METODOLOGI PENELITIAN
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian
Pada sub-bab ini akan diuraikan definisi dari masing – masing variabel yang digunakan, berikut dengan operasional dan cara pengukurannya.
1. Persepsi Auditor
a. Persepsi Eksternal Auditor
Mahmud (1990) dalam Rukmawati dan Chariri (2011) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan faktor psikologis yang mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi perilaku seseorang. Perbedaan persepsi sangat dipengaruhi oleh interpretasi yang berbeda pada setiap individu atau kelompok.
Robbins (2008) menyatakan bahwa persepsi adalah proses dimana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan sensoris mereka, guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Sama halnya dengan ketika auditor baik itu independen maupun internal, mereka dapat memiliki persepsi yang sama atau berbeda terhadap beberapa jenis metode deteksi kecurangan, bahkan walaupun metode yang digunakan sama persis, pasti akan terjadi perbedaan persepsi atas tingkat efektivitas metode tersebut.
Variabel ini diukur dengan membedakan jenis respondennya yaitu auditor eksternal yang bekerja baik itu di KAP dan BPK Pusat yang berlokasi di DKI Jakarta, dengan menggunakan acuan instrumen dari Moyes dan Faizal (2013).
b. Persepsi Internal Auditor
Seperti yang telah dipaparkan di atas, bahwa walaupun auditor eksternal dan internal menggunakan metode deteksi kecurangan yang sama, yaitu metode red flags, persepsi yang dimiliki auditor tersebut bisa saja sama atau berbeda. Persamaan persepsi bisa terjadi karena ruang lingkup pekerjaan yang tidak jauh berbeda, dimana auditor eksternal sebagai pihak independen bertanggungjawab untuk mendeteksi kecurangan.
Sementara, auditor internal sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk mengawasi pengendalian internal dalam perusahaannya. Namun, perbedaan persepsi juga sangat mungkin terjadi di tingkat efektivitas setiap metode, karena auditor eksternal dan internal memiliki pertimbangannya masing – masing, dan pertimbangan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya insting, pengalaman, kondisi perusahaan, dan lain – lain.
Variabel ini diukur dengan membedakan jenis respondennya yaitu auditor internal yang bekerja baik itu di BUMN dan BPKP Pusat yang berlokasi di DKI Jakarta, dengan menggunakan acuan instrumen dari Moyes dan Faizal (2013).
2. Efektivitas Red Flags
Analisis mengenai red flags pasti akan dikaitkan dengan pemahaman mengenai fraud. Tuanakotta (2013) menyebutkan bahwa auditor dan investigator menggunakan tanda bahaya (red flags) sebagai petunjuk atau indikasi terjadinya fraud atau kecurangan pada sebuah laporan keuangan.
Red flags juga bisa dikatakan sebagai suatu kondisi yang janggal atau berbeda dengan keadaan normal. Variabel efektivitas red flags dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Moyes dan Faizal (2013) dan instrumen terbaru yang dikembangkan oleh Omar (2010). Variabel ini kemudian diukur dengan menggunakan skala interval (Likert) yang terdiri atas 5 poin, dimulai dari sangat tidak efektif (1), tidak efektif (2), netral (3), efektif (4) dan sangat efektif (5).
a. Opportunity (Kesempatan/Peluang)
Tuanakotta (2013:46) mendefinisikan opportunity atau kesempatan sebagai peluang untuk melakukan kecurangan seperti yang dipersepsikan pelaku kecurangan. Lister (2007: 63) mendefinisikan kesempatan sebagai
“bahan bakar yang terus membuat api” atau dengan kata lain, walaupun
individu memiliki tekanan dalam dirinya untuk melakukan fraud, itu tidak akan bisa dilakukan jika tidak ada kesempatan.
Contoh opportunity yang membuat fraud bisa terjadi misalnya; tingginya tingkat turnover di divisi manajemen yang memegang peranan penting di perusahaan, atau pemisahan tugas yang tidak memadai, atau transaksi yang sifatnya kompleks, atau bahkan struktur manajemen. Opportunity diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Moyes dan Faizal (2013), dengan menggunakan skala interval Likert 1 sampai 5. Jawaban yang didapat memiliki skor, yaitu; (1) sangat tidak efektif, (2) tidak efektif, (3) netral, (4) efektif, dan (5) sangat efektif.
b. Pressure (Tekanan/Insentif)
Pressure atau tekanan yang dirasakan pelaku kecurangan yang dipandangnya sebagai kebutuhan keuangan yang tidak dapat diceritakannya kepada orang lain (perceived non-shareable financial needs), maka dari itu si pelaku kecurangan mulai mempertimbangkan tindakan illegal seperti menyalahgunakan aset perusahaan atau melakukan salah saji yang disengaja pada laporan keuangan untuk menyelesaikan masalah keuangannya. Lister (2007:63) juga mendefinisikan pressure sebagai
“sumber panas untuk api” namun tidak berarti karena ada tekanan dalam
diri seseorang, lantas orang tersebut akan melakukan fraud.
Dalam penelitian ini, pressure diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Moyes dan Faizal (2013), dengan menggunakan skala interval Likert 1 sampai 5. Jawaban yang didapat memiliki skor, yaitu; (1) sangat tidak efektif, (2) tidak efektif, (3) netral, (4) efektif, dan (5) sangat efektif.
c. Rationalization (Rasionalisasi)
Rae dan Subramaniam (2008) melihat pressure berkaitan dengan motivasi karyawan untuk melakukan fraud sebagai akibat dari kerakusan atau tekanan keuangan pribadi, sementara opportunity adalah kelemahan di dalam sistem yang membuat karyawan mampu memanfaatkan celah tersebut dan kemudian melakukan fraud, dan rasionalisasi adalah justifikasi dari praktik kecurangan yang dilakukannya.
Rasionalisasi ini akan timbut apabila karyawan tersebut tidak memiliki integritas atau alasan moral lainnya. Dalam penelitian ini, rationalization diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Moyes dan Faizal (2013), dengan menggunakan skala interval Likert 1 sampai 5. Jawaban yang didapat memiliki skor, yaitu; (1) sangat tidak efektif, (2) tidak efektif, (3) netral, (4) efektif, dan (5) sangat efektif.
d. Capability (Kemampuan)
Wolfe dan Hermanson (2004) memperkenalkan capability sebagai dimensi yang terbaru untuk melengkapi fraud triangle theory yang diusung Cressey (1953) yang sekarang dikenal dengan nama fraud diamond theory. Capability didefinisikan sebagai karakter pribadi dari si pelaku kecurangan, secara teoritis kecurangan akan lebih mudah dilakukan apabila si pelaku cenderung agak memaksa, memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan memiliki kuasa untuk membuat keputusan langsung.
Dalam penelitian ini, capability diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Omar (2010), dengan menggunakan skala interval Likert 1 sampai 5. Jawaban yang didapat memiliki skor, yaitu; (1) sangat tidak efektif, (2) tidak efektif, (3) netral, (4) efektif, dan (5) sangat efektif.
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Penelitian
Variabel Dimensi Indikator Butir
Pertanyaan Skala Pengukuran Efektivitas red flags (Y) (Moyes et al., 2013) Opportunity (Moyes et al., 2013)
Penerimaan dalam kas perusahaan 1 Interval Pengawasan terhadap pengendalian internal 2 Pemisahan tugas 3 Pengawasan terhadap aset perusahaan 4 Pencatatan transaksi 5 Rekonsiliasi aset 6
Turnover karyawan dan kinerja staf
7 Sistem otorisasi
transaksi
8
Transaksi tidak biasa 9
Karakteristik persediaan 10 Pressure (Moyes et al., 2013)
Regulasi baru 1 Interval
Kompensasi manajamen
2 Kompetisi bisnis dan
kejenuhan pasar 3 Pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan 4 Kemampuan margin perusahaan 5 Kebutuhan terhadap utang/tambahan biaya modal 6 Permintaan barang/jasa menurun 7 Kerentanan perusahaan terhadap kondisi eksternal bisnis 8 Penyetujuan terhadap utang perusahaan 9 Kepentingan manajemen terhadap keuangan perusahaan. 10
Rationalization (Moyes et al., 2013) Meningkatkan harga saham/tren pendapatan 1 Interval Perselisihan antar auditor 2 Memperbaiki margin 3 Indikasi ketidakpuasan karyawan 4 Pendapatan terlapor 5 Catatan pelanggaran hukum oleh perusahaan
6 Usaha pengurangan risiko 7 Dominasi manajemen 8 Pengendalian internal 9
Perilaku & lifestyle 10
Capability (Moyes et al., 2013) Posisi dalam perusahaan 1 Interval Mampu memanfaatkan pengendalian internal perusahaan 2
Ego dan kepercayaan diri yang besar
3 Kepribadian yang
persuasive
4 Perilaku tidak jujur /
menghindari auditor
BAB IV