• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada tanggal 29 Mei 2006, mata bor dan pipa pemboran telah diangkat keatas dari lubangnya.

Lumpur pemboran mempunyai densitas di mana ditempatkan sehingga tekanan didalam kolom lumpur lebih besar aripada tekanan fluida di dalam lapisan batuan, karena mencegah mengalirinya fluida formasi kedalam lubang bor.

Untuk memelihara/menjaga tekanan di dalam lobang saat memindahkan pipa pemboran dan mata bor, volumenya harus digantikan dengan lumpur pemboran di dalam lobang dengan menjatuhkan dan menekan lumpur pemboran dan juga menjatuhkan.

Proses tersebut berlangsung selama operasi 24 jam setelah terjadinya gempabumi Yogyakarta, yang secara signifikan terjadi masuknya air formasi dan gas kedalam sumur bor.

Bukti ini adalah 50% dari volume lumpur pemboran (62.000-95.000 liter) datang ke permukaan saat ia digantikan oleh masuknya fluida formasi.

Bila cairan formasi (air asin) dan gas masuk kedalam lubang bor, umumnya dari lapisan batuan yang permeable, selanjutnya lumpur mengalami dilusi dan densitas dari lumpur berkurang.

Selain masuknya fluida dari formasi kedalam lobang, tekanan yang ditimbulkan oleh fluida rongga batuan formasi akan tetap sama karena masukan ini mengurangi total volume dari fluida formasi hanya merupakan bagian kecil. Bagian lebih bawah tekanan sekarang meningkat oleh kolom dari dilusi lumpur pemboran yang akan memungkinkan terjadinya masukan lebih lanjut.

Dengan demikian lumpur pemboran didorong keluar kepermukaan kareana kolom mempunyai densitas lebih rencah dan karenanya tekanan dari lumpur pemboran pada permukaan melebihai dari tekanan atmosfer.

Metoda yang normal terkait dengan hal ini adalah dengan pencegah semburan liar (mematikan masukan sumur) untuk menghentikan aliran ini.

Tekanan pada bagian dasar dan pipa pemboran diukur selama ‘shut in’ (gambar 8). Pada awal dari peerioda pemantauan, tekanan di annulus meningkat dari 1,27 MPa ke 7,27 MPa memperlihatkan bahwa cairan dan gas telah bergerak dari formasi kedalam lobang bor. Tekanan casing mencapai suatu maksimum 7,27 Mpa.

Kebanyakan dari perubahan tekanan di dalam pipa dan annulus tampak pada kurva tekanan disebabkan olen pemompaan yang intensif lumpur yang lebih berat kedalam lubang untuk meningkatakan lumpur terhadap luberan dari tekanan, tapi penulis juga mengidentifikasikan adalnya penurunan tekanan yang berlanjut antara 90 sampaio 135 menit dalam tekanan pipa pemboran, ketika tidak ada kegiatan pemompaan (Gambar 8).

Figure 8: Pressure measured in the drill pipe and casing for 125 mins during shut in of the Banjar Panji-1 well on May 28th, 2006.

Hal ini mengindikasikan bahwa setelah puncak tekanan casing sebesar 7,27 MPa, lebih daripada terjadinya masuka tidak ada bocoran dari lumpur pemboran kedalam formasi disekitarnya.

Hal ini konsisten dengan perkembangan dari rekahan pada bagian yang tidak bercasing dari lobang bor atau bocor melalui semen yang berlokasi antara casing dan lapisan batuan yang ditembus.

Lebih jauh lagi penulis juga dapat menghitung tekanan pada 33,97 cm casing pada kedalaman 1091 m ketika sumur dimatikan. Tekanan penghentian untuk annulis mencapai suatu maksimum sebesar 7,27 MPa dimana merupakan kombinasi dengan tekanan karena kolom lumpur, ari dan gas didalam annulus, akan melampaui perkiraak maksimu bocoran dari tekanan 21,06 MPa.

Figure 9 Graph of hydrostatic pressure plotted against depth; graph of pressure in the wellbore prior to an influx of formation fluid against depth and graph of pressure in the wellbore after an influx of formation water and gas, assuming three different concentrations of fluid and gas mixed with drilling mud plotted against depth. The LOT of 21.06 MPa at 1091 m is marked on the graph with a grey vertical line. Circled region shows that the pressure in the wellbore after the influx of formation fluids would have exceeded the LOTpressure, when the blow out preventors were shut on May 28th 2006.

Bila kita mengasumsikan bahwa kolom dilusi dari lumpur dengan percampuran air formasi yang asin tercampur, tekanan pada 1091 m tetal lebih dari bocoran tekanan (leak off pressure) (Garis putus dan daerah dalam lingkaran pada Gambar 9).

Bagian paling bawah 1734 m dari sumur eksplorasi tidak dilindungi dengan casing, bila casing telah ditempatkan lebih dalam didalam lobang, maka bocornya tekanan pada bagian terbawah dari titik casing akan lebih besar daripada 21,06 MPa.

Perubahan tekanan selama mematikan melebihi daripada bocoran tekanan akan mauh lebih rendah. Dengan kata lain sumur bisa mempunyai toleransi pada tekanan masuk sebesar 7,27 MPa dan kegagalan dari pemasangan casing pada yang lebih dalam dalam lubang.

Penulis memprediksi, dan mempunyai bukti langsung untuk, bocornya lumpur ke lapisan sediment di sekitarnya. Bocoran ini tampaknya berawal ketika sumur dihentikan, ketika tekalan di dalam lubang bor telah mencapai ang tertinggi.

Kebocoran ke batuan sekitarnya umumnya terjadi oleh suatu proses rekahan hidrolika dimana tekanan cairan melampaui tekanan minimum utama dan tensile strength dari batuan. Rekahan akan berpropagasi ke permukaan bila aliran yang konstan dari tekanan carian tinggi dapat dilampaui.

Kami mengusulkan bahwa hal ini terjadi dari sejak pagi tanggal 28 Mei 2006, sampai pagi hari 29 Mei 2006, ketika air dan percampuran gas dan lumpur tampak terlihat ke permukaan.

Kelurusan dari semburan memberikan kepercayaan bahwa beberapa dari tingkat aliran berlangsung daeri struktur yang lemah dan disini mempunyai kelutudsm Bimurlaut-Baratdaya atau bahwa rekahan berkembang secara orthogonal terhadap arak tekanan utama.

Tampaknya kebanyakan mekanisme untuk kick adalah lumpur tidak mampu digunakan untuk menganti volume dari volume dari pipa pemboran yang telah diekstaksi pada 27 Mei dan 28 Mei 2006.

Tidak mampunya lumpur di dalam sumur akan menyebabkan sumur menjadi tidak seimbang ‘underbalanced’ (tekanan dari kolom dari lumpur kurang daripada tekanan fluida pori) dan cairan dan gas akan mampu masuk sumur dari lapisan batuan disekelilingnya.

Komposisi dari awal material erupsi, yang telah diuraikan sebagi metana dan gas hydrogen sulfide, air dan lumpur, adalah sama dengan apa yang dialaporkan masukan dari fluida dan gas ke lubang sumur.

Even kunci pada 27 Mei sampai 29 Mei tahun 2006 adalah diringkas pada gambar 10. Awal dari aliran lumpur, air dan gas terjadi pada kecepatan rendah (low rates), ditafsirkan bahwa aliran ini telah terjadi diatas dari lubang sumur (dibawah 1091 m) dan selanjutnya melalui rekahan hidro.

Gambar 10. Ringkasan operasi kuncu (Summary of key operations), berat lumpur dan shut in tekanan di dalam pipa antara 27 mei dan 29 Mei 2006.

(1) Selama pemboran pada tanggal 27 Mei terjadi total loss of returns, material pengontrol kehilangan (loss control material) digunakan untuk menghentikan ‘losses’. Keputusan yang diambil adalah mencabut mata bor dan pipa bor (to retrieve drill bit and drill pipe).

(2) Selama penariak mata bor, ditafsirkan bahwa fluida dan/atau gas telah masuk kedalam lubang (fluid and/or gas was swabbed into the hole).

(3) Ketika mencapai kedalaman 1293m matabor macet hterjadilah kick (masuknya kedalam sumur bor gluida atau gas atau keduanya kedalam lubang bor).

(4) Sumur dimatikan dan tekanan berada pada 2,41 dan 3,10 MPa diukur didalam pipa. Tekanan ini bila ditambahkan dengan perbesaran tekanan oleh fluida pemboran di bawah bagian terdalam dari titik casing adalah lebih besar daripada leak off test dilaksanakan pada kedalaman 1091 m.

(5) Karena itu selama proses shut in pada tanggal 29 Mei 2006, telah berkembang rekahan dibawah kedalaman ini.

(6) Ia menyediakan hubungan langsung dengan batugamping Formasi Kujung, dan lumpur bertekanan lebih (overpressure) pada kedalaman 1323 m sampai 1871 m (Mazzini et al., 2007) dan pemurkaan. Lumpur, gas, uap dan air mulai menyembur ke permukaan pada 29 Mei 2006.

ACCEPTED MANUSCRIPT

Dokumen terkait