• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III BERLAKUNYA PERJANJIAN JUAL BEL

A. Berlakunya Perjanjian Jual Beli Internasional Berdasarkan

2. Objek Perjanjian Jual Beli Internasional

UPICCs adalah serangkaian aturan hukum materil yang mengatur mengenai bentuk dan isi dari suatu perjanjian komersial internasional, termasuk dalam transaksi jual beli internasional. UPICCs 2010 terdiri dari dari Pembukaan (Preambul) serta 9 Bab pengaturan, yaitu: Bab I mengatur tentang Ketentuan Umum, Bab II tentang Formasi dan Otoritas Agen, Bab III tentang Keabsahan, Bab IV tentang Penafsiran, Bab V tentang Isi dan Hak Pihak Ketiga, Bab VI tentang Kinerja, Bab VII tentang Non Kinerja, Bab VIII tentang Penggabungan Kredit, Bab IX tentang Pengalihan Hak dan Kontrak serta Kewajiban Transfer. Dapat dilihat dengan jelas dalam tiap bab

bahwa UPICCs tidak mengatur dengan jelas dan tegas tentang hal yang menjadi objek dalam perjanjian.

Namun demikian, dalam Program Kerja UNIDROIT (UNIDROIT Work Programme) 2011-2013 yang disetujui oleh Majelis Umum pada sesi yang ke-67 di Negara Roma pada tanggal 1 Desember 2010 disebutkan tentang beberapa pengaturan tentang objek dalam ruang lingkup UNIDROIT, yaitu:122

a. Prinsip-prinsip Kontrak Komersial Internasional (Principles of International Commercial Contracts).

Dewan Kerja UNIDROIT pada sesi yang ke-90 yang secara resmi diadopsi pada 10 Mei 2010 edisi ketiga dari Prinsip-prinsip Kontrak Komersial Internasional (UPICCs 2010). UPICCs 2010 memuat ketentuan-ketentuan baru tentang restitusi dalam kasus kontrak gagal, illegalitas, kondisi, dan pluralitas obligor

danobligees.

b. Protokol pada Konvensi Cape Town pada hal-hal khusus untuk Aktiva Ruang Angkasa (Draft Protocol to the Cape Town Convention on Matters specific to Space Assets)

Protokol pada Konvensi ini mengatur tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak mengenai masalah khusus untuk Aktiva Ruang Angkasa yang diadopsi pada konferensi diplomatik yang diadakan di Berlin, atas undangan dari Pemerintah Republik Federal Jerman, dari 27 Februari sampai 9 Maret 2012. Protokol ini berusaha untuk memperpanjang rejimen Cape Town untuk pembiayaan komersial di luar angkasa.

Pengembangan dari Konvensi tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak yaitu mengenai untuk Aset Luar Angkasa (dalam cara yang sama seperti Protokol dengan Konvensi hal-hal khusus pada Peralatan Pesawat Udara meluas ke Objek Pesawat) dan Protokol pada hal-hal khusus untuk Efek Sarana Kereta Api meluas ke rolling stock kereta api.

c. Netting Instrumen Keuangan (Netting of Financial Instruments).

122UNDROIT, “UNIDROIT Work Programme 2011-2013”,

UNIDROIT telah mulai bekerja dalam jaringan yang merupakan mekanisme yang diterapkan oleh lembaga keuangan dan peserta lainnya di pasar keuangan dalam operasi sehari-hari untuk mengurangi tekanan resiko kredit.

d. Prinsip-prinsip dan aturan yang mampu meningkatkan perdagangan efek di pasar modal di negara berkembang (Principles and rules capable of enhancing trading in securities in emerging markets).

Dewan UNIDROIT membahas dan menekankan kebutuhan untuk fokus pada hukum transaksional, pada:

1) Sifat dan jenis efek.

2) FungibilitySurat Berharga.

3) Transaksional struktur obligasi: Privat hukum pembatasan pembiayaan utang, penempatan langsung (tipe tertentu) emiten, keterlibatan wajib perantara; hubungan kontrak dan kepemilikan antara penerbit, perantara/penjamin emisi dan investor (hubungan internal antara penjamin sepanjang bahwa penjamin emisi lokal yang terlibat dan hukum lokal yang mengatur hubungan internal, potensi konflik antara hukum perusahaan yang berlaku dan kontrak hukum yang berlaku, kontrak dari pemegang saham. 4) Transaksional struktur masalah saham dan di samping daerah masalah

umum untuk obligasi: memungkinkan atau membatasi aturan hukum perusahaan yang mendasari; metode untuk menentukan harga saham perdana (tetap, book-building, lelang) dan hukum transaksional masing, penawaran umum; penjatahan saham, dalam perlakuan yang sama khususnya investor / penawar; status dan dampak kode etik bagi emiten dan perantara; melalui Internet, termasuk konflik dari masalah hukum, prospektus emiten sebagai informasi dasar yang disediakan dalam hal penawaran umum, isi dan kewajiban dari penerbit dan perantara ketidakakuratan.

5) Organisasi dan transaksional ketentuan untuk meningkatkan likuiditas di pasar sekunder, termasuk peran dan posisi hukum dari perantara dan pihak kontra pusat, konflik dari aturan hukum mengenai pelaku pasar asing.

6) Hukum kontrak umum atau rezim khusus untuk perdagangan efek.

7) Kontrak dan kepemilikan masalah kliring penyelesaian dan tahanan serta menggunakan efek sebagai jaminan (sejauh tidak cukup dibahas dalam konvensi draft awal atas efek intermediated untuk kebutuhan dari setiap pasar muncul spesifik).

9) Kerangka hukum swasta untuk pengungkapan, pencegahan perdagangan orang dalam dan bentuk-bentuk penyalahgunaan pasar dan untuk pelaksanaan pelaku pasar.

e. Kewajiban Pihak Ketiga untuk Jasa Global Sistem Navigasi Satelit (Third Party Liability for Global Navigation Satellite System (GNSS) Services).

Sekretariat UNIDROIT akan melakukan konsultasi informal, dengan maksud untuk memastikan ruang lingkup dan kelayakan proyek, khususnya apakah instrumennya mungkin mengikuti contoh instrumen, menetapkan batas kewajiban yang juga akan membantu dipertanggungkan dari kegiatan dan aspek penutup seperti kewajiban penyaluran, pemberian kompensasi pelengkap untuk menjamin pemulihan memuaskan kerugian.

f. Penyusunan Protokol baru untuk Konvensi Cape Town pada hal-hal khusus untuk peralatan pertanian, pertambangan dan konstruksi (Preparation of a new Protocol to the Cape Town Convention on matters specific to agricultural, mining and construction equipment).

Sekretariat UNIDROIT melakukan konsultasi informal dengan sektor terkait, termasuk sektor industri, sehingga lebih lanjut untuk mengembangkan pemahaman tentang potensi cakupan dan keuntungan dari proyek tersebut. g. Hukum Privat dan Pembangunan Pertanian (Private law and Agricultural

Development).

Diselenggarakan Dewan Kerja UNIDROIT, pada sidang ke 91 di Roma pada Mei 2012. Memutuskan jalan tindakan berikut dalam hal subyek masa depan yang mungkin dikembangkan di bidang hukum perdata dan pembangunan pertanian:

1) untuk mengizinkan pembentukan Kelompok Studi untuk persiapan panduan hukum pada kontrak pertanian,

2) untuk melanjutkan, dalam rangka item yang sesuai dalam agenda, pertimbangannya kemungkinan mempersiapkan Protokol keempat mengenai hal-hal khusus untuk pertanian, peralatan konstruksi dan pertambangan pada Konvensi Cape Town 2011 tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak, dan untuk menginstruksikan Sekretariat untuk mempromosikan sumber daya yang memungkinkan instrumen UNIDROIT tersebut di bidang keuangan yang memiliki relevansi khusus untuk pembiayaan pertanian, khususnya Konvensi UNIDROIT pada Leasing Keuangan Internasional dan Anjak Internasional, serta Hukum Model UNIDROIT padaLeasing,

3) menginstruksikan Sekretariat untuk mengejar sumber daya yang memungkinkan konsultasi dan pekerjaan awal dengan tujuan untuk persiapan mungkin, di masa depan, sebuah dokumen pedoman internasional tentang kontrak investasi tanah, dengan mempertimbangkan, khususnya, Prinsip-Prinsip UNIDROIT Kontrak Komersial Internasional,

4) untuk menginstruksikan Sekretariat untuk memantau sumber daya yang memungkinkan perkembangan di tingkat internasional dan nasional dalam hal reformasi dan modernisasi rezim kepemilikan tanah,

5) untuk mencatat proyek-proyek masa depan dalam hal struktur hukum perusahaan pertanian dan sebuah dokumen pedoman internasional untuk pembiayaan pertanian, dengan keputusan yang akan diambil di kemudian hari, mengingat pekerjaan yang akan pada saat itu memiliki dilakukan oleh UNIDROIT di bidang pertanian.

h. Proposal untuk Model Law tentang Perlindungan Properti Budaya (Proposal for a Model Law on the Protection of Cultural Property).

Didirikan oleh sekelompok ahli diselenggarakan oleh United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dan Sekretariat UNIDROIT, dimaksudkan untuk membantu tubuh dalam negeri dalam pembentukan kerangka normatif untuk warisan perlindungan, untuk mengadopsi undang-undang yang efektif untuk pembentukan dan pengakuan terhadap kepemilikan benda budaya Negara yang belum ditemukan dengan maksud, antara lain, untuk memfasilitasi restitusi dalam kasus penghapusan melanggar hukum. Tugas ini berhubungan baik dengan perlindungan dan pelestarian budaya.

3. Berlakunya Perjanjian Jual Beli Internasioal

Pasal 2.1.1 UPICCs yang berbunyi: “A contract may be concluded either by acceptance of an offer or by conduct of the parties that is sufficient to show agreement”. Suatu perjanjian dapat ditutup baik oleh penerimaan (acceptance) dari sebuah penawaran (offer) atau oleh tingkah laku para pihak yang dianggap cukup untuk menunjukkan kesepakatan.

Adanya kesepakatan (agreement) di antara para pihak cukup untuk membentuk kontrak. Kesepakatan terbentuk melalui proses penawaran (offer) dalam Pasal 2.1.2 dan penerimaan (acceptance) dalam Pasal 2.1.6. Kesepakatan dapat dianggap terbentuk walaupun saat yang pasti dari pengajuan offer dan acceptance

tidak tampak dengan jelas. Dalam situasi seperti ini, persetujuan (agreement) harus dibuktikan dari perilaku para pihak (conduct of the parties). Suatu perjanjian dapat saja dianggap terbentuk apabila terdapat kehendak dari para pihak untuk saling mengikatkan diri dalam kontrak (intention to be bound by a contract).123

Pembuktian kehendak para pihak untuk terikat dapat dilakukan dengan perilaku berdasarkan kriteria Pasal 4.1 UPICCs, yaitu:

a. Suatu kontrak dapat ditafsirkan menurut maksud umum dari pihak.

b. Jika seperti niat tidak dapat dibangun, kontrak harus ditafsirkan sesuai dengan arti bahwa orang yang wajar dari jenis yang sama sebagai para pihak akan memberikan untuk itu dalam situasi yang sama.

Sebuah proposal untuk membentuk sebuah perjanjian merupakan sebuah penawaran (offer) jika proposal tersebut bersifat pasti dan mengindikasikan kehendak dari offeror untuk terikat dalam hal adanya penerimaan (acceptance). Hal tersebut jelas dalam Pasal 2.1.2 UPICCs: “Sebuah proposal untuk menyimpulkan kontrak merupakan tawaran jika cukup pasti dan menunjukkan niat offeror untuk terikat dalam kasus penerimaan”.

123

Sugiharta Gunawan, “International Contract Law-6”,

http://images.sugihartagunawan.multiply.multiplycontent.com/.../..., diakses Hari Kamis, Tanggal 31 Mei 2012.

Adapun syarat agar suatu penawaran (proposal) dapat dianggap sebagai Penawaran (offer), yaitu:124

1) Isinya cukup pasti sehingga dengan penerimaan saja kontrak dapat dianggap terbentuk.

2) Menunjukkan kehendak pihakofferoruntuk terikat pada tawarannya, seandainya tawarannya diterima olehofferee.

Jadi, walaupun persyaratan-persyaratan tertentu belum dimuat di dalam proposal, tawaran dapat dianggap offer apabila persyaratan-persyaratan itu dapat ditentukan kemudian (harus ditetapkan secarakasuistis). Penawaran yang tidak memenuhi syarat niat untuk terikat (intention to be bound) akan dianggap sebagai ajakan untuk menawarkan (invitation to offer)atau negosiasi pembuka (opening negotiations)saja.

Menurut Gunawan Widjaja, terkait dengan pembentukan kontrak dalam UPICCs dikatakan bahwa:125

a) a contract may be concluded either by the acceptance of an offer or by conduct of the parties that is sufficient to show agreement.

b) a statement made by or other conduct of the offeror indicating assent to an offer is an acceptance. silence or inactivity does not in itself amount to acceptance. c) an acceptance of an offer becomes effective when the indication of assent the

offeror.

d) if a writing which is sent within a reasonable time after the conclusion of the contract and which purports to be a confirmation of the contract contains additional of different terms, such terms become part of the contract, unless they materially alter the contract or the recipient, without undue delay, objects to the discrepancies.

124Sugiharta Gunawan,Ibid.

125 Gunawan Widjaja, “Aspek Hukum Kontrak Dagang Internasional: Analisis Yuridis

Sebuah kontrak secara sah masuk ke dalam adalah mengikat para pihak. Ini hanya dapat dimodifikasi atau dihentikan sesuai dengan ketentuan atau dengan perjanjian atau seperti yang tercantum dalam UPICCs.126

Pasal 2.1.15 UPICCs mengatur larangan tersebut sebagai berikut :

i. A party is free to negotiate and is not liable for failure to reach an agreement. However, a party who negotiates or breaks off negotiations in bad faith is liable for losses to the other party.

ii. It is bad faith, in particular, for a party to enter into or continue negotiations when intending not to reach an agreement with the other party.

Jadi dalam UPICCs tanggung jawab hukum telah lahir sejak proses negosiasi. Dan prinsip hukum tentang negosiasi yaitu :

1. Kebebasan negosiasi,

2. Tanggung jawab atas negosiasi dengan itikad buruk,

3. Tanggung jawab atas pembatalan negosiasi dengan itikad buruk.

Dalam prinsip ini dapat diketahui bahwa para pihak tidak hanya bebas untuk memutuskan kapan dan dengan siapa melakukan negosiasi, namun juga bebas menentukan kapan, bagaimana dan untuk berapa lama proses negosiasi dilakukan, prinsip ini sesuai dengan prinsip nomor 1 (Pasal 1.1 UPICCs) dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip nomor 2 yaitu prinsip good faith dan fair dealing yang diatur dalam pasal 1.7 yang menyatakan: “setiap pihak harus bertindak sesuai dengan itikad baik dan adil dalam perdagangan internasional. Para pihak tidak dapat mengecualikan atau membatasi kewajiban ini”.

Berdasarkan prinsip tersebut maka negosiasi tidak boleh dilakukan dengan itikad buruk dan menyimpang dari prinsip fair dealing. Proses negosasi antara para pihak walaupun belum menimbulkan kontrak/hubungan hukum antara mereka, namun telah menimbulkan tanggung jawab hukum, yaitu apabila seseorang membatalkan negosiasi tanpa alasan yang sah atau dengan kata lain seseorang telah melakukanbad faith dan/atau unfair dealing dalam proses negosiasi, maka ia dapat dituntut pertanggung jawaban secara hukum.

B. Berlakunya Perjanjian Jual Beli Internasional Berdasarkan CISG 1. Subjek Perjanjian Jual Beli Internasional

Ketentuan Pasal 4 CISG, tidak mengatur mengenai keabsahan perjanjian jual beli yang dibentuk oleh para pihak. ketentuan ini jelas menerbitkan kesulitan dalam penyelesaian sengketa, dimana salah satu pihak dalam perjanjian jual beli mendalilkan ketidakabsahan perjanjian jual beli yang dibuat.

Terkait dengan hal keabsahan dari suatu perjanjian, terkait dengan subjeknya yang berhubungan dengan pihak yang melakukan perjanjian yaitu, masalah kecakapan dan ada tidaknya kewenangan dari pihak yang masuk ke dalam perjanjian jual beli ini, dan masalah ada tidaknya persetujuan bebas dari para pihak untuk mengikatkan diri dalam perjanjian jual beli ini.

Dengan demikian berarti untuk menghindari terjadinya permasalahan yang terkait dengan keabsahan perjanjian jual beli yang dibuat berdasarkan CISG dan karenanya tunduk pada ketentuan CISG ini, perlu dikatakan bahwa terhadap masalah kecakapan dan kewenangan subjektif dari para pihak untuk masuk dalam perjanjian

jual beli ini dan kesepakatan bebas dalam pembentukan perjanjian jual beli, kedua hal ini tunduk sepenuhnya pada aturan hukum domestik dari Negara dimana para pihak berkedudukan hukum dan atau menjalankan kegiatan usahanya. Dengan demikian persoalan terkait dapat diselesaikan.

Untuk menentukan berlakunya CISG, hal yang perlu diperhatikan adalah mengenai para pihak dalam kontrak dagang internasional jual beli:127

a. Para pihak haruslah pihak-pihak yang memiliki tempat usaha yang berada pada negara yang berbeda, yang keduanya telah ikut serta memberlakukan CISG, b. Para pihak dalam kontrak dagang internasional jual beli haruslah pihak-pihak

yang memiliki tempat usaha yang berada pada negara yang berbeda, dan hanya salah satu pihak yang negaranya telah ikut serta memberlakukan CISG, tetapi kaedah hukum internasional menunjuk hukum dari negara ini (peserta CISG) sebagai hukum yang berlaku bagi transaksi jual beli tersebut.

2. Objek Perjanjian Jual Beli Internasional

Transaksi perjanjian dalam CISG diatur untuk penjualan barang, sehingga kontrak untuk jasa atau untuk penjualan properti selain barang tidak diatur oleh CISG. Barang (tidak didefinisikan dalam Konvensi) mencakup pengiriman nyata properti. Istilah ini demikian nyata tidak termasuk real dan murni berwujud hak, tapi juga meliputi, misalnya, bahan mentah, komoditas, barang jadi, mesin, dan lain-lain.

Penjualan barang yang akan diproduksi atau dihasilkan (khusus memproduksi barang) berada dalam lingkup CISG, kecuali para pihak yang memesan barang berjanji untuk memasok sebagian besar bahan yang diperlukan untuk pembuatan atau produksi tersebut.128 Dalam hal kontrak yang melibatkan baik pasokan barang dan penyediaan jasa, Konvensi ini tidak berlaku untuk kontrak-kontrak di mana bagian utama dari kewajiban pihak yang menyediakan barang adalah penyedia tenaga kerja atau jasa lainnya.129

Penafsiran barang diartikan dalam Konvensi ini adalah barang yang, pada saat pengiriman, Bergerak dan nyata, terlepas dari apakah mereka padat, digunakan atau baru. Mengenai barang, CISG mendefinisikan secara langsung tetapi memberi batasan tentang barang yang dikecualikan oleh CISG. Pasal 2 CISG menentukan bahwa konvensi CISG tidak berlaku terhadap jual beli:

a. Barang yang dibeli untuk keperluan pribadi, keluarga atau rumah, kecuali penjual, pada waktu apa saja sebelum atau pada saat melakukan kontrak, tidak tahu juga tidak mengerti bahwa barang itu dibeli untuk keperluan itu Pasal 2 ayat (a). Pasal ini tidak termasuk penjualan konsumen dari ruang lingkup Konvensi ini. Sebuah penjualan tertentu di luar ruang lingkup Konvensi ini jika barang tersebut dibeli untuk penggunaan pribadi, keluarga atau rumah tangga. Namun, jika barang yang dibeli oleh seorang individu untuk tujuan komersial, penjualan akan diatur oleh Konvensi ini.

128Pasal 3 ayat (1) CISG 129Pasal 3 ayat (2) CISG

b. Melalui lelang.

Penjualan melalui lelang sering tunduk pada peraturan khusus di bawah hukum nasional yang berlaku dan dianggap diinginkan bahwa mereka tetap tunduk pada aturan-aturan meskipun pemenang berasal dari suatu Negara yang berbeda. c. Melalui eksekusi atau cara lain penegak hukum.

karena penjualan tersebut biasanya diatur oleh peraturan khusus di Negara yang di bawah otoritas penjualan eksekusi dibuat. Selanjutnya, penjualan tersebut tidak merupakan bagian penting dari perdagangan internasional dan mungkin, karena itu, aman dianggap sebagai transaksi murni dalam negeri.

d. Bursa, saham, surat berharga, instrumen perbankan, atau uang.

Transaksi tersebut menimbulkan masalah yang berbeda dari penjualan internasional biasa barang dan, dalam beberapa sistem hukum surat berharga tersebut tidak dianggap sebagai barang. Sub ayat ini tidak mengesampingkan penjualan dokumenter barang dari ruang lingkup Konvensi ini meskipun, dalam beberapa sistem hukum, penjualan tersebut dapat dicirikan sebagai penjualan surat berharga.

e. Kapal, perahu, kapal cepat atau pesawat udara.

Dalam sistem hukum beberapa penjualan kapal, perahu,kapal cepat dan pesawat udara berasimilasi dengan penjualan harta yang tidak dapat digerakkan. Selanjutnya, dalam sistem hukum lainnya paling tidak beberapa kapal, perahu, kapal cepat dan pesawat udara tunduk pada persyaratan pendaftaran khusus. Aturan menentukan mana yang harus didaftarkan sangat berbeda. Agar tidak

menimbulkan pertanyaan interpretasi untuk yang kapal, perahu, kapal cepat dan pesawat udara yang telah dikenakan Konvensi ini, terutama mengingat kenyataan bahwa tempat yang relevan dari pendaftaran, dan karena itu hukum yang akan mengatur registrasi, mungkin tidak diketahui pada saat penjualan, penjualan semua kapal kapal, perahu, kapal cepat dan pesawat udara tidak termasuk dalam penerapan Konvensi.

f. Listrik.

Bahwa dalam listrik banyak sistem hukum tidak dianggap sebagai barang dan, dalam hal apapun, penjualan listrik internasional ini sebagai masalah yang unik yang berbeda dengan yang biasa disajikan oleh penjualan barang internasional.

Dari rumusan masalah Pasal 2 tersebut diketahui bahwa konvensi CISG hanya diterapkan pada barang-barang bergerak dan barang berwujud kecuali yang disebut diatas. Transaksi mengenai benda tidak bergerak, lebih bersifat domestik daripada internasional.

Hal ini juga didukung dalam Pasal 3 ayat (1) CISG, bahwa kontrak ini mengatur untuk memasok barang-barang yang akan diolah pabrik atau diproduksi akan dianggap penjualan kecuali pihak yang memesan barang itu berkewajiban memasok sebagian suku cadang dari bahan-bahan yang perlu dibuat dipabrik atau diproduksi.

Dokumen terkait