• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obesitas Abdominal

2.1.1 Obesitas abdominal dan pengukuran antropometr

Obesitas dapat didefinisikan sebagai keadaan kelebihan lemak tubuh (Guyton dan Hall, β011). Obesitas adalah suatu keadaan patologis yang merupakan kelainan metabolik dengan penimbunan lemak berlebih yang dapat mengakibatkan penyakit multifaktorial (Effendi, β01γ).

Secara klinis obesitas memiliki tanda dan gejala yang khas yaitu wajah membulat, pipi tembam, dagu rangkap, leher relatif pendek, dada menggembung, payudara membesar mengandung jaringan lemak, perut membuncit, dinding perut berlipat/menggantung, kedua tungkai umumnya berbentuk X dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel, kulit di daerah lipatan menghitam (Effendi, β01γ).

Secara sederhana obesitas dapat dinilai berdasarkan perbandingan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB), pengukuran lingkar pinggang, lingkar panggul, lingkar lengan atas, tebal lipatan kulit area triseps, biseps, subskapula, suprailiaka maupun evaluasi lemak tubuh total dengan menggunakan bio- electrical impedance analysis (BIA) (Susantiningsih, β015).

Kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas untuk orang dewasa diatas 18 tahun diukur berdasarkan indeks masa tubuh (IMT) yang memiliki korelasi kuat dengan lemak tubuh. Ini adalah cara sederhana yang mudah digunakan, tetapi

β

IMT memiliki kekurangan karena IMT diukur berdasarkan rasio berat badan (Kg) terhadap tinggi badan kuadrat (m²) tetapi tidak memperhitungkan komposisi lemak tubuh (Guyton dan Hall, β011 dan RISKESDAS, β01γ). Individu yang kurus tetapi memiliki otot yang bagus, tanpa memiliki lemak berlebihan bisa saja memiliki IMT >β5kg/m², tetapi ini merupakan sebagian masalah kecil dalam perbatasan kategori, sehingga tetap praktis untuk digunakan ( Gandy et al., β011). Pengukuran IMT pada suatu populasi sulit diinterprestasikan secara individual karena terdapat fenotipe yang berbeda antar etnis dan bangsa. WHO mengklasifikasikan IMT menjadi 4 kelas, yaitu berat badan kurang dengan IMT < 18,5 kg/m² berat badan normal dengan IMT antara 18,5-β4,9 kg/m², kelebihan berat badan dengan IMT β5,0-β9,9 kg/m², Obesitas dengan IMT > γ0 kg/m² (WHO, β014).

Tabel β.1 Klasifikasi berat badan bebih dan obesitas berdasarkan IMT dan lingkar perut menurut kriteria Asia Pasifik

Klasifikasi IMT

(kg/mβ) Resiko koLingkar perut-morbiditas

< 90cm (laki laki) ≥ 90cm (laki laki)

< 80 cm (perempuan) ≥80cm (perempuan)

Berat badan

kurang < 18,5 Rendah,resiko meningkat pada

masalah klinis lain.

Sedang

Kisaran Normal 18,5-ββ,9 Sedang Meningkat

Berat badan lebih ≥ βγ,0

Beresiko βγ,0-β4,9 Meningkat Moderat

Obesitas I β5,0-β9,9 Moderat Berat

Obesitas II ≥ γ0 Berat Sangat berat

Sumber : WHO/WPR/IASO/IOTF dalam (The Asia-Pasific Perspective:

Redefining Obesity and its Treatment, β000).

Indonesia menggunakan klasifikasi berat badan lebih dan obesitas WHO sesuai dengan kriteria Asia Pasifik yaitu berat badan kurang dengan IMT < 18,5

γ

kg/m² berat badan normal dengan IMT antara 18,5-ββ,9 kg/m², kelebihan berat badan dengan IMT βγ,0-β4,9 kg/m², Obesitas dengan IMT > β5,0 kg/m² (Sugondo, β014).

Walaupun IMT memiliki korelasi yang kuat dengan lemak tubuh, tetapi kadang kadang terjadi kesalahan dalam total body fat content. Selain jumlah lemak, distribusi lemak juga menentukan risiko yang berhubungan dengan obesitas (Lilyasari, β007).

Berdasarkan distribusi lemak dalam tubuh, kegemukan atau obesitas dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe android yang sering disebut sebagai aple shape (bentuk buah apel) dan tipe ginoid / pear shape (bentuk buah pir) (Mukhtar, β01β dan Jarvie et al., β010).

Gambar β.1 Tipe Obesitas berdasarkan distribusi lemak Sumber: (Jarvie et al., β010).

Tipe android ditandai dengan penumpukan lemak berlebihan di bagian tubuh sebelah atas, yaitu di sekitar dada, pundak, leher, wajah dan perut menyerupai buah apel. Tipe ini oleh Vague dipertimbangkan sebagai android male-type

4

obesity lebih berisiko terhadap terjadinya TβDM, hiperlipidemia, hipertensi, aterosklerosis pada arteri coroner, serebral dan perifer (Wajchenberg, β01γ).

Tipe ginoid ditandai dengan penimbunan lemak di bagian tubuh sebelah bawah, yaitu pinggul, pantat, paha dan bagian bawah. Kegemukan tipe ini banyak terjadi pada wanita (Wajchenberg, β01γ). Dari segi kesehatan tipe ginoid lebih aman bila dibandingkan dengan tipe android karena risiko kemungkinan terkena penyakit degeneratif lebih kecil. Obesitas tipe android ini dikenal juga dengan sebutan obesitas sentral atau obesitas abdominal (Effendi, β01γ).

Jaringan lemak abdominal adalah organ kompleks yang terdiri dari beberapa kompartemen dan subkompartemen, yaitu lemak subkutan dan lemak intra abdominal, lalu lemak intra abdominal terbagi lagi menjadi lemak retroperitoneal dan intraperitoneal, yang dapat dibagi lagi menjadi lemak mesenterik dan omental. Lemak intraperitoneal ini dikenal sebagai jaringan adiposa viseral (visceral adipose tissue) yang dianggap sebagai penanda resiko penyakit metabolik (Klein, β010).

Gambar β.β Lemak viseral dan lemak sub kutan (Sumber Effendi, β01γ)

5

Obesitas abdominal dapat diukur dengan beberapa cara, yaitu visceral adipose tissue (VAT) menggunakan computed tomography (CT) adalah gold standartnya, tetapi cara tersebut mahal biayanya, sulit tehniknya dan terekspos radiasi (Roriz et al., β014).

Ada beberapa cara lain yang dapat dipakai tetapi membutuhkan keahlian dan ketrampilan khusus dari pengukurnya, antara lain waist to height ratio (WHtR), conicity index (C index), visceral adiposity index (VAI) dan lipid accumulation product (LAP) (Roriz et al., β014).

WHtR dihitung berdasarkan rumus waist circumverence (WC) (cm) dibagi tinggi (cm). Conicity index dihitung berdasarkan rumus yang dibuat oleh Valdez pada tahun 1991 yaitu:

C index = WC (cm)

0.109 X √����ℎ� �� /ℎ���ℎ� �

Rumus visceral adiposity index (VAI) dibuat oleh Amato dan kawan kawan pada tahun β010 yang dibedakan antara pria dan wanita yaitu:

VAI pria = (WC/γ6.γ8 +(1.89xBMI))x(TG/0.81)x(1.5β/HDL)

VAI wanita = (WC/γ9.68 +(1.88xBMI))x(TG/1.0γ)x(1.γ1/HDL)

Pengukuran VAI ini dilakukan setelah pasien puasa 1β jam untuk pemeriksaan laboratorium trigliserida (TG) dan high density lipoprotein (HDL) kolesterol dengan menggunakan metode kolorimetri (Roriz et al., β014).

Pengukuran lipid accumulation product (LAP) dihitung berdasarkan rumus yang dibuat oleh Kahn dan kawan kawan pada tahun β005 yang dibedakan antara

6

pria dan wanita yaitu:

LAP pria = (WC[cm]-65) x (Trigliserida (mmol/L)

LAP wanita = (WC[cm]-58) x (Trigliserida (mmol/L) (Roriz et al., β014).

Roriz dan kawan kawan tahun β014 melakukan evaluasi untuk menilai ketepatan pengukuran antropometrik dari waist to height ratio (WHtR), conicity index (C index), visceral adiposity index (VAI) dan lipid accumulation product (LAP) dibandingkan dengan hasil pengukuran computed tomography (CT). C index terbukti merupakan pengukuran paling akurat untuk mengidentifikasi obesitas viseral terutama pada pria. Jadi C index dapat digunakan untuk memprediksi risiko penyakit coroner dan penyakit kardiovaskuler sebaik WHtR (Roriz et al., β014).

Pada wanita lansia WHtR sedikit lebih akurat hasilnya jika dibandingkan dengan C index, dan memiliki ketepatan akurasi yang sama dengan LAP. Untuk pasien dengan sindrom metabolik, hasil LAP lebih akurat dibandingkan dengan WHtR. Karena adanya pemeriksaan trigliserid dan HDL kolesterol maka dalam hal memprediksi jumlah lemak viseral maka pemeriksaan LAP dan VAI kurang akurasinya jika dibandingkan dengan WHtR dan C index (Roriz et al., β014). Untuk pemeriksaan antropometri di lapangan dengan banyak responden maka cara yang akurat, banyak dipakai dan disarankan oleh WHO adalah dengan menggunakan pengukuran lingkar pinggang (waist circumference) (WC). WHO menyarankan cara pengukuran lingkar pinggang dengan menentukan dahulu arcus costae kanan dan kiri, kemudian tentukan spina ishiadica anterior superior (SIAS) kanan dan kiri, ukur sepanjang midclavicular line kanan kiri, dibagi β,

7

pada akhir ekspirasi, menggunakan pakaian tipis, dilakukan pengukuran lingkar perut menggunakan pita meteran fleksibel secara horisontal, dengan kedua tungkai dilebarkan β0-γ0 cm (Sugondo, β014).

Studi menunjukkan bahwa obesitas abdominal yang digambarkan dengan ukuran lingkar pinggang, dengan cut-off yang berbeda antara pria dan wanita, juga

disesuaikan dengan etnis lebih sensitif dalam memprediksi gangguan metabolik dan resiko kardiovaskuler (Soegondo dan Purnamasari, β014).

Tabel β.β Ukuran lingkar pinggang sesuai etnis

Bangsa / grup etnis Lingkar Pinggang

Eropa

Di USA, berlaku sesuai NCEP ATP III (≥Pria 10β cm, Wanita ≥88 cm)

Pria ≥ 94 cm

Wanita ≥ 80 cm

Asia Pasifik

Berdasarkan China, Melayu, Asia dan Indian Pria ≥ 90 cm Wanita ≥ 80 cm China Pria ≥ 90 cm Wanita ≥ 80 cm Jepang Pria ≥ 90 cm Wanita ≥ 80 cm

Amerika tengah dan selatan Menggunakan data Asia Pasifik

sampai ada data yang lebih valid

Sub Saharan Afrika Menggunakan data Eropa sampai

ada data yang lebih valid

Mediteranian & Timur Tengah Menggunakan data Eropa sampai

ada data yang lebih valid Sumber: (WHO, β014).

Lingkar pinggang (lingkar perut) pada penderita obesitas abdominal menggambarkan penumpukkan jaringan adiposa subkutan dan viseral. Dari penelitian obesitas abdominal memiliki peningkatan resistensi insulin sebesar 81,6%, peningkatan tekanan darah 47,7%, hipertrigliseridemia sebesar β6,0%, HDL kolesterol yang rendah sebesar 16,9%, serta peningkatan kadar gula darah

8

puasa sebesar 1γ,4%. Oleh karenanya semakin besar peluang terjadinya penyakit kardiovaskuler (Effendi,β01γ)

Cara lainnya adalah dengan mengukur rasio lingkar pinggang dan lingkar pinggul yaitu waist-hip ratio (WHR) atau dikenal dengan rasio lingkar pinggang

panggul (RLPP) merupakan alternatif yang praktis untuk di klinik (Sugondo, β014). Menurut WHO tahun β008 batasan WHR atau RLPP untuk obesitas abdominal area Asia Tenggara adalah pria > 0.90 dan wanita > 0.85 (Listiyana et al., β01γ).

Obesitas abdominal dan resistensi insulin dianggap sebagai bagian utama dari

semua kriteria SM, baik dari WHO, EGIR, NCEP-ATP III (β001), AACE β00γ,

dan IDF β005 (Soegondo dan Purnamasari, β014). 2.1.2 Jaringan lemak

Obesitas terjadi bila jumlah dan besar sel lemak dalam tubuh bertambah, hal ini timbul bila asupan energi dalam bentuk makanan lebih banyak yang masuk jika dibandingkan dengan jumlah yang dikeluarkan, dan akan disimpan sebagai lemak dalam bentuk trigliserida (Guyton dan Hall, β011).

Jaringan lemak merupakan depot penyimpanan energi, tugas utamanya adalah menyimpan energi yang berlebih dalam bentuk trigliserida melalui proses lipogenesis, dan memobilisasi cadangan energi tersebut sebagai asam lemak bebas dan gliserol bila terjadi kekurangan energi melalui proses lipolisis (Sugondo, β014).

Obesitas adalah suatu kondisi inflamasi kronik tingkat rendah terutama pada white adipose tissue (WAT), ditandai dengan adanya fungsi biologi adiposit dan

9

adanya akumulasi makrofag pada jaringan WAT (Susantiningsih, β015).

Jaringan lemak pada mamalia terdiri dari dua jenis, yaitu jaringan lemak putih (white adipose tissue / WAT) dan jaringan lemak coklat (brown adipose tissue / BAT). WAT memiliki γ fungsi yaitu isolasi panas, bantalan mekanik dan yang terpenting adalah sebagai sumber energi. BAT berfungsi termogenesis untuk mempertahankan panas tubuh dan penting untuk mencegah dan menurangi obesitas melalui peningkatan penggunaan energi dan produksi panas ( Mukhtar, β01β dan Sugondo, β014).

Selama periode kelebihan kalori dan penggunaan energi sedikit maka akan terjadi ketidakseimbangan energi. Ukuran adiposit akan membesar (hipertrofi) dan jumlah adiposit bertambah banyak (hiperplasia), terjadi proses diferensiasi sel prekursor preadiposit menjadi adiposit matang. Jaringan adiposa menjadi radang dan terdapat infiltrasi makrofag yang kemudian meningkatkan kondisi proinflamasi sehingga diferensiasi preadiposit gagal. Diferensiasi tersebut meliputi perubahan morfologi, cell arrest, akumulasi lipid dan adiposit menjadi resisten terhadap insulin ( Mukhtar, β01β).

2.2 Sindrom Metabolik

Dokumen terkait