• Tidak ada hasil yang ditemukan

SERI PENELAAHAN : SEMBURAN LUSI KONTROVERSI GEMPABUMI VS PEMBORAN DAVIES 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SERI PENELAAHAN : SEMBURAN LUSI KONTROVERSI GEMPABUMI VS PEMBORAN DAVIES 2008"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

SERI PENELAAHAN : SEMBURAN LUSI

KONTROVERSI GEMPABUMI VS PEMBORAN

DAVIES 2008

Davies, R., Brumm, M., Manga, M., Rubiandini, R., Swarbrick, R. &

Tingay, M., in press. The east Java mud volcano (2006 to present):

an earthquake or drilling trigger?, Earth and Planetary Science

Letters; doi: 10.1016/j.epsl.2008.05.029

(available online June 2008)

Makalah ini dikaji oleh Hardi Prasetyo,

1 Agustus 2008

Sebagi baseline ‘war game Road to Cape Town’

(2)

Mud Volcano Jawa

Timur (2006-Sekarang):

Dipicu Gempabumi atau

Pemboran:

The East Java Mud Volcano (2006 to Present): An

Earthquake or Drilling Trigger?

Richard J. Davies*, Maria Brumm**, Michael Manga**, Rudi Rubiandini*** Richard Swarbrick**** and Mark Tingay*****

*Centre for Research into Earth Energy Systems (CeREES), Department of Earth Sciences,

University of Durham, Science Labs, Durham, DH1 3LE, UK (email: richard.davies@durham.ac.uk)

**Dept Earth and Planetary Science, UC Berkeley, Berkeley CA 94720-4767, USA.

***Petroleum Engineering, Teknik Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha

No.10, Bandung 40132, Indonesia

****Geopressure Technology Ltd. Science Labs, Durham, DH1 3LE, UK.

*****School of Earth & Environmental Sciences, University of Adelaide, SA, 5005,

Australia

Catatan: Makalah Status Telah Diterima menunggu Penerbitan, diakses di Internet:

(3)

PENELAHAAN DALAM BAHASA

INDONESIA

SARI MAKALAH: Identifikasi Kata kunci

1. Awal terjadinya mud volcano (dari awal penekanan Lusi sebagai mud volcano:

Pada Mei 29 tahun 2006 suatu mud volcano, selanjutnya dinamakan sebagai Lusi, mulai terjadi di Jawa Timur.

2. Fenomena Lusi dan dampaknya:

Sampai saaat ini Mud volcano Lusi masih terus aktif, dan telah mengungsikan lebih dari 30.000 warga

3. Mekanisme pemicu mud volcano yang terbesar di dunia masih terus menjadi bahan perdebatan:

Mekanisme pemicu (triggering mechanism) fenomena ini, sebagai mud volcano aktif merupakan mud volcano yang aktif terbesar di dunia, yang terus menjadi subyek perdebatan.

4. Tiga mekanisme pemicu yang diuji yaitu gempabumi, gempabumi atau kombinasi dari keduanya:

Mekanisme pemicu yang dimaksud disini adalah: (1)gempabumi tanggal 27 Mei 2006 di Yogyakarta,

(2)pemboran yang berada di dekat dari sumur eksplorasi gas Banjar Panji-1 yang jauhnya Panji-150 m, dan

(3)kombinasi dari gempabumi dan operasi pemboran;

5. Dilakukan penelahaan secara komprehensif terhadap jarak, intensitas dan catatan sejarah kegempaan di daerah terkait:

(4)

LuSi dari semburan mud volcano atau disebabkan oleh respon hidrolika lainnya.

6. Pendapat pemicu gempabumi tidak diekspektasikan:

Berdasarkan perbandingan ini, maka pemicu dari gempabumi tidak diekspektasikan

7. Rasionlisasi bahwa perubahan tekanan statik yang disebabkan gempabumi sangat kecil:

Perubahan tekanan statik (static stress changes) disebabkan oleh perekahan dari sesar yang diciptakan oleh gempabumi Yogyakarta dengan kekuatannya hanya sekitar 10 Pascal, jauh lebih kecil daripada tekanan yang disebabkan oleh pasangsurut atau variasi tekanan barometer.

8. Sejarah gempabumi 30 tahun di daerah Lusi sebanyak 22 even tanpa memicu semburan lumpur:

Paling sedikit terdapat 22 gempabumi (dan kemungkinan ratusan) tampaknya menyebabkan goncangan di lokasi Lusi selama 30 tahun yang lalu, namun tanpa adanya penyebab suatu semburan.

9. Umumnya mengawali semburan dicirikan oleh kegempaan yang tenang (quiter seismically):

Periode yang seketika yang mendahului semburan adalah kegempaan yang tenang (quiter seismically) daripada rata-rata dan karenanya tidak ada bukti bahwa Lusi merupakan yang ‘Utama’ sebelum terjadinya gempabumi;

10. Keputusan penulis menganulir faktor gempabumi Yogyakarta sebagai pemicu Semburan Lusi:

(5)

11. Indikasi fluida pemboran yang masuk ke dalam formasi di sekitar lobang bor:

Pemantauan tekanan setelah masuknya fluida formasi tersebut, di dalam pipa pemboran dan ‘annulus’ (sepatu pemboran) memperlihatkan adanya bervariasi tipe kebocoran fluida pemboran ke lapisan batuan disekelilingnya.

12. Titik kritis terdangkal pada kedalaman 1091 m tanpa casing:

Penulis menghitung bahwa tekanan yang terjadi pada kedalaman 1091 m (merupakan kedalaman paling dangkal tanpa perlindungan selubung besi) melebihi dari tingkat kritis setelah terjadinya masukan fluida formasi tersebut.

13. Rekahan yang terbentuk karena tekanan berlebih memungkinkan pengaliran campuran gas, air, lumpur ke permukaan:

Rekahan yang terbentuk karena tekanan berlebih, memungkinkan campuran fluida-gas-lumpur mengalir ke permukaan (Fractures formed due to the excess pressure, allowing a fluid-gas-mud mix to flow to the surface.

14. Kunci kesimpulan pengaruh pemboran mempengaruhi bencana buatan manusia:

Dengan data yang tersedia secara lebih rinci dari sumur eksplorasi, sehingga dapat mengidentifikasikan bahwa fenomena pengaruh pemboran sebagai penyebab bancana buatan manusia (specific drilling induced phenomena that caused this mand-made disaster).

15. Katakunci:

Gempa bumi (earthquake), tekanan pori (pore pressure), mud volcano, rekahan hidro (hydrofracture).

KESIMPULAN

1. Tidak percaya bahwa Lusi dipicu oleh Gempabumi Yogyakarta:

Penyebab bencana mud volcano Lusi dapat ditentukan dengan tingkat kepercayaan yang sangat tinggi (height degree of confidence).

(6)

2. Data yang lebih akurat menyimpulkan bahwa Lusi dipicu oleh operasi Pemboran diawali pembentukan rekahan hidrolik:

Penulis menyajikan beberapa data yang memperlihatkan yang menjurus pada fakta Lusi telah dipicu oleh operasi pemboran.

Sebagai even kunci adalah pada tanggal 27 dan 28 Mei 2006 telah terjadi pemindahan mata bor dan pipa pemboran, sehingga pada saat operasi tersebut dilaksanakan, cairan dan gas dari formasi masuk ke dalam lubang sumur, dikenal sebagai ‘kick’.

Sebagai akibat dari penghentian sumur selama even ‘kick’ ini, pada tanggal 28 Mei 2006 tekanan tinggi yang berada di dalam pipa bor dikombinasikan dengan tekanan dari lumpur pemboran, telah dapat menyebabkan terjadinya rekahan hidrolik (hydraulic fracturing) di bawah sepatu selubung (casing shoe) berukuran 33,97 cm.

3. Secara spesifik tidak dipasangnya casing telah menyebabkan kick dan terjadi demobilisasi dari pemboran yang memicu mud volcano:

Fakta bahwa paling bawah dari sumur eksplorasi (kedalaman1734m) yang tidak dilindungi selubung telah berkontribusi kejadian ‘kick’.

Hal ini dikarenakan pencabutan mata dan pipa pemboran yang selanjutnya memicu mud volcano.

4. Tidak dapat dipastikan pada kedalaman terjadinya peristiwa, namun yakin fluida berasal dari batugamping Formasi Kujung:

Penulis tidak dapat menentukan secara pasti pada kedalaman berapa terjadinya kecelakaan, atau darimana sumber awal dari gas atau fluida tersebut.

Namun penulis lebih memilih modal bahwa fluida yang sekarang berasal dari suatu litologi yang mempunyai porositas dan permeabilitas tinggi.

(7)

POKOK-POKOK BAHASAN

SARI

KESIMPULAN

PENDAHULUAN (INTRODUCTION)

1.1 Sistem Mud Volcano (Mud volcano systems) 1.2 Kedudukan Geologi (Geological setting) 1.3 Latarbelakang (Background)

2.0 GEMPABUMI YOGYAKARTA (THE YOGYAKARTA EARTHQUAKE)

2.1 Perbandingan dengan gempabumi menginduksi dampak hidrologi (Comparison with earthquake-induced hydrological effects)

2.2 Perubahan pada tekanan posi karena perubahan tekanan statik (Change in pore pressure due to static stress changes)

2.3 Peran goncangan (Role of shaking)

2.3.1 Perkiraan gerakan tanah (Estimating ground motion)

2.3.2 Atenuasi empirik kaitannya dengan Jawa Timur (Empirical attenuation relations for East Java)

2.3.3 Harsil gerakan tanah (Ground motion results)

2.4 Perubahan tekanan pori disebmkan oleh tekanan dinamis (Pore pressure change caused by dynamic stresses)

3.0 OPERASI SUMUR BANJAR PANJI-1 (BANJAR PANJI-1 WELL OPERATIONS)

3.1 Tinjauan (Overview)

3.2 Even-even operasi kunci (Key operational events) 3.3 Kick sumur 28 Mei 2006 (Well kick - May 28th 2006)

4.0 REAKTIFASI SESAR (FAULT REACTIVATION)

5.0 DISKUSI (DISCUSSION)

5.1 Dipicu tunggal Gempabumi (Earthquake sole trigger)

5.2 Kombinasi gempabumi dan pemboran (Combination of earthquake and drilling) 5.3 Operasi Sumur (Well operations)

6.0 KESIMPULAN (CONCLUSIONS)

(8)

PENDAHULUAN

(INTRODUCTION)

Lusi sebagai Mud Volcano ciri-ciri dan dampak bencana:

Mud Volcano di Jawa Timur atau dikenal sebagai ‘LuSi’ telah berumur lebih dari satu tahun, menggenangi daerah lebih luas dari 6,5 km2 dan telah mengevakuasi >30.000 orang.

Pertama kali kejadian pada tangal 29 Mei 2006 di Kabupaten Sidoarjo dapat diamati adanya semburan gas, air, lumpur dan uap. (Davies et al., 2007, Manga, 2007, Mazzini et al., 2007; Fig. 1).

(9)

Walaupun Lusi memberikan dampak yang dahsyat, dan menjadi fokus pemberitaaan dan penelitian ilmiah namun penyebabnya masih belum dapat dipecahkan: semburan karena sumur eksplorasi, gempabumi atau kombinasi

Walaupun terdapat dampak yang dahsyat terhadap warga setempat dan sangat menggebu-gebunya pemberitaan di media massa dan juga pada dunia ilmiah.

Namun pertanyaan mendasar tentang Lusi yang belum dapat dipecahkan adalah apakah semburan disebabkan oleh:

• sumur eksplorasi sumur eksplorasi (Davies et al., 200&), • gempabumi (Mazzini et et., 2007),

• atau kombinasi dari dua fenomena tersebut.

Walaupun mempunyai implikasi sosial-ekonomi-politik dan khususnya pada operasi pemboran ke depan, namun sangat sedikit publikasi tentang argumen ilmiah dari penyebab mekanisme.

Debat yang akuntabel (The ‘liability debate’) mempunyai implikasi sosial-ekonomi dan politik yang sangat luas, dan mempunyai implikasi untuk operasi pada kegiatan pemboran ke depan.

Namun sangat sedikit publikasi dengan argument ilmiah yang rinci dibelakan dari mekanisme penyebab dibelakangnya.

Info awal gempabumi Yogyakarta jarak semburan Lusi, dan hubungan dengan pemicu likuifaksi dan mud volcano

Gempabumi Yogyakarta pada 27 Mei 2006, dengan pusat gempabumi berada 250 km dari semburan dan mempunyai intensitas 6,3.

Selama ini sudah sangat diketahui bahwa gempabumi dapat memicu liquifaksi (liquefaction).

Dan semburan mud volcano (Chigira and Tanaka 1997, Panahi 2005, Manga and Brodsky, 2006, Mellors et al., 2007).

Analogi bahwa gempabumi dapat menimbulkan mud volcano, tapi tidak semua gempabumi dapat menimbulkan mud volcano

Dengan membuat analogi, Massini et al. (2007) beralasan bahwa gempa bumi telah memicu semburan Lusi.

Sementara itu Manga (2007) memperlihatkan bahwa bila suatu gempabumi memicu semburan ia akan merepresentasikan suatu yang sangat sentitif dari sistem mud volcano untuk dipicu oleh kegempaan.

(10)

Pertentangan pandangan Mazzini et al., (2007), Davies et al., (2007) bahwa Sumur Banjar Panji-1 telah menyebabkan semburan

Juga bertentangan dengan Mazzini et al., (2007), Davies et al., (2007) mengusulkan bahwa Banjar Panji-1, suatu lubang bor eksplorasi gas dimana telah dibor pada batuan sedimen berjarak hanya 150-200 m jauhnya dari dimana semburan bermula, telah menyebabkan mud volcano.

Pendekatan konflik hipotesis terhadap pemicu mekanisme dengan memadukan pengamatan gempabumi dan kejadian pemboran eksplorasi

Data yang tersedia telah digunakan untuk memecahkan hipotesa konflik (conflicting hypotheses) terhadap mekanisme pemicu (trigger mechanism).

Data ini termasuk rekaman gempabumi yang telah menyebabkan semburan dan rincian rekaman terhadap apa yang terjadi selama pemboran sumur eksplorasi Banjar Panji-1.

Hubungan pemicu mud volcano yang diidentifikasikan yaitu kemungkinan dampak gempa Yogyakarta, peran sumur eksplorasi BJP-1 dan reaktivasi patahan disebabkan oleh gempa

Kami melihat secara kuantitaif dan empirik bahwa pemicu dari mud volcano Lusi dapat diidentifikasikan.

Pertama menentukan dampak kemungkinan dari gempabumi Yogyakarta, diikuti oleh peran sumur eksplorasi Banjar Panji-1 dan juga bukti untuk reaktivasi patahan disebabkan oleh gempabumi.

Dikaji alternatif skenario pemicu: gempa, pemboran, atau kombinasi Penulis selanjutnya mengkaji apakah pemicu adalah gempabumi, kombinasi gempabumi dan pemboran, atau semata-mata operasi pemboran (solely drilling operations).

SISTEM MUD VOLCANO (MUD VOLCANO SYSTEMS)

Arti penting mud volcano dan keterbatasan pemahamannya

Mud volcanoes mempunyai arti penting, dengan fokus keluarnya ke permukaan cairan dan gas dari cekungan sedimen (sedimentary basins).

Fenomena ini sangat tidak banyak diketahui karena:

(11)

(c) tidak seperti dengan sistem batuan beku (yang dimaksud gunung magmatik), kita tidak dapat mengetahui singkapan dari sistem mud volcano dimana hubungan batuan-lumpur dapat langsung diperiksa;

Peran rekahan di batuan penutup dan rekahan hidrolika

Sistem Mud volcano memerlukan adanya rekahan pada lapisan penutup (fractures in overburden strata).

Ini dapat disebabkan oleh rekahan hidrolik (hydraulic fracturing), bila tekanan fluida yang tinggi melebihi tekanan prinsip minimal dan tensil strength (minimum principal stress and tensile strength) dari batuan.

Rekahan tersebut dapat berpropogasi pada skala 1000m per hari.

Propagasi rekahan ke permukaan dikendalikan oleh fluida bertekanan tinggi

Sekali diinisiasi rekahan hidrolika tersebut, maka rekahan akan berpropagasi ke permukaan bila ada sumber fluida bertekanan tinggi secara berkelanjutan. Berikutnya adalah pengapungan dari keluarnya gas atau tekanan berlebih dari sumber fluida mengendalikan perampuran air-lumpur ke permukaan (Brown, 1991).

Posisi sumber fluida dan prose erosi bawah permukaan dari suatu mud volcano

Pada beberapa sistem mud volcano sumber fluida tidak bersamaan dengan sumber lempung (hipotesis multi sumber).

Lebih daripada itu, fluida datang dari lapisan yang lebih dalam (the fluid comes from deeper strata and then passes through mud strata), selanjutnya melintas pada lapisan lumpur yang mempunyai resiko untuk mengalami erosi di bawah permukaan (subsurface erosion) (Bristow et al., 2000; Deville et al., 2006).

Keterbatasan pengeahuan terhadap saluran pengumpan (feeder) yang mengalirkan percampuran lumpur melalui rekahan ke permukaan

Kita hanya sedikit mengetahui tentang struktur rinci dari pengumpan saluran (feeder conduits),

Namun kemungkinan merupakan sistem yang komplek, terdiri dari rekahan-rekahan dan lumpur mengisi dike, yang mengumpan suatu percampuran sedimen dan fluida ke permukaan.

(12)

Adanya semburan Lusi menyebabkan adanya kenikmatan tersendiri diantara para ahli mud volcano, karena ia merepresentasikan suatu even ilmiah yang unik yaitu:

1. Kondisi geologi sebelum semburan yang diamati pada suatu sumur gas eksplorasi, yang berlokasi 150-200m jauhnya saat semburan, dan

2. Tumbuh dari tahap awal evolusi mud volcano, yang sebelumnya belum pernah diamati dari dekat.

1.2 Kedudukan Geologi

(Geological setting)

Kedudukan pada Cekungan Jawa Timur: cekungan ekstensi dimodifikasi kompresif, sediment karbonat dan lumpur marin bertekanan berlebih

Semburan Mud volcano Lusi terjdi di Cekungan Jawa Timur (East Java basin), merupakan suatu cekungan ekstensi yang mengalami inversi (inverted extensional basin) (Matthews and Bransden, 1995).

Cekungan tersebut terdiri dari sederetanstruktur half graben dengan arah timur-barat

Struktur ekstensi aktif selama Paleogen dan direaktivasi kembali menjadi struktur kompresif selama Miosen sampai Resen.

Cekungan berumur Oligosen-Miosen sampai Resen selanjutnya telah diisi oleh sedimen karbonat laut dangkal dan lumpur marin,

Beberapa diantaranya dikenal sebagai tekanan berlebih (overpressured) see Osbourne and Swarbrick, 1997).

Struktur antiklin hasil kompresi inverse menjadi sasaran dari sumur Banjar Panji-1

Sebagai hasil dari inversi kompresi, lapisan-lapisan telah mengalami terlipat secara lunak (gently folded), dengan struktur sesar-sesar normal dan sesar naik (normal and reverse faults) yang memotong puncak antiklin.

Salah satu antiklin berarah timur barat merupakan sasaran dari sumur eksplorasi Banjar Panji-1.

(13)

1.3 Latarbelakang (Background)

Gempabumi Yogyakarta dua hari sebelum semburan: intensitas dan jarak

Dua hari sebelum semburan awal terjadi pada tanggal 27 Mei 2006, suatu gempabumi diukur dengan intensitas 6,3 terjadi 250 km sebelah timur dari Yogyakarta.

Pendahuluan Sumur Banjar Panji-1: status, jarak dengan semburan, sasaran reservoir serta posisi saat semburan

Sumur Banjar Panji-1 merupakan sumur eksplorasi yang berlokasi di daerah berpenduduk padat di Sidoarjo, untuk beberapa minggu sebelum tanggal 27 Mei 2006.

Sumur berada 150-200 m jaraknya saat semburan bermula, pemboran menuju target Batugamping Kujung dan mata bor pada kedalaman sekitar 2800 m.

Kejadian total loss return, diikuti tanggal 27-28 Mei 2006 keputusan untuk mencabut mata dan pipa bor

Enam jam setelah gempabumi sumur telah mencapai kedalaman 2834 m dimana telah terjadi total ‘loss return’

Lumpur yang digunakan merupakan suatu proses sirkulasi ke bawah dari pipa bor, melalui mata bor, dan kembali ke permukaan aliran berhenti.

Hilangnya lumpur tersebut terjadi ketika lumpur mengalir ke dalam batuan yang sedang di bor atau kedalam batuan yang telah ditembus.

Hal ini selanjutnya menyebabkan diambil suatu keputusan untuk menarik mata boar dan pipa bor dan ini dilaksanakan pada Mei 27 dan 28 Mei 2006.

Semburan lumpur dengan arah Timurlaut-Baratdaya ditafsirkan Mazzini et al., (2007) sebagai reaktivasi sesar

Semburan mulai terjadi pada 29 mei 2006, berapa hari kemudian diikuti oleh beberapa semburan kecil dengan arah Timurlaut-Baratdaya (Davies et al., 2007; Mazzini et al., 2007)

Diduga bahwa arahan ini sepanjang zona sesar Timurlaut-Baratdaya yang telah direaktivasi selama gempa bumi (Mazzini dkk., 2007).

(14)

Parameter semburan Lusi pada saat awal pertumbuhannya: volume, temperatur, kandungan gas, kandungan fosil (kedalaman pada posisi stratigrafi)

Data yang digunakan pada makalah Mazzini et al. (2007) menyediakan suatu pandanganan yang berguna dimana dinyatakan bahwa:

3. volume semburan lumpur meningkat dari 5000 m3 per hari selama tahap awal menjadi 120.000 m3 per hari pada Agustus 2006,

4. temperatur sebesar 97oC telah diukur pada sekitar lokasi semburan, 5. komposisi gas terdiri dari metana, karbon dioksida, dan hydrogen

sulfide, dan

6. kandungan fosil ditemukan dari semburan ditentukan umurnya dengan kenampakan awal dan ahir di bawah sumur yaitu pada kisaran umur Pliosen-Pleistosen dan Pleistosen dari kedalaman antara 1219 sama 1828m (Gambar 2).

(15)

2.0 GEMPABUMI YOGYAKARTA (

THE YOGYAKARTA

EARTHQUAKE)

Gempabumi Yogyakarta: kekuatan gempa utarama dan susulan, dampaknya

Gempabumi Yogyakarta terjadi pada 27 Mei 2006 atau 05:54 waktu setempat. Gempa susulan dengan intensitas 4,8 dan 4,6 terjadi 4 dan 5 jam kemudian. Gempa menyebabkan lebih 6000 orang meninggal dan menyebabkan setengah juta orang kehilangan rumahnya

Paremeter gempa yang digunakan: jarak dan intensitas gempa memicu likuifaksi, perubahan tekanan pori, gerakan tanah yang mungkin memicu semburan Lusi

Analisis data gempabumi akan digunakan untuk menentukan hal-hal:

(a) jarak dan intensitas gempabumi yang memicu likuifaksi (earthquakes that triggered liquefaction) atau ketika dampak hidrolika (hydrological effects) lainnya dapat diamati,

(b) perubahan yang diharapkan di dalam tekanan pori karena perubahan pada tekanan statik (static stress) ditimbulan oleh gemabumi, dan

(c) pergiraan gerakan tanah (ground motions) untuk gempabumi yang mengefektifkan Sidoarjo antara 1973 dab 2007 yang tidak menimbulkan semburan pada lokasi.

2.1 Perbandingan dengan gempabumi yang menginduksi

hidrologi (

Comparison with earthquake-induced hydrological

effects)

Umum gempabumi memicu respon hidrolika, aliran arus dan semburan mud volcano

Telah umum diketahui bahwa Gempabumi dapat memicu respon hidrologi (hidrological response) termasuk likuifaksi (liquefaction), perubahan dalam arus aliran, dan semburan dari mud volcano (e.g., Mellors et al., 2007; Manga and Brodsky 2006).

(16)

Gambar 3. Jarak antara sejarah pusat gempabumi (1973-2007) dan Lusi, sebagai fungsi intensitas gempabumi. Gempabumi Yogyakarta diperlihatkan pada segitiga merah. Gempabumi terjadi 8 Agustus, 2007 MW=7.4 dan 12 September 12, 2007 Mw=8,4, diikuti oleh meningkatnya kecepatan semburan lumpur, diperlihatkan oleh segitiga kuning. Garis hitam penuh merepresentasikan empirical upper bound on observed

Hubungan antara jarak gempa dan batas yang memenuhi (a threshold distand) respon hidrolika

Garis tebal pda gambar 3 dimana yang tidak jelas diindikasikan dengan garis putus2, dapat ditafsirkan sebagai jarak yang memenuhi (a threshold distand) dimana respon hidrologi telah didokumentasikan.

Faktanya, dampak hidrologi tidak umum terjadi pada jarak di bawah garis, dan garis penuh merupakan yang terbaik ditafsirkan sebagai jarak maksimum pada mana dampak kemungkinan di perkirakan dibawh kondisi optimal.

Gambar 3 juga memperlihatkan jarak antara pusat gempa bumi regional pada perioda 1973-2007 (intensitas dan pusat gempa dari catalog gempabumi USGS NEIC dan kedudukan dari semburan Lusi.

Posisi Gempabumi Yogyakarta pada kurva respon yang mungkun memicu semburan lumpur

(17)

menentukan penerimaan untuk terjadinya pemicu semburan mud volcano, likuifaksi, dan perubahan aliran arus.

Penafsiran gempabumi Yogyakarta jauh dari posisi untuk dapat menginisiasi semburan

Kecepatan yang diberikan, gempabumi Yogyakarta lebih jauh daripada diperkirakan untuk gempabumi yang mempu menginisiasi semburan, walaupun di bawah kondisi optimal.

Fakta dua gempabumi yang lebih besar dan lebih dekat, tapi tidak menginisiasi semburan lumpur

Lebih jauh lagi dicatat oleh Manga (2007) bahwa terdapat dua gempa yang lebih besar dan lebih dekat yang tidak memicu semburan.

Sebagai tambahan, salah dari event lainnya terletak dibawh batasambang diperlihatkan pada gambar 3 dan tidak memicu semburan.

Dataset disajikan pada gambar 3 agak lebih besar daripada yang disajikan pada Manga (2007), namun sebagai tambahan even tidak tersebut tidak dekat dari batas likuifaksi (liquefaction limit).

Batas ambang pada gambar 3 untuk klas yang spesifik terhadap respon hidrolika terhadap gempabumi: semuanya memerlukan perubahan permanen di bawah permukaan dan dan dimanifestasikan di permukaan.

Respon hidrologi lainnya, termasuk fluktuasi pada level air di sumur, dan perubahan di dalam frekuensi semburan dari geysers sebagaimana didokumentasikan pada jarak di atas dari batas ambang diperlihatkan pada gambar 3.

Respon lainnya terhadap jarak gempabumi juga jatuh pada garis tersebut, dengan suatu kemungkinan langsung atau tidak terhadap hubungan hidrolika termasuk tremor non-volkanik dan dipicu gempabumi

Itu adalah analogi terhadap lebih pada respon jarak dimana Mazzini et al., (2007) percaya bahwa gempabumi dapat memicu semburan.

Sebagai perbandingan, sejak mud volcano disemburkan, penulis percaya bahwa suatu perbandingan respon hidrologi yang mempunyai kesamaan asal usul (mud volcano lain, liquifaksi) adalah lebih memadai.

2.2 Perubahan pada tekanan pori karena perubahan tekanan

static (Change in pore pressure due to static stress changes)

Umum gempabumi dan tekanan pori serta rekahan hidro

(18)

Ini mengubah secara permen pada tekanan, disebut sebagai perubahan tekanan static (static stress changes),

Akan menyebabkan perubahan pada tekanan pori (pore pressure) dan akan permanen menginisiasi rekahan hidro (hidrofacturing).

Perhitungan tekanan rata-rata disebabkan gempa

ACCEPTED MANUSCRIPT

Kami menghitung tekanan rata-rata disebabkan oleh gempa Yogya (gambar 4) menggunakan Coulomb 3.0, dan mekanisme pusat gempa dan parameter slip dari catalog global CMT (WWW.globalcmt.org).

Pada lokasi semburan Lusi, peningkatan pada rata-rata tekanan adalan ~30 Pa.

Untuk material rungga pori, perubahan pada tekanan diberikan pada persamaan p= B, 3skk (1) dimana B adalah kooefisien Skempton’s (Wang, 2000).

Untuk lumpur mud, B~1 (Wang, 2000), bermakna suatu perubahan tekanan posi sebesar ~10 Pa.

(19)

2.3 Peran Ayakan (Role of shaking)

Hubungan umum gelombang seismic dengan tekanan pori

Gelombang seismic dibangkitkan oleh gempa juga menciptakan tekanan dinamik (dynamic stresses),, dimana ada perubahan sementara pada level tekanan di kerak sat gelombang melaluinya. Tekanan dinamik ini berbeda dengan tekanan statik (static stresses) yang berada pada media yang sangat elastis, tekanan dinamik menyebabkan tidak ada perubhan tekan atau tekanan pori setelah dilalui oleh gelombang seismic.

Sebaliknya untuk ia dapat mempunyai dampak ia harus menyebangkan perubahan masalalu yang panjang pada struktur dari material yang berpori. Sebagai tambahan tekanan dinamik, bila cukup besar dan berulang pada siklus berganda, dapat menyusun kembali partikel pada material tidak padu atau sangat tidak padu unconsolidated or poorlyconsolidated materials, yang mendorong suatu peningkatan pada tekanan pori.

Peningkatan pada tekanan pori yang memadai menyebabkan likuifaksi dan aliran sedimen (liquefaction and fluidised sediment flow), hal ini merupakan kondisi yang dapat menginisiasi mud volcanism.

Hubungan jarak gempa dengan panjang patanah dan dampaknya pada pemicu hidrolika

Pada jarak lebih dari beberapa kali panjang dari bagian sesar yang merekah, tekanan dinamik akan lebih besar daripada tekanan statik.

Lusi mendekati 30 kali panjangnya daripada pusat gempa, jadi tampaknya yang dilalui gelombang seismic akam memainkan suatu peran penting dalam memicu respon hidrolika daripada tekanan statik.

2.3.1 Perkiraan gerakan tanah (Estimating ground motion)

Gerakan tanah dan atenuasi

Disini penulis membandingkan pergerakan tanah yang diprediksi dengah menghubungkan atenuasi dari gempa yang dipublikasikan,

Juga hubungan atenuasi diuraikan khususnya untuk Jawa Timur, terhadap data seismik yang luas.

(20)

Mekanisme yang lebih akurat dari likuifaksi atau mud volcano dipicu oleh gempabumi tetap tidak jelas, dan tidak ada konsensus yang berkembang tentang tipe gelombang gempa atau frekuensi yang tampaknya paling bertanggungjawab.

Gambar 5, Perkiraan versus kenyataan gerakan tanah pada UGM. The base-10 logs of predicted (y-axes) and actual (x-axis) Arias intensity, peak ground acceleration, and peak ground velocity are shown as squares, circles, and triangles, respectively.

Karena itu, kami memutuskan mengukur beberapa ground shaking (peak ground acceleration, PGA; peak ground velocity, PGV; Arias Intensity) yang umum digunakan untuk mengkarektiristikan bencana likuifaksi (liquefaction hazards).

Menggunakan banyak hubungan dan parameter gerakan tanan memungkinkan kami untuk membuat perkiraan lebih baik terhadap kekuatan goyangan dihasilkan sejarah kegempaan, dan memperkirakan ketidakmungkinannya (uncertainty).

(21)

semua gempabumi kita menghasilkan 3 komponen rekaman mulai 60 detik drbelum gempa pertama gelombang P sampai dan terakhir sampai 10 setelah gelombang S pertama sampai. Dilakukan penyaringan bandpass rekaman antara 0.01 and 5 Hz .

Dibuat beberapa penyederhanaan dari analisis data seismic. Kami menggunakan intensitas dilaporkan oleh catalog gempabumi NEIC (NEIC earthquake catalogue (typically moment or body-wave magnitude) sebagai suatu intensitas yang dibangkitkan dan tidak cermat untuk perbedaan antara skala intensitas.

Figure 6 a: Predicted ground motions at Lusi, 1973-2007. Ground motion wasdetermined using the relationship derived in this paper and data from the NEIC earthquake catalogue. The strongest expected shaking is from a moderate Mb=4.7 earthquake that occurred less than 50 km from the site of the Lusi eruption on May 14th, 1992. b: Predicted ground motions at Lusi, 1 June 2005 – 1 June 2006. The level of shaking expected from the Yogyakartaearthquake is shown by a dashed line.

(22)

dalam (>70 km) dan gempa dangkal. Dimana hubungan atenuasi yang ada disebur untuk jarak pada patahan, kami mendekatinya dengan jarak episentrum (epicentral distance). Penyederhanaan ini semua memperkenalkan tambahan kesealhan terhadap perkiraan gerakan tanah. Namun, ketidak jelasan ini diperhitungkan untuk dimasukkan dalam kalibrasi dengan rekaman pergerakan tanah, dan mencerminkan sebagai error bars diperlihatkan pada gambar 6.

2.3.2 Hubungan Atenuasi empiris untuk Jawa Timur (Empirical attenuation

relations for East Java)

Hubungan atenuasi sangat biasa bekembang untuk gempabumi didalam suatu kawsasn tektonik (single tectonic region), karenanya ia mencerminkan karakteristik jatuhnya tekanan dari gempabumi di kawasn tersebut dan atenuasi dari kerak lokal.

Namun, sedikit hubungan telah secara spesifik dikembangkan untuk Indonesia dan Asia Tenggara. Disini penulis mengembangkan hubungan atenuasi yang khusus untuk Jawa Timur. Simplifkasi hubungan atenuasi gerakan tanan umum untuk mengukur y dalam bentuk:

Untuk mendapatkan hubungan koefisien atenuasi untuk Intensitas PGA, PGV, and Arias Intensity, kami memerankan suatu least-squares regression menggunakan 53 gempabumi untuk mana data telah dihasilkan dari stasion UGM. Koefisien dihasilkan dan koefisien hubungan regresi ditampilkan pada tabil 1.

(23)

2.3.3 Hasil gerakan tanah (Ground motion results)

Gambar 5 memperlihatkan hubungan antara perkiraan dan teramati dari puncak percepatan tanah dan punck kecepatan tanah (peak ground acceleration and peak ground velocity) pada UGM untuk hubungan atenuasi Jawa Timur dri studi saat ini.

Pusat gempa dalam gempabumi Deep-focus (>70km) earthquakes diperlihatkan dengan symbol terisi pada gambar 5.

(24)

Tabel 2 memperlihatkan kualittas dari kecocokan (fit) dihasilkan dengan menerapkan hubungan atenuasi terhadap data UGM. Hasil didapatkan dengan hubungan atenuasi ini adalah secara kualitatif sama pada yang didiskusikan dibawah ini.

Beberapa hubungan atenuasi menghasilkan agat menempel lebih baik a (slightly) better fit terhadap data UGM karena ia menggunakan bentuk fungsi berbeda untuk hubungan atenuasi. Gambar 6 memperlihatkan gerakan tanah pada Lusi untuk periode 1973-2007. Perkiraan gerakan tanah untuk gempabumi Yogyakarta diperlihatkan dengan garis putus pada gambar 6b, dimana memperlihatkan gerakan tanah selama periode 1 Juni 2005-1 Juni 2006. Untuk semua hubungan atenuasi yang ditentukan tersebut, sepuluh gempabumi sebelumnya mempunyai ekspektase gerakan tanah lebih besar daripada gempabumi Yogyakarta. Kebanyakan telah menghasilkan gerakan tanah yang lebih besar.

Kemungkinan bahwa gempabumi sebelumnya dapat mempunyai keutamaan dari gunung "primed" the volcano, sehingga suatu tambahan bagian kecil (gempabumi Yogyakarta) akan meninisiasi semburan, sebagaimana diusulkan. Kami menentukan gempabumim disini karena proses non seismic yang dapat menyebabkan semburan mud volcano antara lain tekanan tektonik, migrasi gar atau fluida (e.g., tectonic compression, gas or fluid migration) beroperasi opada skala waktu yang lama- lebih lama dari pemisahan waktu gempabumi yang lebih bedsar di Indonesia.

Karenanya kami mendapatkan bahwa hal tersebut tidak mungkin kerena selama 6 bulan setelah gempabumi besar 2005, proses internal akan menggerakan mud volcano dari tingkat subkritis (subcritical state), dimana sistem tidak bahaya terhadi pemicu gempabumi, sampai pada suatu tingkat mendekati kritis (very near critical state).

(25)

Figure 7: Cumulative a) Arias intensity b) peak ground acceleration and c) peak ground velocity at Lusi since 1973. Inset figures show June 1st 2005 – June 1st 2006. The Yogyakarta earthquake is shown by a red star.

2.4 Pengukuran perubahan tekanan disebakan oleh tekanan dinamis (Pore

pressure change caused by dynamic stresses

(26)

tidak mungkin bahwa daerah sekitar mud volcano dilemahkan oleh adanya sesar yang telah aktif sebelumnya pre-existing faults. Zona kerusakan (damage zone) dari banyak patanah dicirikan oleh suatu pengurangan pada shear velocity 30-50%.

Karena skala shear modulur sebagi shear velocity squared , suatu pengurangan pada shear velocity dari keberadaan suatu patahan akan berate pengurangan di dalam stress dinamic bila PGV tetap konstan. Namun, perubahan pada lokasi kondisi tampaknya tidak menghasilkan amplitude gelombang yang konstan (constant wave amplitudes). Sebaliknya, suatu pengurangan pada shear velocity akan menghasilkan suatu peningkatan di dalam amplitude gelombang seismic, hal itu adalah energi gelombang (wave’s energy) seperti densitas tekanan (stress density) di konservasi.

3.0 BANJAR PANJI-1 WELL OPERATIONS

3.1 Tinjauan Overview

Gambaran Umum mengacu dari Mazzini et al., 2007

Mazzini et al., (2007) melaporkan bahwa sumur telah menguraikan lapisan-lapisan sediment terdiri dari:

(1) sediment alluvium;

(2) selang seling batupasir dan serpih Formasi Pucangan berumur Pleistosen (kedalaman lebih 900 m);

(3) lempung abu-abu bagian atas Formasi Kalibeng berumur Pleistosen; dan

(4) pasir volkanoklastik sekurang-kurangnya tebal 962 m. Korelasi seismic dari sumur Porong-1 , 6,5km ke timurlaut, memperlihatkan di bawah sediment ini dalah Formasi Kujung.

Sejak kekuatan rekahan cenderung bertambah terhadap kedalaman, bagian paling lemah dari bagian lubang terbuka berlokasi di dekat sepatu selubung. Kekuatan rekahan pada sepatu selubung dikirakan menggunakan test kebocoran (LOT).

(27)

bor oleh sirkulasi menyediakan suatu toleransi untuk masuknya seketika cairan atai gas kedalam lubang bor yang dikenal sebagai tendang ‘kick’.

Gambar 3 memperlihatkan kedalaman dimana casing 76.2 cm (30’’), 50.8 cm (20’’) Figure 2 shows the depths at which 76.2 cm (30’’), 50.8 cm (20’’) casing, dan liner 40.64 cm (16’’) dan casing 33.97 cm (13 3/8’’) telah dipasang. Sepatu casing 33,97 cm telah ditempatkan pada 1091 m dan pada bagian paling bawah 1734m dari sumur eksplorasi tidak dilindungi casing (gam. 2).

3.2 Even operasi kunci

(Key operational events)

Ringkasan dari even yang terjadi setelah casing 33, 97 cm telah ditempatkan disajikan pada Tabel 3.

A summary of events that occurred after the 33.97 cm casing had been set is provided in Table 3.

Tabel 3. Even Kunci

Even Kunci (Key Event) Waktu dan Tanggal (2006) Time and

Date (2006)

LOT pada 33,7 cm (13 3/8’) sepatu dicatat pada 21,6 MPa (16,4 ppg).

6 Mei

2006

Pemboran lubang baru dengan tanpa casing 6

Mei – 27 Mei

(28)

Pemboran menggunakan lumpur berat 0,00181 MPa m-1 (14,7 ppg), 3,2 X 102 liter (20 barrel lumpur hilang).

27 Mei 06:02

Total loss dari pengembalian (returns) ketika pemboran pada kedalamanan 3834m.

27 Mei 12:50

Memompa 9,6 X 202 liter (60 barrel) dari matrial yang hiling control, losses dapat dihentikan

Mulai 27 Mei jamm 13:20 lengkap sekitar 27 Mei jam 17.00

Mulai mencabut lubang bor 27 Mei 2315 sampai 28 Mei jam 0500

Ketika mencabut keluar lubang, terdapat

suatu kick, yaitu masuknya fluida dan gas

formasi kedalam lubang bor.

Antara 28 Mei 05:00 dan 08:00

Masukan air asin dan gas hydrogen sulfida kedalam lubang bor.

Hidrogen sulfide pada permukaan diukur 500 ppm pada permukaan. Rig dievakuasi.

Volume dari kick sangat signifikan. Volume sebenarnya sulit diperkirakan, antara 62000-95.000 liter (390-600 barrels) dari lumpur pemboran telah dipaksa keluar pada puncak dari lubang sumur pada lokasi rig. Sekitar 50% dari total volume lumpur telah dipindahkan oleh aliran masukan.

Klep pada permukaan (BOV) ditutup. Tekanan masukan telah dilaporkan selama 140 menit. Gas pada kick di baker pada permukaan.

28 Mei 07:50

Berat lumpur ditingkatkan untuk mendapatkan kondisi sebelum kick dan berat lumpur sebesar 0.00181 MPa m-1 (14.7 ppg)

28 Mei 08:00 to 22:00

Pipa pemboran macet pada 1293 m. Dicoba untuk memindahkan kabel tapi tidak sukses.

Pemompaan 6,4 X 102 liter (40 barel) lumpur dengan viskositas yang tinggi

28 Mei sekitar12.00 (siang)

Setelah kick dikontrol, blow out preventor di buka

28 Mei sekitar12.00 (siang)

Free point indicator di batalkan Free point indicator cancelled

Mengevakuasi personal dari daerah kejadian 29 Mei 05.00 subuh

Memompakan lumpur dengan volume 20.670 liter (130 barel) 0,00181 MPa m-1 (14,7 ppg); 0.00175 MPa m-1 (16 ppg) dengan0.00175 MPa m-1 (16 ppg) dengan

hilang kontrom material 31,800 litres (200

barrels).

29 Mei dan 30 Mei

(29)

setiap 8 menit, berkurang menadi tinggi 3m dan mengurangi terrendah dengan interval 39 menit.

Memindahkan perlengkapan dan orang 31 Mei 21.00 – 1 Juni 04.00

Test FPI (free point indicator) dan memotong pipa pembhoran pada kedalaman 911 m, semburan kedua bermulai

1 Juni 04.00 to 18.00

Memompa semen penyumbat (untuk mencegah fluida dating fluida dating keatas sumur bor)

2 Juni sampai 2 Juni

Pelepasnan selubung dari rig pemboran 3 Juni

• Beberapa nilai dari leak off test telah

dilaporkan pada bulan-bulan setelah semburan bermulai, meningkat dari dari 19,9 MPa (15.68 ppg) menjadi 21,03 MPa (16,4 ppg).

• 21,03 MPa (16,4 ppg cukup signifikan

tinggi daripada leak off tests dekat sumur pada kedalaman yang sama dan kami mengusulkan suatu nilai maksimum, kemungkinan tingginya tidak realitas.

Terdapat beberapa catatatan pada leak off test pada 33,97 cm pada titik casing (casing point).

Nilai tertinggi dilaporkan oleh Lapindo Brantos sebagai operator dari sumur adalah sebesar 21,03 Mpa. Ini sangat signifikan lebih tinggi dari leak off test dari sekitar sumur, direkam pada kedalaman yang sama.

Pemboran dari 1091 m sampai 2834 m terjadi tanpa menempatkan casing lainnya. Drilling from 1091 m to 2834 m occurred without setting any more casing. Pada 27 Mei jam 05:54, gempabumi Yogyakarta terjadi. 3,2 liter lumpur telah hilang 6-10 menit setelah gempabumi; ini sebesar 1,8% total volume lumpur di dalam lobang, dan karenanya adanya minor loss. Pemboran berlanjut sampai 6 menit kemudian, pada kedalaman 2834m, lumpur pemboran berhenti kembali kepermukaan (hilang sirkulasi)

Karenanya, suatu volume lumpur telah hilang dengan signifikang daengan adanya aliran lumpur secar cepat ke lapisan batuan disekitarnya. Matrial kontro loss telah ditambhkan pada sistem sirkulasi lumpur dan berhaslnya menghentikan losses.

(30)

Pipa bor telah ditarik keluar dari lubang pada seksi 27,43 m ketika lumpur berlanjut untuk sirkulasi.

Sirkulasi lumpur menolong memelihara sautu tekahan lebih besar di bawah mata bor dan menjaga swabbing in dari fluida ataiu ga dari formasi sekitar saat mata bor di cabut.

3.3 Well kick - May 28th 2006

Ketika menarik keluar lubang terjadi peningkatan yang signifikan lumpur pempran dan air asin dicatat pada permukaan termasuk gas hydrogen sulfide. Hal ini memperlihatkan bahwa fluida dan gas formasi masuk ke lubang bor menggantikan lumpur pemboran.

Volume dari lumpur pemboran yang digantikan antara 390 dan 690 barel atau sekitar 62.000-95.000 liter, dimana kira-kira 50% dari total volume lumpur did alam – merupakan jumlah yang sangat signifikan

Peralatan pencegah semburan liar (The blow out preventors)pada lokasi rig telah ditutup untuk mencegah agar tidak berlanjut cairan dan gas keluar ke permukaan, dan hal ini bersamaan dengan penutupan tekanan did alam casing dan pipa bor yang diukur.

Tekanan csing (disini diistilahkan dengan annulus pressure) meningkat dari 1,72 mPa menjadi 1,72 Mpa pada 25 menit pertama pengukuran. Sebanyak 3021 liter dari 0,00181 MPa M-1 (14,7 ppg) lumpur telah dipompakan kedalam pipa pemboran dari 25 menit sampai 32 menit dari saat penembbakan masuk (shut in).

Dari menit 40 ke 75, tekanan did alam annulus telah bled off, dan ini diulangi lagi pada menit 75 sampai 90. Antara menit 90 sampai 135 tekanan di pipa pemboran tampak telah menurun (ditandai x, ada gambar 8),

Berat dari lumpur selama masukan dari fluida adalah 0.00181 MPa m-1 (14.7 ppg). Pada tahap ketika sumur dihentikan, dapat dihitung tekanan yang dikelaurkan oleh kolom lumpur di atas kedalam 1091m, dimana casing berukuran 33,97 telah diatur sebesar 0.0181 MPa m-1 x 1091 m = 19.74 MPa. Tekanan did alam casing pada permukaan mencapai suatu maksimum pada 7,27 MPa ketika blowout preventor di tutup.

Maksimum tekanan pada kedalaman 1091 m adalah 19.74 MPa + 7.27 MPa = 27.01 MPa

(31)

(lebih dari sumur dideatkan karenanya diperkirakan sebagai suatu yang maksimum.

Karena itu ketika sumur dimatikan, tekanan pada titik casing akhir lebih besar daripda ketegasan batuan. Bila diasmsikan bahwa air asin yang mesuk kedalam sumur sangatlah dilusi terhadp lumpur, mengurangi desitas, penulis tetap menghitubng bahwa tekanan pada kedalaman pada titi kasing 33,97 cm akan lebih besar daripada leak off pressure (gambar 9).

4.0 REAKTIVASI PATAHAN (

FAULT REACTIVATION)

Mazzini et al., (2007) menguraikan secara singkat sesar berorientasi NE-SW yang memanjang dari komplek volkanik Arjuno-Welirang (selatan barat dari Lusi) ke timur ke pantai.

Bila berkembang sesar pada posisi yang laporkan oleh Mazzini et al., (2007) maka sumur Banjar Panji-1 berlokasi sepanjang bidang sesar (fault trace).

Citra satelit tampaknya mendukung penafsiran kelurusan dari NE-SW, dan semburan yang bermula pada 29 Mei dan beberapa hari kemudian dengan mengarah NE-SW (lihat Mazzini et al 2007, gambar 4).

Data seismik refleksi memperlihatkan bahwa sejumlah patahan terdapat di sekitar lokasi sumur, dengan tidak ada bukti-bukti untuk satu patahan yang jelas memotong Banjar Panji-1.

Terdapat suatu pembengkokan dengan arah utara selatan dari jalan kereta di bagian barat tepian genangan Lusi yang termasuk dalam arah patahan yang diusulkan oleh Mazzini et al., (2007), namun perlu diingat bahwa pembengkokan terjadi pada akhir September 2006, empat bulan setelah terjadinya semburan.

Reaktivasi dari sesar oleh gempabumi Yogyakarta tampaknya untuk beberapa alasan penulis tidak dapat menerimanya sebagai pemicu gempa bumi: terdapat banyak gempabumi yang lebih besar yang tidak menginduksi semburan.

Sebagai tambahan, penulis tahah menghitung perubahan dapam Coulomb stresses pada suatu sesar geser kiri (left-lateral fault) dengan jurus NE-SW menggunakan Coulomb 3,0, menggunakan parameter modal yang sama sebagaimana dilaporkan pada gambar 4.

(32)

5.0 DISKUSI

(DISCUSSION)

Disini kami menentukan skenario pemicu (a) gempabumi sebagai pemicu tanggul (b) kombinasi gempabumi dan operasi pemboran dan (c) koperasi pemboran sebagi pemicu tanggal

5.1 Pemicu tanggal Gempabumi (Earthquake sole trigger)

Berdasarkan pada kegempaan masa lalu dan respon gempabumi yang dapat didokumentasikan, penulis mengambil kesimpulan.

Membandingkan dengan gempabumi sebelumnya yang pemicu mud volcano, gempabumi dengan kekuatas 6,3 terjadi Mei 2996 sangat terlalu kecil dan berjarak sangat jauh untuk memicu semburan.

Dalam kaitan ini terdapat gempabumi yang intensitas gempabumi jauh lebih besar, dan pusat gempanya yang lebih dekat tapi tidak memicu terjadinya semburan.

Perubahan pada tekanan pori disebabkanolehperubahan tekanan statis telah disebabkan oleh gempabumi adalah ~10 Pa, dimana dapat diabaikan.

Untuk semua hubungan yang meredam (attenuation) kami memperhatikan, sepuluh dari gampa bumi (dan beberapa hubungan, ratusan) mempunyai signifikansi yang lebih besar dari yang diperkirakan pergerakan tanah di lusi dari gempabumi Yogyakrta. Pada tahun menjulang semburan, terdapat gempa lainnya yang menyebabkan lebih banyak goncangan

Namun, kami mendapatkan tidak ada bukti yang mendukung konsep bahwa pengulangan goyangan berperan mempercepat bawah permukaan untuk mendekati kondisi yang mendekati kritis, sebelum gempa Yogyakarta.

Amplitudo dari tekanan dinami yang menginduksi gempabumi Yogyakar adalah 21+33/-12 kPa, dimana nilai ini dapat diabaikan.

Kami tidak percaya dengan kesimpulan yang dibuat oleh Mazzini et al., (2007) bahwa gempabumi Yogyakarta mengaktifkan kembali zona patahan dengan jurus Timurlaut-Barataya, yang dikatakan melintas pada lokasi sumur, menyebkan semburan.

(33)

Alasan paling kuat menentang gempabumi sebagai pemicu adalah bahwa gempa lain, dimana lebih besar, dan lebih dekat, dan menimbulkan goyangan yang lebih kuat, tidak menimbulkan semburan. Perubahan dari gempabumi sebagai mekanisme tanggal adalah cukup kecil yang kami simpulkan skenario ini dapat untuk tidak diperhitungkan.

Namun, kami menambahkan beberapa hal dari keseimpulan ini. Pertama, gempabumi tampaknya memicu sejumlah even kegempaan di sekitar Banjar Panji-1. Kedua beberapa fenomena (tidak termasuk semburan dari mud volcano dan liquifaksi) telah didokumentasikan pada jarak dan besaran sama dengan kasus Lusi dan gempabumi Yogyakarta.

Ketiga, setelah semburan Gunung Semeru, berlokasi sama jauh dengan jarak dari pusat semburan ke Lusi, menjadi lebih aktif mendadak setelah gempabumi Yogyakarta. Sejak semburan dimulai, dua gempabumi besar lainnya telah menyebabkan perubahan pada kecepatan semburan: intensitas 7,4 pada 8 Agustus 2007 dan intensitas 8,4 September 12 2007.

Setelah terjadinya gempa, kecepatan semburan meningkat sangat signifikan selama dua hari.

5.2 Kombinasi dari gempabumi dan Pemboran (Combination of

earthquake and drilling)

Kami mengusulkan dua jalan dimana kombinasi dampak dari pemboran dan gempabumi Yogyakarta telah memicu semburan Lusi.

Pertama, bahwa gempabumi sebagai hal kritis memperlemah lapisan batuan disekitarnya, dan kedua ia dapat meningkatkan tekanan di dalam fluida di dalam lubang bor sangat kuat. Di dalam kasus kedua itu menghasilkan suatu tekanan di lubang bor lebih besar daripada tekanan di batuan sekelilingnya. Rekaman pemboran memperlihatkan tidak ada kejadian pada lubang bor selama gempabumi.

Enam jam kemudian setelah gempabumi terdapat hilangnya lumpur secara signifikan (mud losses), tapi hilangnya lumpur tersebut telah disebabkan oleh pemboran ke batuan yang mempunyai rekahan atau rongga-rongga di dalam batugamping seperi Formasi Kujung, atau kareana berat lumpur telah terlalu tinggi.

(34)

Kami menghitung bahwa tekanan dinamik disebabkan oleh gempabumi dapat meningkatkan tekanan posi menjadi 22 kPA.

Umum yang berlaku di pemboran bahwa suatu berat lumpur yang 1,38 MPa lebih besar dari pada tekanan pori ketika mata bor ditarik, suatu angka digunakan khususnya untuk mengkompensai tekanan tersebut saat menari mata bor dan pipa pemboran. 22 kPa merepresentasikan 1,6% dari berat tambahan lumpur (extra mud weight) digunakan untuk mencegah masuknya fluida formasi selama operasi penarikan mata bor dan pipa por, dan karena adanya perubahan tekanan yang dapat terjadi arena gempabumi tidak seignifikan.

Kami menyimpulkan bahwa sangat kecil bukti-bukti yang mendukung pemicu merupakan kombinasi dampak dari pemboran dan gempabumi.

5.3 Operasi Sumur Well operations

Pada tanggal 29 Mei 2006, mata bor dan pipa pemboran telah diangkat keatas dari lubangnya.

Lumpur pemboran mempunyai densitas di mana ditempatkan sehingga tekanan didalam kolom lumpur lebih besar aripada tekanan fluida di dalam lapisan batuan, karena mencegah mengalirinya fluida formasi kedalam lubang bor.

Untuk memelihara/menjaga tekanan di dalam lobang saat memindahkan pipa pemboran dan mata bor, volumenya harus digantikan dengan lumpur pemboran di dalam lobang dengan menjatuhkan dan menekan lumpur pemboran dan juga menjatuhkan.

Proses tersebut berlangsung selama operasi 24 jam setelah terjadinya gempabumi Yogyakarta, yang secara signifikan terjadi masuknya air formasi dan gas kedalam sumur bor.

Bukti ini adalah 50% dari volume lumpur pemboran (62.000-95.000 liter) datang ke permukaan saat ia digantikan oleh masuknya fluida formasi.

Bila cairan formasi (air asin) dan gas masuk kedalam lubang bor, umumnya dari lapisan batuan yang permeable, selanjutnya lumpur mengalami dilusi dan densitas dari lumpur berkurang.

(35)

Dengan demikian lumpur pemboran didorong keluar kepermukaan kareana kolom mempunyai densitas lebih rencah dan karenanya tekanan dari lumpur pemboran pada permukaan melebihai dari tekanan atmosfer.

Metoda yang normal terkait dengan hal ini adalah dengan pencegah semburan liar (mematikan masukan sumur) untuk menghentikan aliran ini.

Tekanan pada bagian dasar dan pipa pemboran diukur selama ‘shut in’ (gambar 8). Pada awal dari peerioda pemantauan, tekanan di annulus meningkat dari 1,27 MPa ke 7,27 MPa memperlihatkan bahwa cairan dan gas telah bergerak dari formasi kedalam lobang bor. Tekanan casing mencapai suatu maksimum 7,27 Mpa.

Kebanyakan dari perubahan tekanan di dalam pipa dan annulus tampak pada kurva tekanan disebabkan olen pemompaan yang intensif lumpur yang lebih berat kedalam lubang untuk meningkatakan lumpur terhadap luberan dari tekanan, tapi penulis juga mengidentifikasikan adalnya penurunan tekanan yang berlanjut antara 90 sampaio 135 menit dalam tekanan pipa pemboran, ketika tidak ada kegiatan pemompaan (Gambar 8).

Figure 8: Pressure measured in the drill pipe and casing for 125 mins during

shut in of the Banjar Panji-1 well on May 28th, 2006.

(36)

Hal ini konsisten dengan perkembangan dari rekahan pada bagian yang tidak bercasing dari lobang bor atau bocor melalui semen yang berlokasi antara casing dan lapisan batuan yang ditembus.

Lebih jauh lagi penulis juga dapat menghitung tekanan pada 33,97 cm casing pada kedalaman 1091 m ketika sumur dimatikan. Tekanan penghentian untuk annulis mencapai suatu maksimum sebesar 7,27 MPa dimana merupakan kombinasi dengan tekanan karena kolom lumpur, ari dan gas didalam annulus, akan melampaui perkiraak maksimu bocoran dari tekanan 21,06 MPa.

(37)

Bila kita mengasumsikan bahwa kolom dilusi dari lumpur dengan percampuran air formasi yang asin tercampur, tekanan pada 1091 m tetal lebih dari bocoran tekanan (leak off pressure) (Garis putus dan daerah dalam lingkaran pada Gambar 9).

Bagian paling bawah 1734 m dari sumur eksplorasi tidak dilindungi dengan casing, bila casing telah ditempatkan lebih dalam didalam lobang, maka bocornya tekanan pada bagian terbawah dari titik casing akan lebih besar daripada 21,06 MPa.

Perubahan tekanan selama mematikan melebihi daripada bocoran tekanan akan mauh lebih rendah. Dengan kata lain sumur bisa mempunyai toleransi pada tekanan masuk sebesar 7,27 MPa dan kegagalan dari pemasangan casing pada yang lebih dalam dalam lubang.

Penulis memprediksi, dan mempunyai bukti langsung untuk, bocornya lumpur ke lapisan sediment di sekitarnya. Bocoran ini tampaknya berawal ketika sumur dihentikan, ketika tekalan di dalam lubang bor telah mencapai ang tertinggi.

Kebocoran ke batuan sekitarnya umumnya terjadi oleh suatu proses rekahan hidrolika dimana tekanan cairan melampaui tekanan minimum utama dan tensile strength dari batuan. Rekahan akan berpropagasi ke permukaan bila aliran yang konstan dari tekanan carian tinggi dapat dilampaui.

Kami mengusulkan bahwa hal ini terjadi dari sejak pagi tanggal 28 Mei 2006, sampai pagi hari 29 Mei 2006, ketika air dan percampuran gas dan lumpur tampak terlihat ke permukaan.

Kelurusan dari semburan memberikan kepercayaan bahwa beberapa dari tingkat aliran berlangsung daeri struktur yang lemah dan disini mempunyai kelutudsm Bimurlaut-Baratdaya atau bahwa rekahan berkembang secara orthogonal terhadap arak tekanan utama.

Tampaknya kebanyakan mekanisme untuk kick adalah lumpur tidak mampu digunakan untuk menganti volume dari volume dari pipa pemboran yang telah diekstaksi pada 27 Mei dan 28 Mei 2006.

Tidak mampunya lumpur di dalam sumur akan menyebabkan sumur menjadi tidak seimbang ‘underbalanced’ (tekanan dari kolom dari lumpur kurang daripada tekanan fluida pori) dan cairan dan gas akan mampu masuk sumur dari lapisan batuan disekelilingnya.

Komposisi dari awal material erupsi, yang telah diuraikan sebagi metana dan gas hydrogen sulfide, air dan lumpur, adalah sama dengan apa yang dialaporkan masukan dari fluida dan gas ke lubang sumur.

(38)
(39)

Gambar 10. Ringkasan operasi kuncu (Summary of key operations), berat lumpur dan shut in tekanan di dalam pipa antara 27 mei dan 29 Mei 2006.

(1) Selama pemboran pada tanggal 27 Mei terjadi total loss of returns, material pengontrol kehilangan (loss control material) digunakan untuk menghentikan ‘losses’. Keputusan yang diambil adalah mencabut mata bor dan pipa bor (to retrieve drill bit and drill pipe).

(2) Selama penariak mata bor, ditafsirkan bahwa fluida dan/atau gas telah masuk kedalam lubang (fluid and/or gas was swabbed into the hole).

(3) Ketika mencapai kedalaman 1293m matabor macet hterjadilah kick (masuknya kedalam sumur bor gluida atau gas atau keduanya kedalam lubang bor).

(4) Sumur dimatikan dan tekanan berada pada 2,41 dan 3,10 MPa diukur didalam pipa. Tekanan ini bila ditambahkan dengan perbesaran tekanan oleh fluida pemboran di bawah bagian terdalam dari titik casing adalah lebih besar daripada leak off test dilaksanakan pada kedalaman 1091 m.

(5) Karena itu selama proses shut in pada tanggal 29 Mei 2006, telah berkembang rekahan dibawah kedalaman ini.

(40)

ACCEPTED MANUSCRIPT

ACKNOWLEDGEMENTS

We are very grateful for discussions with geopressure and drilling experts Martin Trauggot and Eric Low. We are very grateful to Lapindo Brantas for providing most of the data in Table 1. Thanks to an anonymous reviewer and Claude Jaupart for comments on the manuscript.

CCEPTED MANUSCRIPT

TABLES

Table 1 Fits of regional seismic data to various attenuation relationships Table 2 Attenuation Relationship Parameters

Table 3 Key events in May and June 2006 (source – compiled from (a) the records kept at the wellsite (b) Lapindo Brantas, the operator of the Banjar Panji-1 well and (c) the Indonesian independent investigation team). ppg = pounds per gallon mud weight, 1 ppg = 6.10 x 10-5 MPa m-1.

REFERENCES CITED

Ambraseys, N. N., 1988. Engineering seismology: Earthquake Engineering and Structural Dynamics, 17, 1–105.

Ben-Zion, Y., Z. Peng, M A Lewis, J McGuire, High Resolution Imaging of Fault Zone Structures With Seismic Fault Zone Waves, Scientific Drilling, Special Issue No. 1, 78-79, doi:10.2204 /iodp.sd.s01.23.2007, 2007.

Bristow, C. R., Gale, I. N., Fellman, E. and Cox B. M., with Wilkinson, I. P. and Riding, J. B., 2000. The lithostratigraphy, biostratigraphy and hydrogeological significance of the mud springs at Templars Firs, Wootton Bassett, Wiltshire: Proceedings of the Geologist’s association, 111, 231-245.

Brodsky, E.E. and Prejean, S.G., 2005. New constraints on mechanisms of remotely triggered seismicity at Long Valley Caldera: Journal of Geophysical Research, 110, B04302, doi: 10.1029/2004JB003211.

Brodsky, E. E., Roeloffs, E., Woodcock, D., Gall, I., and Manga, M., 2003. A mechanism for sustained groundwater pressure changes induced by distance earthquakes: Journal of Geophysical Research, 108, 2390-2399. Brown, K. M., 1990. The nature and hydrogeological significance of mud

(41)

Campbell, K.W., 2002. Strong-motion attenuation relations. In International Handbook of Earthquake and Engineering Sesimology, Lee W.H.K., Kanamori H., Jennings P.C., and Kisslinger C., eds., Amsterdam ; Boston : Academic Press. 1942pp.

Chigira, M. and Tanaka, K., 1997. Structural features and the history of mud volcano in southern Hokkaido, northern Japan : Journal of the Geological Society of Japan, 103, 781-793.

Cooper, H.H, Bredehoeft, J.D., Papadopulos, I.S., and Bennett, R.R., 1965. The response of well-aquifer systems to seismic waves: Journal of Geophysical Research 70, 3915-3926.

Cyranoski D., 2007, Indonesian eruption: Muddy waters: Nature, 445, 812- 815.

Davies, R. J., Swarbrick, R. E., Evans, R. J. and Huuse, M., 2007. Birth of mud volcano: East Java, 29 May 2006. 9 GSA Today , 17, 4-9.

Davies, R. J. and Stewart, S. A., 2005, Emplacement of giant mud volcanoes in the South Caspian Basin: 3D seismic reflection imaging of their root zones: Journal of the Geological Society, London, 162, 1-4.

Deville E., Battani, A., Griboulard, R. Guerlais, S., Herbin, J. P., Houzay, J. P. Muller, C. and Prinzhofer, A., 2003, The origin and processes of mud

volcanism: new insights from Trinidad. In Van Rensbergen, P. Hillis, R. R. Maltman, A. J. & Morley C. K. (eds). Subsurface Sediment Mobilization.

Geological Society, London, Special Publications 216, 475-490.

Dimitrov, L.I. 2002. Mud volcanoes—the most important pathway for degassing deeply buried sediments, Earth-Science Reviews 59, 49–76. Campbell, K.W., 2002. Strong-motion attenuation relations. In International Handbook of Earthquake and Engineering Sesimology, Lee W.H.K.,

Kanamori H., Jennings P.C., and Kisslinger C., eds., Amsterdam ; Boston : Academic Press. 1942pp. Chigira, M. and Tanaka, K., 1997. Structural features and the history of mud volcano in southern Hokkaido, northern Japan : Journal of the Geological Society of Japan, 103, 781-793.

Cooper, H.H, Bredehoeft, J.D., Papadopulos, I.S., and Bennett, R.R., 1965. The response of well-aquifer systems to seismic waves: Journal of Geophysical Research 70, 3915-3926.

Cyranoski D., 2007, Indonesian eruption: Muddy waters: Nature, 445, 812- 815.

Davies, R. J., Swarbrick, R. E., Evans, R. J. and Huuse, M., 2007. Birth of a mud volcano: East Java, 29 May 2006. 9 GSA Today , 17, 4-9.

(42)

Deville E., Battani, A., Griboulard, R. Guerlais, S., Herbin, J. P., Houzay, J. P. Muller, C. and Prinzhofer, A., 2003, The origin and processes of mud

volcanism: new insights from Trinidad. In Van Rensbergen, P. Hillis, R. R. Maltman, A. J. & Morley C. K. (eds). Subsurface Sediment Mobilization.

Geological Society, London, Special Publications 216, 475-490.

Dimitrov, L.I. 2002. Mud volcanoes—the most important pathway for degassing deeply buried sediments, Earth-Science Reviews 59, 49–76.ACCEPTED MANUSCRIPT

Lay T. and Wallace T.C., 1995. Modern Global Seismology, San Diego: Academic Press. 521pp.

Lin J. and Stein R.S., 2004. Stress triggering in thrust and subduction earthquakes, and stress interaction between the southern San Andreas and nearby thrust and strike-slip faults: Journal of Geophysical Research, 109, B02303, doi: 10.1029/2003JB002607

Manga M., 2007. Did an earthquake trigger the May 2006 eruption of the Lusi mud volcano?: EOS, 88, 201.

Manga M. and Brodsky E.E., 2006. Seismic triggering oferuptions in the far field: Volcanoes and geysers: Annual Review of Earth and Planetary Sciences, 34, 263-291.

Matthews, S.J., and Bransden, P. J. E., 1995. Late Cretaceous and Cenozoic tectono-stratigraphic development of the East Java Sea Basin, Indonesia: Marine and Petroleum Geology, 12, 499-510.

Mazzini, A. , Svensen, H. Akhmanov, G. G., Aloisi, G. Planke, S. Malthe- Sørenssen, A, Istadi, B. 2007. Triggering and dynamic evolution of LUSI mud volcano, Indonesia, Earth and Planetary Science Letters, 261, 375-388.

Megawati, K., Pan, T.-C., and Koketsu, K., 2003. Response spectral acceleration relationships for Singapore and theMalay Peninsula due to distance Sumatran-fault earthquakes: Earthquake Engineering and Structural Dynamics, 32, 2241-2265.

Melchior P., 1983. The Tides of the Planet Earth, Oxford: Pergamon Press. Mellors R., Kilb D., Aliyev A., Gasanov A., and Yetirmishli G., 2007. Correlations between earthquakes and large mud volcano eruptions: Journal of Geophysical Research, 112, B04304, doi:10.1029/2006JB004489.ACCEPTED MANUSCRIPT

(43)

Morley, C. K., 2003. Outcrop examples of mudstone intrusions from the Jerudong anticline, Brunei Darussalam and inferences for hydrocarbon reservoirs. In Van Rensbergen, P. Hillis, R. R. Maltman, A. J. & Morley C. K. (eds). Subsurface Sediment Mobilization. Geological Society, London, Special Publications 216, 381-394.

Normile, D. 2007. Indonesian Mud Volcano Unleashes a Torrent of Controversy, Science, 315, 586.

Panahi B.M., 2005. Mud volcanism, geodynamics and seismicity of Azerbaijan and the Caspian sea region. In Mud Volcanoes, Geodynamics and Seismicity, ed. G. Martinelli, B. Panahi, pp. 89-104. Berlin: Springer.

Petersen, M.D., Dewey, J., Hartzell, S., Mueller, C., Harmsen, S., Frankel, A.D., and Rukstales, K., 2004. Probabilistic seismic hazard analysis for Sumatra, Indonesia, and across the Southern Malaysian Peninsula: Tectonophysics, 390, 141-158.

Roeloffs, E., 1998. Persistent water level changes in a well near Parkfield, California, due to local and distant earthquakes: Journal of Geophysical Research, 103, 869-899.

Rubinstein, J.L., Vidale, J.E., Gomberg, J., Bodin, P., Creager, K.C., and Malone, S.D., 2007, Non-volcanic tremor driven by large transient shear stresses: Nature, 448, 579-582.CEPTED MA

Miyazawa M. and Mori J., Evidence suggesting fluid flow beneath Japan due to periodic seismic triggering from the 2004 Sumatra-Andaman earthquake: Geophysical Research Letters, 33, L05303, doi:10.1029/2005GL025087. Montgomery, D.R. and Manga, M., 2003. Streamflow and water well responses

to earthquakes: Science, 300, 2047-2049.

Morley, C. K., 2003. Outcrop examples of mudstone intrusions from the Jerudong anticline, Brunei Darussalam and inferences for hydrocarbon reservoirs. In Van

Rensbergen, P. Hillis, R. R. Maltman, A. J. & Morley C. K. (eds). Subsurface Sediment Mobilization. Geological Society, London, Special Publications 216, 381-394.

Normile, D. 2007. Indonesian Mud Volcano Unleashes a Torrent of Controversy, Science, 315, 586. Panahi B.M., 2005. Mud volcanism, geodynamics and seismicity of Azerbaijan

and the Caspian sea region. In Mud Volcanoes, Geodynamics and Seismicity, ed. G. Martinelli, B. Panahi, pp. 89-104. Berlin: Springer.

(44)

Roeloffs, E., 1998. Persistent water level changes in a well near Parkfield, California, due to local and distant earthquakes: Journal of Geophysical Research, 103, 869-899.

Rubinstein, J.L., Vidale, J.E., Gomberg, J., Bodin, P., Creager, K.C., and Malone, S.D., 2007, Non-volcanic tremor driven by large transient shear stresses: Nature, 448, 579-582.

Gambar

Gambar 1A: Lokasi dari mud volcano Lusi di Jawa Timur; Citra satelit dari September 2006; Citra satelit diambil Juli 2007
Gambar 2. Ringkasan stratigrafi pemboran sumur Banjar Panji 1, dan rencana versus rancangan aktual casing
Gambar 3. Jarak antara sejarah pusat gempabumi (1973-2007) dan Lusi, sebagai fungsi intensitas gempabumi
Gambar 5, Perkiraan versus kenyataan gerakan tanah  pada  UGM. The base-10 logs of predicted (y-axes) and actual (x-axis) Arias intensity, peak ground acceleration, and peak ground velocity are shown as squares, circles, and triangles, respectively
+7

Referensi

Dokumen terkait

Transportasi sebagai sebuah kebutuhan masyarakat, merupakan salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh Pemerintah melalui pelayanan publik, mulai dari transportasi umum ini

Rehabilitasi Sedang / Berat Ruang Kelas Sekolah (SDN Tondomulyo 2 Kec.. 14/09/2015 3501/LS-BJ/2015 Pembayaran Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Yang Dijamin Pemerintah

Bergerak di dalam lingkungan memerlukan tidak hanya pemahaman tentang konsep tubuh dan ruang, tetapi juga kesadaran akan benda apa yang ada di lingkungan serta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana variabel makroekonomi berupa inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan suku bunga Bank Indonesia dapat

Melalui analisa terhadap hasil pengolahan data berupa hidden pattern yang terbaca pada masing-masing kriteria yang diperoleh dapat diketahui bahwa aspek harga

Dengan alur pemikiran yang demikian maka menjadi suatu keniscayaan bagi sebuah negara demokrasi untuk menjunjung tinggi prinsip rule of law, karena dengan itu negara akan

Pada Gambar 2 dapat dilihat perkembangan ataupun penurunan dari jumlah pengaduan antara bulan Maret – April 2017 dan jumlah total dua bulan.. Gambar 2 Jumlah

Menyerahkan Laporan Pemakaian Barang LPkB kepada Bagian Akuntansi lembar 1 dan mengarsip lembar 2... Menerima Laporan Pemakaian Barang LPkB beserta BPB