• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: Octo

Dalam dokumen / (061) (Halaman 36-40)

H

ujan lokal? Apa itu hujan lokal? Pasti kita semua sering mendengar bahkan menyebutkan istilah “hujan lokal”. Tetapi apakah kita tahu apa itu hujan lokal, perbedaan hujan lokal dan hujan biasa (bukan lokal)? Lalu, kalau ada hujan lokal apakah ada hujan nasional, atau hujan internasional? He..he..

Mari kita lihat dan simak. Menurut KBBI, hujan lokal adalah hujan yang jatuh di daerah tertentu, tidak merata. Sebelum kita membahas lebih jauh pengertian dan penyebab hujan lokal, ada baiknya kita review kembali apa defenisi hujan dan apa yang menyebabkan terjadinya hujan.

Secara umum, hujan adalah salah satu wujud peristiwa presipitasi yakni jatuhnya air (H2O) dari atmosfer bumi, baik dalam bentuk cair ataupun padat (hujan es atau hujan salju) ke permukaan bumi.

Selain itu hujan juga bisa di artikan dalam wujud suatu proses kondensasi, yakni adanya perubahan wujud dari benda cair menjadi benda padat yang membentuk awan, yang mana memiliki massa cukup berat sehingga jatuh ke atas bumi. Keadaan udara yang dingin atau bersuhu rendah juga berperan penting dalam penjatuhan hujan di atas bumi. Selain itu adanya keadaan uap air yang terus bertambah tidak menentu menjadikan bentuk tetesan air hujan menjadi bervariasi, ada tetesan besar ada pula tetesan kecil.

Nah, setelah kita tahu apa itu pengertian hujan sekarang mari kita lihat macam-macam pola curah hujan serta kaitannya dengan hujan lokal.

Menurut Aldrian dan Susanto (2003), iklim dan pola curah hujan di Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

▪ Curah Hujan Pola Monsunal

Pola ini monsun dicirikan oleh tipe curah hujan yang bersifat unimodial (satu puncak musim hujan) dimana pada bulan Juni, Juli dan Agustus terjadi musim kering, sedangkan untuk bulan Desember, Januari dan Februari merupakan bulan basah. Sedangkan enam bulan sisanya merupakan periode peralihan atau pancaroba (tiga bulan peralihan musim kemarau ke musim hujan dan tiga bulan peralihan musim hujan ke musim kemarau). Daerah yang didominasi oleh pola monsun ini berada didaerah Sumatra bagian Selatan, Kalimantan Tengah dan Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan sebagian Papua.

.

▪ Curah Hujan Pola Ekuatorial

Pola ekuatorial dicirikan oleh tipe curah hujan dengan bentuk bimodial (dua puncak hujan) yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober atau pada saat terjadi ekinoks. Daerahnya meliputi pulau Sumatra bagian tengah dan Utara serta pulau Kalimantan bagian Utara.

• Curah Hujan Pola Lokal

Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodial (satu puncak hujan), tetapi bentuknya berlawanan dengan tipe hujan monsun. Pola hujan ini dipengaruhi oleh sifat lokal seperti kondisi geografi dan topografi setempat

Faktor Hujan Lokal

Pola curah hujan lokal dan terjadinya fenomena hujan lokal, dipengaruhi oleh keadaan dan kondisi lokal setempat, dimana faktor-faktor pembentukannya secara umum dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu:

• Naiknya udara lembab secara paksa dari aliran udara yang menuju ke dataran tinggi atau pegunungan

Seperti yang telah dijelaskan di atas pada klasifikasi pola curah hujan, pola curah hujan lokal memiliki ciri yang berkebalikan dengan pola hujan monsunal, yaitu saat wilayah pola hujan monsunal mengalami musim hujan, maka wilayah dengan pola hujan lokal mengalami musim kemarau.

Jenis dan Proses Terbentuknya Hujan Lokal

Sama seperti hujan biasa, hujan lokal juga terbentuk oleh suatu rangkaian proses. Berdasarkan proses terbentuknya, hujan lokal dibagi menjadi tiga jenis proses pembentukan, yaitu Conventional Precipitation, Orographic Precipitation dan Artificial Rain.

✓ Hujan Konveksi

(Convectional Precipitation)

Hujan konveksi juga disebut hujan zenithal. Hujan jenis ini terjadi akibat dari pemanasan radiasi matahari di siang hari yang menyebabkan udara di permukaan bumi akan dipaksa naik ke atas secara cepat dan terus-menerus. Pada kondisi atmosfer yang lembab, udara panas yang baru saja naik akan mengalami penurunan suhu. Hingga pada akhirnya

mengalami proses kondensasi sehingga membentuk butir-butir awan. Jika udara yang berkondensasi terlampau banyak ditambah dengan faktor kondisi atmosfer yang kurang stabil, maka akan terbentuk awan jenis cumulonimbus yang dapat menyebabkan hujan yang sangat lebat dengan waktu berlangsung relatif singkat. Hujan konveksi biasanya terjadi di wilayah iklim tropis dan turun ke daerah yang sama sekitar dua kali setahun. Hujan jenis ini juga sering terjadi di wilayah perkotaan, terutama kota-kota besar seperti Jakarta dan Medan.

✓ Hujan Orografik

(Orographic Precipititation)

Sedangkan proses kedua disebut hujan orografik. Hujan ini biasanya terjadi di wilayah dataran tinggi. Proses hujan jenis ini terjadi akibat udara bergerak melewati pegunungan atau bukit yang tinggi, sehingga udara akan di paksa naik mengikuti kondisi gunung atau bukit. Udara yang naik mengalami penurunan suhu di ketinggian tertentu, sehingga mengalami proses kondensasi dan terbentuk titik-titik air. Selanjutnya, titik-titik air tersebut akan bertambah dan semakin.

banyak dan membentuk awan hujan di lereng atas angin yang disebut windward. Sedangkan awan hujan di bagian lereng bawah angin yang disebut leeward.

Awan tersebut kemudian tidak bisa menahan beratnya air dan turunlah hujan.Karena pengaruh lokasi, awan akan segera bergerak secara horizontal dan angin akan terus bertiup ke arah puncak tertinggi pegunungan sehingga hujan hanya akan turun di daerah lereng.

Berdasarkan pengamatan proses terjadinya hujan, kita dapat menyimpulkan hujan orografis cenderung terjadi di puncak atau lereng gunung. Sedangkan daerah yang lebih rendah di sekitarnya tidak mengalami hujan orografik, apabila mengalami hujan pun cenderung sangat sedikit. Hujan orografik merupakan salah satu alasan mengapa puncak gunung, bukit atau wilayah dataran tinggi lebih sering turun hujan.

✓ Hujan Buatan (Artificial Rain)

Jenis hujan lokal yang terakhir adalah artificial rain atau biasa kita sebut hujan buatan. Sesuai namanya, hujan ini tidak

terjadi karena proses alami, melainkan direncanakan oleh manusia untuk keperluan tertentu di wilayah tertentu. Biasanya hujan buatan dilakukan untuk mengisi waduk dan danau, keperluan air bersih, irigasi, mempermudah kerja PLTA dan untuk membantu daerah yang mengalami kekeringan.

Seperti halnya hujan alami, hujan buatan juga memiliki proses pembentukan. Setelah perhitungan faktor-faktor keberhasilan hujan buatan dengan bantuan pesawat, pilot menebarkan serbuk Natrium Klorida (NaCl) di awan potensial, yaitu awan Cumulus. Biasanya awan Cumulus berbentuk bunga kol. Serbuk ini bersifat higroskopis seperti garam dapur, urea atau Kalsium Diklorida (CaCl2). Higroskopis adalah kemampuan suatu zat untuk menyerap air di sekitarnya baik dengan cara absorbsi. Sehingga tinggal masalah waktu, menunggu efek higroskopis selesai. Rekayasa hujan buatan umumnya dilakukan untuk mengatasi bencana-bencana ekstrem, seperti kebakaran hutan, kekeringan serta menekan tingkat polusi udara suatu wilayah.

Dalam dokumen / (061) (Halaman 36-40)

Dokumen terkait