• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber Listrik

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. Kualitas Fisika – Kimia Air Limbah Tahu Setelah Diolah

4.3.2 Parameter kimia air limbah .1. pH

4.3.2.2. Oksigen terlarut / Dissolved oxygen (DO) dan Biochemical Oxygen

Demand (BOD)

Kadar oksigen terlarut dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi, dan tekanan atmosfer. Selain itu kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung pada percampuran, pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah yang masuk ke badan air (Effendi 2003).

Peningkatan suhu sebesar 1o C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10 % (Brown 1987 in Effendi 2003). Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaerob) (Effendi 2003).

DO 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 2 4 6 8 10 12 14 16

Hari Pengamatan

ke-N il a i D O ( m g/ L) Kontrol Kangkung Kangkung-Lumpur Aktif Baku Mutu

Gambar 13 . Grafik nilai rataan DO selama penelitian

Terlihat dari grafik di atas bahwa kadar oksigen terlarut mengalami fluktuasi akan tetapi tidak terlalu signifikan. Secara umum, kadar oksigen terlarut yang diperoleh selama penelitian telah berada di atas batas minimal menurut baku mutu PPRI No. 82 Tahun 2001 Untuk Kelas III. Di awal pengamatan, oksigen terlarut berada pada nilai terendah. Pada pengamatan berikutnya, nilai oksigen terlarut mengalami kenaikan dan cenderung stabil. Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh faktor aerasi yang memungkinkan terjadinya difusi oksigen melalui proses turbulensi. Selain itu, proses fotosisntesis yang

dilakukan tanaman air juga turut mempengaruhi oksigen terlarut yang masuk ke media olahan. Akar tanaman air juga mengeluarkan oksigen, sehingga akan terbentuk zona rizosfer yang kaya akan oksigen di seluruh permukaan rambut akar. Oksigen tersebut mengalir ke akar melalui batang setelah berdifusi dari atmosfer melalui pori-pori daun (Brix 1987 in Khiatuddin 2003).

Proses pendekomposisian bahan organik mempengaruhi turunnya kadar oksigen terlarut. Ketika sebuah senyawa kompleks masuk ke dalam perairan, maka proses kimia yang terjadi adalah penguraian senyawa kompleks tersebut menjadi senyawa yang sederhana. Proses ini dilakukan oleh mikroorganisme aerob yang menyerap oksigen dalam jumlah besar (Khiatuddin 2003). Proses respirasi oleh tanaman air juga menurunkan kelarutan oksigen (Welch 1952). Sehingga dapat dilihat dalam grafik bahwa untuk perlakuan dengan penambahan tanaman air berupa kangkung, cenderung memiliki kelarutan oksigen yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol.

Berdasarkan hasil uji F dengan selang kepercayaan 95 % (α 0,05) diperoleh nilai signifikan p untuk ketiga perlakuan sebesar 0,0245 yang berarti nilai Sig.p < 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai oksigen terlarut berbeda nyata untuk ketiga perlakuan. Hal serupa ditunjukkan oleh nilai signifikan p untuk kelima waktu pengaerasian dengan nilai 0,0042.

BOD menggambarkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme pengurai aerob untuk menurunkan bahan organik dalam jangka wkatu tertentu pada suhu konstan 20 OC. Ini berarti semakin tinggi nilai BOD semakin tercemar air tersebut, karena proses penguraian bahan organik akan semakin banyak menghabiskan oksigen terlarut (Khiatuddin 2003). Grafik di atas menunjukkan bahwa pada awal penelitian, kadar BOD masih lebih tinggi dari baku mutu menurut PPRI No.82 tahun 2001 sebesar 6 mg/L tetapi sudah berada di bawah dari standar baku mutu limbah cair tahu menurut BBLH (1998) in Arsil dan Supriyanto (2007) sebesar 300 mg/L. Hal tersebut diduga disebabkan oleh tingginya bahan organik yang terkandung dalam limbah cair tahu sementara kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan belum mencukupi. Kondisi tersebut menyebabkan mikroba yang dapat menguraikan bahan organik tersebut belum optimal dalam jumlah maupun kemampuan mendekomposisi.

Menurut CIESE (2009), nitrat dan fosfat berkontribusi dalam tingginya kadar BOD dan berperan sebagai unsur hara bagi tanaman untuk tumbuh dengan cepat. Ketika tanaman tumbuh dengan cepat, maka tanaman tersebut akan mati dengan cepat pula. Hal ini berperan dalam penambahan bahan organik yang kemudian akan didekomposisi oleh bakteri. Suhu perairan juga berperan dalam peningkatan nilai BOD mengingat laju fotosintesis alga dan tanaman air akan meningkat seiring dengan penambahan suhu yang kemudian akan berimplikasi terhadap siklus hidup tanaman tersebut.

Pada perlakuan dengan tambahan kangkung dan lumpur aktif, kadar BOD cenderung lebih tinggi karena selain adanya pengaruh bahan organik terlarut yang banyak terdapat pada limbah tahu seperti asam amino, peptida, dan protein, kadar BOD juga dipengaruhi oleh adanya bahan organik tersuspensi berupa sisa-sisa tanaman air dan hewan yang telah mati. Pada bak kontrol, nilai BOD memiliki pola yang sama walaupun nilainya lebih kecil hal tersebut diduga disebabkan oleh adanya bahan organik yang disebabkan oleh mikroorganisme yang telah mati dan berakumulasi. Menurut Gerardi (2006), dalam limbah juga terdapat mikroorganisme berupa bakteri yang berperan penting dalam proses pengolahan limbah.

Berdasarkan hasil uji F dengan selang kepercayaan 95 % (α 0,05) diperoleh nilai signifikan p untuk ketiga perlakuan sebesar 0,4612 ( p > 0,05)

yang berarti nilai BOD tidak berbeda nyata. Berbeda halnya dengan nilai signifikan p untuk kelima waktu pengaerasian yang menunjukkan nilai p < 0,05 yaitu sebesar 4,2594 x 10-9 .

4.3.2.3. COD (Chemical Oxygen Demand)

COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan penggambaran jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis menjadi CO2 dan H2O (Effendi 2003). Pengukuran COD dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pengukuran BOD seperti adanya racum atau logam tertentu yang menghambat mikroba yang menjadi agen utama pendekomposisian bahan organik.

COD 0 20 40 60 80 100 120 140 160 0 2 4 6 8 10 12 14 16

Hari Pengamatan

ke-N il a i C O D ( m g/ L) Kontrol Kangkung Kangkung-Lumpur Aktif Baku Mutu* Baku Mutu**

Gambar 15. Grafik rataan nilai COD selama penelitian

Grafik diatas menunjukkan gambaran umum penurunan nilai COD selama penelitian. Nilai COD yang diperoleh masih berada di atas baku mutu (*) menurut PPRI No. 82 tahun 2001 yaitu sebesar 50 mg/L walaupun mengalami penurunan yang cukup signifikan apabila dibandingkan dengan awal penelitian. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya kandungan bahan organik pada limbah cair tahu baik yang dapat terurai secara biologis maupun yang tidak. Akan

tetapi, secara umum, setelah mengalami proses pengenceran dan selama penelitian, nilai COD berada di bawah standar baku mutu limbah cair tahu menurut BBLH (1998) in Arsil dan Supriyanto (2007) yaitu sebesar 150 mg/L.

Nilai COD pada perlakuan kontrol cenderung lebih rendah dibandingkan dengan dua perlakuan lainnya yaitu perlakuan kangkung dan perlakuan kangkung-lumpur aktif. Pada perlakuan kangkung, nilai COD turut dipengaruhi oleh sisa-sisa tanaman air yang masuk ke media pengamatan dan juga mikroba yang telah mati terutama mikroba yang hidup di akar tanaman air tersebut.

Pada perlakuan dengan tambahan lumpur aktif, nilai COD cenderung lebih tinggi. Mengingat lumpur aktif yang digunakan berasal dari kegiatan industri tekstil, maka diduga terdapat tambahan logam berat dan bahan-bahan beracun lainnya yang dapat mengganggu kegiatan pendekompoisisian oleh mikroba. Mikroba yang hidup di perakaran tanaman air pun dapat terganggu oleh keberadaan racun dan logam tersebut sehingga akhirnya mati dan berkontribusi terhadap tingginya nilai COD.

Berdasarkan hasil uji F dengan selang kepercayaan 95 % (α 0,05) diperoleh nilai signifikan p untuk ketiga perlakuan sebesar 0,6547 (p > 0,05) yang berarti bahwa nilai COD untuk ketiga perlakuan tidak berbeda nyata. Berbeda halnya dengan nilai signifikan p untuk kelima waktu pengaerasian yang menunjukkan nilai < 0,05 sehingga nilai COD berbeda nyata untuk kelima waktu pengaerasian (Lampiran 7.).

Dokumen terkait