilepsi pada pediatrik bukanlah tugas yang sederhana. Banyak variabel yang harus dipertimbangkan antara lain AED-specific variables (sindrom epilepsi spesifik, efikasi/ efektivitas, efek samping, farmakokinetik,

32

formulasi, dan sebagainya), patient specific variables (latar belakang genetik, jenis kelamin, usia, komorbiditas, dan status sosial ekonomi), dan nation specific

variables (ketersediaan dan biaya OAE) (Glauser dkk, 2006).

Tabel X. Pemilihan OAE Tiap Jenis Seizure pada Pediatrik

Tipe seizure First-line drugs Second-line drugs

Alternatif/ obat lain yang

dapat dipertimbangkan

Obat yang harus dihindari (mungkin memperburuk kejang) Generalised tonic–clonic Karbamazepina Lamotriginb Valproat Topiramata,b Klobazam Levetirasetam Okskarbazepina Asetazolamida Klonazepam Fenobarbitala Fenitoina Primidona,c Tiagabin Vigabatrin Absence Etoksuksimid Lamotriginb Valproat Klobazam Klonazepam Topiramata Karbamazepina Gabapentin Okskarbazepina Tiagabin Vigabatrin Myoclonic Valproat Topiramata Klobazam Klonazepam Lamotrigin Levetirasetam Pirasetam Karbamazepina Gabapentin Oksarbazepina Tiagabin Vigabatrin Tonic Lamotriginb Valproat Klobazam Klonazepam Levetirasetam Topiramata Asetazolamida Fenobarbitala Fenitoina Primidona,c Karbamazepina Okskarbazepina Atonic Lamotriginb Valproat Klobazam Klonazepam Levetirasetam Topiramata Asetazolamida Fenobarbitala Primidona,c Karbamazepina Okskarbazepina Fenitoina Infantile spasms Steroid a Vigabatrin b Klobazam Klonazepam Valproat Topiramata Nitrazepam Karbamazepina Okskarbazepina Focal with/without secondary generalisati on Karbamazepina Lamotriginb Okskarbazepinab Valproat Topiramata,b Klobazam Gabapentin Levetirasetam Fenitoina Tiagabin Asetazolamidac Klonazepam Fenobarbitala Primidona,c Keterangan :

a. Enzim hati menginduksi OAE.

b. Harus digunakan sebagai pilihan pertama dalam keadaan seperti diuraikan dalam NICE Technology Appraisal of Newer AEDs for Children.

c. Jarang dan perlu inisiasi, jika barbiturat yang akan digunakan maka fenobarbital yang lebih disukai.

33

Terkait dengan keamanan penggunaan obat anti epilepsi pada pediatrik, maka dikeluarkanlah lisensi untuk obat anti epilepsi seperti pada tabel berikut ini:

Tabel XI. Tabel Lisensi Penggunaan OAE pada Pediatrik

Nama Obat Usia di bawah ini bersifat unlicensed

Monoterapi Adjuctive treatment

Asetazolamida Unlicensed No age limit specified

Karbamazepin No age limit specified No age limit specified

Klobazam Unlicensed < 3 years but can be used in

children aged 6 months to 3 years in exceptional cases

Klonazepam No age limit specified No age limit specified

Etoksuksimid No age limit specified No age limit specified

Gabapentin Unlicensed < 6 years

Lamotrigin < 12 years < 2 years

Levetiracetam Unlicensed < 16 years

Okskarbazepin < 6 years < 6 years

Fenobarbital No age limit specified No age limit specified

Fenitoin No age limit specified No age limit specified

Pirasetam Unlicensed < 16 years

Primidon No age limit specified No age limit specified

Valproat No age limit specified No age limit specified

Tiagabin Unlicensed < 12 years

Topiramat < 6 years < 2 years

Vigabatrin No age limit specified No age limit specified

(NICE Guideline, 2004)

f. Dosis OAE

Pemberian obat antiepilepsi perlu dilakukan titrasi dosis yaitu diinisiasi dengan dosis terkecil dan dapat ditingkatkan sesuai kondisi klinis pasien (Ikawati, 2011). Dosis merupakan salah satu AED-specific variables yang akan mempengaruhi efikasi/ efektifitas dan efek samping (Glauser dkk, 2006).

34

Tabel XII. Regimen Pemberian OAE pada Pediatrik

OAE Dosis Awal

(mg/kg BB/hari) Dosis pemeliharaan (mg/kg/hari) Frekuensi Pemberian (kali/hari) Fenitoin 5 5-15 1-2 Karbamezepin 5 10-25 2-4 Okskarbazepin 5 10-50 2-3 Lamotigrin 0,5 2-8 1-2 Zonisamid 2-4 4-8 2 Etoksuksimid 10 15-30 1-2 Felbamat 15 30-45 2 Topiramat 0,5-1 5-9 2 Klobazam 0,25 0,5-1 1-2 Klonazepam 0,025 0,0250-1 2-3 Fenobarbital 4 4-8 1-2 Primidon 10 20-30 1-2 Vigabatrin 40 50-150 1-2 Gabapentin 20 20-40 3 Valproat 10 15-40 2-3 Levitiracetam 10 20-60 2 (Brodie dkk, 2005) g. Efek samping OAE

Hampir semua OAE menimbulkan efek samping. Efek samping yang sering dihubungkan dengan penggunaan OAE adalah idiosinkrasi, gangguan kognitif, dan komplikasi lain akibat penggunaan jangka panjang. Dengan hal ini, maka dalam pengobatan epilepsi perlu mempertimbangkan antara kekhasiatan obat dan efek samping yang dapat terjadi pada penderita (Tan dkk, 2008).

Tabel XIII. Efek Samping OAE

OAE Efek Samping akut Efek samping kronis

Concentration Dependent Idiosyncratic Karbamazepin Diplopia, pusing, kantuk,

mual, lethargy

Diskrasia darah, rash

Hiponatremia Etoksuksimid Ataksia, kantuk, GI

distress, keadaan tidak tenang, hiccoughs

Diskrasia darah, rash

Perubahan perilaku, sakit kepala

Felbamat Anoreksia, mual, muntah, insomnia, sakit kepala

Anemia aplastik, gagal hati akut

Not established Gabapentin Pusing, kelelahan,

somnolence, ataksia

Pedal edema Peningkatan berat badan Lamotrigin Diplopia, pusing, keadaan

tidak tenang, sakit kepala

35

Tabel XIII. Lanjutan....

OAE Efek samping akut Efek samping kronis

Concentration Dependent Idiosyncratic

Levetirasetam Sedasi, gangguan perilaku Not established Not established Okskarbazepin Sedasi, pusing, ataksia, mual Rash Hiponatremia Fenobarbital Ataksia, hiperaktivitas, sakit

kepala, keadaan tidak tenang, sedasi, mual

Diskrasia darah, rash

Perubahan perilaku, gangguan jaringan ikat, menurunkan intelektual, metabolic bone disease, perubahan mood, sedasi Fenitoin Ataksia, nistagmus, perubahan

perilaku, pusing, sakit kepala, inkoordinasi, sedasi, letargi, cognitive impairment, kelelahan, visual blurring

Diskrasia darah, rash, reaksi imunologi

Perubahan perilaku, cerebellar syndrom, connective tissue change, penebalan kulit, defisiensi folat, gingival hyperplasia, hirsutism, pengkasaran fitur wajah, jerawat, gangguan kognitif, metabolic bone disease, sedasi

Primidon Perubahan perilaku, sakit kepala, mual, sedasi, keadaan tidak tenang Diskrasias darah, rash Perubahan perilaku, connective tissue disorders, cognitive impairment, sedasi Tiagabin Pusing, kelelahan, kesulitan

konsentrasi, gugup, tremor, blurred vision, depresi, kelemahan

Not established

Topiramat Kesulitan konsentrasi, perlambatan psikomotor, problem bicara atau bahasa, somnolence, kelelahan, pusing, sakit kepala

Asidosis

metabolik, acute angle glaucoma, oligohidrosis

Batu ginjal, penurunan berat badan

Valproat Gl upset, sedasi, keadaan tidak

tenang, tremor,

trombositopenia

Gagal hati akut, pankreatitis akut, alopecia Polycystic ovary-like syndrome, peningkatan berat badan, hyperammonemia Zonisamid Sedasi, pusing, cognitive

impairment, mual

Rash, oligohidrosis

Batu ginjal, penurunan berat badan

(Wells, 2005)

Tabel XIV. Efek Samping yang Signifikan secara Klinik Penggunaan OAE pada Pediatrik

AED Efek samping yang signifikan

Asetazolamida Beberapa kehilangan napsu makan, depresi, kesemutan, perasaan di ekstremitas, poliuria, haus, sakit kepala, pusing, kelelahan, lekas marah, dan kasus sesekali mengantuk.

Karbamazepin Reaksi alergi kulit, gangguan akomodasi, misalnya penglihatan kabur, diplopia, ataksia dan mual. Terutama pada awal pengobatan, atau jika dosis awal terlalu tinggi, beberapa jenis reaksi yang merugikan terjadi sangat umum terjadi. Klobazam Mengantuk telah dilaporkan. Toleransi dapat berkembang, terutama jika

digunakan dalam waktu lama. Etosuksimid Mual, sakit kepala, dan mengantuk.

36

Tabel XIV. Lanjutan ....

AED Efek samping yang signifikan

Klonazepam Mengantuk dan kelelahan telah diamati: efek seperti biasanya sementara dan menghilang secara spontan sebagai pengobatan berlanjut atau dengan pengurangan dosis.

Gabapentin Mengantuk, kelelahan, dan pusing hiperkinesia dilaporkan (kejadian 2% atau lebih). Juga lebih sering labilitas emosional terjadi (>10%).

Lamotrigin Ruam kulit, yang umumnya muncul dalam 8 minggu setelah memulai pengobatan. Pengalaman negatif yang dilaporkan meliputi mengantuk, diplopia, pusing, sakit kepala, insomnia, kelelahan, demam (terkait dengan ruam sebagai bagian dari sindrom hipersensitivitas) dan agitasi, kebingungan dan halusinasi.

Levetirasetam Pusing, mengantuk, lekas marah, insomnia, labilitas emosional, ataksia, tremor, sakit kepala, dan mual.

Okskarbazepin Diplopia, sakit kepala, mual, ruam kulit, ataksia, dan kebingungan.

Fenobarbital Mengantuk, lesu, dan depresi mental. Selain itu, reaksi alergi pada kulit dan hiperkinesia.

Fenitoin Reaksi hipersensitivitas termasuk ruam kulit, mengantuk, ataksia, dan bicara cadel. Biasanya terkait dosis. Merendahkan fitur wajah, hiperplasia ginggiva, dan hirsutisme mungkin jarang terjadi. Beberapa komplikasi haemopoetik telah dilaporkan termasuk beberapa anemia, motor twitchings, dyskinesias (jarang), tremor (jarang), dan kebingungan mental semuanya telah diamati. Primidon Mengantuk dan kelesuan namun ini umumnya hanya terjadi pada awal

pengobatan. Efek lainnya telah dilaporkan tetapi biasanya sementara. Reaksi psikotik telah dilaporkan jarang.

Valproat Sedasi dan tremor telah dilaporkan sesekali. Rambut rontok sementara, yang kadang-kadang sering kembali normal ketika obat dihentikan. Sodium valproate dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi dari malformasi janin jika dikonsumsi pada kehamilan. Menjadi efek samping yang terkait dosis, telah sering dilaporkan. Peningkatan berat badan juga dapat terjadi. Gangguan lambung sering terjadi pada awal pengobatan. Kadang-kadang, hiperaktif, agresi dan perilaku kerusakan telah dilaporkan. Kerusakan hati yang parah telah sangat jarang dilaporkan. Mereka yang paling berisiko berusia di bawah 3 tahun tetapi ini adalah yang paling mungkin terkait dengan penyakit metabolik terdiagnosis. Ensefalopati dan pankreatitis mungkin jarang terjadi. Juga, hyperammonaemia tanpa perubahan tes fungsi hati dapat terjadi sering dan biasanya bersifat sementara serta diskrasia darah dapat terjadi.

Tiagabin Pusing, kelelahan, kegelisahan (non-spesifik), tremor, kesulitan konsentrasi, dan perasaan depresi.

Topiramat Sakit kepala, mengantuk, pusing, parestesia, dan penurunan berat badan. Peningkatan risiko nefrolitiasis. Kesulitan dengan memori dan konsentrasi/ perhatian telah dilaporkan. Kasus reaksi mata - sekunder akut glaukoma sudut tertutup menyajikan sebagai mata merah menyakitkan atau miopia akut, jarang dikaitkan dengan topiramat terjadi dalam waktu 1 bulan setelah memulai pengobatan.

Vigabatrin Mengantuk dan eksitasi dan agitasi sangat umum, sementara mual, agitasi, agresi, lekas marah, dan depresi yang umum. Psikosis telah dilaporkan sebagai hal yang umum terjadi. Cacat bidang visual telah dilaporkan pada satu dari tiga orang yang memakai vigabatrin dengan onset biasanya setelah bulanan sampai tahunan pengobatan. Perimetri mungkin jarang pada anak kurang dari 9 tahun perkembangan, sehingga risiko pengobatan harus sangat hati-hati dipertimbangkan terhadap kemungkinan manfaat pada anak-anak.

37

h. Monitoring terapi

Mengingat banyaknya efek samping yang dapat muncul pada terapi OAE, maka monitoring sangat diperlukan terutama pada terapi jangka lama. Dalam monitoring, respon klinis lebih penting daripada konsentrasi obat serum. Pasien harus dipantau secara berkala respon klinis untuk kontrol kejang, kondisi komorbiditas, penyesuaian sosial (termasuk penilaian kualitas-hidup), interaksi obat, kepatuhan, dan efek samping (Wells, 2005).

Dokumen terkait